PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 60 TAHUN 2008
TENTANG
SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

I.

UMUM

 

Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut.

 

Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai sistem pengendalian intern pemerintah secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah.

 

Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak.

 

Berdasarkan pemikiran tersebut, dikembangkan unsur Sistem Pengendalian Intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern. Pengembangan unsur Sistem Pengendalian Intern perlu mempertimbangkan aspek biaya-manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara komprehensif.

 

Unsur Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara, yang meliputi:

 

a.

Lingkungan pengendalian

 

 

Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.

 

b.

Penilaian risiko

 

 

Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.

 

c.

Kegiatan pengendalian

 

 

Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.

 

d.

Informasi dan komunikasi

 

 

Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya.

 

e.

Pemantauan

 

 

Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.

 

Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP.

 

Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan pengawasan intern mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber daya manusia, kode etik, standar audit, pelaporan, dan telaahan sejawat.

 

Pembinaan penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, dan pembimbingan dan konsultansi SPIP, serta peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 2

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 3

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "lingkungan pengendalian" adalah kondisi dalam Instansi Pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "penilaian risiko" adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "kegiatan pengendalian" adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "informasi" adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "komunikasi" adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pemantauan pengendalian intern" adalah proses penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Dalam menerapkan unsur SPIP, pimpinan Instansi Pemerintah bertanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan, prosedur dan praktik detil untuk menyesuaikan dengan kegiatan Instansi Pemerintah dan untuk memastikan bahwa unsur tersebut telah menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah.

 

Pasal 4

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 5

 

 

Huruf a

 

 

 

Aturan perilaku antara lain berisi standar etika dan pedoman perilaku bagi pegawai Instansi Pemerintah yang disusun secara partisipatif pada tingkat kementerian negara/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota. Instansi Pemerintah dapat menyusun aturan perilaku yang lebih khusus sesuai kebutuhan. Penerapan aturan perilaku tersebut dilaksanakan baik dalam urusan kedinasan maupun kemasyarakatan.

 

 

Huruf b

 

 

 

Keteladanan diwujudkan dalam bentuk tindakan dan ucapan.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Dalam hal pimpinan Instansi Pemerintah mengintervensi atau mengabaikan pengendalian intern maka pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan harus menjelaskan dan mempertanggungjawabkan intervensi dan pengabaian pengendalian intern.

 

 

Huruf e

 

 

 

Untuk menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis, pimpinan Instansi Pemerintah dituntut memiliki dasar yang kuat dalam penetapan sasaran yang realistis dan dapat dicapai serta tidak menuntut pegawainya untuk mencapai sasaran yang tidak realistis. Selain itu, pimpinan Instansi Pemerintah harus menyediakan dan memberikan penghargaan yang sepadan dengan prestasi kerjanya. Penghargaan ini diberikan dalam rangka penegakan integritas dan kepatuhan terhadap nilai etika.

 

Pasal 6

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Standar kompetensi disusun berdasarkan analisis atas pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan secara tepat dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Huruf a

 

 

 

Dalam mempertimbangkan risiko, pimpinan Instansi Pemerintah mengambil keputusan setelah dengan cermat menganalisis risiko terkait dan menentukan bagaimana risiko tersebut diminimalkan.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Yang dimaksud dengan "fungsi tertentu" antara lain mencakup pencatatan dan pelaporan keuangan, sistem manajemen informasi, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengawasan baik intern maupun ekstern.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf e

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf f

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 8

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 9

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 10

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan pembinaan sumber daya manusia antara lain penetapan formasi, rekrutmen, pelatihan prajabatan, pelatihan dalam jabatan, pengangkatan dalam pangkat dan jabatan, penilaian prestasi pegawai, disiplin, penggajian, dan pemberhentian.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 11

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 12

 

 

Yang dimaksud dengan "mekanisme saling uji" adalah mencocokkan data yang saling terkait dari 2 (dua) atau lebih Instansi Pemerintah yang berbeda.

 

Pasal 13

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 14

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Dalam menetapkan strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko, pimpinan Instansi Pemerintah:

 

 

 

 

1.

mempertimbangkan tujuan Instansi Pemerintah dan sumber risiko yang relevan dari faktor internal dan faktor eksternal, dan

 

 

 

 

2.

menetapkan struktur pengendalian untuk menangani risiko tersebut.

 

Pasal 15

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 16

 

 

Huruf a

 

 

 

Metode identifikasi risiko dapat mencakup pemeringkatan (ranking activities) secara kualitatif dan kuantitatif, pembahasan pada tingkat pimpinan, prakiraan dan perencanaan strategis, serta pertimbangan terhadap temuan audit dan evaluasi aparat pengawasan intern pemerintah.

 

 

Huruf b

 

 

 

Risiko yang berasal dari faktor eksternal misalnya peraturan perundang-undangan baru, perkembangan teknologi, bencana alam, dan gangguan keamanan.

 

 

 

Risiko yang berasal dari faktor internal misalnya keterbatasan dana operasional, sumber daya manusia yang tidak kompeten, peralatan yang tidak memadai, kebijakan dan prosedur yang tidak jelas, dan suasana kerja yang tidak kondusif.

 

 

Huruf c

 

 

 

Dalam menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko, pimpinan Instansi Pemerintah mempertimbangkan seluruh risiko akibat kegagalan pencapaian tujuan dan keterbatasan anggaran yang pernah terjadi antara lain disebabkan oleh pengeluaran program yang tidak tepat, pelanggaran terhadap pengendalian dana, dan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Selain itu, pimpinan Instansi Pemerintah mengidentifikasi setiap risiko yang melekat pada sifat misinya atau pada signifikansi dan kompleksitas dari setiap program atau kegiatan spesifik yang dilaksanakan.

 

Pasal 17

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "tingkat risiko yang dapat diterima" adalah batas toleransi risiko dengan mempertimbangkan aspek biaya dan manfaat.

 

Pasal 18

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 19

 

 

Tolok ukur kinerja antara lain berbentuk target, anggaran, prakiraan, dan kinerja periode yang lalu.

 

Pasal 20

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia mencakup kebijakan, program, praktik yang menjadi acuan bagi Instansi Pemerintah tersebut dan dapat mengidentifikasi kebutuhan sumber daya manusia pada saat ini dan masa yang akan datang.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 21

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

 Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pengendalian umum" meliputi struktur, kebijakan dan prosedur yang berlaku terhadap seluruh operasional komputer Instansi Pemerintah.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pengendalian aplikasi" meliputi struktur, kebijakan, dan prosedur yang dirancang untuk membantu memastikan kelengkapan, keakuratan, otorisasi serta keabsahan semua transaksi selama pemrosesan aplikasi.

 

Pasal 22

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 23

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 24

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pengendalian fisik" atau yang dikenal dengan istilah physical control adalah pembatasan akses terhadap sumber daya informasi secara fisik misalnya dengan memakai kartu akses ruangan untuk memasuki suatu ruangan penyimpanan komputer.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pengendalian logik" atau yang dikenal dengan istilah logical control adalah pembatasan akses terhadap sumber daya informasi dengan menggunakan logika komputer misalnya melalui penggunaan kode akses (password) untuk memasuki suatu sistem jaringan komunikasi.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 25

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian atas kepustakaan perangkat lunak (software libraries) termasuk pemberian label, pembatasan akses, dan penggunaan kepustakaan perangkat lunak yang terpisah.

 

Pasal 26

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 27

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 28

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Contoh langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan terhentinya operasi komputer antara lain melalui penggunaan prosedur back-up data dan program, penyimpanan back-up data di tempat lain, pengendalian atas lingkungan, pelatihan staf, serta pengelolaan dan pemeliharaan perangkat keras.

 

 

Huruf c

 

 

 

Contoh rencana untuk mengatasi kejadian tidak terduga (contingency plan) misalnya langkah pengamanan apabila terjadi bencana alam, sabotase, dan terorisme.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 29

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 30

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Yang dimaksud dengan "laporan khusus" (exception reporting) adalah laporan yang mengungkapkan hal yang tidak normal seperti rekening piutang yang bersaldo kredit, tanggal surat keputusan suatu permohonan mendahului tanggal surat permohonan.

 

Pasal 31

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 32

 

 

Huruf a

 

 

 

Dalam merancang entri data agar diperhatikan fitur yang mendukung akurasi data. Misalnya, untuk field yang sudah terstandardisasi seperti unit organisasi, pengentrian dilakukan dengan memasukkan nomor kode organisasi dan komputer secara otomatis menampilkan nama unit organisasi.

 

 

Huruf b

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf d

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 33

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 34

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Pengendalian fisik atas aset dilakukan untuk mengamankan dan melindungi aset yang berisiko.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Contoh kebijakan dan prosedur pengamanan fisik atas aset antara lain:

 

 

 

 

1.

Aset yang berisiko hilang, dicuri, rusak, digunakan tanpa hak seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persediaan, dan peralatan, secara fisik diamankan dan akses ke aset tersebut dikendalikan.

 

 

 

 

2.

Akses ke gedung dan fasilitas dikendalikan dengan pagar, penjaga, dan/atau pengendalian fisik lainnya.

 

 

 

 

3.

Akses ke fasilitas dibatasi dan dikendalikan diluar jam kerja.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Dalam praktik istilah rencana pemulihan setelah bencana dikenal dengan disaster recovery plan.

 

Pasal 35

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Penetapan dan reviu indikator dan ukuran kinerja bertujuan agar pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan tepat.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Ukuran dan indikator kinerja ditetapkan untuk tingkat Instansi Pemerintah, kegiatan, dan pegawai.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Evaluasi atas faktor pengukuran kinerja dilakukan untuk meyakinkan bahwa faktor tersebut seimbang dan terkait dengan misi, sasaran, dan tujuan serta mengatur insentif yang pantas untuk mencapai tujuan dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 36

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Pemisahan fungsi ditujukan untuk mengurangi risiko terjadinya kesalahan, pemborosan, atau kecurangan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Tanggung jawab dan tugas atas transaksi atau kejadian dipisah-pisahkan dan dilimpahkan kepada pegawai yang berbeda secara sistematis untuk menjamin adanya checks and balances dan mengurangi kesempatan terjadinya kolusi. Aspek utama transaksi atau kejadian meliputi otorisasi, persetujuan, pemrosesan dan pencatatan, pembayaran atau penerimaan dana, reviu dan audit, serta penyimpanan dan penanganan aset.

 

Pasal 37

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa hanya transaksi dan kejadian yang valid yang dilaksanakan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Syarat dan ketentuan otorisasi sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 38

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Pencatatan yang akurat dan tepat waktu bertujuan agar tersedia informasi yang relevan dan terpercaya untuk pengambilan keputusan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Klasifikasi yang tepat dan pencatatan yang segera dilakukan agar informasi yang diperoleh tetap relevan, bernilai, dan bermanfaat bagi pimpinan Instansi Pemerintah dalam mengendalikan kegiatan dan dalam pengambilan keputusan. Klasifikasi yang tepat atas transaksi dan kejadian mencakup pengaturan dan format informasi pada dokumen sumber dan catatan ikhtisar (summary record) sebagai sumber pelaporan.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Siklus transaksi atau kejadian mencakup otorisasi, pelaksanaan, pemrosesan, dan klasifikasi akhir dalam pencatatan ikhtisar.

 

Pasal 39

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 40

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Pendokumentasian yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting dilakukan agar kegiatan dapat dikendalikan dan dievaluasi.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Dokumentasi atas Sistem Pengendalian Intern mencakup identifikasi, penerapan, dan evaluasi atas tujuan dan fungsi Instansi Pemerintah pada tingkat kegiatan serta pengendaliannya yang tercermin dalam kebijakan administratif, pedoman akuntansi, dan pedoman lainnya. Dokumentasi atas Sistem Pengendalian Intern juga mencakup dokumentasi yang menggambarkan sistem informasi otomatis, pengumpulan dan penanganan data, serta pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.

 

 

 

Dokumentasi atas transaksi dan kejadian penting dilaksanakan secara lengkap dan akurat untuk memfasilitasi penelusuran transaksi dan kejadian serta informasi terkait sejak otorisasi dan inisiasi, pemrosesan, dan penyelesaian.

 

Pasal 41

 

 

Identifikasi, pencatatan, dan komunikasi informasi dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan pengendalian dan tanggung jawab.

 

Pasal 42

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Bentuk dan sarana untuk mengkomunikasikan informasi penting antara lain berupa buku pedoman kebijakan dan prosedur, surat edaran, memorandum, papan pengumuman, situs internet dan intranet, rekaman video, e-mail, dan arahan lisan, termasuk pula tindakan pimpinan yang mendukung implementasi Sistem Pengendalian Intern.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Dalam rangka mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi, pimpinan Instansi Pemerintah perlu mempertimbangkan manajemen sistem informasi, mekanisme identifikasi kebutuhan informasi, perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, pemantauan mutu informasi, dan kecukupan sumber daya manusia dan keuangan untuk pengembangan teknologi informasi.

 

Pasal 43

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pemantauan berkelanjutan" adalah penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern secara terus menerus dan menyatu dalam kegiatan Instansi Pemerintah.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "evaluasi terpisah" adalah penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dengan ruang lingkup dan frekuensi tertentu berdasarkan pada penilaian risiko dan efektivitas prosedur pemantauan yang berkelanjutan.

 

Pasal 44

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 45

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Evaluasi terpisah Instansi Pemerintah dilakukan dengan mempertimbangkan lingkup dan frekuensi evaluasi, metodologi, dan sumber daya.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Dalam melakukan evaluasi terpisah, apabila diperlukan, evaluator dapat menggunakan metode atau alat lain yang sesuai seperti pembandingan (benchmarking), kuesioner, bagan arus (flowchart), dan teknik kuantitatif.

 

Pasal 46

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 47

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 48

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Kegiatan audit, reviu, evaluasi, dan pemantauan merupakan kegiatan yang berkaitan langsung dengan penjaminan kualitas (quality assurance).

 

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "audit" adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.

 

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "reviu" adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan.

 

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "evaluasi" adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan.

 

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pemantauan" adalah proses penilaian kemajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

 

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

 

Kegiatan pengawasan lainnya antara lain berupa sosialisasi mengenai pengawasan, pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan dan konsultansi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan hasil pengawasan.

 

Pasal 49

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Inspektorat Provinsi" termasuk Instansi Pemerintah yang masih menggunakan nama Badan Pengawasan Daerah Provinsi.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Inspektorat Kabupaten/Kota" termasuk Instansi Pemerintah yang masih menggunakan nama Badan Pengawasan Daerah Kabupaten/Kota.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Kegiatan yang bersifat lintas sektoral merupakan kegiatan yang dalam pelaksanaannya melibatkan dua atau lebih kementerian negara/lembaga atau pemerintah daerah yang tidak dapat dilakukan pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah kementerian negara/lembaga, provinsi, atau kabupaten/kota karena keterbatasan kewenangan.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara" adalah bagian anggaran yang dikuasai oleh menteri/pimpinan lembaga sebagai pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga selaku Pengguna Anggaran.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (6)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 50

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Audit kinerja atas pengelolaan keuangan negara antara lain:

 

 

 

a.

audit atas penyusunan dan pelaksanaan anggaran;

 

 

 

b.

audit atas penerimaan, penyaluran, dan penggunaan dana; dan

 

 

 

c.

audit atas pengelolaan aset dan kewajiban.

 

 

 

Sedangkan audit kinerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi antara lain audit atas kegiatan pencapaian sasaran dan tujuan.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Audit dengan tujuan tertentu antara lain audit investigatif, audit atas penyelenggaraan SPIP, dan audit atas hal-hal lain di bidang keuangan.

 

Pasal 51

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "auditor" adalah pejabat fungsional pegawai negeri sipil di lingkungan Instansi Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 52

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, yang dimaksud dengan "pedoman yang ditetapkan pemerintah" adalah Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

 

Pasal 53

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "standar audit" adalah kriteria atau ukuran mutu untuk melakukan kegiatan audit yang wajib dipedomani oleh aparat pengawasan intern pemerintah.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, yang dimaksud dengan "pedoman yang ditetapkan pemerintah" adalah Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

 

Pasal 54

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Laporan hasil pengawasan dapat berupa laporan hasil audit, laporan hasil reviu, laporan hasil evaluasi, atau laporan hasil pemantauan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 55

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "telaahan sejawat" adalah kegiatan yang dilaksanakan unit pengawas yang ditunjuk guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Selama pedoman telaahan sejawat belum ada, telaahan sejawat dilakukan dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

 

Pasal 56

 

 

Yang dimaksud dengan "independen" adalah aparat pengawasan intern pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya bebas dari pengaruh pihak manapun.

 

Pasal 57

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 58

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 59

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah meliputi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, dan pembinaan jabatan fungsional di bidang audit.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Pelaksanaan sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, serta pembimbingan dan konsultansi SPIP dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah lain setelah berkoordinasi dengan BPKP.

 

Pasal 60

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 61

 

 

Cukup jelas.

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4890