PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 44 TAHUN 2005

TENTANG


TATA CARA PENYERTAAN DAN PENATAUSAHAAN MODAL
NEGARA PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN
PERSEROAN TERBATAS

 

UMUM

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditegaskan bahwa salah satu tujuan yang harus diwujudkan oleh negara adalah meningkatkan kesejahteraan umum. Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut, maka Pemerintah berkewajiban untuk menciptakan perkembangan perekonomian negara antara lain dengan cara menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Kewajiban tersebut dapat dilakukan sendiri oleh Pemerintah, baik melalui instansi Pemerintah maupun badan usaha yang dibentuk oleh Pemerintah, dan dapat pula dilakukan oleh masyarakat.

Untuk mewujudkan kesejahteraan umum melalui badan usaha, maka Pemerintah melakukan Penyertan Modal Negara untuk mendirikan Badan Usaha Milik Negara. Selanjutnya untuk menyelamatkan perekonomian nasional, Pemerintah dapat pula melakukan Penyertaan Modal Negara ke dalam Perseroan Terbatas yang di dalamnya belum terdapat saham milik negara. Penyertaan Modal Negara seperti ini dilakukan oleh Pemerintah dengan mengeluarkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Untuk memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha BUMN dan Perseroan Terbatas, Pemerintah dapat pula melakukan penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam BUMN dan Perseroan terbatas tersebut yang dananya dapat berasal dari APBN, konversi cadangan perusahaan dan sumber lainnya, seperti keuntungan revaluasi aset dan agio saham.

Disamping negara dapat melakukan penambahan penyertaan modal, negara juga dapat melakukan pengurangan penyertaan modal pada BUMN dan Perseroan Terbatas antara lain dengan melakukan penjualan saham milik negara pada Persero dan Perseroan Terbatas.

Dalam rangka upaya untuk mewujudkan tertib administrasi dan tertib hukum dalam setiap Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, maka perlu melakukan penatausahaan untuk mengetahui posisi modal negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Mengingat modal negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas merupakan bagian dari kekayaan yang dikenal sebagai kekayaan negara yang dipisahkan, maka penatausahaannya dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku menteri yang mempunyai kewenangan melakukan penatausahaan kekayaan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

 

Cukup jelas

Pasal 2

 

Ayat (1)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (2)

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Huruf b

 

 

 

Termasuk dalam pengertian ini adalah proyek yang dikelola oleh BUMN maupun instansi Pemerintah. Penetapan proyek tersebut menjadi Penyertaan Modal Negara harus dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan BUMN dan hasil kajian, yang nilainya ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan, Menteri dan Menteri Teknis yang bersangkutan. Dalam rangka perhitungan atas nilai aset eks proyek tersebut, Menteri Keuangan dapat menunjuk penilai independen untuk melakukan penilaian dimaksud yang biayanya dibebankan kepada BUMN yang bersangkutan tanpa mengurangi nilai aset.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Huruf d

 

 

 

Yang dimaksud dengan "aset-aset negara lainnya°" adalah aset negara yang tidak termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c ayat ini. Apabila aset negara lainnya yang akan dijadikan Penyertaan Modal Negara belum direncanakan dalam APBN, maka pelaksanaannya harus mengikuti mekanisme APBN. Yang dimaksud dengan mekanisme APBN dalam hal ini adalah pencatatan nilai aset dimaksud dalam APBN sebagai penerimaan dan sekaligus dikeluarkan sebagai Penyertaan Modal Negara.

 

Ayat (3)

 

 

Yang dimaksud dengan "keuntungan revaluasi asset" adalah selisih revaluasi aset yang berakibat naiknya nilai aset. Sedangkan yang dimaksud dengan agio saham adalah selisih lebih dari penjualan saham dengan nilai nominalnya.

Pasal 3

 

Ayat (1)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

Pasal 4

 

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara antara lain adalah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan peraturan pelaksanaannya.

Pasal 5

 

Cukup jelas

Pasal 6

 

Ketentuan ini sebagai amanat Pasal 24 ayat (7) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Pasal 7

 

Cukup jelas

Pasal 8

 

Cukup jelas

Pasal 9

 

Ayat (1)

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas

 

 

Huruf d

 

 

 

Restrukturisasi yang dimaksud adalah restrukturisasi untuk memperbaiki struktur permodalan, seperti kuasi reorganisasi, dan pengurangan persentase kepemilikan saham oleh negara sebagai akibat pengeluaran saham baru yang tidak diambil bagian oleh negara (dilusi).

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (3)

 

 

Cukup jelas

Pasal 10

 

Ayat (1)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (2)

 

 

Sejalan dengan ayat (3) pasal ini, dalam hal inisiatif berasal dari Menteri atau Menteri Teknis, maka inisiatif tersebut disampaikan kcpada Menteri Keuangan untuk dikoordinasikan pengkajiannya.

 

Ayat (3)

 

 

Koordinasi dilakukan oleh menteri Keuangan sehubungan dengan kedudukannya selaku bendahara umum negara.

 

Ayat (4)

 

 

Keterlibatan menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain tergantung kompleksitas aset yang akan dijadikan sebagai penyertaan dan penambahan Penyertaan Modal Negara serta keterkaitannya dengan kebijakan sektoral yang meliputi kewenangan menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain tersebut.

Pasal 11

 

Usul Penyertaan Modal Negara dalam rangka pendirian BUMN dan Penyertaan pada Perseroan Terbatas yang di dalamnya belum terdapat saham milik Negara, disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan, hasil kajian dan rancangan peraturan pemerintah tentang Penyertaan Modal Negara dimaksud.

Pasal 12

 

Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta peraturan pelaksanaannya.

Pasal 13

 

Cukup jelas

Pasal 14

 

Ayat (1)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (2)

 

 

Sejalan dengan ayat (3) Pasal ini, dalam hal inisiatif penambahan Penyertaan Modal Negara berasal dari Menteri Keuangan atau Menteri Teknis, maka inisiatif tersebut disampaikan kepada Menteri untuk dikoordinasikan pengkajiannya.

 

Ayat (3)

 

 

Koordinasi pengkajian atas rencana penambahan Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas dilakukan oleh Menteri didasarkan atas pertimbangan bahwa tindakan tersebut merupakan kegiatan restrukturisasi yang menjadi kewenangan Menteri selaku wakil Pemerintah sebagai pemegang saham/pemilik modal.

 

Ayat (4)

 

 

Keterlibatan Menteri Teknis dan/atau menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain tergantung kompleksitas aset yang akan dijadikan sebagai penambahan Penyertaan Modal Negara serta keterkaitannya dengan kebijakan sektoral yang menjadi kewenangan Menteri Teknis dan/atau menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain tersebut.

Pasal 15

 

Usul penambahan Penyertaan Modal Negara yang disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan, hasil kajian, dan rancangan peraturan pemerintah tentang penyertaan dan penambahan Penyertaan Modal Negara dimaksud.

Pasal 16

 

Cukup jelas

Pasal 17

 

Cukup jelas

Pasal 18

 

Ayat (1)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (2)

 

 

Sejalan dengan ayat (3) pasal ini, dalam hal inisiatif pengurangan Penyertaan Modal Negara berasal dari Menteri Keuangan, maka inisiatif tersebut disampaikan kepada Menteri untuk dikoordinasikan pengkajiannya.

 

Ayat (3)

 

 

Koordinasi pengkajian atas rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara dilakukan oleh Menteri didasarkan atas pertimbangan bahwa tindakan tersebut merupakan kegiatan restrukturisasi yang menjadi kewenangan Menteri selaku wakil Pemerintah sebagai pemegang saham/pemilik modal.

 

Ayat (4)

 

 

Cukup jelas

Pasal 19

 

Usul pengurangan Penyertan Modal Negara yang disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbanan, hasil kajian, dan rancangan peraturan pemerintah tentang pengurangan Penyertaan Modal Negara dimaksud.

Pasal 20

 

Cukup jelas

Pasal 21

 

Cukup jelas

Pasal 22

 

Ayat (1)

 

 

Termasuk dalam pengertian pengurangan Penyertaan Modal Negara adalah perubahan struktur kepemilikan saham sebagai akibat pengeluaran saham baru yang tidak diambil bagian oleh negara (dilusi).

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (3)

 

 

Dalam hal pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Perseroan Terbatas, maka pelaksanaan terhadap keputusan RUPS oleh Perseroan Terbatas tersebut mengikuti mekanisme korporasi, sehingga tidak perlu menunggu/tergangung pada terbitnya peraturan pemerintah penetapannya. Namun demikian, peraturan pemerintah tersebut tetap diterbitkan dalam rangka tertib administrasi penatausahaan Penyertaan Modal Negara.

Pasal 23

 

Cukup jelas

Pasal 24

 

Ayat (1)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (3)

 

 

Yang dimaksud dengan "alasannya" antara lain berupa jaminan bahwa Perum akan memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada kreditor.

 

Ayat (4)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (5)

 

 

Cukup jelas

Pasal 25

 

Ketentuan mengenai pelaporan dalam Pasal ini dikecualikan terhadap Penyertaan Modal Negara dalam rangka pendirian BUMN atau penyertaan yang dilakukan sendiri oleh Menteri Keuangan.

Pasal 26

 

Dalam melakukan penatausahaan, Menteri Keuangan menggunakan nilai pernyataan berdasarkan dokumen-dokumen legal Penyertaan Modal Negara berupa Peraturan Pemerintah atau keputusan Menteri Keuangan (jika penetapan besarnya nilai penyertaan didelegasikan kepada Menteri Keuangan) dan keputusan RUPS atau Menteri tentang Penyertaan Modal Negara.

Pasal 27

 

Cukup jelas.

         
 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4555