PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR   24  TAHUN  2007


TENTANG


PENANGGULANGAN BENCANA

 

I.

UMUM

 

Alenia ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Republi Indonesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi dan keadilan sosial.

 

Sebagai Implementasi dari amanat tersebut dilaksanakan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera yang senantiasa memperhatikan hak atas penghidupan dan perlindungan bagi setiap warga negaranya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.

 

Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris katulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam yang memiliki berbagai keunggulan, namun dipihak lain posisinya berada dalam wilayah yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang rawan terhadap terjadinya bencana dengan frekwensi yang cukup tinggi, sehingga memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi.

 

Potensi penyebab bencana diwilayah negara kesatuan Indonesia dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

 

Bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa.

 

Bencana nonalam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan.

 

Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi.

 

Penanggulangan Bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yaitu serangkaian kegiatan Penanggulangan Bencana sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Selama ini masih dirasakan adanya kelemahan baik dalam pelaksanaan Penaggulangan Bencana maupun yang terkait dengan landasan hukumnya. Karena belum ada Undang-undang yang secara khusus menangani bencana.

 

Mencermati hal-hal tersebut diatas dan dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, disusunlah Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana yang pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.

Materi muatan Undang-undang ini berisikan ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut :

 

1.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.

 

2.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap tanggap darurat dilaksanakan sepenuhnya oleh badan nasional penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana daerah. Badan penanggulangan bencana tersebut terdiri dari unsur pengarah dan unsur pelaksana. Badan nasional penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangannya.

 

3.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, mendapatkan pelindungan sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

 

4.

Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga internasional.

 

5.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masing-masing tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda.

 

6.

Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain didukung dana APBN dan APBD juga disediakan dana siap pakai dengan pertanggungjawaban melalui mekanisme khusus.

 

7.

Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada setiap tahapan bencana, agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana penanggulangan bencana.

 

8.

Untuk menjamin ditaatinya undang-undang ini dan sekaligus memberikan efek jera terhadap para pihak, baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan sehingga menyebabkan terjadinya bencana yang menimbulkan kerugian, baik terhadap harta benda maupun matinya orang, menghambat kemudahan akses dalam kegiatan penanggulangan bencana, dan penyalahgunaan pengelolaan sumber daya bantuan bencana dikenakan sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda, dengan menerapkan pidana minimum dan maksimum.

 

Dengan materi muatan sebagaimana disebutkan diatas, Undang-Undang ini diharapkan dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat dilaksanakan secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu.

II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" termanifestasi dalam penanggulangan bencana sehingga undang-undang ini memberikan pelindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia, harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

Huruf b

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan"asas keadilan" adalah bahwa setiap materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

Huruf c

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan" adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

Huruf d

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan" adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana mencerminkan keseimbangan kehidupan sosial dan lingkungan.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas keselarasan" adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana mencerminkan keselarasan tata kehidupan dan lingkungan.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas keserasian" adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana mencerminkan keserasian lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.

Huruf e

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

Huruf f

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah bahwa penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat yang dilakukan secara gotong royong.

Huruf g

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas kelestarian lingkungan hidup" adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana mencerminkan kelestarian lingkungan untuk generasi sekarang dan untuk generasi yang akan datang demi kepentingan bangsa dan negara.

Huruf h

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas ilmu pengetahuan dan teknologi" adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal sehingga mempermudah dan mempercepat proses penanggulangan bencana, baik pada tahap pencegahan, pada saat terjadi bencana, maupun pada tahap pascabencana.

Ayat (2)

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip cepat dan tepat" adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.

Huruf b

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip prioritas" adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.

Huruf c

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip koordinasi" adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip keterpaduan" adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.

Huruf d

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip berdaya guna" adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip berhasil guna" adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.

Huruf e

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip transparansi" adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip akuntabilitas" adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "prinsip nondiskriminasi" adalah bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun.

Huruf i

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "nonproletisi" adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

 

 

Yang dimaksud dengan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Pasal 6

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

 

 

 

Yang dimaksud dengan dana "siap pakai" adalah bahwa dana pemerintah yang dicadangkan merupakan dana siap pakai apabila terjadi bencana.

Huruf g

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

 

 

 

 

Pengendalian dalam proses ini termasuk pemberian izin pengumpulan uang atau barang yang bersifat nasional menjadi kewenangan Menteri Sosial.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

 

 

 

Unsur Pengarah terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat profesional dalam jumlah yang seimbang dan proporsional.

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan fungsi koordinasi adalah melakukan koordinasi pada tahap prabencana dan pascabencana, sedangkan yang dimaksud dengan fungsi komando dan pelaksana adalah fungsi yang dilaksanakan pada saat tanggap darurat.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Huruf a

 

 

 

 

Keanggotaan unsur pengarah mengacu pada keanggotaan unsur pengarah pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

 

 

 

Pengendalian dalam ketentuan ini termasuk pemberian izin pengumpulan uang dan barang yang dilakukan oleh gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan lingkup kewenangannya.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan masyarakat rentan bencana adalah anggota masyarakat yang membutuhkan bantuan karena keadaan yang di sandangnya di antaranya masyarakat lanjut usia, penyandang cacat, anak-anak, serta ibu hamil dan menyusui.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

 

 

 

Yang dimaksud dengan "analisis risiko bencana" adalah kegiatan penelitian dan studi tentang kegiatan yang memungkinkan terjadinya bencana.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

 

 

 

Yang dimaksud dengan kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan bencana adalah kegiatan pembangunan yang memungkinkan terjadinya bencana, antara lain pengeboran minyak bumi, pembuatan senjata nuklir, pembuangan limbah, eksplorasi tambang, dan pembabatan hutan.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Yang dimaksud dengan "kegiatan keantariksaan" adalah kegiatan yang berkaitan dengan ruang angkasa yang menimbulkan bencana, antara lain, peluncuran satelit dan eksplorasi ruang angkasa.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR