PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 1994

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

UMUM

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dalam kegotongroyongan nasional sebagai peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak ditetapkan dengan Undang-undang. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku sejak tahun 1986 merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan/atau perolehan manfaat atas bumi dan/atau kepemilikan, pengusaan dan/atau perolehan manfaat atas bangunan. Pada hakekatnya, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu sarana perwujudan kegotongroyongan nasional dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, sehingga dalam pengenaannya harus memperhatikan prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan serta ditunjang oleh sistem administrasi perpajakan yang memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak. Setelah hampir satu dasawarsa berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, dengan makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan meningkatnya jumlah Objek Pajak serta untuk menyelaraskan pengenaan pajak dengan amanat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, dirasakan sudah masanya untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum dan keadilan, maka arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang ini adalah sebagai berikut :

a. Menunjang kebijaksanaan pemerintah menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak;
b. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya. Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, maka dalam penyempurnaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 perlu diatur kembali ketentuan ketentuan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan yang dituangkan dalam Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dengan pokok-pokok antara lain sebagai berikut:
a. Untuk lebih memberikan keadilan dalam pengenaan pajak, diatur ketentuan mengenai besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk setiap Wajib Pajak;
b. Memperjelas ketentuan mengenai upaya banding ke badan peradilan pajak.
PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1

Pasal 3

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2 Undang undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.

Contoh :

- pesantren atau sejenis dengan itu;
- madrasah; - tanah wakaf;
- rumah sakit umum.
Ayat (2)

Yang dimaksud dengan objek pajak dalam ayat ini adalah objek pajak yang dimiliki/dikuasai/

digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daeah.

Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Mengenai bumi dan/atau bangunan milik perorangan dan/atau badan yang digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung pada perjanjian yang diadakan.

Ayat (3)

Untuk setiap Wajib Pajak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah). Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, yang diberikan Nilai Jual Objek Pajak hanya salah satu Objek Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

Contoh :

1. Seorang Wajib Pajak hanya mempunyai Objek Pajak berupa bumi dengan nilai sebagai berikut :
- Nilai Jual Objek Pajak Bumi .............................. Rp 3.000.0000,00
-Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak ..................... Rp 8.000.0000,00

Karena Nilai Jual Objek Pajak berada dibawah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan masing-masing di Desa A dan Desa B dengan nilai sebagai berikut :
a. Desa A

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp. 8.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp. 5.000.000,00

Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp. 8.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp. 5.000.000,00(+)

- Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak ..... Rp13.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak .................................................... Rp. 8.000.000,00(-)

- Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak ........... Rp. 5.000.000,00

b. Desa B

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp. 5.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp. 3.000.000,00

Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi ............................. Rp. 5.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Bangunan .................... Rp. 3.000.000,00(+)

- Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak .... Rp. 8.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp. 0,00(-)

- Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak ............. Rp. 8.000.000,00

Untuk Objek Pajak di Desa B, tidak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah), karena Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak telah diberikan untuk Objek Pajak yang berada di Desa A.

3. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan pada satu Desa C dengan nilai sebagai berikut :

a. Objek I

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp. 4.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp. 2.000.000,00

Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi ............................ Rp. 4.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Bangunan .................... Rp. 2.000.000,00(+)

- Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak .......... Rp. 6.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ............. Rp. 8.000.000,00

Karena Nilai Jual Objek Pajak berada di bawah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Objek II

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp. 4.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp. 1.000.000,00

Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi ...................... Rp. 4.000.000,00

- Nilai Jual Objek pajak Bangunan ............... Rp. 1.000.000,00(+)

- Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak ...... Rp. 5.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak .............................. Rp. 0,00(-)

- Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak ............... Rp. 5.000.000,00

Ayat (4)

Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum objek pajak setiap tahunnya.

Angka 2

Dengan dihapuskannya Pasal 17, ketentuan banding Pajak Bumi dan Bangunan mengikuti ketentuan Pasal 27 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566).

Angka 3

Pasal 23

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnya adalah antara lain Undang undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa.

Angka 4

    Cukup Jelas

Pasal II

    Cukup Jelas

Pasal III

    Cukup Jelas

Pasal IV

    Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3569 - 9 -