PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
TATA CARA PENGHAPUSAN
PIUTANG NEGARA/DAERAH
I. |
UMUM |
||||||
|
Pengelolaan keuangan negara dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara, dapat
menimbulkan hak Pemerintah Pusat/Daerah, yang di dalamnya termasuk Piutang
Negara/Daerah. Piutang-piutang tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan negara dengan melaksanakan kaidah-kaidah administrasi
keuangan negara, terutama yang mencerminkan prinsip-prinsip akuntabilitas,
profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan dalam pengelolaan
keuangan negara. |
||||||
|
Oleh
PUPN, Piutang Negara/Daerah yang telah diserahkan pengurusannya tersebut,
akan diurus dengan proses dan tahapan sebagaimana yang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara
berikut peraturan pelaksanaannya. |
||||||
a. |
Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utangnya; dan |
||||||
|
b. |
Barang jaminan tidak ada, telah dicairkan, tidak lagi mempunyai nilai ekonomis, atau bermasalah yang sulit diselesaikan. |
|||||
|
Pengelolaan Piutang Negara/Daerah yang menganut prinsip-prinsip pemerintahan
yang baik, juga mengikuti sistem akuntansi sesuai standar akuntansi keuangan
yang berlaku. Berdasarkan standar akuntansi tersebut, dalam pengelolaan
piutang dimungkinkan adanya penghapusan piutang dari pembukuan dengan tidak
menghapuskan hak tagih Negara (didefinisikan sebagai penghapusbukuan secara
bersyarat). |
||||||
|
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, bahwa kewenangan penyelesaian Piutang Negara/Daerah diatur untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Piutang Negara/Daerah. Agar kewenangan tersebut dapat terselenggara dengan baik, perlu diatur ketentuan tentang tata cara penghapusan Piutang Negara/Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Berkenaan dengan itu, maka dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. |
||||||
II. |
PASAL DEMI PASAL |
||||||
Pasal 1 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 2 |
|||||||
Ayat (1) |
|||||||
Contoh Piutang Negara yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam Undang-Undang adalah Piutang Pajak. |
|||||||
Ayat (2) |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Ayat (3) |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 3 |
|||||||
Ayat (1) |
|||||||
Peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini di bidang pengurusan Piutang Negara adalah Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara berikut peraturan pelaksanaannya. Sesuai dengan amanat Pasal 14 Undang-Undang tersebut, peraturan pelaksanaan Undang-Undang tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
|||||||
Ayat (2) |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Ayat (3) |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 4 |
|||||||
Ayat (1) |
|||||||
Batasan nilai Piutang Negara yang dapat dihapuskan secara bersyarat adalah per Penanggung Utang. Dalam hal di dalam perjanjian/peraturan/hal lain yang menjadi dasar terjadinya Piutang Negara, diatur bahwa Penanggung Utang (misalnya Koperasi) wajib menyalurkan kredit kepada para anggotanya, maka nilai Piutang Negara yang dapat dihapuskan secara bersyarat adalah per anggota Penanggung Utang. |
|||||||
Ayat (2) |
|||||||
Piutang Negara dalam satuan mata uang asing tidak perlu dikonversi menjadi satuan mata uang Rupiah. Namun demikian, nilai Piutang Negara dimaksud yang dapat dihapuskan secara bersyarat adalah nilai yang setara dengan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|||||||
Pasal 5 |
|||||||
Ayat (1) |
|||||||
Batasan nilai Piutang Daerah yang dapat dihapuskan secara bersyarat oleh Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing adalah per Penanggung Utang. Dalam hal di dalam perjanjian/peraturan/ hal lain yang menjadi dasar terjadinya Piutang Daerah, diatur bahwa Penanggung Utang (misalnya Koperasi) wajib menyalurkan kredit kepada para anggotanya, maka nilai Piutang Daerah yang dapat dihapuskan secara bersyarat adalah per anggota Penanggung Utang. |
|||||||
Ayat (2) |
|||||||
Piutang Daerah dalam satuan mata uang asing tidak perlu dikonversi menjadi satuan mata uang Rupiah. Namun demikian, nilai Piutang Daerah dimaksud yang dapat dihapuskan secara bersyarat adalah nilai yang setara dengan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|||||||
Pasal 6 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 7 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 8 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 9 |
|||||||
Ayat (1) |
|||||||
Batasan nilai Piutang Negara yang dapat dihapuskan secara mutlak adalah per Penanggung Utang. Dalam hal di dalam perjanjian/peraturan/hal lain yang menjadi dasar terjadinya Piutang Negara, diatur bahwa Penanggung Utang (misalnya Koperasi) wajib menyalurkan kredit kepada para anggotanya, maka nilai Piutang Negara yang dapat dihapuskan secara mutlak adalah per anggota Penanggung Utang. |
|||||||
Ayat (2) |
|||||||
Piutang Negara dalam satuan mata uang asing tidak perlu dikonversi menjadi satuan mata uang Rupiah. Namun demikian, nilai Piutang Negara dimaksud yang dapat dihapuskan secara mutlak adalah nilai yang setara dengan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|||||||
Pasal 10 |
|||||||
Ayat (1) |
|||||||
Batasan nilai Piutang Daerah yang dapat dihapuskan secara mutlak oleh Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing adalah per Penanggung Utang. Dalam hal di dalam perjanjian/peraturan/ hal lain yang menjadi dasar terjadinya Piutang Daerah, diatur bahwa Penanggung Utang (misalnya Koperasi) wajib menyalurkan kredit kepada para anggotanya, maka nilai Piutang Daerah yang dapat dihapuskan secara mutlak adalah per anggota Penanggung Utang. |
|||||||
Ayat (2) |
|||||||
Piutang Daerah dalam satuan mata uang asing tidak perlu dikonversi menjadi satuan mata uang Rupiah. Namun demikian, nilai Piutang Daerah dimaksud yang dapat dihapuskan secara mutlak adalah nilai yang setara dengan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|||||||
Pasal 11 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 12 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 13 |
|||||||
Piutang Negara/Daerah yang telah dihapuskan secara bersyarat dari pembukuan tetap dikelola dan diupayakan penyelesaiannya. Dalam hal upaya-upaya penyelesaian tersebut tidak berhasil, dan syarat sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b terpenuhi, sisa piutang Negara/Daerah dapat dihapuskan secara mutlak. |
|||||||
Huruf a |
|||||||
Usul Penghapusan Secara Mutlak atas Piutang Negara/Daerah diajukan setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak Piutang Negara/Daerah dimaksud dihapuskan secara bersyarat dari pembukuan. |
|||||||
Huruf b |
|||||||
Pihak
yang meminta keterangan dari Aparat/Pejabat yang berwenang adalah: |
|||||||
1) |
pihak Kementerian Negara/Lembaga yang mengelola piutang kementerian negara/lembaga yang bersangkutan; dan |
||||||
2) |
pihak badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan yang mengelola piutang Instansi Pemerintah Daerah yang bersangkutan. |
||||||
Pasal 14 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 15 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 16 |
|||||||
Ayat (1) |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Ayat (2) |
|||||||
Huruf a |
|||||||
Sebagai contoh, pelayanan di sektor air minum dan kebersihan/ persampahan. |
|||||||
Huruf b |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Huruf c |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Ayat (3) |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Ayat (4) |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 17 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 18 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 19 |
|||||||
Termasuk di dalam pengertian Perusahaan Negara/Daerah antara lain adalah badan usaha yang dimiliki negara/daerah dan berbentuk Perseroan atau Perusahaan Umum. |
|||||||
Pasal 20 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
Pasal 21 |
|||||||
Pasal 22 |
|||||||
Cukup jelas |
|||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4488 |