PENJELASAN
ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 4 TAHUN 1996

 

TENTANG


HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA

BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

 

I.

UMUM

 

1.

Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik Pemerintah maupun mnasyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar. Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga keperluan akan tersedianya dana, yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan.

 

 

Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terk:ait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

 

2.

Dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 rentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria, sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan, sebagai pengganti lembaga Hypotheek dan Credietverband. Selama 30 tahun lebih sejak mulai berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, lembaga Hak Tanggungan di atas belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena belum adanya undang-undang yang mengaturnya secara lengkap, sesuai yang dikehendaki oleh ketentuan Pasal 51 Undang-undang tersebut. Dalam kurun waktu itu, berdasarkan ketentuan peralihan yang tercantum dalam Pasal 57 Undang-Undang Pokok Agraria, masih diberlakukan ketentuan Hypotheek sebagaimana dimaksud dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan ketentuan Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, sepanjang. mengenai hal-hal yang belum ada kerentuannya dalam atau berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria.

 

 

Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di atas berasal dari zaman kolonial Belanda dan didasarkan pada hukum tanah yang berlaku sebelum adanya Hukum Tanah Nasional, sebagaimana pokok-pokok ketentuannya tercantum dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan dimaksudkan untuk diberlakukan hanya untuk sementara waktu, yaitu sambil menunggu terbentuknya Undang-undang yang dimaksud oleh Pasal 51 di atas.

 

 

Oleh karena itu ketentuan tersebut jelas tidak sesuai dengan asas-asas Hukum Tanah Nasional dan dalam kenyataannya tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam bidang perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat dari kemajuan pembangunan ekonomi. Akibatnya ialah timbulnya perbedaan pandangan dan penafsiran mengenai berbagai masalah dalam pelaksanaan hukum jaminan atas tanah, misalnya mengenai pencantuman titel eksekutorial, pelaksanaan eksekusi dan lain sebagainya, sehingga peraturan perundang-undangan tersebut dirasa kurang memberikan jaminan kepastian hukum dalam kegiatan perkreditan.

 

3.

Atas dasar kenyataan tersebut, perlu segera ditetapkan undang-undang mengenai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat dengan ciri-ciri :

a.

memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya;

b.

selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun obyek itu berada:

 

 

c.

memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak -pihak yang berkepentingan;

d.

mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

 

4.

Memperhatikan ciri-ciri di atas, maka dengan Undang-undang ini ditetapkan ketentuan-ketentuan mengenai lembaga hak jaminan yang oleh Undang-Undang Pokok Agraria diberi nama Hak Tanggungan. Dengan diundangkannya Undang-undang ini, maka kita akan maju selangkah dalam mewujudkan tujuan Undang-Undang Pokok Agraria membangun Hukum Tanah Nasional, dengan menciptakan kesatuan dan kesederhanaan hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyar seluruhnya.

 

 

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang -lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

 

5.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang ditunjuk sebagai hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Oleh karena itu dalam Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria yang harus diatur dengan undang-undang adalah Hak Tanggungan atas Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan.

 

 

Hak Pakai dalam Undang-Undang Pokok Agraria tidak ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, karena pada waktu itu tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan karenanya tidak dapat memenuhi syarat publisitas untuk dapat dijadikan jaminan utang. Dalam perkembangannya Hak Pakai pun harus didaftarkan, yaitu Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara. Sebagian dari Hak Pakai yang didaftar itu, menurut sifat dan kenyataannya dapat dipindahtangankan, yaitu yang diberikan kepada orang perseorangan dan badan-badan hukum perdata. Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Hak Pakai yang dimaksudkan itu dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia.

 

 

Dalam Undang-undang ini Hak Pakai tersebut ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan. Sehubungan dengan itu, maka untuk selanjutnya, Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah, dan dengan demikian menjadi tuntaslah unifikasi Hukum Tanah Nasional, yang merupakan salah satu tujuan utama Undang-Undang Pokok Agraria. Pernyataan bahwa Hak Pakai tersebut dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan merupakan penyesuaian ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria dengan perkembangan Hak Pakai itu sendiri serta keburuhan masyarakat.

 

 

Selain mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional, yang tidak kurang pentingnya adalah, bahwa dengan ditunjuknya Hak Pakai tersebut sebagai obyek Hak Tanggungan, bagi para pemegang haknya, yang sebagian terbesar terdiri atas golongan ekonomi lemah yang tidak berkemampuan untuk mempunyai tanah dengan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan, menjadi terbuka kemungkinannya untuk memperoleh kredit yang diperlukannya. dengan menggunakan tanah yang dipunyainya sebagai jaminan.

 

 

Dalam pada itu Hak Pakai atas tanah Negara, yang walaupun wajib didaftar, tetapi karena sifatnya tidak dapat dipindahtangankan, sepeni Hak Pakai atas nama Pemerintah, Hak Pakai atas nama Badan Keagamaan dan Sosial, dan Hak Pakai atas nama Perwakilan Negara Asing, yang berlakunya tidak ditentukan jangka waktunya dan diberikan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu, bukan merupakan obyek Hak Tanggungan.

 

 

Demikian pula Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak dapat dibebani Hak Tanggungan, karena tidak memenuhi kedua syarat di atas. Tetapi mengingat perkembangan kebutuhan masyarakat dan pembangunan di kemudian hari, dalam Undang-undang ini dibuka kemungkinannya untuk dapat juga ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratan sebagai yang disebutkan di atas. Hal itu lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

 

Dengan demikian maka hak-hak atas tanah yang dengan Undang-undang ini ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Sedang bagi Hak Pakai atas tanah Hak Milik dibuka kemungkinannya untuk di kemudian hari dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratannya.

 

 

Tanah Hak Milik yang sudah diwakafkan, dan tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat dan tujuannya tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

 

6.

Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-undang ini pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya, yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat yang menggunakan asas pemisahan horizontal. Sehubungan dengan itu, maka dalam kaitannya dengan bangunan, tanaman, dan hasil karya tersebut, Hukum Tanah Nasional menggunakan juga asas pemisahan horizontal. Dalam rangka asas pemisahan horizontal, benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.

 

 

Namun demikian penerapan asas-asas hukum adat tidaklah mutlak, melainkan selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyaralcat yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan sifat hukum adat itu, dalam rangka asas pemisahan horizontal tersebut, dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa pembebanan Hak Tanggungan atas tanah, dimungkinkan pula meliputi benda-benda sebagaimana dimaksud di atas. Hal tersebut telah dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam praktek, sepanjang benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikutsertaannya dijadikan jaminan, dengan tegas dinyatakan oleh pihak-pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungannya. Bangunan, tanaman, dan hasil karya yang ikut dijadikan jaminan itu tidak terbatas pada yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, melainkan dapat juga meliputi yang dimiliki pihak lain. Sedangkan bangunan yang menggunakan ruang bawah tanah, yang secara fisik tidak ada hubungannya dengan bangunan yang ada di atas permukaan bumi di atasnya, tidak termasuk dalam pengaturan ketentuan mengenai Hak Tanggungan menurut Undang-undang ini.

 

 

Oleh sebab itu Undang-undang ini diberi judul : Undang-Undang tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dan dapat disebut Undang-Undang Hak Tanggungan.

7.

Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu :

 

 

a.

tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piuting yang
dijamin;

 

 

b.

tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.

 

 

Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing. Dalam kdudukan sebagai yang disebutkan di atas, maka akta-akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik.

 

 

Pengertian perbuatan hukum pembebanan hak atas tanah yang pembuatan aktanya merupakan kewenangan PPAT, meliputi pembuatan akta pembebanan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Undang-Undang Pokok Agraria dan pembuatan akta dalam rangka pembebanan Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-undang ini.

 

 

Dalam memberikan Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT. Jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, disingkat SKMHT, yang berbentuk akta otentik. Pembuatan SKMHT selain kepada Notaris, ditugaskan juga kepada PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan, dalam rangka memudahkan pemberian pelayanan kepada pihak-pihak yang memerlukan.

 

 

Pada saat pembuatan SKMHT dan Akta Pemberian Hak Tanggungan, harus sudah ada keyakinan pada Notaris atau PPAT yang bersangkutan, bahwa pemberi Hak Tanggungan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang dibebankan, walaupun kepastian mengenai dimilikinya kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian Hak Tanggurigan itu didaftar.

 

 

Pada tahap pemberian Hak Tanggungan oleh pemberi Hak Tanggungan kepada kreditor, Hak Tanggungan yang bersangkutan belum lahir. Hak Tanggungan itu baru lahir pada saat dibukukannya dalam buku-tanah di Kantor Pertanahan. Oleh karena itu kepastian mengenai saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebur adalah sangat penting bagi kreditor. Saat tersebut bukan saja menentukan kedudukannya yang diutamakan terhadap kreditor-kreditor yang lain, melainkan juga menentukan peringkatnya dalam hubungannya dengan kreditor -kreditor lain yang juga pemegang Hak Tanggungan, dengan tanah yang sama sebagai jaminannya. Untuk memperoleh kepastian mengenai saat pendaftarannya, dalam Undang-undang ini ditentukan, bahwa tanggal buku-tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran tersebut secara lengkap oleh Kantor Pertanahan, dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, maka buku-tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.

 

 

Dalam rangka memperoleh kepastian mengenai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan tersebut, ditentukan pula, bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan beserta surat-surat lain yang diperlukan bagi Pendaftarannya, wajib dikirimkan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah, penandatanganannya. Demikian pula pelaksanaan kuasa membebankan Hak
Tanggungan yang dimaksudkan di atas ditetapkan batas waktunya, yaitu 1(satu) bulan untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar dan 3 (tiga) bulan untuk hak atas tanah yang belum terdaftar.

 

8.

Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.

 

 

Dalam hal piutang yang bersangkutan beralih kepada kreditor lain, Hak Tanggungan yang menjaminnya, karena hukum beralih pula kepada kreditor tersebut. Pencatatan peralihan Hak Tanggungan tersebut tidak memerlukan akta PPAT, tetapi cukup didasarkan pada akta beralihnya piutang yang dijamin. Pencatatan peralihan itu dilakukau pada buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan, serta pada buku-tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dijadikan jaminan.

 

 

Demikian juga Hak Tanggungan menjadi hapus karena hukum, apabila karena pelunasan atau sebab-sebab lain, piutang yang dijaminnya menjadi hapus. Dalam hal ini pun pencatatan hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan cukup didasarkan pada pernyataan tertulis dari kreditor, bahwa piutang yang dijaminnya hapus.

 

 

Pada buku-tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan dibubuhkan catatan mengenai hapusnya hak tersebut, sedang serlipikatnya ditiadakan. Pencatatan serupa, yang disebut pencoretan atau lebih dikenal sebagai "roya", dilakukan juga pada buku-tanah dan sertipikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan. Sertipikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan lersebut, diserahkan kembali kepada pemegang haknya.

 

 

Dengan tidak mengabaikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, kesederhanaan administrasi pendaftaran Hak Tanggungan, selain dalam hal peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin, juga tampak pada hapusnya hak tersebut karena sebab-sebab lain, yaitu karena dilepaskan oleh kreditor yang bersangkutan, pembersihan obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan hapusnya hak atas tanah yang dijadikan jaminan.

 

 

Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, Undang-undang ini mengatur tata cara pencatatan peralihan dan hapusnya Hak Tanggungan, termasuk pencoretan atau roya.

 

9.

Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu yang mengatur lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbarui (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura).

 

 

Sehubungan dengan itu pada sertipikat Hak Tanggungan, yang berfungsi sebagai surat-tanda-bukti adanya Hak Tanggungan, dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu sertipikat Hak Tanggungan tersebut dinyatakan sebagai pengganti grosse acte Hypotheek, yang untuk eksekusi hypotheek atas tanah ditetapkan sebagai syarat dalam melaksanakan ketentuan pasal-pasal kedua Reglemen di atas.

 

 

Agar ada kesatuan pengertian dan kepastian mengenai penggunaan ketentuan-ketentuan tersebut, ditegaskan lebih lanjut dalam Undang-undang ini, bahwa selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang diatur dalam kedua Reglemen tersebut berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.

 

10.

Untuk memudahkan dan menyederhanakan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini bagi kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan, kepada Ketua Pengadilan Negeri diberikan kewenangan tertentu, yaitu : penetapan memberikan kuasa kepada kreditor untuk mengelola obyek Hak Tanggungan, penetapan hal-hal yang berkaitan dengan permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan, dan pencoretan Hak Tanggungan.

 

11.

Untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan perlindungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dalam Undang-undang ini diatur sanksi administratif yang dikenakan kepada para pelaksana yang bersangkutan, terhadap pelanggaran atau kelalaian dalam memenuhi berbagai ketentuan pelaksanaan tugasnya masing-masing.

 

 

Selain dikenakan sanksi administratif tersebut di atas, apabila memenuhi syarat yang diperlukan, yang bersangkutan masih dapat digugat secara perdata dan/atau dituntut pidana.

 

12.

Undang-undang ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan dan mengatur berbagai hal baru berkenaan dengan lembaga Hak Tanggungan sebagaimana telah diuraikan di atas, yang cakupannya meliputi :

a.

obyek Hak Tanggungan;

b.

pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;

c.

tata cara pemberian, pendaftaran, peralihan, dan hapusnya Hak Tanggungan;

d.

eksekusi Hak Tanggungan;

e.

pencoretan Hak Tanggungan;

f.

sanksi administratif;

dan dilengkapi pula dengan Penjelasan Umum serta Penjelasan Pasal demi Pasal.

 

 

Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan ini, terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang sudah ada, sedang sebagian lagi masih perlu ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan peraturan perundang-undangan lain.

II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan adalah bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan, melainkan Hak Tanggungan itu tetap membebani seluruh obyek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi.

Ayat (2)

Ketentuan ini merupakan perkecualian dari asas yang ditetapkan pada ayat (1) untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perkreditan, antara lain untuk mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan kompleks perumahan yang semula menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh kompleks dan kemudian akan dijual kepada pemakai satu persatu, sedangkan untuk membayarnya pemakai akhir ini juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan.

Sesuai ketentuan ayat ini apabila Hak Tanggungan itu dibebankan pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagi~bagi ini dapat disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Pasal 3

Ayat (1)

Utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang sudah ada maupun yang belum ada tetapi sudah diperjanjikan, misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan bank garansi. Jumlahnya pun dapat ditentukan secara tetap di dalam perjanjian yang bersangkutan dan dapat pula ditentukan kemudian berdasarkan cara perhitungan yang ditentukan dalam perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan, misalnya utang bunga atas pinjaman pokok dan ongkos-ongkos lain yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian.

Perjanjian yang dapat menimbulkan hubungan utang-piutang dapat berupa perjanjian pinjam meminjam maupun perjanjian lain, misalnya perjanjian pengelolaan harta kekayaan orang yang belum dewasa atau yang berada di bawah pengampuan, yang diikuti dengan pemberian Hak Tanggungan oleh pihak pengelola.

Ayat (2)

Seringkali terjadi debitor berutang kepada lebih dari satu kreditor, masing-masing didasarkan pada perjanjian utang-piutang yang berlainan, misalnya kreditor adalah suatu bank dan suatu badan afiliasi bank yang bersangkutan. Piutang para kreditor tersebut dijamin dengan satu Hak Tanggungan kepada semua kreditor dengan satu akta pemberian Hak Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut dibebankan atas tanah yang sama. Bagaimana hubungan para kreditor satu dengan yang lain, diatur oleh mereka sendiri, sedangkan dalam hubungannya dengan debitor dan pemberi Hak Tanggungan kalau bukan debitor sendiri yang memberinya, mereka menunjuk salah satu kreditor yang akan bertindak atas nama mereka. Misalnya mengenai siapa yang akan menghadap PPAT dalam pemberian Hak Tanggungan yang diperjanjikan dan siapa yang akan menerima dan menyimpan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Pasal 4

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Hak Guna Bangunan meliputi Hak Guna Bangunan di atas tanah Negara, di atas tanah Hak Pengelolaan, maupun di atas tanah Hak Milik.

Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum angka 5, dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan adalah :

a.

hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum, dalam hal ini pada Kantor  Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai Hak Tanggungan tersebut pada buku-tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas publisitas), dan

b.

hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan, sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya.

Sehubungan dengan kedua syarat di atas, Hak Milik yang sudah diwakafkan tidakdapat dibebani Hak Tanggungan, karena sesuai dengan hakikat perwakafan, Hak Milik yang demikian sudah dikekalkan sebagai harta keagamaan. Sejalan dengan itu, hak atas tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya juga tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

Ayat (2)

Hak Pakai atas tanah Negara yang dapat dipindahtangankan meliputi Hak Pakai yang diberikan kepada orang perseorangan atau badan hukum untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan di dalam keputusan pemberiannya. Walaupun di dalam Pasal 43 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ditentukan bahwa untuk memindahtangankan Hak Pakai atas tanah Negara diperlukan izin dari pejabat yang berwenang, namun menurut sifatnya Hak Pakai itu memuat hak untuk memindahtangankan kepada pihak lain. Izin yang diperlukan dari pejabat yang berwenang hanyalah berkaitan dengan persyaratan apakah penerima hak memenuhi syarat untuk menjadi pemegang Hak Pakai.

Mengenai kewajiban pendaftaran Hak Pakai atas tanah Negara, lihat Penjelasan Umum angka 5.

Ayat (3)

Hak Pakai atas tanah Hak Milik baru dapat dibebani Hak Tanggungan apabila hal itu sudah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan ini diadakan, karena perkembangan mengenai Hak Pakai atas tanah Hak Milik tergantung pada keperluannya di dalam masyarakat. Walaupun pada waktu ini belum dianggap perlu mewajibkan pendaftaran Hak Pakai atas tanah Hak Milik, sehingga hak tersebut tidak memenuhi syarat untuk dibebani Hak Tanggungan, namun untuk menampung perkembangan di waktu yang akan datang kemungkinan untuk membebankan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak ditutup sama sekali.

Lihat Penjelasan Umum angka 5

Ayat (4)

Sebagaimana sudah dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 6, Hak Tanggungan dapat pula meliputi bangunan, tanaman, dan hasil karya misalnya candi, patung, gapura. relief yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. Bangunan yang dapat dibebani Hak Tanggungan bersamaan dengan tanahnya tersebut meliputi bangunan yang berada di atas maupun di bawah permukaan tanah misalnya basement, yang ada hubungannya dengan hak atas tanah yang bersangkutan.

Ayat (5)

Sebagai konsekuensi dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman. dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang pemiliknya lain daripada pemegang hak atas tanah wajib dilakukan bersamaan dengan pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang bersangkutan dan dinyatakan di dalam satu Akta Pembetian Hak Tanggungan, yang ditandatangani bersama oleh pemiliknya dan pemegang hak atas tanahnya atau kuasa mereka, keduanya sebagai pihak pemberi Hak Tanggungan.

Yang dimaksud dengan akta otentik dalam ayat ini adalah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atas benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah untuk dibebani Hak Tanggungan bersama-sama tanah yang bersangkutan.

Pasal 5

Ayat (1)

Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan sehingga terdapat pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama, peringkat kedua, dan seterusnya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan tanggal pendaftaran adalah tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4).

Ayat (3)

Dalam hal lebih dari satu Hak Tanggungan atas satu obyek Hak Tanggungan dibuat pada tanggal yang sama, peringkat Hak Tanggungan tersebut ditentukan oleh nomor urut akta pemberiannya. Hal ini dimungkinkan karena pembuatan beberapa Akta  Pemberian Hak Tanggungan tersebut hanya dapat dilakukan oleh PPAT yang sama.

Pasal 6

Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual obyek Hak  Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.

Pasal 7

Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Walaupun obyek Hak Tanggungan sudah berpindahtangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitor cidera janji.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan diharuskan ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pembuatan buku-tanah Hak Tanggungan. Untuk itu harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarnya Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Lihat Penjelasan Umum angka 7.

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, pemberiannya haruslah merupakan ikutan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukuni utang-piutang yang dijamin pelunasannya. Perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang ini dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau harus dibuat dengan akta otentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu. Dalam hal hubungan utang-piutang itu timbul dari perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit, perjanjian tersebut dapa! dibuat di dalam maupun di luar negeri dan pihak-pihak yang bersangkutan dapat orang perseorangan atau badan hukum asing sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan diwilayah negara Republik Indonesia.

Ayat (2)

Cukup je!as

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan hak lama adalah hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah syarat-syarat yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mengingat tanah dengan hak sebagaimana dimaksud di atas pada waktu ini masih banyak, pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah itu dimungkinkan asalkan pemberiannya dilakukan bersamaan dengan permohonan pendafiaran hak atas tanah tersebut. Kemungkinan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pemegang hak atas tanah yang belum bersertipikat untuk memperoleh kredit. Disampmg itu, kemungkinan di atas dimaksudkan juga untuk mendorong pensertipikatan hak atas tanah pada umumnya.

Dengan adanya ketentuan ini berarti bahwa penggunaan tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis masih dimungkinkan sebagai agunan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Ketentuan ini menunjukkan bagaimana caranya untuk meningkatkan pemberian agunan tersebut menjadi Hak Tanggungan.

Pasal 11

Ayat (1)

Ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan. Tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut pada ayat ini dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan, baik mengenai subyek, obyek, maupun utang yang dijamin.

Huruf a

Apabila Hak Tanggungan dibebankan pula pada benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik orang perseorangan atau badan hukum lain daripada pemegang hak atas tanah, pemberi Hak Tanggungan adalah pemegang hak atas tanah bersama-sama pemilik benda tersebut.

Huruf b

Dengan dianggapnya kantor PPAT sebagai domisili Indonesia bagi pihak yang berdomisili di luar negeri apabila domisili pilihannya tidak disebut di dalam akta, syarat pencantuman domisili pilihan tersebut dianggap sudah dipenuhi.

Huruf c

Penunjukan utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi juga nama dan identitas debitor yang bersangkutan.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi rincian mengenai sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan, letak, batas-batas, dan luas tanahnya.

Ayat (2)

Janji-janji yang dicantumkan pada ayat ini sifatnya fakultatif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya akta. Pihak-pihak bebas menentukan untuk menyebutkan atau tidak menyebutkan janji-janji ini dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.

Dengan dimuatnya janji-janji tersebut dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang kemudian didaftar pada Kantor Pertanahan, janji-janji tersebut juga mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.

Huruf a dan b

Pemberi Hak Tanggungan masih diperbolehkan melaksanakan kewenangan yang dibatasi sebagaimana dimaksud pada huruf-huruf ini sepanjang untuk itu telah diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan.

Huruf c

Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan dapat merugikan pemberi Hak Tanggungan. Oleh karena itu, janji tersebut haruslah disertai persyaratan bahwa pelaksanaannya masih memerlukan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Sebelum mengeluarkan penetapan tersebut Ketua Pengadilan Negeri perlu memanggil dan mendengar pihak- pihak yang berkepentingan, yaitu pemegang Hak Tanggungan dan pemberi Hak Tanggungan, serta debitor apabila pemberi Hak Tanggungan bukan debitor.

Huruf d

Dalam janji ini termasuk pemberian kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk atas biaya pemberi Hak Tanggungan mengurus perpanjangan hak atas tanah yang dijadikan obyek Hak Tanggungan untuk mencegah hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah, dan melakukan pekerjaan lain yang diperlukan untuk menjaga agar obyek Hak Tanggungan tidak berkurang nilainya yang akan mengakibatkan berkurangnya harga penjualan sehingga tidak cukup untuk melunasi utang yang dijamin.

Huruf e

Untuk dipunyainya kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dicantumkan janji ini.

Huruf f

Janji ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pemegang Hak Tanggungan kedua dan seterusnya. Dengan adanya janji ini, tanpa persetujuan pembersihan dari pemegang Hak Tanggungan kedua dan seterusnya, Hak Tanggungan kedua dan seterusnya tetap membebani obyek Hak Tanggungan, walaupun obyek itu sudah dieksekusi untuk pelunasan piutang pemegang  Hak Tanggungan pertama.

Huruf g

Yang dimaksud pada huruf ini adalah melepaskan haknya secara sukarela.

Huruf h

Yang dimaksud pada huruf ini adalah pelepasan hak secara sukarela, atau pencabutan hak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Janji ini penting untuk dapat memperoleh harga yang tinggi dalam penjualan obyek Hak Tanggungan.

Huruf k

Tanpa dicantumkannya janji ini, sertipikat hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan diserahkan kepada pemberi Hak Tanggungan.

Pasal 12

Ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan debitor dan pemberi Hak Tanggungan lainnya, terutama jika nilai obyek Hak Tanggungan melebihi besarnya utang yang dijamin. Pemegang Hak Tanggungan dilarang untuk secara serta merta menjadi pemilik obyek Hak Tanggungan karena debitor cidera janji. Walaupun demikian tidaklah dilarang bagi pemegang Hak Tanggungan untuk menjadi pembeli obyek Hak Tanggungan asalkan melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 20.

Pasal 13

Ayat (1)

Salah satu asas Hak Tanggungan adalah asas publisitas. Oleh karena itu didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga.

Ayat (2)

Dengan pengiriman oleh PPA T berarti akta dan warkah lain yang diperlukan itu disampaikan ke Kantor Pertanahan melalui petugasnya atau dikirim melalui pos tercatat. PPAT wajib menggunakan cara yang paling baik dan aman dengan memperhatikan kondisi daerah dan fasilitas yang ada, serta selalu berpedoman pada tujuan untuk didaftarnya Hak Tanggungan itu secepat mungkin.

Warkah lain yang dimaksud pada ayat ini meliputi surat-surat bukti yang berkaitan dengan obyek Hak Tanggungan dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk di dalamnya sertipikat hak atas tanah dan/atau surat-surat keterangan mengenai obyek Hak Tanggungan.

PPAT wajib melaksanakan ketentuan pada ayat ini karena jabatannya. Sanksi atas pelanggarannya akan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan PPAT.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Agar pembuatan buku-tanah Hak Tanggungan tersebut tidak berlarut-larut sehingga dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan dan mengurangi jaminan kepastian hukum, ayat ini menetapkan satu tanggal yang pasti sebagai tanggal buku-tanah itu, yaitu tanggal hari ketujuh dihitung dari hari dipenuhinya persyaratan berupa surat-surat untuk pendaftaran secara lengkap.

Ayat (5)

Dengan dibuatnya buku-tanah Hak Tanggungan, asas publisitas terpenuhi dan Hak Tanggungan itu mengikat juga pihak ketiga.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) ayat (3)

Irah-irah yang dicantumkan pada sertipikat Hak Tanggungan dan dalam ketentuan pada ayat ini, dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertipikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitor cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraturan Hukup Acara Perdata.

Lihat Penjelasan Umum angka 9 dan penjelasan Pasal 26.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum angka 7 pada asasnya pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan. Hanya apabila benar-benar diperlukan, yaitu dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir dihadapan PPAT, diperkenankan penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Sejalan dengan itu, surat kuasa tersebut harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan dan harus memenuhi persyaratan mengenai muatannya sebagaimana ditetapkan pada ayat ini. Tidak dipenuhinya syarat ini mengakibatkan surat kuasa yang bersangkutan batal demi hukum, yang berarti bahwa surat kuasa yang bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan. PPAT wajib menolak permohonan untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan, apabila Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tidak dibuat sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan atau tidak memenuhi persyaratan termaksud di atas.

Huruf a

Yang dimaksud dengan tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dalam ketentuan ini, misalnya tidak memuat kuasa untuk menjual, menyewakan obyek Hak Tanggungan, atau memperpanjang hak atas tanah.

Huruf b

Yang dimaksud dengan pengertian substitusi menurut Undang-undang ini adalah penggantian penerima kuasa melalui pengalihan. Bukan merupakan substitusi, jika penerima kuasa memberikan kuasa kepada pihak lain dalam rangka penugasan untuk bertindak mewakilinya, misalnya Direksi Bank menugaskan Pelaksanaan kuasa yang diterimanya kepada Kepala Cabangnya atau pihak lain.

Huruf c

Kejelasan mengenai unsur-unsur pokok dalam pembebanan Hak Tanggungan sangat diperlukan untuk kepentingan perlindungan pemberi Hak Tanggungan. Jumlah utang yang dimaksud pada huruf ini adalah jumlah utang sesuai dengan yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Tanah yang belum terdaftar adalah tanah sebagaimana dimaksud dalam PasaI 10 ayat (3). Batas waktu penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar, ditentukan lebih lama daripada tanah yang sudah didaftar pada ayat (3), mengingat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan pada hak atas tanah yang belum terdaftar harus dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang hersangkutan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 ayat (3), yang terlebih dahulu perlu dilengkapi persyaratannya.

Persyaratan bagi pendaftaran hak atas tanah yang belum terdaftar meliputi diserahkannya surat-surat yang memerlukan waktu untuk memperolehnya, misalnya surat keterangan riwayat tanah, surat keterangan dari Kantor Pertanahan bahwa tanah yang bersangkutan belum bersertipikat, dan apabila bukti kepemilikan tanah tersebut masih atas nama orang yang sudah meninggal, surat keterangan waris dan surat pembagian waris.

Ketentuan pada ayat ini berlaku juga terhadap tanah yang sudah bersertipikat, tetapi belum didaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan sebagai pemegang hak atas tanah yang baru, yaitu tanah yang belum didaftar peralihan haknya, pemecahannya, atau penggabungannya.

Ayat (5)

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan mengingat kepentingan golongan ekonomi lemah, untuk pemberian hedit tertentu yang ditetapkan Pemerintah seperti kredit program, kredit keci!, kredit pemilikan rumah, dan kredit lain yang sejenis, batas waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku. Penentuan batas waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk jenis kredit tertentu tersebut dilakukan oleh Menteri yang berwenang di bidang pertanahan setelah mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan pejabat lain yang terkait.

Ayat (6)

Ketentuan mengenai batas waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dimaksudkan untuk mencegah berlarut-larutnva waktu pelaksanaan kuasa ini. Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan dibuatnya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan baru.

Pasal 16

Ayat (1)

Cessie adalah perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditor pemegang Hak Tanggungan kepada pihak lain.

Subrogasi adalah penggantian kteditor oleh pihak ketiga yang melunasi utang debitor.

Yang dimaksud dengan sebab-sebab lain adalh hal-hal lain selain yang dirinci pada ayat ini, misalnya dalam hal terjadi pengambilalihan atau penggabungan perusahaan sehingga menyebabkan beralihnya piutang dari perusahaan semula kepada perusahaan yang baru.

Karena beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup dilakukan berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin kepada kredltor yang baru.

Lihat Penjelasan Umum angka 8.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, adanya Hak Tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain, dengan sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga.

Selain itu, pemegang Hak Tanggungan dapat melepaskan Hak Tanggungannya dan hak atas tanah dapat hapus, yang mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan.

Hak atas tanah dapat hapus antara lain karena hal-hal sebagaimana disebut dalam Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam hal Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai yang dijadikan obyek Hak Tanggungan berakhir jangka waktu berlakunya dan diperpanjang berdasarkan permohonan yang diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu tersebut, Hak Tanggungan dimaksud tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan pembeli obyek Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya terbebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya, jika harga pembelian tidak mencukupi untuk melunasi utang yang dijamin.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Para pemegang Hak Tanggungan yang tidak mencapai kesepakatan perlu berusaha sebaik-baiknya untuk mencapai kesepakatan mengenai pembersihan obyek Hak Tanggungan sebelum masalahnya diajukan pembeli kepada Ketua Pengadilan Negeri. Apabila diperlukan, dapat diminta jasa penengah yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Dalam menetapkan pembagian hasil penjualan obyek Hak Tanggungan dan peringkat para pemegang Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat ini Ketua Pengadilan Negeri harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 5.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Ketentuan ayat ini merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh Undang-undang ini bagi para kreditor pemegang Hak Tanggungan dalam hal harus dilakukan eksekusi.

Pada prinsipnya ,setiap eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek Hak Tanggungan. Kreditor berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan. Dalam hal hasil penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.

Ayat (2)

Dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, dengan menyimpang dari prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan dibawah tangan, asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, dan syarat yang ditentukan pada ayat (3) dipenuhi. Kemungkinan ini dimaksudkan untuk mempercepat penjualan obyek Hak Tanggungan dengan harga penjualan tertinggi.

Ayat (3)

Persyaratan yang ditetapkan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya pemegang Hak Tanggungan kedua, ketiga, dan kreditor lain dari pemberi Hak Tanggungan.

Pengumuman dimaksud dapat dilakukan melalui surat kabar atau media massa lainnya, misalnya radio, televisi, atau melalui kedua cara tersebut. Jangkauan surat kabar dan media massa yang dipergunakan haruslah meliputi tempat letak obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan tanggal pemberitahuan tertulis adalah tanggal pengiriman pos tercatat, tanggal penerimaan melalui kurir, atau tanggal pengiriman facsimile. Apabila ada perbedaan antara tanggal pemberitahuan dan tanggal pengumuman yang dimaksud pada ayat ini, jangka waktu satu bulan dihitung sejak tanggal paling akhir di antara kedua tanggal tersebut.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Untuk menghindarkan pelelangan obyek Hak Tanggungan, pelunasan utang dapat dilakukan sebelum saat pengumuman lelang dikeluarkan.

Pasal 21

Ketentuan ini lebih memantapkan kedudukan diutamakan pemegang Hak Tanggungan dengan mengecualikan berlakunya akibat kepailitan pemberi Hak Tanggungan terhadap obyek Hak Tanggungan.

Pasal 22

Ayat (1)

Hak Tanggungan telah hapus karena peristiwa-peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Pencoretan catatan atau roya Hak Tanggungan dilakukan demi ketertiban administrasi dan tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap Hak Tanggungan yang bersangkuian yang sudah hapus.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat 9)

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pejabat pada ayat ini adalah PPAT dan notaris yang disebut di dalam pasal-pasal yang bersangkutan. Pemberian sanksi kepada pejabat tersebut dilakukan oleh pejabat yang berwenang menurut ketentuan yang dimaksud pada ayat (4). Jenis-jenis hukumannya disesuaikan dengan berat ringannya pelanggaran.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Penyesuaian buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Sebelum buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, eksekusi dan pencoretannya dilakukan menurut ketentuan yang berlaku sebelum Undang-undang ini diundangkan.

Ayat (3)

Termasuk dalam pengertian surat kuasa membebankan hipotik yang dimaksud pada ayat ini adalah surat kuasa untuk menjaminkan tanah.

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Yang dimaksud dengan peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada dalam pasal ini, adalah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbarui (Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941-44) dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura, Staatsblad 1927-227).

Ketentuan dalam Pasal 14 yang harus diperhatikan adalah bahwa grosse acte Hypotheek yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya Hypotheek, dalam hal Hak Tanggungan adalah sertipikat Hak Tanggungan.

Adapun yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang belum ada, adalah peraturan perundang-undangan yang mengarur secara khusus eksekusi Hak Tanggungan, sebagai pengganti ketemuan khusus mengenai eksekusi hypotheek atas tanah yang disebut di atas.

Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 9, ketentuan peralihan dalam Pasal ini memberikan ketegasan, bahwa selama masa peralihan rersebut, ketentuan hukum acara di atas berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan, dengan penyerahan sertipikat Hak Tanggungan sebagai dasar pelaksanaannya.

Pasal 27

Dcngan ketentuan ini Hak Tanggungan dapat dibebankan pada Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang didirikan di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara.

Lihat Penjelasan Umum angka 5.

Pasal 28

Peraturan pelaksanaan yang perlu dikeluarkan antara lain adalah mengenai jabatan PPAT.

Lihat Penjelasan Umum angka 12.

Pasal 29

Dengan berlakunya Undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband seluruhnya tidak diperlukan lagi. Sedangkan ketentuan mengenai Hypotheek yang tidak berlaku lagi hanya yang menyangkut pembebanan hypotheek atas hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3632