KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1995
TENTANG
PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 16 TAHUN 1994
TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa upaya pemasyarakatan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara telah dilakukan secara intensif dan berkesinambungan, baik di tingkat pusat maupun di daerah-daerah;
    b. bahwa berdasarkan pengalaman pelaksanaannya selama ini serta agar pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat lebih berjalan efektif dan efisien, dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tersebut;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, dipandang perlu untuk mengubah Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan Keputusan Presiden;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad 1925 : 448) sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-Undang  Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 53)
3. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR16 TAHUN 1994 TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Pasal 1

Mengubah beberapa ketentuan dalam Batang Tubuh dan Lampiran Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) disempurnakan, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :


"Pasal 2

(2) Berdasarkan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, ditetapkan dengan Keputusan Presiden rincian lebih lanjut untuk :
a. tiap jenis penerimaan anggaran pada sumber-sumber anggaran rutin dan sumber-sumber anggaran pembangunan ke dalam tiap-tiap bagian anggaran;
b. tiap sektor/subsektor dalam anggaran belanja rutin ke dalam program, kegiatan , dan jenis pengeluaran serta ke dalam tiap-tiap bagian anggaran.
c. tiap sektor/subsektor dalam anggaran belanja pembangunan ke dalam program dan proyek serta ke dalam tiap-tiap bagian anggaran."
2. Ketentuan Pasal 4 ayat(5) diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :


"Pasal 4

(5) Penerimaan Departemen / Lembaga, baik dalam maupun luar negeri, adalah penrimaan anggaran dan tidak dapat dipergunakan langsung untuk pengeluaran, tetapi harus disetor sepenuhnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, kecuali penerimaan unit swadana dan badan/instansi lainnya sesuai dengan peraturan peruadang-undangan yang berlaku."
3.

Ketentuan Pasal 13 ayat (4) diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :


"Pasal 13

(4) Barang tidak bergerak milik negara berupa tanah hanya dapat dihapuskan untuk dijual, dipindahtangankan, dipertukarkan atau dihibahkan berdasarkan ketentuan sebagai berikut :
a. untuk tanah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) nya diatas Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah), berdasarkan persetujuan Presiden atas usul Menteri Keuangan;
b. untuk tanah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan yang tata caranya diatur oleh Menteri Keuangan."
4. Ketentuan Pasal 18 ayat(7) diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 18

(7) Pengajuan SPP-GU harus disertai dengan bukti yang sah yang terdiri atas :
a. SPK/kontrak pengadaan barang dan jasa;
b.kuitansi;
c.Faktur Pajak Pertambahan Nilai(PPN);
d.berita acara prestasi pekerjaan/penyerahan barang."
5. Ketentuan Pasal 21 ayat (5) disempurnakan, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 21

(5) Pengadaan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dilakukan diantara rekanan yang termasuk perusahaan golongan ekonomi lemah tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas atau pemilihan langsung."
6. Ketentuan Pasal 23 ayat(1) diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 23

(1) Departemen/Lembaga dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
a. semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/potensi nasional;
b. untuk pengadaan barang, jasa pemborong dan jasa lainnya yang bernilai sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (liam puluh juta rupiah) dilaksanakan dengan pemilihan langsung diantara rekanan golongan C2 golongan ekonomi lemah setempat, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat(7) huruf a sampai dengan c dan Pasal 22 ayat (1); sedangkan untuk pengadaan jasa konsultasi dilakukan pemilihan langsung diantara rekanan golongan c setempat;  
c. untuk pengadaan barang, jasa pemborong dan jasa lainnya yang bernilai di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) diadakan pelelangan di antara rekanan golongan C2 golongan ekonomi lemah setempat; sedangjan untuk pengadaan jasa konsultasi diadakan pelelangan diantara rekanan golongan B propinsi setempat;
d. untuk pengadaan barang, jasa pemborong dan jasa lainnya yang bernilai diatas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) diadakan pelelangan diantara rekanan golongan C2 setempat dengan memberikan kelonggaran kepada rekanan golongan ekonomi lemah sebesar sepuluh persen diatas harga  penawaran yang memenuhi syarat diantara peserta yang tidak termasuk dalam golongan ekonomi lemah; sedangkan untuk pengadaan jasa konsultasi yang bernilai di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) diadakan pelelangan diantara rekanan golongan A tanpa membedakan domisilinya;
e. untuk pengadaan barang, jasa pemborong dan jasa lainnya yang bernilai di atas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) diadakan pelelangan di antara rekanan golongan C1 setempat;
f. untuk pengadaan barang, jasa pemborong dan jasa lainnya yang bernilai di atas Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) diadakan pelelangan di antara rekanan golongan B propinsi  setempat;
g. untuk pengadaan barang, jasa pemborong dan jasa lainnya yang bernilai di atas 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) diadakan pelelangan di antara rekanan tanpa membedakan domisilinya;
h. dilarang memecah pengadaan barang, jasa pemborong dan jasa lainnya menjadi beberapa bagina dengan maksud menghindari ketentuan pelelangan."
7.

Ketentuan PAsal 25 ayat(1) disempurnakan, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 25

(1) Koperasi yang telah memiliki unit usaha yang memenuhi persyaratan untuk menjadi rekanan, dan perusahaan golongan ekonomi lemah, diikutsertakan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa."
8. Ketentuan Pasal 83 ayat(1), ayat(4) dan ayat(5) disempurnakan, sehingga Pasal 83 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 83

(1) Menteri Pertahanan Keamanan bertanggung Jawab atas proyek/kegiatan dalam lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan, baik dari segi keuangan maupun segi fisik
(2) Penyaluran pembiayaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara bagi Departemen Pertahanan Keamanan dilakukan melalui rekening Pertahanan Keamanan pada Bank Indonesia.
(3) Menteri Keuangan membuka rekening Departemen Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan atas usul Menteri Pertahanan Keamanan menetapkan pejabat Departemen Pertahanan Keamanan yang berwenang untuk melakukan disposisi/penarikan atas rekening tersebut.
(4) Penyediaan dana untuk rekening Departemen Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) dilakukan secara berkala berdasarkan aturan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan pengisian dananya dilakukan dengan pemindahbukuan dari rekening bendahara umum negara.
(5) Penggunaan dana rekening Departemen Pertahanan Keamanan dilaksanakan sesuai dengan DIK/DIP atau dokumen lain yang disamakan sesuai dengan contoh dan petunjuk pengisian yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan/atau Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional."
9. Ketentuan pada Lampiran I, angka II angka 9 huruf g disempurnakan , sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :
"g. untuk mendapatkan persetujuan penetapan pelelangan yang bernilai di atas Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dari menteri Koordinator Bidang Ekonomi , Keuangan dan Pengawasan Pembangunan,Menteri/Ketua Lembaga/Direksi BUMN/BUMD/Gurbenur Kepala Daerah Tingkat I/Bupati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya menyampaikan pernyataan mengenai hasil penelitian /pelaksanaan evaluasi lelang yang ditandatangani oleh sekretaris Jendral / pejabat setingkat /Direksi BUMN/BUMD/Gubernur Kepala Dareah Tingkat I/Bupati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya yang bersangkutan."
10. Ketentuan pada Lampiran I, Angka IV angka 3 disempurnakan, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
"3. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan nilai di atas Rp. 15.000.000,00 (Lima belas juta rupiah) sampai dengan Rp.50.000.000,00(Lima puluh juta rupiah) dilakukan dengan cara pemilihan langsung dengan surat perintah kerja (SPK) atau surat perjanjian/kontrak dengan membadingkan sekurang-kurangnya tiga penawar golongan ekonomi lemah yang tercatat dalam RDM."
11 Ketentuan pada Lampiran I, Angka IV angka 6 huruf f dan huruf g disempurnakan, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
"f. Dilingkungan Pemerintah Daerah pengambilan keputusan mengenai penetapan pemilihan langsung ditentukan sebagai berikut :
1) untuk proyek yang dibiayai dari dana APBD tingkat I :
a) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek untuk pemilihan langsugn yang bernilai sampai dengan Rp. 50.000.000,00(lima puluh juta rupiah)
b) Gurbenur Kepala Daerah Tingkat I untuk pemilihan langsung yang bernilai diatas Rp. 50.000.000,00(lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00(satu milyar rupiah).
c) Gurbenur Kepala Daerah Tingkat I unutk pemilihan langsung yang bernilai di atas Rp. 1.000.000.000.,00(satu milyar rupiah) sampai dengan Rp. 5.000.000.000,00(lima milyar rupiah) setelah mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri.
d) Gurbenur Kepala Daerah Tingkat I untuk pemilihan langsung yang bernilai di atas Rp. 5.000.000.000,00(lima milyar rupiah) setelah mendapat persetujuan Menteri Koordinator Bidang ekonomi, Keuangan, dan Pengawasan Pembangunan. Pengajuan persetujuan tersebut dikirimkan langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pengawasan Pembangunan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri.
2) untuk proyek yang dibiayai dari dana APBD tingkat II :
a) kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek untuk pemilihan langsung yang bernilai sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
b) Bupati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya untuk pemilihan langsung yang bernilai diatas Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c) Bupati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya untuk pemilihan langsung yang bernilai diatas Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00(satu milyar rupiah) setelah mendapat persetujuan Gurbenur Kepala Daerah Tingkat I.
d) Bupati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya untuk pemilihan langsung yang bernilai diatas Rp. 1.000.000.000,00(satu milyar rupiah) sampai dengan Rp. 5.000.0000.000,00(lima milyar rupiah) setelah mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri. Pengajuan persetujuan tersebut dikirimkan langsung kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gurbenur Kepala Daerah Tingkat I. 
e) Bupati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya untuk pemilihan langsung yang bernilai diatas Rp. 5.000.000.000,00(lima milyar rupiah) setelah mendapat persetujuan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pengawasan Pembangunan. Pengajuan persetujuan tersebut dikirimkan langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pengawasan Pembangunan dengan tembusan kepada Gurbenur Kepala Daerah Tingkat I dan Menteri Dalam Negeri.
12 Ketentuan pada lampiran III, Bab III angka 1 huruf a butir 1) diubah sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
1) FIP 02 tentang data administrasi yang meliputi :
a) nama perusahaan;
b) akta / surat pendirian perusahaan / akta perubahan terakhir;
c) alamat perusahaan yang jelas dan nyata;
d) status perusahaan (induk/pusat atau cabang);
e) nama dan alamat pengurus perusahaan;
f) alamat pemilik/pemimpin perusahaan
g) surat pernyataan bahwa pemilik / pimpinan perusahaan tidak berstatus pegawai negeri;
h) bagi perusahaan cabang harus disertai dangan akta notaris pendirian serta surat kuasa  pengelolaan perusahaan cabang dari kantor pusat kepada kantor cabang (yang dituangkan dalam bentuk akta notaris);
i) surat ijin usaha jasa kontruksi (SIUJK);
j) keanggotaan KADIN dan asosiasi profesi terkait."
13 Ketentuan pada Lampiran III, Bab  IV, angka 3 huruf b butir 3)disempurnakan ,sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
"3) Tenaga Ahli :
Ahli Kepala : 100
Ahli Utama  : 75
Ahli : 50
Ahli Muda : 30
Teknisi : 10

Dalam buku pedoman pelengkap dijelaskan hubungan antara pendidikan formal dan pengalaman profesional untuk dapat menetapkan tingkat.
misal : Sarjana dengan dua tahun pengalaman profesional dalam bidangnya dapat disebut sebagai ahli muda.

Tamatan STM dengan 18 tahun pengalaman profesional dalam bidangnya dapat disebut sebagai ahli utama.

Jumlah nilai yang diperoleh konsultan adalah jumlah tenaga ahli/teknisi yang sudah dikalikan dengan nilainya masing-masing.

Konsultan atas dasar jumlah tenaga ahlinya digolongkan sebagai berikut.
Konsultan yang dapat digolongkan pada :
Golongan 1 bila jumlah nilai diatas 1.000;
Golongan 2 bila jumlah nilai diantara 700 dan 1.000;
Golongan 3 bila jumlah nilai diantara 50 dan 699.

Calon rekanan yang dapat digolongkan pada :
Golongan 1 diberi bobot 75;
Golongan 2 diberi bobot 60;
Golongan 3 diberi bobot 45;
14 Ketentuan pada Lampiran III, Bab V Amgka 3 huruf c diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
"c. Kualifikasi pemasok adalah sebagai berikut :
1) Kualifikasi A
Yang termasuk kualifikasi ini adalah pemasok yang mempunyai kekayaan bersih Rp. 200 juta atau lebih. Rekanan dengan kualifikasi A dapat mengikuti pelelangan barang/jasa lain dengan nilai di atas Rp. 1 milyar.
2) Kualifikasi B
Yang termasuk kualifikasi ini adalah pemasok yang mempunyai kekayaan bersih Rp. 100 juta sampai dengan Rp. 200 juta. Rekanan dengan kualifikasi B dapat mengikuti pelelangan pengadaan barang/jasa lainnya dengan nilai diatas Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 1 milyar.
3) Kualifikasi C1
Yang termasuk kualifikasi ini adalah pemasok yang mempunyai kekayaan bersih Rp. 25 juta sampai dengan Rp. 100 juta. Rekanan dengan kualifikasi C1 dapat mengikuti pelelangan pengadaan barang/jasa lainnya dengan nilai diatas Rp. 200 juta sampai dengan Rp. 500 juta. 
4) Kualifikasi C2
Termasuk kualifikasi ini adalah calon rekanan yang mempunyai kekayaan bersih diatas Rp. 5 juta sampai dengan Rp. 25 juta. Rekanan dengan kualifikasi C2 dapat mengikuti pelelangan pengadaan barang/jasa lainnya dengan nilai diatas Rp. 15 juta sampai dengan Rp. 200 juta."
15 Ketentuan pada lampiran III, Bab VI angka I huruf d diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :
"d. Dalam hal dilaksanakan penilaian kualifikasi akhir (pasca kualifikasi), perusahaan-perusahaan yang mendaftar langsung menyampaikan isian dokumen kualifikasi dan dokumen penawaran lelang."
16 Ketentuan pada Lampiran III, Bab VI angka 9 huruf c diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
"c. Penilaian kemampuan keuangan peserta dilakukan terhadap kekayaan bersih perusahaan berdasarkan neraca keuangan perusahaan tahun terakhir dan laporan-laporan keuangan lainnya dengan mengikuti rumus sebagai berikut :
1) Kekayaan bersih  = (a+b+c) - (d+e) dimana :
a = aktiva lancar
b=aktiva tetap
c=aktiva lainnya
d=hutang jangka pendek
e=hutang jangka panjang
2) Likuiditas keuangan dinyatakan dengan rumus :
Jumlah aktiva lancar dikurangi passiva lancar minimal sama dengan 20% dari perkiaraan biaya/anggaran pelaksanaan pekerjaan yang bersangkutan.

 

17 Ketentuan pada Lampiran III, Bab VI angka 11 disempurnakan, sehingga angak 11 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
"11. KUALIFIKASI PERUSAHAAN JASA KONSULTAN
Penilaian Kemapuan peserta didasarkan pada :
a. Pengalaman calon rakanan
Penilaian terhadap pengalaman peserta untuk pekerjaan yang sejenis dalam periode waktu lima tahun terakhir.
b. Penilaian terhadap peralatan dibatasi peralatan pokok(yaitu peralatan yang mutlak diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang bersangkutan).
c. Tenaga ahli
Tenaga ahli dengan pengalaman sesuai dengan kebutuhan tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan yang diminati dinilai dengan pedoman / kreteria sebagai berikut :
ahli kepala : 100
ahli utama : 75
ahli : 50
ahli muda : 30
teknisi : 10

Dalam buku pedoman pelengkap dijelaskan hubungan antara pendidikan formal dan pengalaman  profesional untuk dapat menetapkan tingkat tenaga kerja.
Misal : Sarjana dengan 2 tahun pengalaman profesional dalam bidangnya dapat disebut sebagai ahli muda.

Tamatan STM dengan 18 tahun pengalaman profesional dalam bidangnya dapat disebut sebagai ahli utama.

Jumlah nilai yang diperoleh peserta adalah jumlah tenaga ahli/teknisi yang sudah dikalikan dengan nilai masing-masing.
d Keuangan
Penilaian kemampuan keuangan peserta melalui penilaian kekayaan besih dan tingkat likuiditas perusahaan.
1) Perhitungan kekayaan bersih berdasarkan pada penilaian neraca keuangan peserta tahun teakhir dan laporan-laporan keuangan lainnya dengan berpedoman pada rumusan-rumusan sebagai berikut :

Kekayaan Bersih = (a+b+c)-(d+e) dimana :
a=aktiva lancar
b=aktiva tetap
c=aktiva lainnya
d=hutnag jangka pendek
e=hutang jangka panjang
2) Likuiditas perusahaan menangani pekerjaan yang diminati, dihitung dengan rumus :
Dana yang dapat dimobilisasi hutang lebih besar atau sama dengan tiga puluh persen dari jumlah rencana anggaran biaya pelaksanaan pekerjaan."

Pasal II

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 April 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO

 

 

 

PENJELASAN
ATAS
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1995
TENTANG
PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 16 TAHUN 1994
TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA NEGARA

 

UMUM

Pelaksanaan Anggaran PEndapatan dan Belanja Negara sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994, telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan.Keberhasilan yang dicapai tidak terlepas dari upaya pemasyarakatan Keputusan Presiden tersebut yang dilakukan secara intensif dan berkesinambungan.

Namun demikian, berdasarkan, hasil pemantauan yang dilakukan di tingkat pusat dan di daerah, beberapa ketentuan dalam Keputusan Presiden tersebut, termasuk beberapa ketentuan dalam Lampirannya, dipandang perlu untuk disempurnakan agar pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara dapat diselenggarakan secara lebih efektif dan efisien.

 Beberapa ketentuan yang perlu disempurnakan tersebut, antara lain meliputi ketentuan mengenai penerimaan anggaran, tata cara penghapusan tanah milik negara, pedoman pelaksanaan anggaran, dan ketentuan tentang kualifikasi perusahaan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994.

PASAL DEMI PASAL

Pasal I
Angka 1
Pasal 2
Ayat 2
Sumber anggaran rutin dan pembangunan selanjutnya perlu dirinci ke dalam masing-masing bagian anggaran (departemen/lembaga) dan unit-unitnya.
Anggaran Belanja rutin dirinci lebih lanjut ke dalam :
a. Program;
b. Kegiatan;
c. Jenis Program;
menurut susunan departemen/lembaga (bagian anggaran) yang bersangkutan.
Anggaran pembangunan dirinci lebih lanjut dalam :
a. Program;
b. Proyek;
menurut susunan departemen/lembaga (bagaian anggaran) yang bersangkutan.
Angka 2
Pasal 4
Ayat (5)
Ketentuan ini merupakan penegasan dan intruksi kepada semua instansi pemerintah, bahwa semua penerimaan anggaran yang diterimanya harus disetorkan kepada rekening Kas Negara yang ada pada Bank Indonesia dan bank lainnya atau pada Giro Pos. Penerimaan jasa giro atas rekening bendaharawan harus pula disetorkan ke Rekening Kas Negara. Penerimaan anggaran di luar negeri harus disetorkan ke suatu rekening tersendiri pada bank di luar negeri atas nama Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk perhatian Menteri Keuangan.Untuk Badan/Instansi lainnya diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku :
a. unit swadana didasarkan Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 1991;
b. perguruan tinggi didasarkan Peraturan Pemerintahan Nomor 30 Tahun 1990;
c. Penggunaan Pendapatan Negara Bukan Pajak dan Pendapatan lainnya (PNBP) diatur dengan Keputusan Presiden
Angka 3
Pasal 13
Ayat (4)
Barang tidak bergerak milik negara berupa tanah, adalah tanah yang dimiliki/dikuasai oleh Instansi Pemerintah yang sebagaian atau seluruhnya dibeli atas beban APBN serta dari perolehan lain yang sah.
Berdasarkan ketentuan ini, maka penghapusan tanah milik negara dengan nilai jual objek pajak diatas Rp. 10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah) hanya dapat dilakukan berdasarkan persetujuan Presiden atas usul Menteri Keuangan.
Sedangkan penghapusan tanah milik negara dengan Nilai Jual Objek Pajak sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah) cukup diputuskan oleh Menteri Keuangan tanpa memerlukan persetujuan Presiden.
Penghapusan barang tidak bergerak milik negara berupa tanah yang dimiliki dikuasai/dikuasai oleh BUMN/Pemerintah Daerah dan BUMD untuk dijual, dipindahtangankan, dipertukarkan atau dihibahkan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-perundangan yang berlaku.  
Angka 4
Pasal 18
Ayat (7)
Cukup jelas
Angka 5
Pasal 21
Ayat (5)
Pemberian kesempatan kepada rekanan golongan ekonomi lemah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan langkah yang dilakukan guna membantu dan membimbing pertumbuhan serta meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Langkah tersebut juga sekaligus merupakan usaha untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan rakyat, memperlancar pelaksanaan pembauran dalam rangka   memperkokoh persatuandan kesatuan bangsa serta meningkatkan ketahanan nasional.
Dalam hubungan dengan apa yang diuraikan tersebut, yang dimaksud dengan perusahaan golongan ekonomi lemah dalam Keputusan Presiden ini ialah perusahaan yang sebagian besar(50 persen keatas) modal perusahannya dimiliki golongan ekonomi lemah, jumlah modal atau kekayaan bersih(netto) perusahaan untuk bidang usaha perdagangan dan jasa di bawah Rp. 100 juta, sedangkan untuk bidang usaha industri dan konstruksi di bawah Rp. 400 juta. Karena golongan ekonomi lemah sebagian besar terdiri dari orang Indonesia asli, dalam rangka menciptakan  pemerataan dalam pelaksanaan pembangunan, dan sekaligus untuk mendorong pelaksanaan pembauran, untuk sementara pemberian kesempatan kepada golongan ekonomi lemah itu diberikan kepada orang Indonesia asli. Termasuk ke dalam orang Indonesia asli ialah mereka yang sudah membaur sebagai orang Indonesia asli.
Angka 6
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Angka 7
Pasal 25
Ayat (1)
Koperasi yang dimaksud dalam ayat ini adalah segala jenis koperasi yang mempunyai kegiatan usaha tertentu dan mampu menjadi rekanan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diperlukan. Koperasi tersebut diperlakukan sama dengan golongan ekonomi lemah atau sesuai dengan tingkatannya dalam daftar rekanan mampu.Koperasi dapat menjadi rekanan diluar maupun  di dalam instansinya, dengan ketentuan tidak terjadi perangkapan jabatan sebagai pimpinan atau staf proyek atau kepala kantor atau satuan kerja atau pejabat penilai penawaran dengan kepengurusan dalam koperasi. 
Angka 8
Pasal 83
Ayat (1)
Menteri Pertahanan Keamanan bertanggung jawab, baik dari segi keuangan maupun dari segi keuangan maupun dari segi fisik, untuk proyek/kegiatan dalam lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan dengan tetap berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Keputusan Presiden ini termasuk lampiran-lampirannya. Untukhal-hal yang merupakan kebijaksanaan khusus, Menteri Pertahanan Keamanan bekerjasama dengan Menteri Keuangan dan/atau Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama-sama menyusun perencanaan kegiatan/proyek untuk dituangkan dalam DIK/DIP khusus atau dokumen khusus lain yang disamakan agar dapat dilaksanakan secara khusus.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Penyediaan dana untuk rekening Departemen Pertahanan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur secara berkala oleh Menteri Keuangan dan pengisian dananya dilakukan dengan pemindahpembukuan dari rekening bendahara umum negara. Dalam hal penyediaan dana anggaran belanja pembangunan, maka pelaksanaanya diatur seperti tersebut diatas setelah memperhatikan pertimbangan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 
Ayat (5)
DIK atau perubahannya berlaku sebagai dasar pelaksanaan anggaran belanja rutin setelah mendapat pengesahaan dari Menteri Keuangan atau pejabat yang dikuasakan. DIP atau dokumen lain yang disamakan ataupun perubahannya berlaku sebagai dasar pelaksanaan anggaran belanja pembangunan setelah mendapat pengesahaan dari Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Ayat (13)
Cukup jelas
Ayat (14)
Cukup jelas
Ayat (15)
Cukup jelas
Ayat (16)
Cukup jelas
Ayat (17)
Cukup jelas

Pasal II

Cukup jelas