KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 523/KMK.03/2000


TENTANG


TATACARA PENGANGGARAN, PENYALURAN DANA,
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN PELAKSANAAN
DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Tatacara Penganggaran, Penyaluran Dana, Pertanggungjawaban dan Pelaporan Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

Mengingat

:

1.

TAP MPR No.IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004

 

 

2.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

 

 

3.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004;

 

 

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

 

 

6.

Keppres Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

 

 

7.

Keppres Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah.

 

 

M E M U T U S K A N:

Menetapkan

:

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATACARA PENGANGGARAN, PENYALURAN DANA, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN PELAKSANAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pengertian

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1.

Pemerintah Pusat adalah Perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri.

2.

Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah.

3.

Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4.

Perangkat Daerah adalah Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah lainnya sesuai dengan kebutuhan daerah.

5.

Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa.

6.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.

7.

Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah dan atau Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, prasarana dan sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungJawabkannya kepada Pemerintah Pusat.

8.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN adalah suatu rencana keuangan tahunan Negara yang ditetapkan dengan Undang-undang.

9.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

10.

Daftar Isian Proyek yang selanjutnya disingkat DIP atau dokumen lain yang disamakan adalah dokumen anggaran yang dibuat untuk masing-masing proyek pembangunan, berfungsi sebagai dokumen perencanaan, pelaksanaan, pengendalian/pengawasan, evaluasi/pelaporan, serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.

11.

Pembayaran Langsung adalah pelaksanaan pembayaran yang dibayarkan oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) kepada pihak yang berhak/rekanan (pihak ketiga) dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) atas nama pihak yang berhak.

12.

Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan yang selanjutnya disebut UYHD adalah uang muka yang diberikan kepada Bendaharawan.

BAB II

PENGANGGARAN PELAKSANAAN
DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN

Bagian Pertama

Penganggaran Pelaksanaan Dekonsentrasi

Pasal 2

(1)

Penyelenggaraan pelaksanaan Dekonsentrasi dibiayai atas beban anggaran belanja pembangunan dalam APBN yang merupakan bagian anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) berdasarkan REPETA.

(2)

Menteri/Pimpinan LPND dengan mempertimbangkan usulan Gubernur mengusulkan penganggaran pelaksanaan Dekonsentrasi kepada Departemen Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran dan BAPPENAS.

(3)

Anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Kepala BAPPENAS disampaikan kepada Menteri/Pimpinan LPND untuk dirinci menurut proyek dan lokasi.

(4)

Berdasarkan rincian per proyek dan lokasi sebagaimana ayat (3), Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran menetapkan alokasi anggaran Dekonsentrasi per propinsi.

(5)

Berdasarkan alokasi anggaran Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Gubernur c.q. Perangkat Daerah dengan koordinasi Bappeda Propinsi merinci lebih lanjut kegiatan masing-masing proyek.

(6)

Gubernur c.q. Perangkat Daerah dengan koordinasi Bappeda Propinsi menyampaikan rincian kegiatan masing-masing proyek kepada Kepala Kanwil Ditjen Anggaran untuk dilakukan penilaian.

(7)

Hasil penilaian rincian kegiatan per proyek dituangkan dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan dan berlaku sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi setelah mendapat penetapan/pengesahan dari Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Anggaran.

(8)

Perubahan/pergeseran biaya dan atau kegiatan proyek dalam batas yang disediakan dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan, dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan APBN.

(9)

Gubernur wajib memberitahukan kepada DPRD tentang kegiatan Dekonsentrasi. 

Bagian Kedua

Penganggaran Pelaksanaan Tugas Pembantuan

Pasal 3

(1)

Penyelenggaraan pelaksanaan Tugas Pembantuan dibiayai atas beban anggaran belanja pembangunan dalam APBN yang merupakan bagian anggaran Departemen/LPND yang menugaskannya berdasarkan REPETA.

(2)

Menteri/Pimpinan LPND mengusulkan Penganggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Kepala BAPPENAS.

(3)

Berdasarkan usulan Menteri/Pimpinan LPND, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Kepala BAPPENAS menetapkan alokasi anggaran Tugas Pembantuan.

(4)

Berdasarkan alokasi anggaran Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri/Pimpinan LPND merinci lebih lanjut kegiatan Tugas Pembantuan.

(5)

Berdasarkan rincian kegiatan Tugas Pembantuan, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran bersama dengan Menteri/Pimpinan LPND atau Pejabat yang ditunjuk melaksanakan penilaian.

(6)

Hasil penilaian rincian kegiatan Tugas Pembantuan per proyek dituangkan dalam DIP atau dokumen yang disamakan dan berlaku sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan setelah mendapat penetapan/pengesahan dari Direktur Jenderal Anggaran.

(7)

Perubahan/pergeseran biaya dan atau kegiatan Tugas Pembantuan dalam batas yang disediakan dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan, dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan APBN.

(8)

Pemerintah Daerah wajib memberitahukan adanya Tugas Pembantuan kepada DPRD dan Pemerintah Desa wajib memberitahukannya kepada Badan Perwakilan Desa.

Pasal 4

(1)

Menteri/Pimpinan LPND menyampaikan Surat penugasan pembantuan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, dan Kepala Desa dengan tembusan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Kepala BAPPENAS.

(2)

Surat penugasan pembantuan sebagaimana termaksud dalam ayat (1) dilampiri dengan DIP atau dokumen yang disamakan bersangkutan serta petunjuk operasional mengenai cara-cara melaksanakannya.

BAB III

PENYALURAN DANA
PELAKSANAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN

Bagian Pertama

Penyaluran Dana Pelaksanaan Dekonsentrasi

Pasal 5

(1)

Dana pelaksanaan Dekonsentrasi disalurkan melalui KPKN berdasarkan DIP atau dokumen lain yang disamakan.

(2)

Pada setiap awal tahun anggaran Gubernur menetapkan Pemimpin Proyek/Bagian Proyek dan Bendaharawan Proyek/Bagian Proyek untuk pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi.

(3)

Untuk memperoleh pembayaran, Bendaharawan Proyek/Bagian Proyek mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada KPKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(4)

Penyaluran dana oleh KPKN dilakukan dengan cara :

a.

Pembayaran Langsung (LS) kepada yang berhak; atau

b.

Penyediaan Dana UYHD (DU).

(5)

Pembayaran Langsung dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) dari Rekening Kas Negara ke Rekening Pihak Ketiga.

(6)

Penyediaan Dana UYHD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Dana UYHD (SPM-DU) dari Rekening Kas Negara ke Rekening Bendaharawan Proyek/Bagian Proyek.

(7)

Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dan atau sisa UYHD atas pelaksanaan Dekonsentrasi, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN dan harus disetor ke Rekening Kas Negara.

(8)

Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN yang harus disetor ke Rekening Kas Negara sesuai ketentuan yang berlaku.

Bagian Kedua

Penyaluran Dana Tugas Pembantuan

Pasal 6

(1)

Dana pelaksanaan Tugas Pembantuan disalurkan melalui KPKN berdasarkan DIP atau dokumen lain yang disamakan.

(2)

Untuk pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan ditetapkan Pemimpin Proyek/Bagian Proyek dan Bendaharawan Proyek/Bagian Proyek dengan ketentuan sebagai berikut :

a.

Untuk Propinsi ditetapkan oleh Gubernur.

b.

Untuk Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota.

c.

Untuk Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dengan memperhatikan pertimbangan Badan Perwakilan Desa.

(3)

Untuk memperoleh pembayaran, Bendaharawan Proyek/Bagian Proyek menigaiukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada KPKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(4)

Penyaluran dana oleh KPKN dilakukan dengan cara :

a.

Pembayaran Langsung (LS) kepada yang berhak; atau

b.

Penyediaan Dana UYHD (DU).

(5)

Pembayaran langsung dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) dari Rekening Kas Negara ke Rekening Pihak Ketiga.

(6)

Penyaluran dana melalui UYHD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Dana UYHD (SPM-DU) dari Rekening Kas Negara ke Rekening Bendaharawan Proyek/Bagian Proyek.

(7)

Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dan atau sisa UYHD atas pelaksanaa Tugas Pembantuan, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN dan harus disetor ke Rekening Kas Negara.

(8)

Dalam hal Tugas Pembantuan menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN yang harus disetor ke Rekening Kas Negara sesuai ketentuan yang berlaku.

BAB IV

PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN
PELAKSANAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN

Pasal 7

Bagian Pertama

Pertanggungjawaban dan Pelaporan Pelaksanaan Dekonsentrasi

(1)

Administrasi keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan dan APBD.

(2)

Pemimpin Proyek/Bagian Proyek wajib menyelenggarakan pembukuan dan penatausahaan uang/barang yang dikuasainya secara tertib sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga setiap saat dapat diketahui keadaan dan perkembangan fisik serta keuangan proyek/bagian proyek.

(3)

Pemimpin Proyek/Bagian Proyek wajib membuat dan menyampaikan laporan keuangan secara bulanan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Dekonsentrasi kepada Gubernur.

(4)

Gubernur wajib menyampaikan laporan/evaluasi secara triwulanan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dekonsentrasi kepada Menteri/Pimpinan LPND terkait.

(5)

Menteri/Pimpinan LPND wajib menyelenggarakan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Dekonsentrasi dan menyusun laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca Departemen/LPND bersangkutan menurut ketentuan Menteri Keuangan cq. Badan Akuntansi dan Keuangan Negara (BAKUN) serta menyampaikannya kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.

(6)

Pemeriksaan pembiayaan pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan oleh instansi pemeriksa keuangan Negara.

Bagian Kedua

Pertanggungjawaban dan Pelaporan Pelaksanaan Tugas Pembantuan

Pasal 8

(1)

Administrasi keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan APBD.

(2)

Pemimpin Proyek/Bagian Proyek wajib menyelenggarakan pembukuan dan penatausahaan uang/barang yang dikuasainya secara tertib sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga setiap saat dapat diketahui keadaan dan perkembangan fisik dan keuangan proyek/bagian proyek.

(3)

Pemimpin Proyek/Bagian Proyek wajib membuat dan menyampaikan laporan keuangan secara bulanan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Tugas Pembantuan sebagai berikut :

a.

Untuk Propinsi kepada Gubernur.

b.

Untuk Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota.

c.

Untuk Desa kepada Kepala Desa.

(4)

Gubernur/Bupati/Walikota/Kepala Desa wajib menyampaikan laporan/evaluasi secara triwulanan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Tugas Pembantuan kepada Menteri/Pimpinan LPND teknis yang menugaskannya.

(5)

Menteri/Pimpinan LPND wajib menyelenggarakan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Tugas Pembantuan dan menyusun laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca Departemen/LPND bersangkutan sebagaimana diatur oleh Menteri Keuangan cq. Badan Akuntasi dan Keuangan Negara (BAKUN) serta menyampaikannya kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.

(6)

Pemeriksaan pembiayaan pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan oleh instansi pemeriksa keuangan Negara.

BAB V

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 9

(1)

Penganggaran untuk Instansi Vertikal yang merupakan perangkat Departemen/LPND di daerah diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.

(2)

Pembiayaan pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari dana pinjaman/hibah luar negeri mengikuti ketentuan yang diatur dalam Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri bersangkutan dan ketentuan pelaksanaan penarikan pinjaman/hibah luar negeri yang berlaku.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 10

(1)

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

(2)

Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran.

 

Ditetapkan di : JAKARTA

Pada tanggal  : 14 Desember 2000

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

 

 

PRIJADI PRAPTOSUHARDJO