UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 37 TAHUN 2008


TENTANG


OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

b.

bahwa pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien serta sekaligus merupakan implementasi prinsip demokrasi yang perlu ditumbuhkembangkan dan diaplikasikan guna mencegah dan menghapuskan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyeleggara negara dan pemerintahan;

 

 

c.

bahwa dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat agar terwujud aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, perlu dibentuk lembaga Ombudsman Republik Indonesia;

 

 

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Ombudsman Republik Indonesia;

Mengingat

:

1.

Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

 

 

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

 

 

dan

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

UNDANG-UNDANG TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA.

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

 

 

2.

Penyelenggara Negara adalah pejabat yang menjalankan fungsi pelayanan publik yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

3.

Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian material dan/atau immateriil, bagi masyarakat dan orang perseorangan.

 

 

4.

Laporan adalah pengaduan atau penyampaian fakta yang diselesaikan atau ditindaklanjuti oleh Ombudsman yang disampaikan secara tertulis atau lisan oleh setiap orang yang telah menjadi korban Maladministrasi.

 

 

5.

Pelapor adalah warga negara Indonesia atau penduduk yang memberikan Laporan kepada Ombudsman.

 

 

6.

Terlapor adalah Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang melakukan Maladministrasi yang dilaporkan kepada Ombudsman.

 

 

7.

Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dan saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, kepada atasan Terlapor untuk dilaksanakan dan/atau ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik.

 

 

BAB II
SIFAT, ASAS, DAN TUJUAN

 

 

Pasal 2

 

 

Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

 

 

Pasal 3

 

 

Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan:

 

 

a.

kepatutan;

 

 

b.

keadilan;

 

 

c.

non-diskriminasi;

 

 

d.

tidak memihak;

 

 

e.

akuntabilitas;

 

 

f.

keseimbangan;

 

 

g.

keterbukaan; dan

 

 

h.

kerahasiaan.

 

 

Pasal 4

 

 

Ombudsman bertujuan:

 

 

a.

mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera;

 

 

b.

mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;

 

 

c.

meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;

 

 

d.

membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek Maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;

 

 

e.

meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

 

 

BAB III
TEMPAT KEDUDUKAN

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Ombudsman berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

 

 

(2)

Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di provinsi dan/atau kabupaten/kota.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja perwakilan Ombudsman di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

 

BAB IV
FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG

 

 

Bagian Kesatu
Fungsi dan Tugas

 

 

Pasal 6

 

 

Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

 

 

Pasal 7

 

 

Ombudsman bertugas:

 

 

a.

menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

 

 

b.

melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;

 

 

c.

menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;

 

 

d.

melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

 

 

e.

melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;

 

 

f.

membangun jaringan kerja;

 

 

g.

melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan

 

 

h.

melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

 

 

Bagian Kedua
Wewenang

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, Ombudsman berwenang:

 

 

 

a.

meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;

 

 

 

b.

memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;

 

 

 

c.

meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;

 

 

 

d.

melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan;

 

 

 

e.

menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;

 

 

 

f.

membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;

 

 

 

g.

demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.

 

 

(2)

Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman berwenang:

 

 

 

a.

menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;

 

 

 

b.

menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.

 

 

Pasal 9

 

 

Dalam melaksanakan kewenangannya, Ombudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim dalam memberikan putusan.

 

 

Pasal 10

 

 

Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan.

 

 

BAB V
SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN OMBUDSMAN

 

 

Bagian Kesatu
Susunan

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

Ombudsman terdiri atas:

 

 

 

a.

1 (satu) orang Ketua merangkap anggota;

 

 

 

b.

1 (satu) orang Wakil Ketua merangkap anggota; dan

 

 

 

c.

7 (tujuh) orang anggota.

 

 

(2)

Dalam hal Ketua Ombudsman berhalangan, Wakil Ketua Ombudsman menjalankan tugas dan kewenangan Ketua Ombudsman.

 

 

Pasal 12

 

 

(1)

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Ombudsman dibantu oleh asisten Ombudsman.

 

 

(2)

Asisten Ombudsman diangkat atau diberhentikan oleh Ketua Ombudsman berdasarkan persetujuan rapat anggota Ombudsman.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta tugas dan tanggung jawab asisten Ombudsman diatur dengan Peraturan Ombudsman.

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Ombudsman dibantu oleh sebuah sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.

 

 

(2)

Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

 

 

(3)

Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Jenderal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan organisasi, fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab Sekretariat Jenderal diatur dengan Peraturan Presiden.

 

 

(5)

Ketentuan mengenai sistem manajemen sumber daya manusia pada Ombudsman diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

 

Bagian Kedua
Keanggotaan

 

 

Pasal 14

 

 

Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon yang diusulkan oleh Presiden.

 

 

Pasal 15

 

 

(1)

Sebelum mengajukan calon anggota Ombudsman kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden membentuk panitia seleksi calon anggota Ombudsman.

 

 

(2)

Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi, dan anggota masyarakat.

 

 

(3)

Panitia seleksi mempunyai tugas:

 

 

 

a.

mengumumkan pendaftaran penerimaan calon anggota Ombudsman;

 

 

 

b.

melakukan pendaftaran calon anggota Ombudsman dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja;

 

 

 

c.

melakukan seleksi administrasi calon anggota Ombudsman dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengumuman pendaftaran berakhir;

 

 

 

d.

mengumumkan daftar nama calon untuk mendapatkan tanggapan masyarakat;

 

 

 

e.

melakukan seleksi kualitas dan integritas calon anggota Ombudsman dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal seleksi administrasi berakhir;

 

 

 

f.

menentukan dan menyampaikan nama calon anggota Ombudsman sebanyak 18 (delapan belas) orang kepada Presiden dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal seleksi kualitas dan integritas berakhir.

 

 

(4)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), panitia seleksi bekerja secara terbuka dengan memperhatikan partisipasi masyarakat.

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Dalam waktu paling lambat 15 (lima belas) hari sejak menerima nama calon dari panitia seleksi, Presiden mengajukan 18 (delapan belas) nama calon anggota Ombudsman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf f kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

 

 

(2)

Dewan Perwakilan Rakyat wajib memilih dan menetapkan 9 (sembilan) calon yang terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usul dari Presiden.

 

 

(3)

Calon Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman terpilih disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya pemilihan untuk disahkan oleh Presiden.

 

 

(4)

Presiden wajib menetapkan pengangkatan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

 

Pasal 17

 

 

Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

 

 

Pasal 18

 

 

Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman berhak atas penghasilan, uang kehormatan, dan hak-hak lain yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

 

Pasal 19

 

 

Untuk dapat diangkat menjadi Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman seseorang harus memenuhi syarat-syarat:

 

 

a.

warga negara Republik Indonesia;

 

 

b.

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

 

 

c.

sehat jasmani dan rohani;

 

 

d.

sarjana hukum atau sarjana bidang lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum atau pemerintahan yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan publik;

 

 

e.

berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;

 

 

f.

cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;

 

 

g.

memiliki pengetahuan tentang Ombudsman;

 

 

h.

tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

 

 

i.

tidak pernah melakukan perbuatan tercela; dan

 

 

j.

tidak menjadi pengurus partai politik.

 

 

Pasal 20

 

 

Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman dilarang merangkap menjadi:

 

 

a.

pejabat negara atau Penyelenggara Negara menurut peraturan perundang-undangan;

 

 

b.

pengusaha;

 

 

c.

pengurus atau karyawan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah;

 

 

d.

pegawai negeri;

 

 

e.

pengurus partai politik; atau 

 

 

f.

profesi lainnya.

Pasal 21

 

 

(1)

Sebelum menduduki jabatannya, Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman harus mengangkat sumpah menurut agamanya atau mengucapkan janji di hadapan Presiden Republik Indonesia.

(2)

Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:

 

 

 

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya untuk memperoleh jabatan ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun".

 

 

 

"Saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Ketua Ombudsman/Wakil Ketua Ombudsman/anggota Ombudsman dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya".

 

 

 

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun suatu janji atau pemberian".

 

 

 

"Saya bersumpah/berjanji akan memegang teguh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan yang berlaku".

"Saya bersumpah/berjanji akan memelihara kerahasiaan mengenai hal-hal yang diketahui sewaktu memenuhi kewajiban saya."

Pasal 22

(1)

Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombusman berhenti dari jabatannya karena:

a.

berakhir masa jabatannya;

b.

mengundurkan diri;

c.

meninggal dunia.

(2)

Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman dapat diberhentikan dari jabatannya, karena:

a.

bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b.

tidak lagi memenuhi persyaratan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;

c.

dinyatakan melanggar sumpah/janji;

d.

menyalahgunakan kewenangannya sebagai anggota Ombudsman, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

e.

terkena larangan merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20;

f.

dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

g.

berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya.

(3)

Apabila Ketua Ombudsman berhenti atau diberhentikan, Wakil Ketua Ombudsman menjalankan tugas dan wewenang Ketua Ombudsman sampai masa jabatan berakhir.

(4)

Pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman dari jabatan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Presiden.

BAB VI
LAPORAN

Pasal 23

(1)

Setiap warga negara Indonesia atau penduduk berhak menyampaikan Laporan kepada Ombudsman.

(2)

Penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya atau imbalan dalam bentuk apa pun.

Pasal 24

(1)

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat lengkap Pelapor;

b.

memuat uraian peristiwa, tindakan, atau keputusan yang dilaporkan secara rinci; dan

c.

sudah menyampaikan Laporan secara langsung kepada pihak Terlapor atau atasannya, tetapi Laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya.

(2)

Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas Pelapor dapat dirahasiakan.

(3)

Peristiwa, tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lewat 2 (dua) tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi.

(4)

Dalam keadaan tertentu, penyampaian Laporan dapat dikuasakan kepada pihak lain.

BAB VII
TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENYELESAIAN
LAPORAN

Pasal 25

(1)

Ombudsman memeriksa Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

(2)

Dalam hal Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kekurangan, Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor untuk melengkapi Laporan.

(3)

Pelapor dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Pelapor menerima pemberitahuan dari Ombudsman harus melengkapi berkas Laporan.

(4)

Dalam hal Laporan tidak dilengkapi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pelapor dianggap mencabut Laporannya.

Pasal 26

(1)

Dalam hal berkas Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dinyatakan lengkap, Ombudsman segera melakukan pemeriksaan substantif.

(2)

Berdasarkan hasil pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman dapat menetapkan bahwa Ombudsman:

a.

tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan; atau

b.

berwenang melanjutkan pemeriksaan.

Pasal 27

(1)

Dalam hal Ombudsman tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a, Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal hasil pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.

(2)

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memuat saran kepada Pelapor untuk menyampaikan Laporannya kepada instansi lain yang berwenang.

Pasal 28

(1)

Dalam hal Ombudsman berwenang melanjutkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b, Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan dapat:

a.

memanggil secara tertulis Terlapor, saksi, ahli, dan/atau penerjemah untuk dimintai keterangan;

b.

meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor; dan/atau

c.

melakukan pemeriksaan lapangan.

(2)

Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melihat dokumen asli dan meminta salinan dokumen yang berkaitan dengan pemeriksaan.

Pasal 29

(1)

Dalam memeriksa Laporan, Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip independen, non-diskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya.

(2)

Selain prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman wajib mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat para pihak serta mempermudah Pelapor dalam menyampaikan penjelasannya.

Pasal 30

(1)

Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan wajib menjaga kerahasiaan, kecuali demi kepentingan umum.

(2)

Kewajiban menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak gugur setelah Ombudsman berhenti atau diberhentikan dari jabatannya.

Pasal 31

Dalam hal Terlapor dan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a telah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa.

Pasal 32

(1)

Ombudsman dapat memerintahkan kepada saksi, ahli, dan penerjemah mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberikan kesaksian dan/atau menjalankan tugasnya.

(2)

Bunyi sumpah/janji yang diucapkan oleh saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:

"Demi Allah/Tuhan saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan sungguh-sungguh menyatakan kebenaran yang sebenar-benarnya mengenai setiap dan seluruh keterangan yang saya berikan".

(3)

Bunyi sumpah/janji yang diucapkan oleh ahli dan penerjemah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:

"Demi Allah/Tuhan saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas saya dengan tidak memihak dan bahwa saya akan melaksanakan tugas saya secara profesional dan dengan sejujur-jujurnya".

Pasal 33

(1)

Dalam hal Ombudsman meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b, Terlapor harus memberikan penjelasan secara tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan penjelasan.

(2)

Apabila dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Terlapor tidak memberi penjelasan secara tertulis, Ombudsman untuk kedua kalinya meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor.

(3)

Apabila permintaan penjelasan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari tidak dipenuhi, Terlapor dianggap tidak menggunakan hak untuk menjawab.

Pasal 34

Dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c, Ombudsman dapat melakukan pemeriksaan ke objek pelayanan publik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban, dan kesusilaan.

Pasal 35

Hasil pemeriksaan Ombudsman dapat berupa:

a.

menolak Laporan; atau

b.

menerima Laporan dan memberikan Rekomendasi.

Pasal 36

(1)

Ombudsman menolak Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a dalam hal:

a.

Pelapor belum pernah menyampaikan keberatan tersebut baik secara lisan maupun secara tertulis kepada pihak yang dilaporkan;

b.

substansi Laporan sedang dan telah menjadi objek pemeriksaan pengadilan, kecuali Laporan tersebut menyangkut tindakan Maladministrasi dalam proses pemeriksaan di pengadilan;

c.

Laporan tersebut sedang dalam proses penyelesaian oleh instansi yang dilaporkan dan menurut Ombudsman proses penyelesaiannya masih dalam tenggang waktu yang patut;

d.

Pelapor telah memperoleh penyelesaian dari instansi yang dilaporkan;

e.

substansi yang dilaporkan ternyata bukan wewenang Ombudsman;

f.

substansi yang dilaporkan telah diselesaikan dengan cara mediasi dan konsiliasi oleh Ombudsman berdasarkan kesepakatan para pihak; atau

g.

tidak ditemukan terjadinya Maladministrasi.

(2)

Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Pelapor dan Terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal hasil pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.

Pasal 37

(1)

Ombudsman menerima Laporan dan memberikan Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b dalam hal ditemukan Maladministrasi.

(2)

Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:

a.

uraian tentang Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;

b.

uraian tentang hasil pemeriksaan;

c.

bentuk Maladministrasi yang telah terjadi; dan

d.

kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan Terlapor dan atasan Terlapor.

(3)

Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, dan atasan Terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Rekomendasi ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.

Pasal 38

(1)

Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman.

(2)

Atasan Terlapor wajib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang pelaksanaan Rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil pemeriksaannya dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya Rekomendasi.

(3)

Ombudsman dapat meminta keterangan Terlapor dan/atau atasannya dan melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan pelaksanaan Rekomendasi.

(4)

Dalam hal Terlapor dan atasan Terlapor tidak melaksanakan Rekomendasi atau hanya melaksanakan sebagian Rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Ombudsman, Ombudsman dapat mempublikasikan atasan Terlapor yang tidak melaksanakan Rekomendasi dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

Pasal 39

Terlapor dan atasan Terlapor yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), ayat (2), atau ayat (4) dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40

Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman dilarang turut serta memeriksa suatu Laporan atau informasi yang mengandung atau dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan dirinya.

Pasal 41

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan dan penyelesaian Laporan diatur dengan Peraturan Ombudsman.

BAB VIII
LAPORAN BERKALA DAN LAPORAN TAHUNAN

Pasal 42

(1)

Ombudsman menyampaikan laporan berkala dan laporan tahunan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

(2)

Laporan berkala disampaikan setiap 3 (tiga) bulan sekali dan laporan tahunan disampaikan pada bulan pertama tahun berikutnya.

(3)

Ombudsman dapat menyampaikan laporan khusus kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden selain laporan berkala dan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4)

Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan setelah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden oleh Ombudsman.

(5)

Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sekurang-kurangnya memuat mengenai:

a.

jumlah dan macam Laporan yang diterima dan ditangani selama 1 (satu) tahun;

b.

pejabat atau instansi yang tidak bersedia memenuhi permintaan dan/atau melaksanakan Rekomendasi;

c.

pejabat atau instansi yang tidak bersedia atau lalai melakukan pemeriksaan terhadap pejabat yang dilaporkan, tidak mengambil tindakan administratif, atau tindakan hukum terhadap pejabat yang terbukti bersalah;

d.

pembelaan atau sanggahan dari atasan pejabat yang mendapat Laporan atau dari pejabat yang mendapat Laporan itu sendiri;

e.

jumlah dan macam Laporan yang ditolak untuk diperiksa karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1);

f.

laporan keuangan; dan

g.

kegiatan yang sudah atau yang belum terlaksana dan hal-hal lain yang dianggap perlu.

BAB IX
PERWAKILAN OMBUDSMAN DI DAERAH

Pasal 43

(1)

Apabila dipandang perlu, Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di daerah provinsi atau kabupaten/kota.

(2)

Perwakilan Ombudsman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hubungan hierarkis dengan Ombudsman dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan.

(3)

Kepala perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibantu oleh asisten Ombudsman.

(4)

Ketentuan mengenai fungsi, tugas, dan wewenang Ombudsman secara mutatis mutandis berlaku bagi perwakilan Ombudsman.

BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 44

Setiap orang yang menghalangi Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun  atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 45

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a.

Komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional dinyatakan sebagai Ombudsman menurut Undang-Undang ini;

b.

Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional tetap menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini sampai ditetapkannya keanggotaan Ombudsman yang baru;

c.

semua Laporan yang sedang diperiksa oleh Komisi Ombudsman Nasional tetap dilanjutkan penyelesaiannya berdasarkan Undang-Undang ini;

d.

dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini, susunan organisasi, keanggotaan, tugas, dan wewenang serta ketentuan prosedur pemeriksaan dan penyelesaian Laporan Komisi Ombudsman Nasional harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 46

(1)

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, nama "Ombudsman" yang telah digunakan sebagai nama oleh institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang bukan merupakan lembaga Ombudsman yang melaksanakan fungsi dan tugas berdasarkan Undang-Undang ini harus diganti dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini.

(2)

Institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap menggunakan nama "Ombudsman" secara tidak  sah.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 47

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 7 Oktober 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 7 Oktober 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

 

 

ANDI MATTALATTA

 

LEMBARAN  NEGARA  REPUBLIK  INDONESIA  TAHUN  2008  NOMOR  139