PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 78 TAHUN 2007

 

TENTANG


TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN
PENGGABUNGAN DAERAH

 

I.

UMUM

 

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya.

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

 

Pembentukan daerah dapat berupa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih, atau penggabungan bagian daerah yang bersandingan, atau penggabungan beberapa daerah.

 

Proses pembentukan daerah didasari pada 3 (tiga) persyaratan, yakni administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

 

1.

Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat setempat untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan melakukan kajian daerah terhadap rencana pembentukan daerah.

 

2.

Persyaratan secara teknis didasarkan pada faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Adapun faktor lain tersebut meliputi pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan.

 

3.

Persyaratan fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

 

Dengan persyaratan dimaksud diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Dalam pembentukan daerah, tidak boleh mengakibatkan daerah induk menjadi tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, dengan demikian baik daerah yang dibentuk maupun daerah induknya harus mampu menyelenggarakan otonomi daerah, sehingga tujuan pembentukan daerah dapat terwujud. Dengan demikian dalam usulan pembentukan dilengkapi dengan kajian daerah. Kajian daerah ini merupakan hasil kajian Tim yang dibentuk oleh kepala daerah yang bersangkutan untuk menilai kelayakan pembentukan daerah otonom baru secara obyektif yang memuat penilaian kuantitatif terhadap faktor-faktor teknis. Penilaian kuantitatif ini dilengkapi dengan proyeksi faktor-faktor dominan (kependudukan, potensi daerah, kemampuan ekonomi dan kemampuan keuangan) selama 10 (sepuluh) tahun dan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Induk serta penilaian kualitatif terhadap faktor lainnya yang memiliki karakteristik tersendiri antara lain potensi sumber daya alam yang belum tergali, kondisi etnik, potensi konflik dan historis.

 

Pemerintah berkewajiban melakukan penelitian terhadap setiap usulan pembentukan daerah serta melakukan pembinaan, fasilitasi, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom baru baik provinsi maupun kabupaten/kota. Gubernur provinsi induk bersama Menteri berkewajiban memfasilitasi penyelenggaraan pemerintahan di provinsi yang baru dibentuk, sedangkan bupati kabupaten induk bersama gubernur berkewajiban memfasilitasi penyelenggaraan pemerintahan di kabupaten/kota yang baru dibentuk agar dapat berjalan dengan optimal.

 

Daerah otonom dapat dihapus, apabila daerah yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

   

Cukup jelas.

 

Pasal 2

   

Cukup jelas.

 

Pasal 3

   

Cukup jelas.

 

Pasal 4

   

Cukup jelas.

 

Pasal 5

   

Ayat (1)

     

Huruf a

       

Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi, ditetapkan berdasarkan rapat paripurna yang memuat :

       

1.

Persetujuan kesediaan kabupaten/kota menjadi cakupan wilayah calon provinsi;

       

2.

Persetujuan nama calon provinsi;

       

3.

Persetujuan lokasi calon ibukota;

       

4.

Persetujuan pengalokasian dukungan dana dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan calon provinsi untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom; dan

       

5.

Persetujuan pengalokasian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di provinsi baru.

     

Huruf b

       

Keputusan masing-masing bupati/walikota dari kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi yang memuat :

       

1.

Persetujuan kesediaan kabupaten/kota menjadi cakupan wilayah calon provinsi;

       

2.

Persetujuan nama calon provinsi;

       

3.

Persetujuan lokasi calon ibukota;

       

4.

Persetujuan pengalokasian dukungan dana dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan calon provinsi untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom;

       

5.

Persetujuan pengalokasian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di provinsi baru;

       

6.

Persetujuan kesediaan menyerahkan sebagian aset kabupaten/kota yang dibutuhkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan provinsi baru; dan

       

7.

Persetujuan memindahkan sebagian personil yang dibutuhkan provinsi baru.

     

Huruf c

       

Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi yang ditetapkan berdasarkan rapat paripurna yang memuat:

       

1.

Persetujuan pelepasan kabupaten/kota yang menjadi cakupan wilayah calon provinsi;

       

2.

Persetujuan nama calon provinsi;

       

3.

Persetujuan lokasi calon ibukota;

       

4.

Persetujuan pemberian hibah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan calon provinsi untuk j angka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom;

       

5.

Persetujuan pengalokasian pembiayaan untuk penyelenggaraan pemerintahan calon provinsi untuk jangka waktu sampai dengan disahkannya APBD provinsi baru; dan

       

6.

Persetujuan penyerahan kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai berupa barang bergerak dan tidak bergerak, personil, dokumen, dan hutang piutang provinsi, yang akan dimanfaatkan oleh calon provinsi.

       

Aset provinsi berupa barang yang tidak bergerak dan lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon provinsi wajib diserahkan seluruhnya kepada calon provinsi, sedangkan aset yang bergerak disesuaikan dengan kebutuhan calon provinsi.

       

Dokumen adalah bukti kepemilikan aset provinsi induk yang bergerak dan tidak bergerak yang akan diserahkan kepada calon provinsi.

       

Hutang dan piutang yang berhubungan dengan penyerahan kekayaan provinsi induk yang akan dimanfaatkan oleh calon provinsi menjadi tanggung jawab calon provinsi.

       

Pembentukan provinsi yang daerah induknya lebih dari satu, Keputusan DPRD provinsi dibuat oleh masing-masing DPRD provinsi induk.

     

Huruf d

       

Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon provinsi, memuat:

       

1.

Persetujuan nama calon provinsi;

       

2.

Persetujuan lokasi calon ibukota;

       

3.

Persetujuan pelepasan kabupaten/kota menjadi cakupan wilayah calon provinsi;

       

4.

Persetujuan pengalokasian pembiayaan untuk penyelenggaraan pemerintahan calon provinsi untuk jangka waktu sampai dengan disahkannya APBD provinsi baru; dan

       

5.

Persetujuan pemberian hibah dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di provinsi baru;

       

6.

Persetujuan penyerahan kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai berupa barang bergerak dan tidak bergerak, personil, dokumen, dan hutang piutang provinsi, yang akan dimanfaatkan oleh calon provinsi.

         

Aset provinsi berupa barang yang tidak bergerak dan lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon provinsi wajib diserahkan seluruhnya kepada calon provinsi, sedangkan aset yang bergerak disesuaikan dengan kebutuhan calon provinsi.

         

Dokumen adalah bukti kepemilikan aset provinsi induk yang bergerak dan tidak bergerak yang akan diserahkan kepada calon provinsi.

         

Hutang dan piutang yang berhubungan dengan penyerahan kekayaan provinsi induk yang akan dimanfaatkan oleh calon provinsi menjadi tanggungjawab calon provinsi.

         

Pembentukan provinsi yang daerah induknya lebih dari satu, keputusan gubernur dibuat oleh masing-masing gubernur dari provinsi induk.

     

Huruf e

       

Rekomendasi Menteri ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terhadap usulan pembentukan provinsi yang dilakukan oleh Tim yang dibentuk Menteri. Tim dimaksud dapat bekerja sama dengan lembaga independen atau perguruan tinggi.

   

Ayat (2)

     

Huruf a

       

Keputusan DPRD kabupaten/kota induk yang ditetapkan berdasarkan rapat paripurna tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota yang memuat :

       

1.

Persetujuan nama calon kabupaten/kota;

       

2.

Persetujuan lokasi calon ibukota;

       

3.

Persetujuan pelepasan kecamatan menjadi cakupan wilayah calon kabupaten/kota;

       

4.

Persetujuan pemberian hibah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan calon kabupaten/kota untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom;

       

5.

Persetujuan pemberian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di daerah otonom baru;

       

6.

Persetujuan penyerahan kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai berupa barang bergerak dan tidak bergerak, personil, dokumen dan hutang piutang kabupaten/kota, yang akan dimanfaatkan oleh calon kabupaten/kota.

         

Aset kabupaten/kota berupa barang yang tidak bergerak dan lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon kabupaten/kota wajib diserahkan seluruhnya kepada calon kabupaten/kota, sedangkan aset yang bergerak disesuaikan dengan kebutuhan calon kabupaten/ kota.

         

Dokumen adalah bukti kepemilikan aset kabupaten/kota induk yang bergerak dan tidak bergerak yang akan diserahkan kepada calon kabupaten/kota.

         

Hutang dan piutang yang berhubungan dengan penyerahan kekayaan kabupaten/kota induk yang akan dimanfaatkan oleh calon kabupaten/kota menjadi tanggung jawab calon kabupaten/kota.

       

7.

Persetujuan penyerahan sarana prasarana perkantoran yang akan dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang berada dalam cakupan wilayah calon kota, dari kabupaten induk kepada kota yang akan dibentuk.

         

Adapun aset lainnya berupa tanah dan/atau bangunan milik kabupaten induk yang bukan untuk pelayanan publik yang berada dalam cakupan wilayah calon kota dapat dilakukan pelepasan hak dengan ganti rugi atau tukar menukar untuk membangun sarana prasarana di ibukota kabupaten induk yang baru; dan

       

8.

Penetapan lokasi ibukota kabupaten induk yang baru apabila lokasi ibukota kabupaten induk menjadi cakupan wilayah kota yang akan dibentuk.

         

Pembentukan kabupaten/kota yang daerah induknya lebih dari satu, keputusan DPRD kabupaten/kota dibuat oleh masing- masing DPRD kabupaten/kota induk.

     

Huruf b

       

Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota yang memuat :

       

1.

Persetujuan nama calon kabupaten/kota;

       

2.

Persetujuan lokasi calon ibukota;

       

3.

Persetujuan pelepasan kecamatan menjadi cakupan wilayah calon kabupaten/kota;

       

4.

Persetujuan pemberian hibah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan calon kabupaten/kota untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom;

       

5.

Persetujuan pemberian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di daerah otonom baru;

       

6.

Persetujuan penyerahan kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai berupa barang bergerak dan tidak bergerak, personil, dokumen dan hutang piutang kabupaten/kota, yang akan dimanfaatkan oleh calon kabupaten/kota.

         

Aset kabupaten/kota berupa barang yang tidak bergerak dan lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon kabupaten/kota wajib diserahkan seluruhnya kepada calon kabupaten/kota, sedangkan aset yang bergerak disesuaikan dengan kebutuhan calon kabupaten/ kota.

         

Dokumen adalah bukti kepemilikan aset kabupaten/kota induk yang bergerak dan tidak bergerak yang akan diserahkan kepada calon kabupaten/kota.

         

Hutang dan piutang yang berhubungan dengan penyerahan kekayaan kabupaten/kota induk yang akan dimanfaatkan oleh calon kabupaten/kota menjadi tanggung jawab calon kabupaten/kota.

       

7.

Penetapan lokasi ibukota kabupaten induk yang baru apabila lokasi ibukota kabupaten induk menjadi cakupan wilayah kota yang akan dibentuk;

         

Pembentukan kabupaten/kota yang daerah induknya lebih dari satu, keputusan bupati/walikota dibuat oleh masing-masing bupati/ walikota dari kabupaten/kota induk.

     

Huruf c

       

Keputusan DPRD provinsi yang ditetapkan berdasarkan rapat paripurna tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota yang memuat :

       

1.

Persetujuan pemberian bantuan dana untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan calon kabupaten/kota untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai kabupaten/kota;

       

2.

Persetujuan pemberian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di kabupaten/kota;

       

3.

Persetujuan nama calon kabupaten/kota, cakupan wilayah calon kabupaten/kota dan calon ibukota kabupaten; dan

       

4.

Persetujuan pelepasan aset provinsi berupa sarana perkantoran yang dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di wilayah kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi.

 

 

 

 

 

Adapun aset lainnya berupa tanah dan/atau bangunan yang bukan untuk pelayanan publik dapat dilakukan pelepasan hak dengan ganti rugi atau tukar menukar.

     

Huruf d

       

Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota yang memuat :

       

1.

Persetujuan pemberian bantuan dana untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan calon kabupaten/kota untuk jangka waktu paling kurang 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai kabupaten/kota;

       

2.

Persetujuan pemberian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di kabupaten/kota;

       

3.

Persetujuan nama calon kabupaten/kota, cakupan wilayah calon kabupaten/kota dan calon ibukota kabupaten; dan

       

4.

Persetujuan memindahkan personil dari provinsi dan berkoordinasi dengan Pemerintah, gubernur dan bupati/walikota terhadap personil di wilayah kerjanya yang akan dipindahkan ke kabupaten/kota yang baru dibentuk.

     

Huruf e

       

Rekomendasi Menteri ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terhadap usulan pembentukan kabupaten/kota yang dilakukan oleh Tim yang dibentuk Menteri. Tim dimaksud dapat bekerja sama dengan lembaga independen atau perguruan tinggi.

   

Ayat (3)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "aspirasi sebagian besar masyarakat setempat" adalah aspirasi yang disampaikan secara tertulis yang dituangkan ke dalam Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan.

 

 

 

Keputusan tersebut ditandatangani oleh Ketua BPD dan Ketua Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain. Jumlah keputusan Badan Permusyawaratan Desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain tersebut harus mencapai lebih 2/3 (duapertiga) dari jumlah Badan atau Forum tersebut yang ada dimasing-masing wilayah yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi atau kabupaten/kota.

     

Keputusan Badan Permusyawaratan Desa atau nama lain dan Keputusan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain adalah sebagai lampiran yang merupakan satu kesatuan dari keputusan DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi atau kabupaten/kota.

   

Ayat (4)

     

Cukup jelas.

 

Pasal 6

   

Ayat (1)

 

 

 

Kemampuan ekonomi merupakan cerminan hasil kegiatan ekonomi dalam bentuk (1) PDRB per kapita; (2) Pertumbuhan ekonomi; dan(3) Kontribusi PDRB terhadap PDRB total.

 

 

 

Potensi daerah merupakan perkiraan penerimaan dari rencana pemanfaatan ketersediaan sumber daya buatan, sumber daya aparatur, serta sumber daya masyarakat yang akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik yang dapat diukur dengan (1) Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per 10.000 penduduk; (2) Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk; (3) Rasio pasar per 10.000 penduduk; (4) Rasio sekolah SD per penduduk usia SD; (5) Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP; (6) Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA; (7) Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk; (8) Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk; (9) Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor; (10) Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga; (11) Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor; (12) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas; (13) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas; dan (14) Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk.

 

 

 

Sosial budaya merupakan cerminan aspek sosial budaya yang diukur dengan (1) Rasio sarana peribadatan per 10.000 penduduk; (2) Rasio fasilitas lapangan olahraga per 10.000 penduduk; dan (3) Jumlah balai pertemuan.

 

 

 

Sosial politik merupakan cerminan aspek sosial politik yang diukur dengan (1) Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif penduduk yang mempunyai hak pilih; dan (2) Jumlah organisasi kemasyarakatan.

 

 

 

Kependudukan merupakan cerminan aspek penduduk yang diukur dengan (1) Jumlah Penduduk; dan (2) Kepadatan Penduduk. Luas daerah merupakan cerminan sumber daya lahan/daratan cakupan wilayah yang dapat diukur dengan (1) Luas wilayah keseluruhan; dan (2) Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan.

 

 

 

Pertahanan merupakan cerminan ketahanan wilayah yang dapat diukur dengan karakter wilayah dari aspek (1) Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah; dan (2) Karakteristik wilayah, dilihat dari sudut pandang pertahanan.

 

 

 

Keamanan merupakan cerminan aspek keamanan dan ketertiban daerah yang dapat diukur dengan Rasio jumlah personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk.

 

 

 

Kemampuan keuangan merupakan cerminan terhadap keuangan yang dapat diukur dengan (1) Jumlah PAD; (2) Rasio PDS terhadap Jumlah Penduduk dan (3) Rasio PDS terhadap PDRB.

 

 

 

Tingkat kesejahteraan masyarakat merupakan cerminan terhadap tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan masyarakat yang dapat diukur dengan indeks pembangunan manusia.

     

Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan merupakan cerminan terhadap kedekatan jarak ke lokasi calon ibukota yang dapat diukur dengan (1) Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten); dan (2) Rata-rata waktu perjalanan dari kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten).

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Penilaian syarat teknis dimaksud adalah penilaian dalam merekomendasikan suatu daerah menjadi daerah otonom dengan memperhatikan faktor - faktor yang dimiliki oleh daerah induk dan calon daerah yang akan dibentuk dan menitikberatkan pada faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 8

   

Cukup jelas.

 

Pasal 9

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Peta wilayah provinsi dibuat sesuai dengan kaidah pemetaan dari peta dasar nasional (peta topografi, peta rupa bumi, citra satelit, atau peta laut yang dibuat oleh instansi yang berwenang) dengan skala antara 1:250.000 sampai dengan 1:500.000.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Yang dimaksud lembaga teknis, yakni: Bakosurtanal, Direktorat Topografi TNI-AD untuk pembuatan peta wilayah daratan, dan Dinas Hidro Oseanografi TNI-AL untuk pembuatan peta wilayah kepulauan.

 

Pasal 10

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Peta wilayah kabupaten/kota dibuat sesuai dengan kaidah pemetaan dari peta dasar nasional (peta topografi, peta rupa bumi, citra satelit, atau peta laut yang dibuat oleh instansi yang berwenang) dengan skala antara 1: 00.000 sampai dengan 1:250.000 untuk pembentukan kabupaten; dan skala antara 1:25.000 sampai dengan 1:50.000 untuk pembentukan kota.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Yang dimaksud lembaga teknis, yakni: Bakosurtanal, Direktorat Topografi TNI-AD untuk pembuatan peta wilayah daratan, dan Dinas Hidro Oseanografi TNI-AL untuk pembuatan peta wilayah kepulauan.

 

Pasal 11

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "merupakan satu kesatuan wilayah" adalah suatu wilayah daerah yang tidak terpisahkan oleh cakupan wilayah daerah lain (enclave).

 

Pasal 12

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Hasil kajian daerah mengenai lokasi calon ibukota merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hasil kajian daerah tentang kelayakan pembentukan daerah.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 13

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "bangunan dan lahan" adalah bangunan permanen yang layak digunakan sebagai kantor pemerintahan daerah otonom baru, dan lahan dengan luas dan kondisi yang layak untuk halaman dan pertapakan bangunan perkantoran pemerintahan daerah otonom baru.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 14

 

 

Huruf a

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Forum Komunikasi Kelurahan" adalah forum antar pengurus RW atau nama lain yang berada dalam satu kelurahan.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 15

 

 

Huruf a

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Forum Komunikasi Kelurahan" adalah forum antar pengurus RW atau nama lain yang berada dalam satu kelurahan.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 16

 

 

Huruf a

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Forum Komunikasi Kelurahan" adalah forum antar pengurus RW atau nama lain yang berada dalam satu kelurahan.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf g

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf h

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 17

 

 

Huruf a

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Forum Komunikasi Kelurahan" adalah forum antar pengurus RW atau nama lain yang berada dalam satu kelurahan.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf g

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf h

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 18

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Dalam melakukan penelitian, Tim dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi atau lembaga lainnya.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 19

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 20

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 21

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 22

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Daerah yang dihapus dapat digabungkan kepada satu daerah otonom atau digabung kepada beberapa daerah otonom yang bersandingan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat.

 

Pasal 23

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 24

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 25

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Dalam rangka penghapusan dan penggabungan daerah, Pemerintah dapat melakukan pembinaan melalui pemberian insentif fiskal dan/atau insentif non- fiskal kepada dua atau lebih daerah otonom bersandingan yang bersedia bergabung membentuk satu daerah otonom baru.

 

 

 

Insentif fiskal adalah insentif yang diberikan dalam rangka meningkatkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

 

 

 

Insentif non-fiskal adalah insentif yang diberikan dalam bentuk dukungan teknis dan fasilitasi peningkatan kemampuan kelembagaan pemerintahan daerah, sumber daya manusia, kepegawaian daerah, pengelolaan keuangan daerah, dan pelayanan publik.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 26

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan provinsi" meliputi biaya untuk kajian daerah, penyusunan rencana induk penataan daerah, koordinasi penyiapan dan pengurusan persyaratan administrasi, pembuatan peta wilayah, koordinasi penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang- Undang, peresmian dan pelantikan penjabat daerah.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan kabupaten/kota" meliputi biaya untuk kajian daerah, penyusunan rencana induk penataan daerah, koordinasi penyiapan dan pengurusan persyaratan administrasi, pembuatan peta wilayah, koordinasi penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang, peresmian dan pelantikan penjabat daerah.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "dana yang diperlukan dalam rangka penghapusan dan penggabungan daerah" meliputi biaya untuk seluruh kegiatan sejak proses evaluasi dan pengkajian sampai dengan terbitnya Undang-Undang Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

 

Pasal 27

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 28

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 29

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 30

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 31

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 32

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 33

   

Cukup jelas.

 

Pasal 34

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 35

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 36

   

Cukup jelas.

 

Pasal 37

 

 

Cukup jelas.

           
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4791