MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 153/PMK.05/2008

TENTANG

PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI
PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI, REKENING DANA INVESTASI,
DAN REKENING PEMBANGUNAN DAERAH PADA PEMERINTAH DAERAH
 

MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka penyelesaian tunggakan pinjaman Pemerintah Daerah yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah, perlu upaya optimalisasi penyelesaian piutang negara pada Pemerintah Daerah;

 

 

b.

bahwa optimalisasi penyelesaian piutang negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pada Pemerintah Daerah pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pada Pemerintah Daerah;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

    3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); -

 

 

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4652);

 

 

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574);

 

 

7.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

 

 

8.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 346/ KMK.017/2000 tentang Pengelolaan Rekening Dana Investasi (RDI);

 

 

9.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/ PMK.06/ 2005 tentang Tambahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 346/ KMK.017/ 2000 tentang Pengelolaan Rekening Dana Investasi;

 

 

10.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347a/ KMK.017/2000 tentang Pengelolaan  Rekening Pembangunan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 221 / PMK.05/ 2007;

 

 

11.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/ PMK.07/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil Dalam Kaitannya dengan Pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat;

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI, REKENING DANA INVESTASI, DAN REKENING PEMBANGUNAN DAERAH PADA PEMERINTAH DAERAH.

 

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

 

Bagian Pertama
Pengertian

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

 

 

2.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan.

 

 

3.

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

 

4.

Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

 

 

5.

Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah propinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.

 

 

6.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

 

 

7.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

 

 

8.

Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat dan/ atau hak pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

 

 

9.

Bunga atau Biaya Administrasi dalam perjanjian pinjaman Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan Daerah, yang selanjutnya disebut Bunga, adalah beban yang timbul sebagai akibat atas penarikan pokok pinjaman sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian pinjaman.

 

 

10.

Denda adalah beban yang timbul akibat keterlambatan dan/ atau kekurangan pembayaran.

 

 

11.

Tunggakan adalah piutang negara yang tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo.

 

 

12.

Tunggakan Pokok adalah pokok pinjaman ditambah bunga yang dikapitalisasi yang tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo.

 

 

13.

Tunggakan Non Pokok adalah bunga yang tidak dikapitalisasi, biaya komitmen, dan Benda yang tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo.

 

 

14.

Debt Swap adalah penghapusan Tunggakan Non Pokok melalui pertukaran sebagian Tunggakan Non Pokok atas pinjaman pemerintah Daerah dengan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mendanai kegiatan sarana dan prasarana yang dibiayai dengan dana belanja modal yang bersumber dari APBD.

 

 

15.

Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

 

 

16.

Dana Bagi Hasil, yang selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka prosentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

 

 

17.

Dana Alokasi Khusus, yang selanjutnya disingkat DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

 

 

18.

Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat.

 

 

19.

Hibah adalah penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

 

 

20.

Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan melalui pendapatan daerah, tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu, dikurangi dengan belanja pegawai serta dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin.

 

 

21.

Perjanjian Pinjaman dan/atau Perjanjian Penerusan Pinjaman adalah perjanjian pinjaman antara pemerintah c.q. Menteri dengan Pemerintah Daerah.

 

 

22.

Cut off date adalah tanggal diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan ini yang digunakan sebagai dasar penghitungan kewajiban pinjaman dalam rangka Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah.

 

 

23.

Percepatan Pelunasan Pinjaman adalah pelaksanaan pembayaran kewajiban pemerintah daerah sebelum berakhirnya jangka waktu pengembalian pinjaman.

 

 

24.

Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah adalah pengaturan kembali persyaratan terhadap kewajiban pinjaman Pemerintah Daerah.

 

 

25.

Komite Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pada Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disebut Komite, adalah Komite yang dibentuk oleh Menteri Keuangan yang terdiri dari Komite Kebijakan dan Komite Teknis yang beranggotakan para pejabat Departemen Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

 

 

Bagian Kedua

Ruang Lingkup

 

 

Pasal 2

 

 

Ruang lingkup pengaturan mengenai penyelesaian piutang negara dalam Peraturan Menteri Keuangan ini meliputi Piutang Negara yang bersumber dari:

 

 

a.

Penerusan Pinjaman Luar Negeri;

 

 

b.

Rekening Dana Investasi (RDI); dan

 

 

c.

Rekening Pembangunan Daerah (RPD),

 

 

yang disalurkan oleh pemerintah kepada Pemerintah Daerah.

 

 

Bagian Ketiga

Asas Umum

 

 

Pasal 3

 

 

Penyelesaian Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk:

a.

mengoptimalkan penyelesaian Tunggakan;

b.

membantu Pemerintah Daerah menyelesaikan Tunggakan atas pinjaman; dan

 

 

c.

membuka kesempatan bagi Pemerintah Daerah melakukan investasi.

Pasal 4

Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi (RDI), dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) yang disalurkan oleh pemerintah kepada Pemerintah Daerah dilakukan melalui Restrukturisasi Pinjaman.

BAB II
RESTRUKTURISASI PINJAMAN

Bagian Pertama
Kriteria Restrukturisasi Pinjaman

Pasal 5

Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara penjadualan kembali terhadap Tunggakan Pokok yang disertai dengan:

a.

penghapusan atas seluruh Tunggakan Non Pokok; atau

b.

kombinasi antara penghapusan atas sebagian Tunggakan Non Pokok dan Debt Swap.

Pasal 6

Debt Swap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dilaksanakan untuk kegiatan sarana dan prasarana di sektor pendidikan (sekolah), kesehatan (puskesmas, puskesmas keliling, dan/atau puskesmas pembantu) dan infrastruktur (jalan baru khususnya di pedesaan, irigasi, jembatan, dan air bersih).

Pasal 7

Kegiatan sarana dan prasarana yang direncanakan oleh Pemerintah Daerah untuk dibiayai dengan dana yang bersumber dari DAK, Hibah, dan Dana Penyesuaian tidak dapat diusulkan dalam rangka Restrukturisasi Pinjaman melalui mekanisme Debt Swap.

Pasal 8

(1)

Pemerintah Daerah yang pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini mempunyai Tunggakan di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dapat mengikuti Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah berupa penjadualan kembali Tunggakan Pokok disertai dengan penghapusan Tunggakan Non Pokok yang perhitungannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a.

Untuk Tunggakan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan penghapusan Tunggakan Non Pokok yang besarnya dihitung dengan formula:

P1 = Tunggakan Non Pokok x Rp5.000.000.000,00       
                     Tunggakan

b.

Untuk sisa Tunggakan selebihnya sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan penghapusan Tunggakan Non Pokok melalui mekanisme Debt Swap, yang besarnya dihitung dengan formula:

P2 = Tunggakan Non Pokok - P1

(2)

Pemerintah Daerah yang pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini mempunyai Tunggakan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dapat mengikuti Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah berupa:

a.

penjadualan kembali Tunggakan Pokok; dan

b.

penghapusan seluruh Tunggakan Non Pokok

Bagian Kedua

Pelaksanaan Restrukturisasi Pinjaman

Pasal 9

(1)

Pelaksanaan Restrukturisasi Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan sebagai berikut:

a.

Penjadualan kembali Tunggakan atas pokok pinjaman:

1)

Maksimum selama 4 (empat) tahun untuk Pemerintah Daerah yang mempunyai total Tunggakan sampai dengan Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

2)

Maksimum selama 6 (enam) tahun untuk Pemerintah Daerah yang mempunyai total Tunggakan lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar) sampai dengan Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).

3)

Maksimum selama 8 (delapan) tahun untuk Pemerintah Daerah dengan total Tunggakan lebih dari Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).

4)

Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3) berlaku sejak tanggal ditetapkannya persetujuan Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah oleh Menteri.

b.

Jangka waktu penjadualan Tunggakan atas pokok pinjaman sebagaimana dimaksud pada huruf a didasarkan atas penilaian Komite terhadap kemampuan keuangan daerah dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal masing-masing Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

c.

Terhadap Tunggakan atas pokok pinjaman yang dijadualkan sebagaimana dimaksud pada huruf a, besaran tingkat suku bunga Tunggakan diberlakukan sama dengan tingkat suku bunga pada masing-masing Perjanjian Pinjaman/Penerusan Pinjaman.

(2)

Debt Swap sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan dalam beberapa tahun anggaran dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah namun harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama sama dengan ketentuan jangka waktu untuk penjadualan kembali Tunggakan atas pokok pinjaman sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1), angka 2), dan angka 3).

(3)

Dalam hal rencana Debt Swap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b tidak terealisasi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam rencana kegiatan, jumlah Tunggakan Non Pokok yang tidak terealisasi sebagai Debt Swap diperlakukan sebagai Tunggakan.

BAB III
TATA CARA RESTRUKTURISASI PINJAMAN

Bagian Pertama

Pengajuan Permohonan Restrukturisasi Pinjaman

Pasal 10

(1)

Pemerintah Daerah mengajukan permohonan Restrukturisasi Pinjaman secara tertulis kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan tembusan kepada Ketua DPRD.

(2)

Dalam rangka Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah, dilakukan rekonsiliasi perhitungan seluruh kewajiban Tunggakan atas pinjaman yang dilaksanakan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan Restrukturisasi Pinjaman dari Pemerintah Daerah.

Pasal 11

Pengajuan permohonan Restrukturisasi Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), paling kurang melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:

a.

rencana kegiatan dan anggaran dalam rangka pelaksanaan Debt Swap yang telah disetujui oleh DPRD;

b.

surat pernyataan Pemerintah Daerah yang disetujui oleh Ketua DPRD untuk memprioritaskan alokasi pembayaran kewajiban pinjaman dan mengalokasikan dana untuk pembayaran kewajiban pinjaman kepada Pemerintah Pusat dalam APBD setiap tahunnya dan merealisasikan selama pinjaman belum lunas sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini;

c.

surat pernyataan Pemerintah Daerah bersedia dipotong DAU dan/atau DBH secara langsung yang disetujui oleh Ketua DPRD dalam hal terjadi tunggakan atas pinjaman sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini; dan

d.

surat kuasa Pemerintah Daerah kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku KPA Transfer ke Daerah untuk memotong DAU dan/atau DBH secara langsung yang disetujui oleh Ketua DPRD sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 12

Permohonan Restrukturisasi Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 dapat diajukan paling lambat 12 (dua belas) bulan setelah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 13

Berdasarkan permohonan Restrukturisasi Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Komite melakukan analisa  dan  evaluasi.

Pasal 14

Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak dokumen permohonan restrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diterima secara lengkap dan benar oleh Komite, Komite harus menyelesaikan analisa dan evaluasi untuk disampaikan kepada Menteri.

Bagian Kedua
Penetapan Restrukturisasi Pinjaman

Pasal 15

Menteri menetapkan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan Restrukturisasi Pinjaman yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 16

(1)

Dalam hal permohonan cara penyelesaian Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disetujui, maka akan dilakukan perubahan atas Perjanjian Pinjaman dan/atau Perjanjian Penerusan Pinjaman untuk selanjutnya ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Direktur Jenderal.

(2)

Direktur Jenderal menyampaikan fotokopi naskah perubahan Perjanjian Pinjaman dan/atau perubahan Perjanjian Penerusan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:

a.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

b.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan;

c.

Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah, Departemen Dalam Negeri; dan

d.

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah dan Prasarana, Bappenas.

BAB IV
PELAPORAN

Pasal 17

(1)

Selama masa pelaksanaan penjadualan pinjaman dan Debt Swap, Pemerintah Daerah wajib menyampaikan laporan terkait dengan pelaksanaan pembayaran pinjaman dan Debt Swap kepada Menteri, paling kurang memuat informasi sebagai berikut:

a.

alokasi pembayaran pinjaman dan anggaran Debt Swap tahun anggaran berkenaan; dan

b.

realisasi semesteran dan tahunan pembayaran pinjaman dan realisasi belanja modal untuk kegiatan Debt Swap.

(2)

Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mendasarkan pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

BAB V
EVALUASI DAN PEMANTAUAN

Pasal 18

Direktur Jenderal dapat melakukan evaluasi dan pemantauan atas pelaksanaan Restrukturisasi Pinjaman dalam rangka penyelesaian Piutang Negara pada Pemerintah Daerah.

BAB VI
PENGHAPUSAN

Bagian Pertama

Kriteria Penghapusan

Pasal 19

(1)

Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi (RDI), dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) dapat dilakukan penghapusan secara bersyarat atau penghapusan secara mutlak dari pembukuan pemerintah.

(2)

Penghapusan secara bersyarat Piutang Negara pada Pemerintah Daerah ditetapkan setelah disetujuinya usul penjadualan kembali pinjaman dan pelaksanaan kegiatan Debt Swap.

(3)

Penghapusan secara mutlak Piutang Negara pada Pemerintah Daerah dilakukan paling cepat 2 (dua) tahun setelah dipenuhinya kewajiban pelaksanaan Debt Swap.

(4)

Pelaksanaan penghapusan secara mutlak Piutang Negara pada Pemerintah Daerah dilakukan terhadap realisasi kegiatan debt swap yang tercantum dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang telah diaudit.

Bagian Kedua

Kewenangan Penetapan Penghapusan

Pasal 20

Penetapan penghapusan secara bersyarat atau penghapusan secara mutlak atas Piutang Negara pada Pemerintah Daerah dilakukan oleh:

a.

Menteri untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

b.

Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan

c.

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

BAB VII
PERCEPATAN PELUNASAN PINJAMAN

Pasal 21

(1)

Pemerintah Daerah dapat melakukan percepatan pelunasan pinjaman yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi (RDI), dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD).

(2)

Pemerintah Daerah yang melakukan percepatan pelunasan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan keringanan berupa penghapusan Tunggakan Non Pokok maksimum 2% (dua perseratus) dari jumlah piutang negara yang seharusnya dilunasi.

(3)

Dalam hal Pemerintah Daerah melakukan percepatan pelunasan pinjaman  lebih dari 1 (satu) Perjanjian Pinjaman dan/atau Perjanjian Penerusan pinjaman, maka pemberian penghapusan Tunggakan Non Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan masing-masing Perjanjian Pinjaman dan/atau Perjanjian Penerusan Pinjaman.

(4)

Percepatan pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan oleh Pemerintah Daerah kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.

BAB VIII
CUT OFF DATE

Pasal 22

Tanggal ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sebagai Cut off Date perhitungan piutang negara.

BAB IX

SANKSI

Pasal 23

Terhadap Tunggakan pinjaman yang telah dijadualkan kembali, Pemerintah Daerah dikenakan sanksi berupa pemotongan atas penyaluran DAU dan/atau DBH tahun anggaran berkenaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24

(1)

Terhadap kewajiban pembayaran pokok pinjaman dan bunga serta biaya-biaya lain yang jatuh tempo setelah cut off date sampai dengan ditetapkannya Perubahan Perjanjian Pinjaman/Perjanjian Penerusan Pinjaman, tetap berlaku ketentuan sesuai masing-masing Perjanjian Pinjaman/Perjanjian Penerusan Pinjaman.

(2)

Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka kewajiban tersebut akan diperhitungkan menjadi satu kesatuan dengan pembayaran kewajiban yang ditetapkan dalam Perubahan Perjanjian, Pinjaman/Perjanjian Penerusan Pinjaman.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara  Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 22 Oktober 2008

MENTERI KEUANGAN

SRI MULYANI INDRAWATI