PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bagian Kedua

Fasilitas

Paragraf 1

Tidak Dipungut Cukai

Pasal 8

(1) Cukai tidak dipungut atas Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terhadap :
a. tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan, apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan/atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu;
b. minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran.
(2) Cukai juga tidak dipungut atas Barang Kena Cukai apabila:
a. diangkat terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean;
b. diekspor;
c. dimasukkan ke dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan;
d. digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan Barang Kena Cukai;
e. telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari Pabrik, Tempat Penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
(3) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(4) Ketentuan tentang pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Paragraf 2

Pembebasan Cukai

Pasal 9

(1) Pembebasan cukai dapat diberikan atas Barang Kena Cukai:
a. yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan Barang Kena Cukai;
b. untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
c. untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabat yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
d. untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi international di Indonesia;
e. yang dibawah oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan;
f. yang dipergunakan untuk tujuan sosial;
g. yang dimaksud ke dalam Tempat Penimbunan Berikut.
(2) Pembebasan cukai dapat juga diberikan atas Barang Kena Cukai tertentu yaitu :
a. etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum;
b. minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau, yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar daerah Daerah Pabean.
(3) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(4) Ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB IV

PENAGIHAN, PENGEMBALIAN, DAN KEDALUWARSA

Bagian Pertama

Penagihan

Pasal 10

(1) Direktorat Jendral melakukan penagihan terhadap:
a. utang cukai tidak dilunasi pada waktunya;
b. kekurangan cukai karena kesalahan perhitungan dalam dokumen pemberitahuan atau pemesanan pita cukai;
c. denda administrasi.
(2) Cukai dan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilunasi selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari setelah tanggal diterimanya surat tagihan.
(3) Ketentuan tentang tata cara penagihan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 11

(1) Tagihan negara berdasarkan undang-undang ini mempunyai hak mendahulu atas segala tagihan terhadap harta yang berutang.
(2) Hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:
a. biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang yang bergerak ataupun tuidak bergerak;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;
c. biaya perkiraan yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
(3) Hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak dikeluarkannya Surat Tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan pembayaran.
(4) Apabila diberikan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jangka waktu dua tahun itu harus ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran.

Bagian Kedua

Pengembalian

Pasal 12

(1) Pengembalian cukai yang telah dibayar diberikan dalam hal :
a. terhadap kelebihan pembayaran karena kesalahan perhitungan;
b. Barang Kena Cukai diekspor;
c. Barang Kena Cukai dimasukkan kembali ke Pabrik untuk dimusnahkan atau diolah kembali;
d. Barang Kena Cukai mendapatkan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
e. pita cukai yang telah diterima dan belum dilekatkan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang dipulanasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dikembalikan karena pita cukai tersebut rusak atau tidak dipakai atau Barang Kena Cukai yang telah dilekati pita cukai tidak jadi diimport;
f. terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat putusan lembaga banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44.
(2) Pengembalian cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambat tiga puluh hari sejak ditetapkannya kelebihan pembayaran.
(3) Apabila pengembalian dilakukan setelah jangka waktu tiga puluh hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah memberikan bunga dua persen sebulan, dihitung setelah jangka waktu tersebut berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian.
(4) Ketentuan tentang pengembalian cukai diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Ketiga

Kedaluwarsa

Pasal 13

(1) Hak menagih utang berdasarkan undang-undang ini menjadi kedaluwarsa setelah sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.
(2) Masa kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan dalam hal ada pengakuan utang.

BAB V

Perizinan

Pasal 14

(1) Untuk menjalankan usaha sebagai :
a. Pengusaha Pabrik, atau;
b. Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau;
c. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu, atau;
d. Importir Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai,
masing-masing wajib memiliki izin dari Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada :
a. badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di Indonesia; atau
b. badan hukum atau orang pribadi yang secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia.
(3) Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah orang pribadi, apabila yang bersangkutan meninggal dunia, izin dapat dipergunakan selama dua belas bulan sejak tanggal meninggal yang bersangkutan oleh ahli waris atau yang dikusakan dan setelah lewat jangka waktu tersebut, izin wajib diperbaharui.
(4) izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut dalam hal
a. atas permohonan pemegang izin yang bersangkutan;
b. tidak dilakukan kegiatan selama satu tahun;
c. persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi;
d. pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia;
e. pemegang izin dinyatkan pailit; f. tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
g. pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar ketentuan Undang-undang ini;
h. pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30
(5) Dalam hal izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut, terhadap Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya yang masih berada di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus di lunasi cukainya dan dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan Dalam waktu tiga puluh hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan izin.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku untuk pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu.
(7) Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjalankan usaha Pabrik, Tempat penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu, atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
(8) Ketentuan tentang pemberian izin dan pencabutan izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Pembuatan Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau dapat diizinkan dilakukan di luar Pabrik dan merupakan tanggung jawab Pengusaha Pabrik yang bersangkutan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VI

PENCATATAN DAN PENCACAHAN

Bagian Pertama

Pencatatan

Pasal 16

(1) Pengusaha Pabrik wajib:
a. mencatat dalam Buku Persediaan mengenai Barang Kena Cukai yang dibuat di Pabrik, dimasukkan ke Pabrik atau dikeluarkan dari Pabrik;
b. memberitahukan secara berkala Kepala Kantor tentang Barang Kena Cukai yang selesai dibuat.
(2) Pengusaha Tempat Penyimpanan wajib mencatat dalam Buku Persediaan mengenai Barang Kena Cukai yang dimasukkan ke atau dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan.
(3) Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar satu kali nilai cukai dari Barang Kena Cukai yang tidak dicatat.
(4) Pengusaha Pabrik yang tidak yang tidak melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar satu kali nilai cukai dari Barang Kena Cukai yang tidak diberitahukan.
(5) Ketentuan tentang Buku Persediaan dan pemberitahuan Barang Kena Cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 17

(1) Pejabat Bea dan Cukai wajib menyelenggarakan Buku Rekening Barang Kena Cukai untuk setiap Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan mengenai Barang Cukai tertentu yang masih terutang cukai dan berada di Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
(2) Pejabat Bea dan Cukai mencatat Barang Kena Cukai yang masih terutang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dan Pasal 25 ayat (1) atau ayat (3) ke dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai.
(3) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan bertanggung jawab atas utang cukai dari Barang Kena Cukai yang ada menurut Buku Rekening Barang Kena Cukai

Pasal 18

(1) Buku Rekening Barang Kena Cukai ditutup pada setiap akhir tahun takwim
(2) Buku Rekening Barang Kena Cukai juga ditutup setelah dilakukan pencacahan atau atas permintaan Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan.
(3) Ketentuan tentang Buku Rekening Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 19

(1) Pejabat Bea dan Cukai wajib menyelenggarakan Buku Rekening Kredit untuk setiap Pengusaha Pabrik atau Importir mengenai cukai yang

yang ...