UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2002

TENTANG

SURAT UTANG NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu ditingkatkan kemampuan dan kemandirian untuk melaksanakan pembangunan ekonomi nasional secara berkesinambungan dengan bertumpu pada kekuatan masyarakat;

 

 

b.

bahwa mobilisasi dana melalui pasar keuangan merupakan upaya peningkatan partisipasi masyarakat secara optimal dalam program pembiayaan pembangunan nasional melalui mekanisme pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

 

 

c.

bahwa penerbitan Surat Utang Negara kepada publik merupakan salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan risiko keuangan bagi negara di masa mendatang;

 

 

d.

bahwa guna memberikan kepastian hukum kepada pemodal perlu adanya landasan hukum atas komitmen Pemerintah untuk memenuhi kewajiban keuangan serta penyelenggaraan manajemen Surat Utang Negara yang transparan, profesional, dan bertanggung jawab;

 

 

e.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-undang tentang Surat Utang Negara;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20 A, Pasal 23, Pasal 23 A, Pasal 23 B, Pasal 23 C, dan Pasal 23 D Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;

 

 

2.

Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (Indische Comptabiliteitswet, Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860);

 

 

3.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608);

 

 

5.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843);
 

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

UNDANG-UNDANG TENTANG SURAT UTANG NEGARA.
 

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
 

1.

Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.

2.

Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali.

3.

Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah dijual di Pasar Perdana.

4.

Pemerintah adalah Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia.

5.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
 

BAB II

BENTUK DAN JENIS

SURAT UTANG NEGARA

Pasal 2

(1)

Surat Utang Negara diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.

(2)

Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk yang diperdagangkan atau dalam bentuk yang tidak diperdagangkan di Pasar Sekunder.
 

Pasal 3

(1)

Surat Utang Negara terdiri atas :
 

a.

Surat Perbendaharaan Negara;

b.

Obligasi Negara.

(2)

Surat Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.

(3)

Obligasi Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.
 

BAB III

TUJUAN PENERBITAN

SURAT UTANG NEGARA

Pasal 4

Surat Utang Negara diterbitkan untuk tujuan sebagai berikut:
 

a.

membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b.

menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam satu tahun anggaran;

c.

mengelola portofolio utang negara.
 

BAB IV

KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN

Pasal 5

(1)

Kewenangan menerbitkan Surat Utang Negara untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 berada pada Pemerintah.

(2)

Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksana-kan oleh Menteri.
 

Pasal 6

Dalam hal Pemerintah akan menerbitkan Surat Utang Negara untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Menteri terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia.
 

Pasal 7

(1)

Penerbitan Surat Utang Negara harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2)

Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan atas nilai bersih maksimal Surat Utang Negara yang akan diterbitkan dalam satu tahun anggaran.

(3)

Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan pada saat pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(4)

Dalam hal-hal tertentu, Menteri dapat menerbitkan Surat Utang Negara melebihi nilai bersih maksimal yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Perwakilan Rakyat dan dilaporkan sebagai Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang bersangkutan.
 

Pasal 8
 

(1)

Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat mengenai penerbitan Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) meliputi pembayaran semua kewajiban bunga dan pokok yang timbul sebagai akibat penerbitan Surat Utang Negara dimaksud.

(2)

Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok setiap Surat Utang Negara pada saat jatuh tempo.

(3)

Dana untuk membayar bunga dan pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut.

(4)

Dalam hal pembayaran kewajiban bunga dan pokok dimaksud melebihi perkiraan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Menteri melakukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
 

BAB V

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA

Pasal 9

(1)

Pengelolaan Surat Utang Negara diselenggarakan oleh Menteri.

(2)

Pengelolaan Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
 

a.

penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan Surat Utang Negara termasuk kebijakan pengendalian risiko;

b.

perencanaan dan penetapan struktur portofolio utang negara;

c.

penerbitan Surat Utang Negara;

d.

penjualan Surat Utang Negara melalui lelang dan/atau tanpa lelang;

e.

pembelian kembali Surat Utang Negara sebelum jatuh tempo;

f.

pelunasan;

g.

aktivitas lain dalam rangka pengembangan Pasar Perdana dan Pasar Sekunder Surat Utang Negara.
 

Pasal 10

(1)

Dalam rangka mendukung penyelenggaraan pengelolaan Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Menteri membuka rekening yang merupakan bagian dari Rekening Kas Negara.

(2)

Tata cara pembukaan dan pengelolaan rekening sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
 

Pasal 11
 

Setiap Surat Utang Negara mencantumkan sekurang-kurangnya:
 

a.

nilai nominal,

b.

tanggal jatuh tempo,

c.

tanggal pembayaran bunga,

d.

tingkat bunga (kupon),

e.

frekuensi pembayaran bunga,

f.

cara perhitungan pembayaran bunga,

g.

ketentuan tentang hak untuk membeli kembali Surat Utang Negara sebelum jatuh tempo,

h.

ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.
 

Pasal 12

(1)

Kegiatan penatausahaan yang mencakup pencatatan kepemilik-an, kliring dan setelmen, serta agen pembayar bunga dan pokok Surat Utang Negara dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

(2)

Dalam menyelenggarakan kegiatan penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank Indonesia wajib membuat laporan pertanggungjawaban kepada Pemerintah.
 

Pasal 13
 

(1)

Menteri menunjuk Bank Indonesia sebagai agen untuk melaksanakan lelang Surat Perbendaharaan Negara di Pasar Perdana.

(2)

Menteri dapat menunjuk Bank Indonesia sebagai agen untuk melaksanakan lelang Obligasi Negara di Pasar Perdana.

(3)

Ketentuan mengenai metode lelang, jadwal pelaksanaan lelang, kriteria peserta lelang, dan hasil akhir lelang ditetapkan oleh Menteri.
 

Pasal 14
 

Menteri dapat menunjuk Bank Indonesia dan/atau pihak lain sebagai agen untuk melaksanakan pembelian dan penjualan Surat Utang Negara di Pasar Sekunder.
 

Pasal 15
 

Pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan Surat Utang Negara dilakukan oleh instansi pemerintah yang melakukan pengaturan dan pengawasan di bidang pasar modal.
 

BAB VI

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI

Pasal 16
 

(1)

Menteri wajib menyelenggarakan penatausahaan dan membuat pertanggungjawaban atas pengelolaan Surat Utang Negara dan dana yang dikelola.

(2)

Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan sebagai bagian dari pertanggungjawaban pelaksa-naan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
 

Pasal 17
 

Menteri wajib secara berkala memublikasikan informasi tentang:
 

a.

kebijakan pengelolaan utang dan rencana penerbitan Surat Utang Negara yang meliputi perkiraan jumlah dan jadwal waktu penerbitan;

b.

jumlah Surat Utang Negara yang beredar beserta komposisinya, termasuk jenis valuta, struktur jatuh tempo dan tingkat bunga.
 

Pasal 18

Tata cara penatausahaan, pertanggungjawaban, dan publikasi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
 

BAB VII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 19
 

(1)

Setiap orang yang meniru Surat Utang Negara atau memalsukan Surat Utang Negara dengan maksud memperdagangkan atau dengan sengaja memperdagangkan Surat Utang Negara tiruan atau Surat Utang Negara palsu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

(2)

Setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan Surat Utang Negara tidak berdasarkan Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah).
 

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 20
 

Surat Utang atau Obligasi Negara yang telah diterbitkan oleh Pemerintah dalam rangka:
 

a.

program rekapitalisasi bank umum;

b.

pinjaman luar negeri dalam bentuk surat utang atau obligasi;

c.

pinjaman dalam negeri dalam bentuk surat utang;

d.

pembiayaan kredit program;
 

dinyatakan sah dan tetap berlaku sampai dengan saat jatuh tempo.
 

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21
 

Dengan berlakunya Undang-undang ini, ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur penerbitan Surat Utang dan/atau Obligasi Negara sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku.
 

Pasal 22
 

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
 

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 22 Oktober 2002

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 22 Oktober 2002

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 110

Penjelasan .................