KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 104/KMK.05/1997

TENTANG

PEMBERIAN DAN PENCABUTAN NOMOR POKOK PENGUSAHA PABRIK HASIL TEMBAKAU DAN IMPORTIR HASIL TEMBAKAU SERTA PERSETUJUAN PEMBUATAN HASIL TEMBAKAU DI LUAR PABRIK

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,    

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (8) Undang undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, ketentuan tentang pemberian izin dan pencabutan izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;
b. bahwa berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, pelaksanaan ketentuan tentang pembuatan hasil tembakau di luar Pabrik diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan;
c. bahwa berdasarkan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1997 tentang Pengawasan Barang Kena Cukai, ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksa-naan Peraturan Pemerintah tersebut diatur oleh Menteri Keuangan;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai pemberian dan pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan Importir hasil tembakau Serta persetujuan pembuatan hasil tembakau di luar Pabrik dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Pengawasan Barang Kena Cukai (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3669).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERIAN DAN PENCABUTAN NOMOR POKOK PENGUSAHA PABRIK HASIL TEMBAKAU DAN IMPORTIR HASIL TEMBAKAU SERTA PERSETUJUAN PEMBUATAN HASIL TEMBAKAU DI LUAR PABRIK.

Pasal 1

Untuk kepentingan pengawasan Barang Kena Cukai dan penerimaan negara, Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir hasil tembakau yang telah mendapat izin dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPP BKC) dari Menteri Keuangan.

Pasal 2  

(1) Sebelum mengajukan surat permohonan untuk mendapat-kan NPP BKC sebagai Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir hasil tembakau, pemohon memberitahukan kepada Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat untuk melaku-kan pemeriksaan lokasi/bangunan/ tempat usaha.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai gambar denah lokasi/ bangunan/tempat usaha.
(3) Atas hasil pemeriksaan lokasi/bangunan/tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan.
(4)  Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan salah satu persyaratan kelengkapan Surat Permohonan untuk mendapatkan NPP BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

Pasal 3  

Lokasi/bangunan Pabrik hasil tembakau dan Importir hasil tembakau harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Untuk Pabrik hasil tembakau: 
a. dilarang berhubungan langsung dengan Pabrik lainnya, Tempat Penyimpanan, atau tempat pembuatan hasil tembakau di luar Pabrik;
b. dilarang berhubungan langsung dengan rumah tinggal atau Tempat Penjualan Eceran hasil tembakau;
c. harus berbatasan langsung dengan jalan umum, kecuali yang lokasinya dalam kawasan industri.
2. Untuk tempat usaha Importir hasil tembakau: 
a. dilarang berhubungan langsung dengan Pabrik atau tempat pembuatan hasil tembakau di luar Pabrik;
b. dilarang berhubungan langsung dengan rumah tinggal atau Tempat Penjualan Eceran hasil tembakau;
c. harus berbatasan langsung dengan jalan umum.

Pasal 4  

Berita Acara Pemeriksaan dan gambar denah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memuat secara rinci:

1. Untuk Pabrik hasil tembakau: 
a. persil, bangunan, ruangan, tempat, dan pekarangan yang termasuk bagian dari Pabrik;
b. bangunan, ruangan, dan tempat yang digunakan untuk pembuatan, pengemasan, dan pemitaan hasil tembakau;
c. bangunan, ruangan, dan tempat yang digunakan untuk menimbun hasil tembakau yang selesai dibuat dan belum dilekati pita cukai;
d. bangunan, ruangan, dan tempat yang digunakan untuk menimbun hasil tembakau yang telah dilekati pita cukai;
e. bangunan, ruangan, tempat, tangki atau wadah lainnya untuk menimbun bahan baku atau bahan penolong;
f. ruangan atau tempat untuk menyimpan pita cukai;
g. batas-batas Pabrik.
2. Untuk tempat usaha Importir hasil tembakau: 
a. persil, bangunan, ruangan, tempat, dan pekarangan yang termasuk bagian dari tempat usaha Importir;
b. bangunan, ruangan, dan tempat yang digunakan untuk menimbun hasil tembakau yang diimpor, apabila Importir mempunyai tempat penimbunan sendiri untuk menimbun hasil tembakau yang diimpor tersebut;
c. ruangan atau tempat untuk menyimpan pita cukai;
d. batas-batas tempat usaha Importir.

Pasal 5

(1) Untuk mendapatkan NPP BKC sebagai Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, pemohon mengajukan surat permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat, dengan menggunakan formulir PMCK-6 sesuai contoh terlampir.
(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Pengusaha Pabrik hasil tembakau dilampiri dengan: 
a. Berita Acara Pemeriksaan dan gambar denah lokasi/ bangunan Pabrik.
b. Salinan atau photo copy surat atau izin dari instansi terkait yang telah ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang yaitu:
1. Izin berdasarkan Undang-undang Gangguan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau izin lainnya dari Pemerintah Daerah setempat.
2. Izin Usaha Industri dan Izin Usaha Perdagangan dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
3. Izin atau rekomendasi dari Departemen Kesehatan.
4. Izin atau rekomendasi dari Departemen Tenaga Kerja.
5. Nomor Pokok Wajib Pajak.
6. Surat Keterangan Kelakuan Baik dari Kepolisian Republik Indonesia, apabila pemohon merupakan orang pribadi.
7. Kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi.
8. Akte Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum.
c. Surat Pernyataan akan menyelenggarakan pembukuan perusahaan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku dan menyimpan dokumen, buku, dan laporan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya.
(3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Importir hasil tembakau dilampiri dengan: 
a. Berita Acara Pemeriksaan dan gambar denah lokasi/ bangunan tempat usaha Importir.
b. Salinan atau photo copy surat atau izin dari instansi terkait yang telah ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang yaitu:
1. Izin sebagai Importir dan Izin Usaha Perdagangan dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
2. Izin atau rekomendasi dari Departemen Kesehatan.
3. Nomor Pokok Wajib Pajak.
4. Surat Keterangan Kelakuan Baik dari Kepolisian Republik Indonesia, apabila pemohon merupakan orang pribadi.
5. Kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi.
6. Akte Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum.
7. Surat penunjukan sebagai agen penjualan dari produsen hasil tembakau yang diimpor.
c. Surat Pernyataan akan menyelenggarakan pembukuan perusahaan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku dan menyimpan dokumen, buku, dan laporan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya.

Pasal   6

(1) Pabrik Hasil Tembakau tidak boleh mempunyai keterkaitan dengan satu atau  lebih Pabrik Hasil Tembakau lainnya secara langsung maupun tidak langsung dalam hal permodalan, produksi, pemasaran atau manajemen.
(2) NPP BKC bagi Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau tidak diberikan atau dapat dicabut apabila terdapat bukti kuat adanya keterkaitan Pabrik hasil tembakau tersebut dengan satu atau lebih Pabrik Hasil Tembakau lainnya secara langsung maupun tidak langsung dalam hal permodalan, produksi, pemasaran atau manajemen.
(3)  Bagi Pengusaha hasil tembakau yang telah mempunyai keter-kaitan dengan Pabrik hasil tembakau lainnya sebelum berlakunya keputusan ini diberikan batas waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan ini untuk menyesuaikan dengan ketentuan ayat (1).
(4) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui dan Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang bersang-kutan belum juga memenuhi ketentuan dimaksud, maka terhadap Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang tarif cukainya lebih rendah dapat dicabut NPP BKCnya.

Pasal 7  

Pabrik hasil tembakau yang memproduksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dilarang memproduksi Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF).

Pasal 8

(1) Keputusan atas permohonan NPP BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai c.q. Direktur Cukai atas nama Menteri Keuangan.
(2) Apabila permohonan diterima secara tidak lengkap atau tidak benar, Direktur Cukai mengembalikan surat permohonan tersebut untuk dilengkapi atau diperbaiki.
(3)  Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa menerima atau menolak permohonan dan diberikan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(4)  Dalam hal permohonan diterima, diterbitkan NPP BKC sebagai Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau atau Importir Hasil Tembakau sesuai contoh terlampir.
(5) Salinan atau tembusan NPP BKC sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik atau tempat usaha Importir bersangkutan.
(6) Dalam hal permohonan ditolak, diterbitkan surat penolakan disertai alasan yang jelas.

Pasal 9  

(1) NPP BKC sebagai Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau atau Importir Hasil Tembakau yang telah diberikan dapat dicabut dalam hal: 
a. atas permohonan pemegang NPP BKC yang bersangkutan;
b. tidak dilakukan kegiatan selama satu tahun;
c. persyaratan NPP BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 atau Pasal 5 ayat (2) atau ayat (3) tidak lagi dipenuhi;
d. pemegang NPP BKC tidak lagi secara sah mewakili Badan Hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia;
e. pemegang NPP BKC dinyatakan pailit;
f. tidak lagi dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;
g. pemegang NPP BKC dipidana berdasarkan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melang-gar Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;
h. pemegang NPP BKC melanggar ketentuan Pasal 30 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;
i. tidak memenuhi ketentuan Pasal 7.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku dalam hal: 
a. dilakukan renovasi;
b. terjadi bencana alam atau keadaan lain yang berada di luar kemampuan Pengusaha Barang Kena Cukai.
(3) Pemegang NPP BKC wajib melaporkan kepada Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai: 
a. dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari, sebelum kegiatan sebagai-mana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan;
b. dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari, terhitung sejak peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terjadi.

Pasal 10

(1) Pencabutan NPP BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai c.q. Direktur Cukai atas nama Menteri Keuangan dengan menerbitkan surat pencabutan NPP BKC.
(2) Salinan atau tembusan surat pencabutan NPP BKC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik Hasil Tembakau atau tempat usaha Importir Hasil Tembakau.

Pasal 11

(1) Dalam hal NPP BKC dicabut, hasil tembakau yang masih ada di dalam Pabrik harus dilunasi cukainya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat penca-butan NPP BKC dengan cara dilekati pita cukai.
(2) Untuk mendapatkan kepastian jumlah hasil tembakau yang belum dilunasi cukainya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai c.q. Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan penca-cahan terhadap hasil tembakau yang masih berada di dalam Pabrik.
(3) Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan juga terhadap sisa pita cukai yang berada di dalam Pabrik hasil tembakau atau tempat usaha Importir Hasil Tembakau.

Pasal 12  

Perubahan luas tanah atau perubahan atas bangunan Pabrik atau tempat usaha Importir hasil tembakau, demikian pula penambahan jenis hasil tembakau hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai c.q. Direktur Cukai.

Pasal 13  

Semua izin yang telah dimiliki oleh Pengusaha hasil tembakau yang dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1997 diberlakukan sebagai NPP BKC.

Pasal 14  

Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang telah memiliki NPP BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat membuat hasil tembakau di luar Pabrik setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 15  

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan keputusan ini diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 16  

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan peng-umuman keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.