PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 38 TAHUN 2008

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006
TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai, merupakan kebutuhan yang mendesak untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan global;

 

 

b.

bahwa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, perlu untuk mengambil langkah-langkah yang komprehensif guna menciptakan iklim investasi dalam bidang infrastruktur;

 

 

c.

bahwa penilaian barang milik negara diperlukan dalam rangka mendapatkan nilai wajar yang merupakan unsur penting dalam rangka penyusunan neraca pemerintah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah;

 

 

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609);

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH.

 

 

Pasal I

 

 

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609), diubah sebagai berikut:

 

 

1.

Di antara angka 4 dan angka 5 Pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 4a dan angka 22 sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

 

 

Pasal 1

 

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

 

 

 

1.

Barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

 

 

 

2.

Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

 

 

 

3.

Pengelola barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah.

 

 

 

4. 

Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah.

 

 

 

4.a.

Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya terdiri dari penilai internal dan penilai eksternal.

 

 

 

5.

Kuasa pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

 

 

 

6.

Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara/daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.

 

 

 

7.

Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola, dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan.

 

 

 

8.

Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.

 

 

 

9.

Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.

 

 

 

10.

Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola barang.

 

 

 

11.

Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya.

 

 

 

12.

Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

 

 

 

13.

Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

 

 

 

14.

Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

 

 

 

15.

Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.

 

 

 

16.

Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.

 

 

 

17.

Tukar-menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah pusat/pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.

 

 

 

18.

Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/ pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.

 

 

 

19.

Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.

 

 

 

20.

Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

 

 

21.

Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik negara/daerah.

 

 

 

22.

Penilaian adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu obyek penilaian pada saat tertentu dalam rangka pengelolaan barang milik negara/daerah.

 

 

 

23.

Daftar barang pengguna, yang selanjutnya disingkat dengan DBP, adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing pengguna barang.

 

 

 

24.

Daftar barang kuasa pengguna, yang selanjutnya disingkat dengan DBKP, adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh masing-masing kuasa pengguna barang.

 

 

 

25.

Kementerian negara/lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.

 

 

 

26.

Menteri/pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penggunaan barang kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.

 

 

 

27.

Pihak lain adalah pihak-pihak selain kementerian negara/lembaga dan satuan kerja perangkat daerah.

 

 

2.

Ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf c diubah sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

 

 

Pasal 2

 

 

 

(1)

Barang milik negara/daerah meliputi:

 

 

 

 

a.

barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D; atau

 

 

 

 

b.

barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

 

 

 

(2)

Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

 

 

 

 

a.

barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

 

 

 

 

b.

barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

 

 

 

 

c.

barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

 

 

 

 

d.

barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

 

 

3.

Ketentuan Pasal 26 ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:

 

 

Pasal 26

 

 

 

(1)

Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

 

a.

tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah untuk memenuhi biaya operasional/pemeliharaan/perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik negara/daerah dimaksud;

 

 

 

 

b.

mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/peminat, kecuali untuk barang milik negara/daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung;

 

 

 

 

c.

mitra kerjasama pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap ke rekening kas umum negara/ daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan;

 

 

 

 

d.

besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;

 

 

 

 

e.

besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil, kerjasama pemanfaatan harus mendapat persetujuan pengelola barang;

 

 

 

 

f.

selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik negara/daerah yang menjadi obyek kerjasama pemanfaatan;

 

 

 

 

g.

jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.

 

 

 

(2)

Semua biaya yang berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.

 

 

 

(3)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g tidak berlaku dalam hal kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah dilakukan untuk penyediaan infrastruktur tersebut di bawah ini:

 

 

 

 

a.

infrastruktur transportasi meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, bandar udara, jaringan rel dan stasiun kereta api;

 

 

 

 

b.

infrastruktur jalan meliputi jalan tol dan jembatan tol;

 

 

 

 

c.

infrastruktur sumber daya air meliputi saluran pembawa air baku dan waduk/bendungan;

 

 

 

 

d.

infrastruktur air minum meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan instalasi pengolahan air minum;

 

 

 

 

e.

infrastruktur air limbah meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan;

 

 

 

 

f.

infrastruktur telekomunikasi meliputi jaringan telekomunikasi;

 

 

 

 

g.

infrastruktur ketenagalistrikan meliputi pembangkit, transmisi, atau distribusi tenaga listrik; atau

 

 

 

 

h.

infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, dan distribusi minyak dan gas bumi.

 

 

 

(4)

Jangka waktu kerjasama pemanfaatan barang milik negara/daerah untuk penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.

 

 

4.

Ketentuan Pasal 39 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah serta ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (5) dan ayat (6), sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:

 

 

Pasal 39

 

 

 

(1)

Penilaian barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh penilai internal yang ditetapkan oleh pengelola barang, dan dapat melibatkan penilai eksternal yang ditetapkan oleh pengelola barang.

 

 

 

(2)

Penilaian barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh penilai internal yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota, dan dapat melibatkan penilai eksternal yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota.

 

 

 

(3)

Penilaian barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar, dengan estimasi terendah menggunakan NJOP.

 

 

 

(4)

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi penjualan barang milik negara berupa tanah yang diperlukan untuk pembangunan rumah susun sederhana.

 

 

 

(5)

Nilai jual barang milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan perhitungan yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.

 

 

 

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

5.

Ketentuan dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a diubah, sehingga Pasal 44 berbunyi sebagai berikut:

 

 

Pasal 44

 

 

 

(1)

Penghapusan barang milik negara/daerah dengan tindak lanjut pemusnahan dilakukan apabila barang milik negara/daerah dimaksud:

 

 

 

 

a.

tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau

 

 

 

 

b.

alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

 

(2)

Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:

 

 

 

 

a.

pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang milik negara; atau

 

 

 

 

b.

pengguna barang dengan surat keputusan dari pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.

 

 

 

(3)

Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada pengelola barang.

 

 

6.

Ketentuan Pasal 46 substansi tetap dan penjelasan Pasal 46 ayat (3) huruf e diubah sehingga rumusan penjelasan Pasal 46 adalah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal Demi Pasal Angka 6 Peraturan Pemerintah ini.

 

 

7.

Ketentuan Pasal 51 ayat (3) diubah sehingga Pasal 51 berbunyi sebagai berikut:

 

 

Pasal 51

 

 

 

(1)

Penjualan barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:

 

 

 

 

a.

untuk optimalisasi barang milik negara yang berlebih atau idle;

 

 

 

 

b.

secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara apabila dijual;

 

 

 

 

c.

sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

 

(2)

Penjualan barang milik negara/daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu.

 

 

 

(3)

Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

 

 

 

 

a.

barang milik negara/daerah yang bersifat khusus; dan

 

 

 

 

b.

barang milik negara/daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh pengelola barang.

 

 

Pasal II

 

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 19 Mei 2008

 

 

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 

 

 

Diundangkan di Jakarta

 

 

 

 

pada tanggal 19 Mei 2008

 

 

 

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

 

 

ANDI MATTALATTA

 

 

 

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 78

 

Penjelasan .......................