|
|
|
|
|
|||||
|
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk: | ||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. | ||||||||
(9) | Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. | ||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
(14) | dihapus." | ||||||||
12. | Ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 10 |
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
(3) | Pengusaha Kena Pajak yang mengekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dapat meminta kembali Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah dibayar pada waktu perolehan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut." | ||||||||
13. | Ketentuan Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah,
ayat (3) dan ayat (5) dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 11 berbunyi sebagai
berikut:
"Pasal 11 |
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
f. | ekspor Barang Kena Pajak. | ||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
(5) | dihapus." | ||||||||
14. | Ketentuan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (4) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 12 |
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dan huruf e terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha." | ||||||||
15. | Ketentuan Pasal 13 ayat (1), ayat (2), ayat (5), ayat (6),
dan ayat (7) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 13 |
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
(5) | Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: | ||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
g. | Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. | ||||||||
|
|
||||||||
(7) | Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak Sederhana yang persyaratannya ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak." | ||||||||
16. | Ketentuan Pasal 16A diubah, sehingga keseluruhan Pasal
16A berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 16A |
||||||||
|
|
||||||||
(2) | Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan." | ||||||||
17. | Ketentuan Pasal 16 B diubah, sehingga keseluruhan Pasal
16B berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 16B |
||||||||
(1) | Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk: | ||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
|
|
||||||||
e. | pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. | ||||||||
(2) | Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan. | ||||||||
(3) | Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan." | ||||||||
18. | Ketentuan Pasal 16C diubah, sehingga keseluruhan Pasal
16C berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 16C Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan."
PASAL II Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Perubahan Kedua Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984".
PASAL III Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta.
pada tanggal 2 Agustus 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 128