PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR  2  TAHUN  1989

 

TENTANG

 

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

 

UMUM

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan.

Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia yang telah mengantarkan pembentukan suatu pemerintah negara Indonesia untuk "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia" serta "memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial" menuntut penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan yang dapat menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia. 

Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan melalui BAB XIII, Pasal 31 ayat (2), bahwa pendidikan yang dimaksud harus diusahakan dan diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai "satu sistem pengajaran nasional". Sesuai dengan judul bab yang bersangkutan, yaitu PENDIDIKAN, pengertian "satu sistem pengajaran nasional" dalam Undang-undang ini diperluas menjadi "satu sistem pendidikan nasional". Perluasan pengertian ini memungkinkan Undang-undang ini tidak membatasi perhatian pada pengajaran saja, melainkan juga memperhatikan unsur-unsur pendidikan yang berhubungan dengan pertumbuhan kepribadian manusia Indonesia yang bersama-sama merupakan perwujudan bangsa Indonesia, suatu bangsa yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memelihara budi pekerti kemanusiaan dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa).

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila di bidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan pertama, pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri, dan kedua, pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh yang mengandung makna terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Sehubungan dengan itu, maka Pendidikan Pendahuluan Bela Negara diberikad kepada peserta didik sebagai bagian dari keseluruhan sistem pendidikan riasional.

Dengan landasan pemikiran tersebut, pendidikan nasional disusun sebagai usaha sadar untuk memungkinkan bangsa Indonesia mempertahankaii kelangsungan hidupnya dan mengembangkan dirinya secara terus-menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sistem pendidikan nasional adalah sekaligus alat dan tujuan yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional.

Sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu : semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara; menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; dan terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.

Pendidikan nasional yang ditetapkan dalam Undang-undang ini mengungkapkan satu sistem yang :

a.

berakar pada kebudayaan nasional dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta melanjutkan dan meningkatkan pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa);

b.

merupakan satu keseluruhan dan dikembangkan untuk ikut berusaha mencapai tujuan nasional;

c.

mencakup, baik jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah;

d.

mengatur, bahwa jalur pendidikan sekolah terdiri atas 3 (tiga) jenjang utama, yang masing-masing terbagi -pula dalam jenjang atau tingkatan;

e.

mengatur, bahwa kurikulum, peserta didik dan tenaga kependidikan --- terutama guru, dosen atau tenaga pengajar --- merupakan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan belajarmengajar;

f.

mengatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi);

g.

menyelenggarakan satuan dan kegiatan pendidikan sebagai tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan Pemerintah;

h.

mengatur, bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan masyarakat berkedudukan serta diperlakukan dengan penggunaan ukuran yang sama;

i.

mengatur, bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memiliki kebebasan untuk menyelenggarakannya sesuai dengan ciri atau kekhususan masing-masing sepanjang ciri itu tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi bangsa dan negara; dan

j.

memudahkan peserta didik memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat dan tujuan yang hendak dicapai serta memudahkannya menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.

Sistem pendidikan nasional harus dapat memberi pendidikan dasar bagi setiap warga negara Republik Indonesia, agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar, yang meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung serta menggunakan bahasa Indonesia, yang diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat berperanserta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Setiap warga negara diharapkan mengetahui hak dan kewajiban pokoknya sebagai warga negara serta memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri, ikut serta dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat, dan memperkuat persatuan dan kesatuan serta upaya pembelaan negara. Pengetahuan dan kemampuan ini harus dapat diperoleh dari sistem pendidikan nasional. Hal ini dimaksudkan untuk memberi makna pada amanat Undang-Undang Dasar 1945, BAB XIII, Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan, bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran".

Warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan pada tahap manapun dalam perjalanan hidupnya ----pendidikan seumur hidup----, meskipun sebagai anggota masyarakat ia tidak diharapkan untuk terus-menerus belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan dapat diperoleh, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

Sistem pendidikan nasional memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara, oleh karena itu dalam penerimaan seseorang sebagai peserta didik tidak dibenarkan adanya perbedaan atas dasar jenis kelamin, agama, ras, suku, latar belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali apabila ada satuan atau kegiatan pendidikan yang memiliki kekhususan yang harus diindahkan.

Pendidikan keluarga termasuk jalur pendidikan luar sekolah merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.

Dalam rangka peningkatan peranserta keluarga, masyarakat dan Pemerintah dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional, maka semua pihak perlu berusaha untuk menciptakan suasana lingkungan yang mendukung terwujudnya tujuah pendidikan nasional. Dalam hubungan ini, maka pengadaan dan pendayagunaan sumberdaya pendidikan, baik yang disediakan oleh Pemerintah maupun masyarakat perlu dipertahankan fungsi sosialnya, dan tidak mengarah pada usaha mencari keuntungan material.

Upaya peningkatan taraf dan mutu kehidupan bangsa dan pengembangan kebudayaan nasional, yang diharapkan menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia, diadakan terus-menerus, sehingga dengan sendirinya senantiasa menuntut penyesuaian pendidikan pada kenyataan yang selalu berubah. Pendidikan juga harus senantiasa disesuaikan dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengaturan dalam Undang-undang ini pada dasarnya dirumuskan secara umum, agar supaya pengaturan yang lebih khusus, yang harus disesuaikan dengan keadaan yang telah mengalami perubahan sebagaimana dimaksud di atas, dan bahkan harus memperhitungkan kemungkinan tuntutan perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia di masa yang akan datang, dapat dilakukan melalui pengaturan yang lebih mudah dibuat, diubah dan dicabut. Dalam hubungan inilah dibentuk Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang bertugas untuk memberi pertimbangan kepada Menteri mengenai segala hal yang dipandang perlu dalam rangka perubahan, perbaikan, dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan pendidikan nasional perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan pembangunan pendidikan nasional.

Undang-undang yang lama, yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550); Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550); Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361); Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80); Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) perlu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta diganti dengan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional ini.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

 

Dalam fungsinya untuk mengembangkan dan menjamin kelangsungan hidup bangsa, maka pendidikan nasional berusaha untuk mengembangkan kemampuan, mutu dan martabat kehidupan manusia Indonesia; memerangi segala kekurangan, keterbelakangan, dan kebodohan; memantapkan ketahanan nasional; serta meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan berlandaskan kebudayaan bangsa dan ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an.

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

 

Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, pengaturan pelaksanaan hak tersebut tidak boleh mengurangi arti keadilan dan pemerataan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.

Pasal 6

 

Pasal ini memberikan pedoman bahwa pendidikan dasar, mempunyai fungsi untuk mempersiapkan bekal dasar bagi pengembangan kehidupan, sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang diperlukan oleh setiap warga negara sekurang-kurangnya setara dengan pendidikan dasar dalam membekali dirinya.

Pasal 7

 

Pendidikan nasional memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan, karena itu, dalam penerimaan peserta didik tidak dibenarkan adanya pembedaan atas dasar jenis kelamin, agama, suku, ras, latar belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali dalam satuan pendidikan yang memiliki kekhususan. Misalnya, satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan atas dasar kewanitaan dibenarkan untuk menerima hanya wanita sebagai peserta didik dan tidak menerima pria. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan agama tertentu dibenarkan untuk menerima hanya penganut agama yang bersangkutan.

Pasal 8

Ayat (1)

 

 

Pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan peserta didik berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

 

 

Satuan pendidikan dapat terwujud sebagai suatu sekolah, kursus, kelompok belajar, ataupun bentuk lain, baik yang menempati bangunan tertentu maupun yang tidak, seperti satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

 

 

Pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan melalui prasarana yang dilembagakan.

 

 

Pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik yang dilembagakan maupun tidak.

 

 

Ciri-ciri yang membedakan pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah adalah keluwesan pendidikan luar sekolah berkenaan dengan waktu dan lama belajar, usia peserta didik, isi pelajaran, cara penyelenggaraan pengajaran dan cara penilaian hasil belajar.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

 

 

Keluarga merupakan pendidikan yang penting peranannya dalam upaya pendidikan umumnya.

 

 

Pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungannya sendiri.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

 

 

Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah.

Ayat (3)

Pendidikan kejuruan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah.

Ayat (4)

 

 

Ayat ini didasarkan atas kenyataan bahwa peserta didik yang dimaksud sesungguhnya memerlukan bantuan dan perhatian yang lebih banyak dalam pendidikan dan upaya belajar mereka daripada yang dapat diberikan oleh sekolah biasa. Pendidikan luar biasa diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah.

Ayat (5)

 

 

Pendidikan kedinasan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah jenjang pendidikan tinggi.

Ayat (6)

Pendidikan keagamaan diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan.

Ayat (7)

 

 

Pendidikan akademik, yang juga dikenal sebagai pendidikan keilmuan, diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi. Istilah "akademik", dalam hal ini tidak terkait pada bentuk perguruan tinggi yang dikenal sebagai akademi.

Ayat (8)

 

 

Pendidikan profesional, yang juga dikenal sebagai pendidikan keahlian diselenggarakan pada jenjangpendidikan tinggi.

Ayat (9)

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

 

 

Pendidikan di jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, keluasan dan kedalaman bahan pengajaran dan cara penyajian bahan pengajaran.

 

 

Tidak semua jenis pendidikan pada jalur pendidikan sekolah harus dimulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi.

Ayat (2)

 

 

Pendidikan prasekolah dapat diikuti oleh peserta didik sebelum memasuki pendidikan dasar.

 

 

Pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)

 

 

Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 (sembilan) tahun yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang sederajat.

 

 

Pendidikan dasar diselenggarakan dengan memberikan pendidikan yang meliputi antara lain penumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembangunan watak dan kepribadian serta pemberian pengetahuan dan keterampilan dasar.

 

 

Pendidikan dasar pada hakikatnya merupakan pendidikan yang memberikan kesanggupan pada peserta didik bagi perkembangan kehidupannya, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Oleh karena itu, setiap warga negara harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan dasar.

 

 

Program pendidikan dasar ini dapat disampaikan melalui pendidikan di sekolah termasuk yang merupakan pendidikan luar biasa dan/atau pendidikan di luar sekolah.

 

 

Pendidikan dasar juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat mengikuti pendidikan menengah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

 

 

Pendidikan yang setara dengan pendidikan dasar berkenaan dengan kemungkinan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang lingkup dan tarafnya sepadan dengan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

 

 

Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang lamanya 3 (tiga) tahun sesudah pendidikan dasar dan diselenggarakan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau satuan pendidikan yang sederajat.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

 

 

Dengan ketentuan ini maka perguruan tinggi di luar sekolah tinggi, institut dan universitas tidak dapat memberikan gelar sarjana, melainkan hanya sebutan profesional.

Ayat (3)

 

 

Oleh karena pemberian gelar magister dan doktor memerlukan persyaratan tertentu, maka hanya sekolah tinggi, institut dan universitas yang telah memenuhi persyaratan yang dapat menyelenggarakan program dan memberikan gelar tersebut.

Ayat (4)

 

 

Tidak semua pendidikan profesional diakhiri dengan pemberian sebutan profesional.

Ayat (5)

 

 

Gelar doktor kehormatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada mereka yang dianggap telah memberikan jasa yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan umat manusia.

 

 

Pemberian gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) disingkat Dr. (HC) diusulkan oleh senat fakultas dan dikukuhkan oleh senat institut atau universitas.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

 

 

Dalam penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi tidak dibenarkan perubahan bentuk gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan, seperti penggantian gelar dan/atau sebutan yang diperoleh dengan gelar dan/atau sebutan atau singkatan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi negeri lain.

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

 

 

Kebebasan akademik dimiliki oleh sivitas akademika yang terdiri atas staf akademik dan mahasiswa.

 

 

Kebebasan akademik merupakan kebebasan sivitas akademika untuk melakukan pengajaran ilmu kepada dan antara sesama warganya serta melakukan studi, penelitian, pembahasan, dan penerbitan ilmiah.

 

 

Kebebasan mimbar akademik sebagai bagian dari kebebasan akademik merupakan hak dan tanggung jawab seseorang yang memiliki wewenang dan wibawa keilmuan guna mengutarakan pikiran dan pendapatnya dari mimbar akademik.

 

 

Otonomi keilmuan pada hakikatnya berarti bahwa kegiatan keilmuan berpedoman pada norma keilmuan yang harus ditaati oleh para ilmuwan dan calon ilmuwan.

 

 

Pengembangan perguruan tinggi diarahkan pada kemampuan menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, yaitu kegiatan yang  disebut Tridarma Perguruan Tinggi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

 

 

Sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuannya, pendidikan nasional bersifat terbuka. Sifat itu diungkapkan dengan keleluasaan gerak peserta didik.

 

 

Ini merupakan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengembangkan bakatnya sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

 

 

Keleluasaan gerak berarti terbukanya kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui jalur pendidikan yang tersedia dan kemungkinan untuk pindah dari satu jalur ke jalur yang lain, atau dari satu jenis ke jenis pendidikan yang lain dalam jenjang yang sama. Dalam pelaksanaan keleluasaan gerak perlu diperhatikan aspek-aspek proses belajar dan kemampuan sumber daya yang tersedia.

 

 

Peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut pelajar, murid atau siswa dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut mahasiswa. Peserta didik dalam jalur pendidikan luar sekolah disebut warga belajar.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

butir 1

 

 

 

Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan Pemerintah, yang berlaku juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan.

 

 

 

Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah pada dasarnya peserta didik ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan yang jumlahnya ditetapkan menurut kemampuan orang tua atau wali peserta didik.

 

 

 

Pada jenjang pendidikan yang dikenakan ketentuan wajib belajar, biaya penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggung jawab Pemerintah, sehingga peserta didik tidak dikenakan kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan Pendidikan.

 

 

 

Peserta didik pada jenjang pendidikan lainnya yang ternyata memiliki kecerdasan luar biasa tetapi tidak mampu ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan dapat dibebaskan dari kewajiban tersebut.

 

 

 

Pembebanan biaya tambahan yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan belajar-mengajar tidak dibenarkan.

butir 2

Cukup jelas

butir 3

Cukup jelas

butir 4

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 26

 

Setiap warga negara berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didik melalui pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah.

Dengan demikian, setiap warga negara diharapkan dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam mengembangkan dirinya sebagai manusa Indonesia. Tetapi tidak diharapkan terus menerus belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat.

Penilaian pendidikan berkelanjutan tersebut dimungkinkan melalui ujian persamaan atau ekstranci.

Warga negara yang belajar mandiri dapat diberi kesempatan untuk menempuh ujian persamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Termasuk dalam pengertian pengelola satuan pendidikan adalah kepala sekolah, direktur, dekan, rektor.

Termasuk tenaga pendidik adalah tutor dan fasilitator.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Kewenangan mengajar diberikan melalui surat pengangkatan seseorang sebagai tenaga pengajar pada satuan pendidikan tertentu oleh pejabat yang berwenang dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan yang berlaku.

Ayat (2)

Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 30

Tunjangan tambahan yang dimaksud dalam butir 1.b. adalah tunjangan di luar tunjangan yang diberikan atas dasar ketentuan umum yang berlaku bagi pegawai negeri dan diberikan bilamana Pemerintah menganggap perlu memberikan perlakuan khusus.

Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, tenaga pengajar yang berhasil memperoleh peningkatan kemampuan dan kewenangan profesional diberi penghargaan melalui kenaikan pangkat dengan kemungkinan pencapaian pangkat kepegawaian yang lebih tinggi dari pada pangkat kepala satuan pendidikan yang bersangkutan, atau melalui bentuk penghargaan yang lain.

Pasal 31

butir 1

Cukup jelas

butir 2

Cukup jelas

butir 3

Pelaksanaan tugas dengan penuh tanggung jawab termasuk keteladanan dalam menjalankan tugas.

butir 4

Cukup jelas

butir 5

Cukup jelas

Pasal 32

Kewenangan pengaturan pengadaan, pembinaan, dan pengembangan tenaga kependidikan tersebut pada dasarnya dilakukan terhadap satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah.

Namun begitu, sejauh diperlukan Pemerintah dapat pula melakukannya bagi kepentingan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Pasal 33

Cukup jelas (lihat pula penjelasan Pasal 25)

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 35

Pendidikan tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik bilamana para tenaga kependidikan maupun para peserta didik tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar yang bersangkutan. Salah satu sumber belajar yang amat penting, tetapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan yang harus memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didik memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan membaca bahan pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan.

Sumber belajar lain adalah misalnya, laboratorium, bengkel dan fasilitas olahraga. Bagi pendidikan kedokteran sumber belajar meliputi rumah sakit.

Pasal 36

Ayat (1)

Meskipun pada dasarnya biaya penyelenggaraan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah, penjelasan Pasal 25 ayat (1) butir 1 tetap berlaku, terutama pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Ayat (1)

Kurikulum yang dimaksud pada ayat ini terdapat pada jalur pendidikan sekolah maupun pada jalur pendidikan luar sekolah.

Satuan pendidikan dapat menambah mata pelajaran yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan serta ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.

Semua tambahan tersebut tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasonal dan tidak menyimpang dari tujuan dan jiwa pendidikan nasional.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Pada jenjang pendidikan tinggi pendidian pendahuluan bela negara diselenggarakan antara lain melalui pendidikan kewiraan.

Ayat (3)

Sebutan-sebutan tersebut pada ayat (3) bukan nama mata pelajaran, melainkan sebutan yang mengacu pada pembentukan kepribadian dan unsur-unsur kemampuan yang diajarkan dan dikembangkan melalui pendidikan dasar.

Lebih dari satu unsur tersebut dapat digabung dalam satu mata pelajaran atau sebaliknya, satu unsur dapat dibagi menjadi lebih dari satu mata pelajaran. Unsur-unsur kemampuan pada ayat (3) dimaksudkan untuk menyatakan bahwa pendidikan dasar harus mencakup sekurang-kurangnya semua kemampuan tersebut.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 40

Ketentuan hari belajar dan libur sekolah hanya berlaku pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Tahun pelajaran sekolah dimulai pada minggu ketiga bulan Juli.

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 43

Penilaian kegiatan belajar-mengajar dilakukan untuk membantu perkembangan peserta didik dalam usaha mencapai tujuan pendidikannya. Oleh karena itu, penilaian disertai dengan usaha bimbingan dan nasihat.

Pasal 44

Tujuan penilaian yang diatur dalam pasal ini adalah untuk mengetahui hasil belajar para peserta didik suatu jenis dan jenjang pendidikan tertentu dengan menggunakan ukuran yang ditetapkan secara nasional pada akhir masa pendidikannya. Penilaian harus didasarkan atas kurikulum nasional. Hal ini juga dimaksudkan untuk memperoleh keterangan tentang mutu hasil pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan secara nasional.

Ujian negara diselenggarakan untuk mengesahkan keberhasilan belajar peserta ujian sebagai hasil belajar yang telah memenuhi persyaratan yang dianggap berlaku oleh Pemerintah.

Pasal 45

Penilaian kurikulum sebagai satu kesatuan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum yang bersangkutan dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Kegiatan penilaian ini merupakan bagian dari upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Pasal 46

Ayat (1)

Penilaian meliputi segi-segi administrasi, kelembagaan, tenaga kependidikan, kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana, serta keadaan umum satuan pendidikan baik yang diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat untuk menentukan akreditasi satuan pendidikan dan usaha pembinaan yang diperlukan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 47

Ayat (1)

Peran serta masyrakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam uaha menyelenggarakan pendidikan nasional.

Masyarakat berperan serta seluas-luasnya dalam menyelenggarakan dan mengembangkan satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Baik satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat berkedudukan sama dalam sistem pendidikan nasional.

Ayat (2)

Ayat ini dimaksudkan untuk menghargai setiap penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memiliki ciri-ciri tertentu, seperti satuan pendidikan yang berlatar belakang keagamaan, kebudayaan, dan sebagainya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 48

Ayat (1)

Badan yang dimaksud ini diharapkan menyalurkan aspirasi masyarakat umum serta kepentingan bangsa dan negara berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan kepada pengelola sistem pendidikan nasional.

Oleh sebab itu, badan tersebut harus beranggotakan wakil-wakil golongan dalam masyarakat, pakar-pakar berkenaan dengan upaya penyelenggaraan pendidikan, bersama beberapa pejabat yang mewakili Pemerintah. Badan ini bersifat non struktural.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 49

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Pengelolaan satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang lazim disebut perguruan swasta dilakukan oleh suatu badan yang bersifat sosial, sedangkan pengelolaan pendidikan jalur pendidikan luar sekolah dapat pula oleh perorangan.

Pasal 52

Pemerintah berkewajiban membina perkembangan pendidikan nasional dan oleh sebab itu wajib mengetahui keadaan satuan dan kegiatan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat.

Pengawasan lebih merupakan upaya untuk memberi bimbingan, binaan, dorongan, dan pengayoman bagi satuan pendidikan yang bersangkutan yang diharapkan terus-menerus dapat meningkatkan mutu pendidikan maupun pelayanannya.

Pasal 53

Tindakan administratif berwujud pemberian peringatan sebagai tindakan yang paling ringan dan perintah penutupan satuan pendidikan yang bersangkutan sebagai tindakan yang paling berat.

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 55

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 56

Ancaman pidana terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 29 ayat (1) hanya dikenakan bagi warga negara.

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3390