PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 105 TAHUN 2000
TENTANG
PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH
I. |
UMUM |
|||
|
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pemerintah Pusat dengan Daerah merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Misi utama dari kedua undang undang tersebut bukan hanya pada keinginan untuk melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya Keuangan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. |
|||
|
Untuk itu semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan pemerintah pada umumnya dan proses pengelolaan Keuangan Daerah pada khususnya. |
|||
|
Dalam kerangka sistem penyelenggaraan pemerintahan terlihat bahwa sistem pengelolaan keuangan, pada dasarnya merupakan sub sistem dari sistem pemerintahan itu sendiri. Sebagaimana sistem keuangan negara yang diamanatkan dalam Pasal 23 ayat (5) Undang-undang Dasar Tahun 1945, aspek pengelolaan Keuangan daerah juga merupakan sub sistem yang diatur dalam Undang undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 78 sampai dengan Pasal 86. Dalam Pasal 80 ditetapkan bahwa perimbangan keuangan Pusat dan daerah diatur dengan undang undang. Dengan pengaturan tersebut diharapkan terdapat keseimbangan yang lebih transparan dan akuntabel dalam pendistribusian kewenangan, pembiayaan, dan penataan sistem pengelolaan keuangan yang lebih baik dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi Daerah secara optimal sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat yang berkembang. |
|||
|
Sejalan dengan hal tersebut sudah barang tentu pelaksanaan otonomi Daerah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar Daerah akan memperoleh Dana Perimbangan tetapi hal tersebut harus diimbangai dengan sejauh mana instrumen atau sistim pengelolaan keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif, dan bertanggungjawab sebagaimana yang diamanatkan oleh kedua undang undang tersebut. |
|||
|
Secara Khusus Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan landasan yang jelas dalam penataan pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah, antara lain memberikan keleluasaan dalam penetapan produk pengaturan sebagai berikut : |
|||
|
a. |
Ketentuan tentang pokok pokok pengelolaan Keuangan Daerah diatur dengan Peraturan Daerah; |
||
|
b. |
Sistem dan prosedur pengelolaan Keuangan Daerah diatur dengan Surat Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah tersebut; |
||
|
c. |
Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD mengenai pengelolaan Keuangan Daerah dan kinerja Keuangan Daerah dari segi efisiensi dan efektivitas keuangan; |
||
|
d. |
Laporan pertanggungjawaban Keuangan Daerah tersebut merupakan dokumen Daerah sehingga dapat diketahui oleh Keuangan; |
||
|
Oleh karena itu mengacu pada semangat kedua undang undang tersebut maka pedoman pengelolaan dan pertangungjawaban Keuangan Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini bersifat umum dan lebih menekankan pada hal yang bersifat prinsip, norma, asas, dan landasan umum dalam pengelolaan Keuangan Daerah. |
|||
|
Sementara itu sistem dan prosedur pengelolaan Keuangan secara rinci ditetapkan oleh masing masing Daerah. Kebhinekaan dimungkinkan terjadi sepanjang hal tersebut masih sejalan atau tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, dengan upaya tersebut diharapkan Daerah didorong untuk lebih tanggap, kreatif dan mampu mengambil inisiatif dalam perbaikan dan pemutakhiran sistem dan prosedurnya serta meninjau kembali sistem tersebut secara terus menerus, dengan tujuan memaksimalkan efisiensi dan efektifitas berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan setempat. |
|||
II. |
PASAL DEMI PASAL |
|||
|
Pasal 1 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 2 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Kekuasaan umum pengelolaan Keuangan Daerah meliputi antara lain fungsi perencanaan umum, fungsi, penyusunan anggaran, fungsi pemungutan pendapatan, fungsi pembendaharaan, umum Daerah, fungsi penggunaan anggaran, serta fungsi pengawasan dan pertanggungjawaban. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Dalam rangka efisiensi dan efektifitas pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah, mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya kepada perangkat pengelola Keuangan daerah. |
|
|
|
|
Kewenangan yang didelegasikan minimal adalah kewenangan yang berkaitan dengan tugas sebagai Bendahara Umum Daerah. |
|
|
|
|
Sekretaris Daerah atau Pimpinan perangkat pengelola Keuangan Daerah bertanggungjawab kepada Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah. |
|
|
Pasal 3 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Penetapan para Pejabat Pengelola Keuangan Daerah merupakan salah satu syarat pelaksanaan Anggaran. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah antara lain Bendahara Umum Daerah Pengguna Anggaran, dan Pemegang Kas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukupjelas |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 4 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 5 |
|||
|
|
Ketentuan ini berarti, bahwa APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Dengan demikian, pemungutan semua Penerimaan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentrasi bertujuaan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Semua Pengeluaran Daerah dan ikatan yang membebani Daerah dalam rangka pelaksanaan desentrasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD, sehingga APBD menjadi dasar bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan Keuangan Daerah. |
||
|
Pasal 6 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 7 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan merupakan penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 8 |
|||
|
|
Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dan perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. |
||
|
Pasal 9 |
|||
|
|
Ketentuan Pasal ini berarti Daerah tidak boleh menganggarkan pengeluaran tanpa kepastian terlebih dahulu mengenai ketersediaan sumber pembiayaannya dan mendorong Daerah untuk meningkatkan efisiensi pengeluarannya. |
||
|
Pasal 10 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 11 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 12 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Anggaran pengeluaran tidak tersangka tersebut dikelola oleh Bendahara Umum daerah. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 13 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Dana cadangan tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan seperti rehabilitasi prasarana, keindahan kota, atau pelestarian lingkungan hidup, sehingga biaya rehabilitasi tersebut dibebankan dalam beberapa tahun anggaran. |
|
|
Pasal 14 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan hal hal lain sebagaimana dimaksud dalam huruf misalnya : |
|
|
|
|
a. |
Penyusunan rencana anggaran multitahunan; |
|
|
|
b. |
prosedur pergeseran anggaran; |
|
|
|
c. |
sistem penatausahaan Keuangan Daerah dan proses penyusunan perhitungan APBD; |
|
|
|
d. |
prosedur penggunaan anggaran untuk pengeluaran tidak tersangka; |
|
|
|
e. |
proses penunjukan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah; |
|
|
|
f. |
jadwal dan garis besar muatan laporan pelaksanaan APBD kepada DPRD; |
|
|
|
g. |
persetujuan tentang investasi keuangan Daerah; |
|
|
|
h. |
proses perubahan APBD; dan |
|
|
|
i. |
proses penghapusan aset Daerah. |
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 15 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan suatu kesatuan dalam ayat ini adalah bahwa dokumen APBD merupakan rangkuman seluruh jenis pendapatan, jenis belanja, dan sumber sumber pembiayaannya. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 16 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Kelompok pendapatan meliputi Pendapatan Asli Daerah, dana Perimbangan, dan lain lain Pendapatan yang sah. |
|
|
|
|
Jenis pendapatan misalnya pajak Daerah, Retribusi Daerah, dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan belanja menurut organisasi adalah suatu Kesatuan pengguna anggaran seperti DPRD dan Sekretariat DPRD, Kepala dan Wakil Kepala Daerah, sekretariat Daerah, serta dinas Daerah dan lembaga teknis Daerah lainnya. Fungsi belanja misalnya pendidikan , kesehatan, dan fungsi fungsi lainnya. Jenis belanja, yaitu seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dan belanja modal/pembangunan. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Sumber sumber pembiayaan yang merupakan penerimaan Daerah antara lain seperti sisa lebih perhitungan anggaran tahun lain, penerimaan pinjaman dan obligasi serta penerimaan dari penjualan aset Daerah yang dipisahkan. |
|
|
|
|
Sumber pembiayaan yang menipakan pengeluaran antara lain seperti pembayaran hutang pokok. |
|
|
Pasal 17 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 18 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Dikecualikan dari sumber penerimaan APBD dalam ayat ini adalah Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dan Pinjaman Daerah. Pengeluaran yang akan disisihkan untuk pembentukan Dana Cadangan dicantumkan pada anggaran belanja. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan dicatat dan dikelola dalam APBD adalah dibukukan didalam rekening tersendiri yang memperlihatkan saldo awal, setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran serta saldo akhir tahun anggara,. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Saldo akhir Dana Cadangan pada tahun tersebut dicacat sebagai saldo awal pada tahun anggaran berikutnya pada saat yang sama ditambahkan pada Dana Cadangan tahun berikutnya. |
|
|
Pasal 19 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Pinjaman Daerah dicantumkan pada anggaran Pembiayaan. Penggunaan dana yang bersumber dari Pinjaman daerah ini dipergunakan untuk membiayai kegiatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan yang berlaku untuk Pinjaman daerah. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Apabila Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan fasilitas pelayanan publik tidak memiliki dana ataupun dana yang ada tidak mencukupi, maka Daerah dapat mencari alternatif sumber sumber pembiayaan jangka panjang melalui kerj sama dengan pihak lain termasuk masyarakat. |
|
|
|
|
Kerjasama yang mempunyai akibat keuangan terhadap APBD diatur dengan Peraturan Daerah. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan investasi dalam bentuk penyertaan modal adalah penyertaan modal Pemerintah Daerah yang dilakukan melalui badan usaha milik Daerah. |
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan deposito adalah simpanan berjangka pada bank yang sehat. Dalam rangka penganggaran, investasi dicantumkan pada anggaran pembiayaan. |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (5) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 20 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Uraian tersebut merupakan indikator dan atau sasaran kerja Pemerintah Daerah yang menjadi acuan Laporan Pertanggungjawab tentang kinerja Daerah. |
|
|
|
|
Huruf a |
|
|
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Huruf b |
|
|
|
|
|
Pengembangan standar pelayanan dapat dilaksanakan secara terhadap dan harus dilakukan secara berkesinambungan. |
|
|
|
Huruf c |
|
|
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan standar analisa belanja adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan. |
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan tolok ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit organisasi perangkat Daerah. Yang dimaksud dengan standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku bagi masing-masing Daerah. |
|
|
Pasal 21 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 22 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 23 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Huruf a |
|
|
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Huruf b |
|
|
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Huruf c |
|
|
|
|
|
Kebutuhan mendesak dalam ketentuan ini adalah untuk penanggulangan kerusakan sarana dan prasarana sebagai akibat bencana alam dan bencana sosial yang belum atau tidak cukup disediakan anggarannya dalam pengeluaran tidak tersangka. |
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Jangka waktu 3 (tiga) bulan termasukd dengan mempertimbangkan pelaksanaannya dapat selesai pada akhir tahun anggaran tertentu. |
|
|
Pasal 24 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Semua manfaat yang bernilai uang tersebut dibukukan sebagai Pendapatan Daerah dan dianggarkan dalam APBD. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 25 |
|||
|
|
Tindakan dimaksud tidak termasuk penerbitan surat keputusan yang berkaitan dengan kepegawaian yang formasinya sudah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan anggaran apabila rancangan APBD tidak atau belum disetujui oleh DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. |
||
|
Pasal 26 |
|||
|
|
Surat Keputusan Otorisasi merupakan dokumen APBD yang menjadi dasar setiap pengeluaran atas beban APBD. |
||
|
Pasal 27 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Bukti dimaksud antara lain kuitansi, faktur, surat penerimaan barang, perjanjian pengadaan barang dan jasa. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 28 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Surat Perintah Membayar merupakan dokumen APBD yang menjadi dasar untuk melakukan pembayaran atas beban APBD. Surat Perintah Membayar ditetapkan oleh Bendahara Umum Daerah atau pejabat yang ditetapkan oleh Bendahara Umum Daerah. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Bendahara Umum Daerah dapat menetapkan pejabat yang melakukan tugas pembayaran atas dasar Surat Perintah Membayar. |
|
|
Pasal 29 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Tambahan penghasilan diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat bertugas, dan kelangkaan profesi. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Yang dimaksud Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam ayat ini adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diangkat oleh Pemerintah Daerah mulai tanggal 1 Januari 2001. |
|
|
Pasal 30 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 31 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Pengelolaan Barang Daerah dimaksud meliputi perencanaan, penentuan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran, pemeliharaan, penghapusan dan pengendalian. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Pencatatan berdasarkan standar akuntansi pemerintah daerah dimaksud dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kondisi masing masing Daerah. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 32 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 33 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 34 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 35 |
|||
|
|
Yang dimaksud dengan standar akuntansi keuangan pemerintah daerah adalah pedoman atau prinsip-prinsip yang mengatur perlakuan akuntansi yang menjamin konsistensi dalam pelaporan keuangan. |
||
|
|
Sepanjang standar akuntansi keuangan pemerintah daerah belum tersusun, Daerah dapat menggunakan standar yang dipergunakan saat ini. Perubahan menuju penerapan standar akuntansi keuangan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kondisi masing masing Pemerintah Daerah. |
||
|
Pasal 36 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Alasan harus menetapkan apakah selisih tersebut disebabkan oleh faktor faktor yang terkendali atau tidak terkendali. |
|
|
Pasal 37 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Laporan dimaksud memuat tentang kemajuan pelaksanaan APBD per tiiwulan. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 38 |
|||
|
|
Huruf a |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Huruf b |
||
|
|
|
Nota penghitungan APBD memuat ringkasan realisasi Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan serata kinerja Keuangan Daerah mencakup antara lain : |
|
|
|
|
a. |
kinerja Daerah dalam rangka pelaksanaan program yang direncanakan dalam APBD tahun anggaran berkenaan; |
|
|
|
b. |
kinerja pelayanan yang dicapai; |
|
|
|
c. |
bagian belanja APBD yang digunakan untuk membiayai administrasi umum, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta belanja modal/pembangunan untuk apartur Daerah dan pelayanan publik. |
|
|
|
d. |
bagian belanjaAPBD yang digunakan untuk anggaran DPRD termasuk sekretaris DPRD. |
|
|
|
e. |
Posisi Dana Cadangan. |
|
|
Huruf c |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Huruf d |
||
|
|
|
Penyusunan neraca Daerah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi Keuangan pemerintah secara bertahap sesuai dengan kondisi masing-masing pemerintah. |
|
|
Pasal 39 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 40 |
|||
|
|
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini adalah bukan pemeriksaan tetapi pemeriksaan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam APBD. |
||
|
Pasal 41 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Peraturan Daerah tentang APBD Kabupaten/Kota disampaikan kepada Gubemur selaku wakil Pemerintah Pusat. |
|
|
Pasal 42 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Pengawasan internal pengelolaan Keuangan Daerah bertujuan untuk menjaga efisien, efektivitas, dan kehematan dalam pengelolaan Keuangan Daerah atas nama Kepala Daerah. |
|
|
|
|
Pengawasan internal pengelolaan Keuangan Daerah selain melakukan pengawasan atas urusan kas/uang, memperhatikan pula tatalaksana penyelenggaraan program, kegiatan dan manajemen oleh Pemerintah Daerah dari segi efisiensi dan efektivitasnya, yang dapat mempengaruhi kekuatan dan dayaguna keuangan Daerah. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Apabila Sekretaris Daerah atau Pimpinan perangkat pengelola Keuangan Daerah melakukan pembinaan dan supervisi dalam perencanaan dan pelaksanaan kerja atas pejabat pengawas internal Keuangan, pejabat pengawas internal Keuangan tersebut tetap melaporkan hasil pengawasannya kepada Kepala Daerah. |
|
|
Pasal 43 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 44 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Kerugian Daerah yang dimaksud dalam ayat ini adalah yang nyata dan pasti jumlahnya. Termasuk dalam kerugian Daerah adalah pembayaran dari Daerah kepada orang atau badan yang tidak berhak. Oleh karena itu, setiap orang atau badan yang menerima pembayaran demikian itu tergolong dalam melakukan pembuatan yang melawan hukum. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas |
|
|
Pasal 45 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 46 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 47 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 48 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 49 |
|||
|
|
Cukup jelas |
||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4022 |