Pasal 15

(1) Dana anggaran yang diperlukan untuk membiayai pengeluaran disediakan dengan penerbitan SKO.
      (2) DIK dan DIP atau dokumen lain yang dipersamakan berlaku sebagai SKO.
      (3) SKO berlaku sampai dengan akhir tahun anggaran.
      (4) Dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) dikecualikan surat-surat keputusan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku umum bagi pegawai negeri.

      Pasal 16

      (1) Menteri/Ketua Lembaga yang menguasai bagian anggaran mempunyai wewenang otorisasi, dan pada setiap awal tahun anggaran Menteri/Ketua Lembaga tersebut menetapkan pejabat :

      a. yang diberi wewenang untuk menandatangani SKO;

      b. sebagai atasan langsung bendaharawan;

      c. sebagai bendaharawan.

      (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pada Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dilakukan oleh Sekretaris Jenderal/Pimpinan kesekretariatan yang bersangkutan/Panitera Mahkamah Agung.
      (3) Dalam penetapan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) diperhatikan pelarangan perangkapan jabatan antara kepala kantor/pemimpin proyek/bagian proyek/kepala biro keuangan dengan bendaharawan proyek/bendaharawan bagian proyek.
      (4) Dalam hal bendaharawan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) belum ditunjuk. maka KPKN dilarang melakukan pembayaran kecuali untuk belanja pegawai.
      (5) Kepala kantor/satuan kerja selambat-lambatnya pada akhir bulan April tahun anggaran bersangkutan menetapkan pejabat yang ditunjuk sebagai pembuat daftar gaji, dengan ketentuan :
      a. Penunjukan pembuat daftar gaji dilakukan dengan surat keputusan oleh kepala kantor yang bersangkutan atas nama Menteri/Ketua Lembaga, dan surat keputusan penunjukan tersebut dan contoh specimen tanda tangan pembuat daftar gaji disampaikan kepada KPKN;
      b. Dalam hal tidak ada penggantian pembuat daftar gaji, maka penetapan kembali pejabat ini dilakukan dengan surat pemberitahuan oleh kepala kantor:
      c. Jabatan pembuat daftar gaji tidak boleh dirangkap oleh kepala kantor atau bendaharawan.

      Pasal 17

      (1) Pembayaran atas beban anggaran belanja negara dilakukan:

      a. sebagai pembayaran langsung kepada yang berhak; atau

      b. melalui penyediaan UYHD.

      (2) Pembayaran 1angsung sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf a, dilakukan :
      a. untuk pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang/jasa termasuk pengadaan barang dan bahan untuk pekerjaan yang dilaksanakan sendiri (swakelola) yang nilaiya di atas Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), baik mengenai anggaran belanja rutin maupun anggaran belanja pembangunan;
      b. untuk subsidi dan bantuan, subsidi/perimbangan keuangan serta angsuran dan bunga hutang;
      c. melalui bendaharawan untuk belanja pegawai dan uang pesangon perjalanan dinas.
      (3) Pembayaran melalui penyediaan UYHD sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b dapat dilakukan untuk :
      a. pengadaan barang/jasa sampai dengan nilai Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk tiap jenis barang/tiap rekanan:
      b. keperluan lain dari yang dimaksud dalam Ayat (2) huruf b dan huruf c;
      c. biaya keperluan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri (4) Perubahan batas jumlah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) hurut a dan Ayat (3) huruf a ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

      Pasal 18

      (1) Untuk memperoleh pembayaran, bendaharawan rutin/bendaharawan proyek mengajukan surat permintaan pembayaran rutin (SPPR)/surat permintaan pembayaran pembangunan (SPPP) kepada KantorPerbendaharaan dan Kas Negara (KPKN).
      (2) Pengajuan SPPR/SPPP untuk pembayaran langsung (SPP-LS) harus disertai dengan bukti yang sah dan diajukan selambat-lambatnya dalam waktu tiga hari kerja setelah diterimanya tagihan yang memenuhi syarat dari pihak penagih.
      (3) Bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) di atas adalah :
      a. Surat Perintah Kerja (SPK)/kontrak pengadaan barang dan jasa;
      b. kuitansi;
      c. berita acara prestasi pekerjaan/penyerahan barang,
      d. surat pernyataan dari kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek bahwa penetapan rekanan bersangkutan telah dilakukan (melalui pelelangan umum, pelelangan terbatas, atau pemilihan langsung) menurut ketentuan yang berlaku untuk pekerjaan/pembelian barang di atas Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
      (4) Dalam hal SPP-LS tidak berkaitan dengan SPK dan/atau surat perjanjian/kontrak, maka bukti yang sah adalah dokumen sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) Huruf b dan c.
      (5) SPPR/SPPP untuk penyedian dana UYHD terdiri dari :

      1. SPP Penyediaan Dana UYHD (SPP-DU);

      2. SPP Penggantian Dana UYHD (SPP-GU);

      3. SPP Tambahan Dana UYHD (SPP-TU).

      (6) Tata cara pengajuan SPP-DU, SPP-CU, dan SPP-TU ke KPKN termasuk pengaturan batas tertinggi penyediaan dana UYHD /ditetapkan oleh Menleri Keuangan,
      (7) Pengajuan SPP-GU harus disertai dengan bukti yang sah yang terdiri atas :
      a. SPK/kontrak pengadaan barang dan jasa;
      b. kuitansi;
      c. berita acara prestasi pekerjaan/penyerahan barang;
      d. Surat pernyataan dari kepala kantor/satuan kerja/pemimpin;
      e. proyek/bagian proyek bahwa penetapan rekanan bersangkutan telah dilakukan (melalui pelelangan umum, pelelangan terbatas, atau pemilihan langsung) menurul kelentuan yang berlaku untuk pekerjaan/pembelian barang di atas Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
      (8) Dalam hal SPP-GU tidak berkaitan dengan SPK dan/atau surat perjanjian/kontrak, maka bukti yang sah adalah dokumen sebagaimana dimaksud dalam Ayat (7) Huruf b dan c.
      (9) SPPR/SPPP dan tiap bukti pengeluaran harus disetujui terlebih dahulu oleh :
      a. kepala kantor/satuan kerja atau atasan langsung/pejabat yang ditunjuknya yang bukan bendaharawan;
      b. pemimpin proyek atau pemimpin bagian proyek.

      Pasal 19

      (1) KPKN melakukan pembayaran atas dasar :
      a. SKO atau DIK/DIP atau dokumen yang dipersamakan yang diterimanya dari Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran;
      b. SPPR/SPPP sesuai dengan maksud dan jumlah dana yang disediakan dalam SKO atau DIK/DIP atau dokumen yang dipersamakan.
      (2) KPKN menerbitkan surat perintah membayar (SPM) dalam waktu selambat-lambatnya dua hari kerja untuk anggaran rutin dan satu hari kerja untuk anggaran pembangunan setelah diterimanya SPPR/SPPP disertai bahan-bahan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 18, dan SPM berlaku sampai akhir tahun anggaran.
      (3) Dalam hal KPKN menolak untuk membayar SPPR/SPPP, maka KPKN harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan tersebut kepada bendaharawan yang bersangkutan selambat-lambatnya satu hari kerja setelah diterimanya SPPR/SPPP.
      (4) Dalam melakukan pembayaran UYHD, KPKN mengadakan perhitungan atas penerimaan anggaran dan/atau sisa UYHD pada akhir tahun anggaran yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (6) yang belum disetorkan ke rekening Kas Negara.
      (5) KPKN dapat melakukan pembayaran untuk kantor/satuan kerja/proyek/bagian proyek di luar wilayah pembayarannya setelah menerima surat kuasa dari KPKN yang bersangkutan dan SPPRI SPPP dari pejabat yang diberi kuasa.

      Pasal 20

      (1) Bendaharawan harus menyimpan UYHD pada bank pemerintah atau giro pos, dan setiap penarikan dana dari bank pemerinlah atau pada giro pos harus ditandatangani oleh kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek atau pejabat yang ditunjuk, bcrsama dengan bendaharawan yang bersangkutan.
      (2) Untuk keperluan pembayaran tunai sehari-hari, setiap bendaharawan rutin, bendaharawan proyek bagian proyek, bendaharawan pemegang uang muka cabang (PUMC) diizinkan mempunyai persediaan uang tunai hingga setinggi-tingginya sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
      (3) Perubahan atas batas jumlah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
      (4) Apabila dalam SPPR/SPPP penggantian dana UYHD (SPP-GU) terdapat jumlah pengeluaran yang tidak dapat disahkan oleh KPKN, maka jumlah tersebut merupakan saldo/tambahan saldo UYHD pada bendaharawan.
      (5) Departemen/Lembaga yang bersangkutan wajib mengambil langkah-langkah sepenuhnya untuk penyelesaian SPPR/SPPP penggantian UYHD yang tidak dapat disahkan oleh KPKN tersebut.
      (6) Apabila pada bendaharawan terdapat UYHD/sisa UYHD yang tidak dipergunakan lagi untuk pelaksanaan kegiatan/proyek, maka dana/sisa tersebut paling lambat sepuluh hari kerja setelah kegiatan/proyek selesai harus sudah disetorkan ke rekening Kas Negara.

      Pasal 21

      (1) Pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat dilakukan melalui :

      a. pelelangan umum;

      b. pelelangan terbatas;

      c. pemilihan langsung;

      d. pengadaan langsung.

      (2) Pelelangan umum adalah pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa, media cetak, dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, sehingga masyarakat luas/dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
      (3) Pelelangan terbatas adalah pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh sekurang-kurangnya lima rekanan yang tercantum dalam daftar rekanan terseleksi (DRT) yang dipilih di antara rekanan yang tercatat dalam daftar rekanan mampu (DRM) sesuai dengan bidang usaha atau ruang lingkupnya atau kualifikasi kemampuannya, dengan pengumuman secara luas, melalui media massa, media cetak, dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, sehingga masyarakat luas/dunia usaha dapat mengetahuinya.
      (4) Pemilihan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang/jasa tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas, yang dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar dan melakukan negosiasi, baik teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang wajar dan yang secara teknis dapat dipertanggungjawabkan dari rekanan yang tercatat dalam DRM sesuai dengan bidang usaha, ruang lingkup, atau kualifikasi kemampuannya.
      (5) Pengadaan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dilakukan di antara rekanan golongan ekonomi lemah tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas atau pemilihan langsung.
      (6) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek wajib memiliki perkiraan harga yang dikalkulasikan secara keahlian yang digunakan sebagai acuan sebelum melakukan pengadaan barang/jasa, dan apabila terdapat perbedaan antara perkiraan harga yang dikalkulasikan secara keahlian dan harga yang akan dipilih, maka harus dilakukan analisis secara tertulis.
      (7) Pelaksanaan pengadaan barang/jasa oleh kantor satuan kerja/proyek bagian proyek yang berjumlah:
      a. sampai dengan Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dilakukan secara pengadaan langsung di antara rekanan golongan ekonomi lemah;
      b. di atas Rp 5.000.000.00 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) dilakukan secara pengadaan langsung dengan SPK dari satu penawar rekanan golongan ekonomi lemah yang tercantum dalam daftar rekanan golongan ekonomi lemah yang disusun oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya;
      c. di atas Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dilakukan berdasarkan pemilihan langsung dengan SPK atau surat perjanjian/kontrak, yang dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya tiga penawar golongan ekonomi lemah yang tercatat dalam DRM dan melakukan negosiasi, baik teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang wajar dan yang secara teknis dapat dipertanggungjawabkan;
      d. di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dilaksanakan dengan surat perjanjian/kontrak berdasarkan pelelangan umum atau pelelangan terbatas.
      (8) Perubahan atas batas jumlah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (7) dilakukan oleh Menteri Keuangan.
      (9) Pelaksanaan pelelangan dilakukan secara terbuka sebagai berikut :
      a. Untuk pelelangan umum, kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek :
      i) menyampaikan pengumuman secara luas melalui media massa, media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha dapat mengetahuinya;
      ii) memberikan penjelasan kepada para rekanan yang berminat dan memenuhi kualifikasi.
      b. Untuk pelelangan terbatas, kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek :
      i) menyampaikan pengumuman secara luas melalui media massa, media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha dapat mengetahuinya;
      ii) memberikan penjelasan kepada para rekanan yang tercantum dalam DRT.
      c. Kepala Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan asosiasi profesi yang terkait diberikan penjelasan, baik pada pelelangan umum maupun pada pelelangan terbatas.
      (10) Pengumuman penyelenggaraan pelelangan umum dan pelelangan terbatas dilakukan dalam jangka waktu yang memungkinkan para rekanan mempersiapkan persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti pelelangan.
      (11) Pelaksanaan pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Ayat (7) dilakukan dengan memperhatikan ketentuan dalam Lampiran I, II, dan III Keputusan Presiden ini.
      (12) Pada dokumen penawaran untuk pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilampirkan rekaman (fotokopi) ketetapan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
      (13) Jumlah pembayaran kepada rekanan dilakukan sesuai dengan pelaksanaan pekerjaan dan tidak dibenarkan melebihi prestasi pekerjaan yang diselesaikan/jumlah barang yang diserahkan.
      (14) Pembayaran pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui SPK atau surat perjanjian/kontrak dilakukan atas dasar berita acara yang menyatakan bahwa penyerahan barang/jasa atau prestasi pekerjaan telah diselesaikan sesuai dengan SPK atau surat perjanjian kontrak bersangkutan.
      (15) Berita acara sebagaimana dimaksud dalam Ayat (14) disahkan oleh instansi Pemerintah yang berwenang, balk instansi tingkat pusat maupun tingkat daerah, dan dilampirkan pada SPPR/SPPP yang diajukan kepada KPKN, dan berita acara tersebut diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu enam hari kerja setelah diterimanya permintaan untuk pemeriksaan dari rekanan yang bersangkutan.

      Pasal 22

      (1) SPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (7) huruf b dan c sekurang-kurangnya harus memuat :
      a. pihak yang memerintahkan dan yang menerima perintah pelaksanaan pekerjaan serta ditandatangani oleh kedua belah pihak;
      b. pokok pekerjaan yang diperjanjikan;
      c. harga yang tetap dan pasti serta syarat-syarat pembayarannya;
      d. persyaratan dan spesifikasi teknis;
      e. jangka waktu penyelesaian/penyerahan;
      f. sanksi dalam hal rekanan tidak memenuhi kewajibannya.
      (2) Surat perjanjian/kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (7) huruf d memuat ketentuan-ketentuan yang jelas mengenai:
      a. pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlahnya;
      b. harga yang tetap dan pasti, serta syarat-syarat pembayarannya;
      c. persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci;
      d. jangka waktu penyelesaian/penyerahan, dengan disertai jadwal waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syarat-syarat penyerahannya;
      e. jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan;
      f. sanksi dalam hal rekanan ternyata tidak memenuhi kewajibannya;
      g. penyelesaian perselisihan;
      h. status hukum;
      i. hak dan kewajiban para pihak yang terikat di dalam perjanjian yang bersangkutan;
      j. penggunaan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri secara tegas dirinci dalam lampiran kontrak.
      (3) Surat perjanjian/kontrak yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dapat memuat rumusan mengenai penyesuaian harga kontrak (price adjustment).
      (4) Dalam surat perjanjian/kontrak, dapat dimuat ketentuan mengenai pembayaran uang muka yang sebelumnya telah ditetapkan dalam dokumen lelang, dengan ketentuan sebagai berikut :
      a. Uang muka dapat diberikan sebesar tiga puluh persen dari nilai surat perjanjian/kontrak bagi golongan ekonomi lemah dan sebesar dua puluh persen dari nilai surat perjanjian/ kontrak bagi bukan golongan ekonomi lemah;
      b. Pembayaran uang muka dilakukan setelah rekanan menyerahkan surat jaminan uang muka yang diberikan oleh bank umum atau perusahaan asuransi kerugian, dan nilai surat jaminan bank tersebut sekurang-kurangnya sama dengan uang muka yang diberikan;
      c. Uang muka dimaksud sepenuhnya dipergunakan bagi pelaksanaan proyek bersangkutan;
      d. Penelitian dan pemrosesan data yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi negeri (PTN) dan Lembaga Ilmiah Pemerintah sepanjang dilaksanakan sendiri dapat diberikan uang muka melebihi jumlah sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan tidak memerlukan jaminan uang muka.
      (5) Uang muka sebagaimana dimaksud dalam Ayat (4) diperhitungkan berangsur-angsur secara merata pada tahap-tahap pembayaran sesuai dengan surat perjanjian/kontrak, dengan ketentuan bahwa uang muka tersebut selambat-lambatnya harus telah tunas pada saat pekerjaan mencapai prestasi seratus persen.
      (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (4) berlaku untuk pengadaan barang dari luar negeri melalui importir, kecuali apabila importir tersebut bertindak hanya sebagai pelaksana impor sebagai berikut :
      a. Dalam hal pengadaan barang melalui importir diperlukan pembukaan letter of credit (L/C), rekanan dapat memperoleh uang muka untuk dan/atau sebesar jumlah nilai L/C tersebut setelah rekanan menyerahkan surat jaminan dari bank umum atau perusahaan asuransi kerugian, dan besamya surat jaminan sekurang-kurangnya sama dengan uang muka tersebut;
      b. Dalam hal pengadaan barang dilakukan melalui importir yang bertindak sebagai pelaksana impor, uang jasa pelaksanaan impor ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan pendapat Menteri Perdagangan.
      (7) Perjanjian pelaksanaan pengadaan barang/jasa atas dasar cost plus fee, dilarang.
      (8) Dalam hal rekanan golongan ekonomi lemah memperoleh pekerjaan pengadaan barang/jasa dengan kelonggaran sepuluh persen sebagaimana dimaksud dalam PasaI 23 Ayat (1) huruf d, maka dalam surat perjanjian/kontrak dicantumkan bahwa :
      a. pekerjaan tersebut harus dilaksanakan sendiri oleh rekanan yang ditunjuk dan dilarang diserahkan kepada pihak lain;
      b. apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilanggar, maka kontrak pengadaan barang/jasa tersebut dibatalkan dan rekanan golongan ekonomi lemah yang bersangkutan dikeluarkan dari daftar rekanan golongan ekonomi lemah dan DRM.
      (9) Apabila dalam pengadaan barang/jasa yang terpilih adalah rekanan yang tidak terrnasuk golongan ekonomi lemah, maka dalam surat perjanjian/kontrak dicantumkan bahwa :
      a. rekanan wajib bekerjasama dengan rekanan golongan ekonomi lemah setempat, antara lain dengan subkontraktor atau leveransir barang, bahan, dan jasa;
      b. dalam melaksanakan Huruf a, rekanan yang terpilih tetap bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan tersebut;
      c. bentuk kerja sama tersebut adalah hanya untuk sebagian pekerjaan saja dan tidak dibenarkan mensubkontrakkan lebih lanjut dan/atau mensubkontrakkan seluruh pekerjaan;
      d. membuat laporan periodik mengenai pelaksanaan ketetapan sebagaimana dimaksud dalam Huruf a termasuk pelaksanaan pembayarannya dan disampaikan kepada kepala kantor/satuan kerja/ pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek yang bersangkutan;
      e. apabila rekanan yang bersangkutan tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Huruf a, Huruf b, dan Huruf c, di samping kontrak akan batal, rekanan bersangkutan dikeluarkan dari DRM
      (10) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat 7 huruf d dapat diberikan untuk:
      a. biaya pemasangan listrik oleh Perum Listrik Negara/Perusahaan Listrik Daerah, pemasangan telepon oleh PT. Telekomunikasi Indonesia, pemasangan gas oleh Perusahaan Gas Negara, pemasangan saluran air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), pembangunan rumah dinas oleh Perum Perumnas, pencetakan oleh Perum Percetakan Negara;
      b. penelitian dan pemrosesan data yang dilaksanakan oleh PTN dan lembaga ilmiah Pemerintah sepanjang dilaksanakan sendiri.
      (11) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (10) Huruf a dan b, dilaksanakan dengan surat perjanjian/kontrak tanpa pelelangan.
      (12) Rekanan yang memperoleh pekerjaan pengadaan barang/jasa, dilarang mengalihkan (mensubkontrakkan) seluruh pekerjaan atau pekerjaan utamanya kepada rekanan lain, dan apabila ketentuan ini dilanggar, kontrak pengadaan barang/jasa dibatalkan dan rekanan yang mengalihkan pekerjaan (mensubkontrakkan) ataupun yang menerima pengalihan pekerjaan dikeluarkan dari DRM.

      Pasal 23

      (1) Departemen/Lembaga dalarn melaksanakan pengadaan barang/jasa memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
      a. semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/potensi nasional;
      b. untuk yang bernilai sampai dengan Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dilaksanakan oleh rekanan golongan ekonomi lemah setempat dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (7) huruf a sampai dengan c dan Pasal 22 Ayat (1);
      c. untuk yang bernilai di atas Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) diadakan pelelangan antara rekanan golongan ekonomi lemah setempat;
      d. . untuk yang bernilai di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000,00 (dua ratus jutarupiah) diadakan pelelangan antara rekanan setempat dengan memberikan kelonggaran kepada rekanan golongan ekonomi lemah sebesar sepuluh persen di atas harga penawaran yang memenuhi syarat di antara peserta yang tidak termasuk dalam golongan ekonomi lemah;
      e. untuk yang bernilai di atas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) diadakan pelelangan antara rekanan setempat;
      f. untuk yang bernilai di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) diadakan pelelangan antara tekanan setempat;
      g. untuk yang bernilai di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) diadakan pelelangan diantara rekanan;
      h. dilarang memecah pengadaan barang/jasa menjadi beberapa bagian dengan maksud menghindari ketentuan pelelangan.
      (2) Dalam melaksanakan ketentuan Ayat (1), pemimpin proyek menggunakan DRM dan/atau daftar rekanan golongan ekonomi lemah.
      (3) Rekanan setempat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ialah konsultan perorangan, perusahaan atau cabangnya yang didirikan/mendapat izin usaha di kabupaten/kota madya tempat lokasi proyek dan yang pimpinan perusahaan serta karyawannya sebagian besar adalah penduduk daerah yang bersangkuran, dan bilamana di kabupaten/kotamadya tersebut tidak terdapat perusahaan setempat yang memenuhi persyaratan, maka pengertian setempat secara berurutan sebagai.berikut :
      a. beberapa kabupaten/kota madya yang terdekat dalam satu propinsi; atau
      b. beberapa kabupaten/kota madya lainnya dalam, satu propinsi; atau
      c. beberapa kabupaten/kota madya dari kabupaten/kotamadya propinsi terdekat; atau
      d. beberapa kabupaten/kota madya dari propinsi lainnya.
      (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, dan Pasal 30 serta lampiran I, II dan III dari Keputusan Presiden ini berlaku juga bagi pemerintah daerah tingkat I dan pemerintah daerah tingkat II.
      (5) a. Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,22, 23 Ayat (1) sampai dengan Ayat (4), Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27. Pasal 28 dan Pasal 29 serta lampiran-lampiran dalam Keputusan Presiden ini berlaku juga bagi badan usaha milik negara yang dibentuk dengan undang-undang atau berdasarkan undang-undang, dan badan usaha milik daerah, dalam hal pengadaan barang/jasa sepanjang pelaksanaan keperluan investasi perusahaan.
      b. pimpinan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah (BUMN/BUMD) yang melakukan pengadaan barang/jasa bertanggung jawab sepenuhnya atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
      c. Pengadaan barang/jasa untuk keperluan operasional/eksploitasi perusahaan diatur oleh Direksi BUMN/BUMD yang bersangkutan dengan berpedoman pada Keputusan Presiden ini, yang dalam pelaksanaannya didasarkan pada prinsip tepat guna, berhasil guna, dan berdaya guna.
      (6) Pimpinan Departemen/Lembaga, kantor, Satuan Kerja, Proyek, Pemerintah Daerah dan Pimpinan Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang melakukan pengadaan barang dan jasa bertanggung jawab sepenuhnya atas pelaksanaan ketentuan Pasal 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28 serta lampiran I, II dan III dari Keputusan Presiden ini.

      Pasal 24

      (1) Departemen/Lembaga dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa menggunakan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang telah dapat diproduksi di dalam negeri, dengan memperhatikan ketentuan dalam Lampiran II.
      (2) Dalam menggunakan hasil produksi dalam negeri, diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
      a. dalam syarat pengadaan barang dan jasa dimuat secara jelas ketentuan penggunaan hasil produksi dalam negeri;
      b. dalam menggunakan pengadaan barang dan jasa diteliti dengan sebaik-baiknya agar benar-benar merupakan hasil produksi dalam negeri dan bukan barang impor yang dijual di dalam negeri;
        c. dalam hal sebagian bahan untuk menghasilkan barang produksi dalam negeri berasal dari impor, diutamakan barang yang komponen impornya paling kecil;
        d. dalam mempersiapkan pengadaan barang dan jasa, sejauh mungkin harus digunakan standar nasional dan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

        Pasal 25 ...........