UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 39 TAHUN 2008


TENTANG


KEMENTERIAN NEGARA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh menteri-menteri negara yang membidangi urusan tertentu di bidang pemerintahan;

 

 

b.

bahwa setiap menteri memimpin kementerian negara untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

c,

bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang;

 

 

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Kementerian Negara;

Mengingat

:

Pasal 4, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

Dengan Persetujuan Bersama

 

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

 

 

dan

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

UNDANG-UNDANG TENTANG KEMENTERIAN NEGARA.

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

 

 

2.

Menteri Negara yang selanjutnya disebut Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian.

 

 

3.

Urusan Pemerintahan adalah setiap urusan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

 

4.

Pembentukan Kementerian adalah pembentukan Kementerian dengan nomenklatur tertentu setelah Presiden mengucapkan sumpah/janji.

 

 

5.

Pengubahan Kementerian adalah pengubahan nomenklatur Kementerian dengan cara menggabungkan, memisahkan, dan/atau mengganti nomenklatur Kementerian yang sudah terbentuk.

 

 

6.

Pembubaran Kementerian adalah menghapus Kementerian yang sudah terbentuk.

 

 

BAB II
KEDUDUKAN DAN URUSAN PEMERINTAHAN

 

 

Bagian Kesatu
Kedudukan

 

 

Pasal 2

 

 

Kementerian berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.

 

 

Pasal 3

 

 

Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

 

 

Bagian Kedua
Urusan Pemerintahan

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

 

 

(2)

Urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

 

 

 

a.

urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

 

b.

urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan

 

 

 

c.

urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.

 

 

(2)

Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.

 

 

(3)

Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.

 

 

Pasal 6

 

 

Setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam satu Kementerian tersendiri.

 

 

BAB III
TUGAS, FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI

 

 

Bagian Kesatu
Tugas

 

 

Pasal 7

 

 

Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

 

 

Bagian Kedua
Fungsi

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) menyelenggarakan fungsi:

 

 

 

a.

perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;

 

 

 

b.

pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;

 

 

 

c.

pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya; dan

 

 

 

d.

pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.

 

 

(2)

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) menyelenggarakan fungsi:

 

 

 

a.

perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;

 

 

 

b.

pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;

 

 

 

c.

pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;

 

 

 

d.

pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah; dan

 

 

 

e.

pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

 

 

(3)

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) menyelenggarakan fungsi:

 

 

 

a.

perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya;

 

 

 

b.

koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;

 

 

 

c.

pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; dan

 

 

 

d.

pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.

 

 

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Susunan organisasi Kementerian yang menangani urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri atas unsur:

 

 

 

a.

pemimpin, yaitu Menteri;

 

 

 

b.

pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal;

 

 

 

c.

pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal;

 

 

 

d.

pengawas, yaitu inspektorat jenderal;

 

 

 

e.

pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan

 

 

 

f.

pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur:

 

 

 

a.

pemimpin, yaitu Menteri;

 

 

 

b.

pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal;

 

 

 

c.

pelaksana, yaitu direktorat jenderal;

 

 

 

d.

pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan

 

 

 

e.

pendukung, yaitu badan dan/atau pusat.

 

 

(3)

Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah.

 

 

(4)

Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur:

 

 

 

a.

pemimpin, yaitu Menteri;

 

 

 

b.

pembantu pemimpin, yaitu sekretariat Kementerian;

 

 

 

c.

pelaksana, yaitu deputi; dan

 

 

 

d.

pengawas, yaitu inspektorat.

 

 

Pasal 10

 

 

Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu.

 

 

Pasal 11

 

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian diatur dengan Peraturan Presiden.

 

 

BAB IV
PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN
KEMENTERIAN

 

 

Bagian Kesatu
Pembentukan Kementerian

 

 

Pasal 12

 

 

Presiden membentuk Kementerian luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Presiden membentuk Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3).

 

 

(2)

Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:

 

 

 

a.

efisiensi dan efektivitas;

 

 

 

b.

cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;

 

 

 

c.

kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau

 

 

 

d.

perkembangan lingkungan global.

 

 

Pasal 14

 

 

Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan Kementerian, Presiden dapat membentuk Kementerian koordinasi.

 

 

Pasal 15

 

 

Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat).

 

 

Pasal 16

 

 

Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji.

 

 

Bagian Kedua
Pengubahan Kementerian

 

 

Pasal 17

 

 

Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak dapat diubah oleh Presiden.

 

 

Pasal 18

 

 

(1)

Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat diubah oleh Presiden.

 

 

(2)

Pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:

 

 

 

a.

efisiensi dan efektivitas;

 

 

 

b.

perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi;

 

 

 

c.

cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;

 

 

 

d.

kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas;

 

 

 

e.

peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah;

 

 

 

f.

kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau

 

 

 

g.

kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang.

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan Kementerian dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

 

(2)

Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Dewan Perwakilan Rakyat paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak surat Presiden diterima.

 

 

(3)

Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Dewan Perwakilan Rakyat belum menyampaikan pertimbangannya, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap sudah memberikan pertimbangan.

 

 

Bagian Ketiga
Pembubaran Kementerian

 

 

Pasal 20

 

 

Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak dapat dibubarkan oleh Presiden.

 

 

Pasal 21

 

 

Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat dibubarkan oleh Presiden dengan meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, kecuali Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

 

BAB V
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

 

 

Bagian Kesatu
Pengangkatan

 

 

Pasal 22

 

 

(1)

Menteri diangkat oleh Presiden.

 

 

(2)

Untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan:

 

 

 

a.

warga negara Indonesia;

 

 

 

b.

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

 

 

 

c.

setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;

 

 

 

d.

sehat jasmani dan rohani;

 

 

 

e.

memiliki integritas dan kepribadian yang baik; dan

 

 

 

f.

tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

 

 

Pasal 23

 

 

Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:

 

 

a.

pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

 

 

b.

komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau

 

 

c.

pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

 

 

Bagian Kedua
Pemberhentian

 

 

Pasal 24

 

 

(1)

Menteri berhenti dari jabatannya karena:

 

 

 

a.

meninggal dunia; atau

 

 

 

b.

berakhir masa jabatan.

 

 

(2)

Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden karena:

 

 

 

a.

mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;

 

 

 

b.

tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut;

 

 

 

c.

dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

 

 

 

d.

melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; atau

 

 

 

e.

alasan lain yang ditetapkan oleh Presiden.

 

 

(3)

Presiden memberhentikan sementara Menteri yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

 

 

BAB VI
HUBUNGAN FUNGSIONAL KEMENTERIAN DAN
LEMBAGA PEMERINTAH NONKEMENTERIAN

 

 

Pasal 25

 

 

(1)

Hubungan fungsional antara Kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian dilaksanakan secara sinergis sebagai satu sistem pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Lembaga pemerintah nonkementerian berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri yang mengoordinasikan.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan fungsional antara Menteri dan lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

 

 

BAB VII
HUBUNGAN KEMENTERIAN DENGAN PEMERINTAH
DAERAH

 

 

Pasal 26

 

 

Hubungan antara Kementerian dan pemerintah daerah dilaksanakan dalam kerangka sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan prinsip-prinsip penyelenggaraan otonomi daerah sesuai peraturan perundang-undangan.

 

 

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

 

 

Pasal 27

 

 

Kementerian yang sudah ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini tetap menjalankan tugasnya sampai dengan terbentuknya Kementerian berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

 

 

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 28

 

 

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

Disahkan di Jakarta

 

 

 

 

 

pada tanggal 6 Nopember 2008

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

 

 

 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 

Diundangkan di Jakarta

 

pada tanggal 6 Nopember 2008

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                      REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

                         ANDI MATTALATTA

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 166

Penjelasan ..................