UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 10 TAHUN 1995

TENTANG

K E P A B E A N A N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya di bidang perekonomian, termasuk bentuk-bentuk dan praktik penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional;
b. bahwa dalam upaya untuk selalu menjaga agar perkembangan seperti tersebut di atas dapat berjalan sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan dalam garis-garis besar daripada haluan Negara dan agar lebih dapat diciptakan kepastian hukum dan kemudahan administrasi berkaitan dengan aspek Kepabeanan bagi bentuk-bentuk dan praktik penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional yang terus berkembang serta dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi, diperlukan langkah-langkah pembaruan;
c. bahwa peraturan perundang-undangan Kepabeanan yang selama ini berlaku sudah tidak dapat mengikuti perkembangan perekonomian nasional dalam hubungannya dengan perdagangan internasional;
d. bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut, dipandang perlu untuk membentuk Undang-undang tentang Kepabeanan yang dapat memenuhi perkembangan keadaan dan kebutuhan pelayanan Kepabeanan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPABEANAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk.
2. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang ini.
3. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
5. Pos Pengawasan Pabean adalah tempat yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan terhadap lalu-lintas barang impor dan ekspor.
6. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang Kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini.
7. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
8. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
10. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai.
11. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan undang-undang ini.
12. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
13. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
14. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean.
15. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
16. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
17. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
18. Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh Pemerintah di Kantor Pabean yang berada dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan undang-undang ini.

Pasal 2

(1) Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk.
(2) Barang yang telah dimuat atau akan dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari Daerah Pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan barang ekspor dalam hal dapat dibuktikan bahwa barang tersebut ditujukan untuk dibongkar di suatu tempat dalam Daerah Pabean.

Pasal 3

(1) Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean.
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
(3) Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif.
(4) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 4

(1) Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen.
(2) Dalam hal tertentu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik atas barang ekspor.
(3) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 5

(1) Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean
(2) Pemberitahuan Pabean diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik.
(3) Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan Kewajiban Pabean, ditetapkan Kawasan Pabean dan Pos Pengawasan Pabean.
(4) Penetapan Kawasan Pabean, Kantor Pabean, dan Pos Pengawasan Pabean dilakukan oleh Menteri.

Pasal 6

Terhadap barang yang diimpor atau diekspor, berlaku segala ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

BAB II

IMPOR DAN EKSPOR

Bagian Pertama

Impor

Paragraf 1

Kedatangan, Pembongkaran, Penimbunan, dan Pengeluaran Barang

Pasal 7

(1) Barang impor harus dibawa ke Kantor Pabean tujuan pertama melalui jalur yang ditetapkan dan kedatangan tersebut wajib diberitahukan oleh pengangkutnya.
(2) Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, dengan tanpa memenuhi ketentuan pada ayat (1), pengangkut dapat membongkar barang impor terlebih dahulu, kemudian wajib melaporkan hal tersebut ke Kantor Pabean terdekat.
(3) Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tetapi jumlah barang yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi diluar kemampuannya, disamping wajib membayar Bea Masuk atas barang yang kurang dibongkar, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(5) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), tetapi jumlah barang yang dibongkar lebih banyak dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(6) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sementara menunggu pengeluarannya dari Kawasan Pabean, dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.
(7) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean setelah dipenuhinya Kewajiban Pabean untuk:
a. diimpor untuk dipakai;

b. diimpor sementara;

c. ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat;

d. diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya;

e. diangkut terus atau diangkut lanjut; atau

f. diekspor kembali.

(8) Barangsiapa yang mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean sebelum diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (6), dan ayat (7) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Paragraf 2 Impor untuk Dipakai

Paragraf 2

Impor untuk dipakai

Pasal 8

(1) Impor untuk dipakai adalah:
a. memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean dengan tujuan untuk dipakai; atau
b. memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh Orang yang berdomisili di Indonesia.
(2) Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai:
a. setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean dan dilunasi Bea Masuknya;
b. setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean dan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42; atau
c. setelah diserahkan dokumen pelengkap pabean dan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
(3) Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas ke Daerah Pabean pada saat kedatangan wajib diberitahukan oleh pembawanya kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(4) Barang impor yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(6) Importir yang tidak melunasi Bea Masuk atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau huruf c dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut undang-undang ini dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar sepuluh persen dari Bea Masuk yang wajib dilunasinya.

Paragraf 3

Impor Sementara

Pasal 9

(1) Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
(2) Barang impor sementara sampai saat diekspor kembali berada dalam pengawasan pabean.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta penentuan jangka waktu Impor sementara diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(4) Barangsiapa yang tidak mengekspor kembali barang impor sementara dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

Bagian Kedua

Ekspor

Pasal 10

(1) Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.
(2) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan atas barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.
(3) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara menunggu pemuatannya dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.
(4) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika dibatalkan ekspornya harus dilaporkan kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspornya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Ketiga

Pengangkutan Barang

Pasal 11

(1) Pengangkut pada saat sarana pengangkutnya akan meninggalkan Kantor Pabean dengan tujuan ke luar Daerah Pabean wajib memberitahukan barang yang diangkutnya dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.
(2) Pengangkutan barang dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah Pabean wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean sepanjang mengenai:
a. barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
b. barang impor yang diangkut terus dan/atau diangkut lanjut;
c. barang ekspor yang diangkut terus dan/atau diangkut lanjut;
d. barang dari Daerah Pabean yang pengangkutannya melalui suatu tempat di luar Daerah Pabean.
(3) Pengangkut yang tidak memberitahukan barang yang diangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau huruf b, tetapi barang yang diangkutnya t idak sampai ke tempat tujuan atau jumlah barang setelah sampai di tempat tujuan tidak sesuai dengan Pemberitahuan Pabean, dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi diluar kemampuannya, disamping wajib membayar Bea Masuk atas barang yang tidak sampai di tempat tujuan atau kurang dibongkar tersebut, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(5) Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk Impor atau Ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa.
(6) Persyaratan dan tata cara pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB III

TARIF DAN NILAI PABEAN

Bagian Pertama

Tarif

Paragraf 1

Tarif Bea Masuk

Pasal 12

(1) Barang impor dipungut Bea Masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. barang impor hasil pertanian tertentu;
b. barang impor yang termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan;dan
c. barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1). (3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri

Pasal 13