PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 1998
TENTANG
PROVISI SUMBER DAYA HUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

:

a.

bahwa hutan di Indonesia adalah sumber daya alam yang merupakan salah satu potensi ekonomi nasional yang perlu dikelola untuk dapat dimanfaatkan secara maksimal dan lestari da.lam rangka pembangunan nasional;

b.

bahwa dalam rangka pengelolaan hutan yang berkelanjutan untuk pembangunan Nasional, perlu diadakan pengaturan mengenai provisi sumber daya hutan di seluruh wilayah Indonesia dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuan­ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara 2863);

3.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara 3037);

4.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara 3274);

5.

Undang-undang   Nomor  20  Tahun  1997  tentang   Penerimaan

Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun  1997  Nomor  43,

Tambahan Lembaran Negara 3687);

6.

Peraturan   Pemerintah    Nomor    22  Tahun   1967   tentang   Iuran    Hak Pengusahaan   dan   Iuran   Hasil   Hutan  (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2844) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1980 ( Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 31);

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2935) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1975 (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3055);

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2945);

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2945);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PROVISI SUMBER DAYA HUTAN

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah dengan:

1.

Provisi     Sumber     Daya    Hutan    (PSDH)     atau   Resources   Royalty

Provision    adalah    pungutan     yang    dikenakan   sebagai   pengganti

nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari hutan Negara.

2.

Hutan Negara adalah kawasan hutan dan hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak dibebani hak milik.

3.

Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang meliputi kegiatan­kegiatan penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hlsil hutan sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas kelestarian hutan dan azas perusahaan.

4.

Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) adalah hak untuk menebang menurut kemampuan yang meliputi areal hutan paling luas 100 (seratus) hektar untuk jangka waktu selama­lamanya 2 (dua) tahun serta untuk mengambil kayu dan hasil hutan lainnya dalam jumlah yang ditetapkan dalam Surat Izin yang bersangkutan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan.

5.

Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) adalah izin penebangan, pengangkutan dan penggunaan kayu dari areal hutan yang telah ditetapkan untuk keperluan non kehutanan atau hutan tanaman industri.

6.

Izin Sah Lainnya (ISL) adalah izin yang diberikan selain untuk HPH, HPHH  dan   IPK, misalnya  hasil  lelang.

7.

Industri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH) adalah industri yang mengolah langsung kayu bulat dan/atau bahan baku serpih.

8.

Harga Pasar adalah harga jual rata-rata tertimbang hasil hutan yang berlaku di pasar dalam negeri dan luar negeri.

9.

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil hutan yang slap untuk dipasarkan.

10.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

Pasal 2

PSDH merupakan satu jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

Pasal 3

(1)

PSDH wajib dibayar oleh Pemegang HPH/HPHH/IPK dan ISL atas hasil hutan yang dipungut dari hutan negara.

(2)

Tata cara pengenaan dan pemungutan PSDH diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan.

Pasal 4

(1)

PSDH wajib disetor langsung ke Kas Negara.

(2)

Tata cara penyetoran PSDH sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

Pasal 5

(1)

Dasar perhitungan dan besarnya PSDH ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan berdasarkan harga pasar dan biaya produksi.

(2)

Besarnya tarif PSDH ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan setelah mendapat pertimbangan oleh Menteri Keuangan.

(3)

Besarnya PSDH tersebut dalam ayat (1) diperlakukan dengan tidak memperhatikan tujuan penggunaan pemasaran kayu.

(4)

Harga Pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperoleh dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Pasal 6

Penggunaan PSDH ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan Menteri Kehutanan dan Perkebunan.

Pasal 7

Pajak Bumi dan Bangunan atas areal blok tebangan dikenakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 12 Tahun1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994.

Pasal 8

Pelaksanaan Pembayaran PSDH tidak meniadakan kewajiban pemegang HPH/HPHH/IPK/IPKH dan ISL untuk membayar kewajiban lainnya.

Pasal 9

Pelaksanaan lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri baik bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing

Pasal 10

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 20 April 1998

PRESIDEN  REPUBLIK  INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 20 April 1998

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

SAADILLAH MURSJID

LEMBARAN  NEGARA  REPUBLIK  INDONESIA  TAHUN  1998  NOMOR 84

 

 

 

 

 

 

 

PENJELASAN
ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 51 TAHUN 1998

TENTANG

PROVISI SUMBER DAYA HUTAN

 

 

UMUM

   

Kekayaan alam hutan di Indonesia merupakan salah satu potensi ekonomi nasional yang  dalam  pemanfaatannya  perlu  dikelola  secara baik  untuk tetap menjaga kelestariannya  sebagai sumber  daya  alam, sekaligus memperoleh  manfaat yang maksimal dalam rangka pembangunan Nasional.

Pengelolaan yang telah berlangsung selama ini dirasakan sudah cukup memadai, namun masih dapat ditingkatkan lagi, khususnya dalam hal penerimaan yang berupa pembayaran royalti atas pemanfaatan hasil hutan, yang selama ini dikenal dengan nama Iuran Hasil Hutan.

Sehubungan dengan upaya peningkatan tersebut, perlu diadakan Provisi Sumber Daya Hutan atau Resources Royalty Provision yang merupakan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan yang seluruh hasil penerimaannya disetorkan ke Kas Negara.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Dengan penetapaan Provisi Sumber Daya Hutan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, maka jenis jenis penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan sehingga menjadi sebagaimana tercantum pada Lampiran IIA angka 9 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak perlu disesuaikan

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

TAMBAHAN  LEMBARAN  NEGARA  REPUBLIK  INDONESIA  NOMOR  3759