PENJELASAN

 

ATAS


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2008


TENTANG


DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN
 

I.

UMUM

 

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Dekonsentrasi dan tugas pembantuan diselenggarakan karena tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat dilakukan dengan menggunakan asas desentralisasi. Disamping itu, sebagai konsekuensi negara kesatuan memang tidak dimungkinkan semua wewenang pemerintah didesentralisasikan dan diotonomkan sekalipun kepada daerah.

 

Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada wilayah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi. Gubernur sebagai kepala daerah provinsi berfungsi pula selaku wakil Pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah kabupaten dan kota. Dasar pertimbangan dan tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi yaitu :

a.

terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b.

terwujudnya pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi kesenjangan antar daerah;

c.

terwujudnya keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan antarpemerintahan di daerah;

d.

terindentifikasinya potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial budaya daerah;

 

e.

tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, serta pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum masyarakat; dan

 

f.

terciptanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam sistem administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Penyelenggaraan asas tugas pembantuan adalah cerminan dari sistem dan prosedur penugasan Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pembangunan yang disertai dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi penugasan. Tugas pembantuan diselenggarakan karena tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat dilakukan dengan menggunakan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi. Pemberian tugas pembantuan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan pelayanan umum. Tujuan pemberian tugas pembantuan adalah memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan, serta membantu penyelenggaraan pemerintahan, dan pengembangan pembangunan bagi daerah dan desa.

 

Tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada daerah dan/atau desa meliputi sebagian tugas-tugas Pemerintah yang apabila dilaksanakan oleh daerah dan/atau desa akan lebih efisien dan efektif. Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah provinsi sebagai daerah otonom kepada kabupaten/kota dan/atau desa meliputi sebagian tugas-tugas provinsi, antara lain dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta sebagian tugas pemerintahan dalam bidang tertentu lainnya, termasuk juga sebagian tugas pemerintahan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten dan kota. Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada desa mencakup sebagian tugas-tugas kabupaten/kota di bidang pemerintahan yang menjadi wewenang kabupaten/kota.

 

Penyelenggaraan ketiga asas sebagaimana diuraikan tersebut di atas memberikan konsekuensi terhadap pengaturan pendanaan. Semua urusan pemerinlahan yang sudah diserahkan menjadi kewenangan pemerintah daerah harus didanai dari APBD, sedangkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah harus didanai dari APBN melalui bagian anggaran kementerian/lembaga. Pengaturan pendanaan kewenangan Pemerintah melalui APBN mencakup pendanaan sebagian urusan pemerintahan yang akan dilimpahkan kepada gubernur berdasarkan asas dekonsentrasi, dan sebagian urusan pemerintahan yang akan ditugaskan kepada daerah provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan asas tugas pembantuan. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan atas penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Perimbangan keuangan dilaksanakan sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan Pemerintahan daerah, yang dalam sistem pengaturannya tidak hanya mencakup aspek pendapatan daerah, tetapi juga aspek pengelolaan dan pertanggungjawaban. Sejalan dengan hal itu, maka penyerahan wewenang pemerintahan, pelimpahan wewenang pemerintahan, dan penugasan dari Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan juga harus diikuti dengan pengaturan pendanaan dan pemanfaatan sumber daya nasional secara efisien dan efektif.

 

Dana dekonsentrasi pada hakekatnya merupakan bagian anggaran kementerian/lembaga yang dialokasikan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah propinsi, sesuai dengan beban dan jenis kewenangan yang dilimpahkan dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan kepada yang memberikan pelimpahan. Sementara dana tugas pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian/lembaga yang dialokasikan untuk daerah provinsi atau kabupaten/kota, dan/atau desa sesuai dengan beban dan jenis penugasan yang diberikan dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan kepada yang memberikan penugasan. Pendanaan tugas pembantuan dari Pemerintah kepada pemerintah desa hanya dapat di lakukan untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan tertentu setelah mendapat persetujuan dari Presiden.

 

Pengalokasian dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pencapaian kinerja, efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pembangunan di daerah, serta menciptakan keselarasan dan sinergitas secara nasional antara program dan kegiatan dekonsentrasi/tugas pembantuan yang didanai dari APBN dengan program dan kegiatan desentralisasi yang didanai APBD. Selain itu pengalokasian dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan juga dimaksudkan untuk lebih menjamin tersedianya sebagian anggaran kementerian/lembaga bagi pelaksanaan program dan kegiatan yang sudah ditetapkan dalam Renja-KL yang mengacu pada RKP.

 

Untuk mencapai adanya keselarasan dan sinergitas tersebut di atas, maka dalam penyusunan RKA-KL terlebih dahulu dilakukan proses komunikasi dan perencanaan yang baik antara kementerian/lembaga dengan gubernur yang akan menerima kegiatan pelimpahan wewenang, dan dengan daerah provinsi atau kabupaten/kota dan/atau desa yang akan menerima kegiatan tugas pembantuan. Proses komunikasi dan perencanaan tersebut diharapkan dapat tercipta adanya sistem perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi dalam kaitannya dengan penyelarasan dan penyesuaian Renja-KL menjadi RKA-KL yang telah dirinci menurut unit organisasi berikut program dan kegiatannya, termasuk alokasi sementara untuk pendanaan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

 

Berdasarkan pokok-pokok pemikiran sebagaimana yang diuraikan di atas, maka penyelenggaraan dan pengelolaan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan menjadi sangat penting untuk diberikan pengaturan secara lebih mendasar dan komprehensif dalam Peraturan Pemerintah ini.

II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Selain berdasarkan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan, Pemerintah dapat pula menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1) 

Yang dimaksud dengan anggaran kementerian/lembaga yang dialokasikan kepada instansi vertikal di daerah adalah sebagian anggaran yang dialokasikan untuk kantor pusat (KP) dan/atau kantor daerah (KD).

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 4 

Ayat (1) 

Penetapan SKPD oleh gubernur dilaksanakan selambat-lambatnya minggu pertama bulan Juli tahun berjalan setelah ditetapkannya pagu sementara.

Ayat (2) 

Penetapan SKPD oleh gubernur, bupati, atau walikota dilaksanakan selambat-lambatnya minggu pertama bulan Juli tahun berjalan setelah ditetapkannya pagu sementara. 

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas. 

Pasal 6

Ayat (1) 

Yang dimaksud urusan pemerintahan tertentu adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah yang bersifat khusus dan efektif apabila dilaksanakan oleh pemerintah desa.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) 

Kementerian/lembaga dalam mengajukan permintaan persetujuan dari Presiden, disertai dengan jenis urusan pemerintahan tertentu yang akan ditugaskan kepada pemerintah desa.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas. 

Ayat (2)

Cukup jelas. 

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan melampaui satu wilayah administrasi pemerintahan adalah pelimpahan urusan pemerintahan dalam penyelenggaraan dekonsentrasi kepada instansi vertikal yang wilayahnya mencakup lebih dari satu provinsi.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan urusan pemerintahan yang didekonsentrasikan kepada instansi vertikal adalah urusan pemerintahan yang ditetapkan menjadi tugas dan fungsi instansi vertikal pada saat pembentukan organisasinya.

Apabila di daerah belum terbentuk instansi vertikal yang membidangi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama, maka sebagian urusan dimaksud dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil Pemerintah.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan instansi vertikal tertentu adalah instansi pusat yang berada di daerah dan merupakan bagian dari kementerian/lembaga selain kementerian/lembaga yang membidangi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

Ayat (3) 

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) 

Eksternalitas adalah kinerja pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Apabila dampaknya bersifat lintas kabupaten, atau kota dan/atau regional, maka urusan pemerintahan itu menjadi kewenangan pemerintahan provinsi; dan apabila dampaknya bersifat lintas provinsi dan/atau nasional, maka urusan itu menjadi kewenangan Pemerintah.

Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan Pemerintahan dengan memperhatikan pertanggungjawaban Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu kepada masyarakat.

Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung hanya dialami secara lokal (satu kabupaten/ kota), maka pemerintahan daerah kabupaten/kota bertanggungjawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung dialami oleh lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi, maka pemerintahan daerah provinsi yang bersangkutan bertanggungjawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut; dan apabila dampak penyelenggaraan urusan pemerintahan dialami lebih dari satu provinsi dan/atau bersifat nasional, maka Pemerintah bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dimaksud.

Efisiensi adalah kinerja pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila urusan pemerintahan lebih berdayaguna ditangani pemerintahan daerah kabupaten/kota, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota. Apabila urusan pemerintahan akan lebih berdayaguna bila ditangani pemerintahan daerah provinsi, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah provinsi. Apabila suatu urusan pemerintahan akan berdayaguna bila ditangani Pemerintah, maka akan tetap menjadi kewenangan Pemerintah.

Keserasian hubungan antar susunan pemerintahan adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan tata hubungan keharmonisan antar penyelenggara pemerintahan.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Kerja Pemerintah.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Tujuan dari pemberitahuan adalah dalam rangka menyampaikan hasil-hasil penetapan pagu sementara untuk menjadi pertimbangan gubernur dalam rangka penunjukkan SKPD yang akan melaksanakan program dan kegiatan dekonsentrasi. 

Ayat (5)

Cukup jelas. 

Ayat (6) 

Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga digunakan oleh gubernur sebagai dasar pelaksanaan anggaran dan pengelolaan kegiatan.

Pasal 17 

Ayat (1)

Gubernur, sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi didalam melaksanakan kewenangan atributif dan kewenangan yang dilimpahkan oleh Pemerintah, pendanaannya dibebankan kepada APBN pada bagian anggaran Departemen Dalam Negeri yang dilaksanakan melalui mekanisme dekonsentrasi. Bagian anggaran tersebut dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, dan kemampuan keuangan negara.

Huruf a

Sinkronisasi termasuk dalam hal perencanaan dan penganggaran.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pemberitahuan oleh gubernur kepada DPRD provinsi dimaksudkan untuk menginformasikan mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan dekonsentrasi.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas. 

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pelimpahan wewenang pemerintahan adalah pelimpahan dari kementerian/lembaga kepada gubernur untuk melaksanakan sebagian kewenangan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.

Ayat (3)

Kegiatan yang bersifat non-fisik antara lain koordinasi, perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.

Sebagian besar dari dana dekonsentrasi digunakan untuk kegiatan non-fisik, dan sebagian kecil dapat digunakan untuk kegiatan penunjang berupa pengadaan barang yang dapat menghasilkan aset tetap.

Besar kecilnya belanja untuk kegiatan penunjang dimaksud disesuaikan dengan karakteristik kegiatan masing-masing kementerian/lembaga berdasarkan asas kepatutan, kewajaran, ekonomis, dan efisiensi.

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) 

Kemampuan keuangan negara dimaksudkan bahwa pengalokasian dana dekonsentrasi disesuaikan dengan kemampuan APBN dalam mendanai urusan pemerintah pusat melalui bagian anggaran kementerian/lembaga.

Keseimbangan pendanaan di daerah dimaksudkan bahwa pengalokasian dana dekonsentrasi mempertimbangkan besarnya transfer belanja pusat ke daerah dan kemampuan keuangan daerah, agar lokasi dana dekonsentrasi menjadi lebih efektif, efisien, dan tidak terkonsentrasi di suatu daerah tertentu.

Kebutuhan pembangunan daerah dimaksudkan bahwa pengalokasian dana dekonsentrasi disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional dan prioritas pembangunan daerah.

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan SAPSK adalah pagu alokasi dana untuk satuan kerja dari bagian anggaran kementerian/lembaga yang disusun berdasarkan penelaahan atas rencana kerja anggaran.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

RKA-KL yang disampaikan oleh kementerian/lembaga kepada gubernur dalam bentuk dokumen resmi yang disertai data elektronik.

Ayat (8) 

Penetapan Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) dan Bendahara Pengeluaran oleh gubernur dilaksanakan selambat-lambatnya minggu pertama bulan Desember tahun berjalan setelah diterimanya Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga mengenai pelimpahan sebagian urusan pemerintahan.

Ayat (9) 

Pemberitahuan RKA-KL oleh gubernur kepada DPRD provinsi dimaksudkan untuk mensinkronisasikan kegiatan Pemerintah yang didanai melalui APBN dengan kegiatan yang menjadi urusan daerah yang akan didanai dari APBD.

Ayat (10)

Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, termasuk juga peraturan pelaksanaannya.

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) 

Penyusunan DIPA Dekonsentrasi dilakukan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah.

Pasal 24

Hasil pemantauan dan evaluasi oleh Menteri Keuangan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan kepada kementerian/lembaga dalam penyusunan rencana pengalokasian dana dekonsentrasi tahun anggaran berikutnya.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Ayat (2)

Saldo kas pada akhir tahun anggaran merupakan sisa kas yang ada di bendahara yang belum dan/atau tidak digunakan untuk melaksanakan kegiatan dekonsentrasi.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Penatausahaan mencakup aspek pembukuan yang terdiri dari pendaftaran dan pencatatan barang milik negara, aspek inventarisasi dan aspek pelaporan.

Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, termasuk peraturan pelaksanaannya.

Pasal 28

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "dihibahkan" adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada Pemerintah, antar pemerintah daerah, atau dari Pemerintah/pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.

Barang milik negara yang dapat dihibahkan adalah barang milik negara yang sudah ditatausahakan oleh kementerian/ lembaga.

Ayat (2)

Dalam hal barang milik negara tersebut dihibahkan, maka mekanisme, proses dan waktu pelaksanaan penghibahan tersebut mengikuti ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara/daerah.

Pasal 29 

Ayat (1)

Proses penghibahan barang milik negara yang diperoleh atas pelaksanaan dekonsentrasi dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna barang setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan selaku pengelola barang milik negara.

Ayat (2)

Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, termasuk peraturan pelaksanaannya.

Pasal 30

Ayat (1)

Aspek akuntabilitas mencakup akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas barang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Penyampaian laporan pertanggungjawab keuangan dan barang dilakukan dalam bentuk dokumen resmi yang disertai dengan data elektronik.

Ayat (3)

Pemisahan penatausahaan keuangan antara dana dekonsentrasi dengan dana tugas pembantuan dan dana desentralisasi dimaksudkan untuk mewujudkan tertib administrasi, transparansi dana akuntabilitas dalam rangka pengelolaan keuangan negara/daerah.

Ayat (4)

Penatausahaan keuangan dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat.

Penatausahaan keuangan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah.

Pasal 33

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Gubernur dapat menunjuk SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan untuk membantu penyiapan laporan gabungan dari seluruh SKPD yang menerima dana dekonsentrasi.

Penyampaian laporan kepada Menteri Keuangan meliputi :

a.

Laporan keuangan yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;

b.

Laporan barang dan laporan kondisi barang milik negara hasil pelaksanaan dekonsentrasi yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Laporan kepada Menteri Keuangan digunakan sebagai bahan :

a.

perumusan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional;

b.

penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah;

c.

pengelolaan barang milik negara;

d.

penyusunan rekomendasi pendanaan program dan kegiatan dekonsentrasi, serta penghibahan barang milik negara hasil pelaksanaan dekonsenlrasi.

Huruf c

Laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang digunakan oleh Menteri Keuangan dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Ayat (2)

Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerimah Pusat dan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi Barang Milik Negara.

Pasal 34

Ayat (1)

 

 

 

Laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan dekonsentrasi bukan merupakan satu kesatuan dari laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4) 

Eksternalitas adalah kinerja pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten atau kota.

Apabila dampaknya bersifat lintas kabupaten, atau kota dan/atau regional, maka urusan pemerintahan itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi; dan apabila dampaknya bersifat lintas provinsi dan/atau nasional, maka urusan itu menjadi kewenangan pemerintah.

Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan Pemerintahan dengan memperhatikan pertanggungjawaban Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu kepada masyarakat.

Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung hanya dialami secara lokal (satu kabupaten/kota), maka pemerintahan daerah kabupaten/kota bertanggungjawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung dialami oleh lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi, maka pemerintahan daerah provinsi yang bersangkutan bertanggungjawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut; dan apabila dampak penyelenggaraan urusan pemerintahan dialami lebih dari satu provinsi dan/atau bersifat nasional, maka Pemerintah bertanggungjawab untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dimaksud.

Efisiensi adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila urusan pemerintahan lebih berdayaguna ditangani pemerintahan daerah kabupaten/kota, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota. Apabila urusan pemerintahan akan lebih berdayaguna bila ditangani pemerintahan daerah provinsi, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah provinsi. Sebaliknya, apabila suatu urusan pemerintahan akan berdayaguna bila ditangani Pemerintah, maka akan tetap menjadi kewenangan Pemerintah.

Keserasian pembangunan nasional dan wilayah adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan yang dapat memperlancar pelaksanaan tugas dan pembangunan di daerah dan desa dalam meningkatkan kinerja pelayanan umum.

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Kerja Pemerintah.

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) 

Cukup jelas.

Ayat (4)

 

 

 

Tujuan dari pemberitahuan adalah dalam rangka menyampaikan hasil-hasil penetapan pagu sementara untuk menjadi pertimbangan bagi kepala daerah dalam rangka penunjukkan SKPD yang akan melaksanakan program dan kegiatan tugas pembantuan.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga digunakan oleh kepala daerah sebagai dasar pelaksanaan anggaran dan pengelolaan kegiatan.

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Substansi Rancangan Peraturan Gubernur antara lain meliputi lingkup urusan pemerintahan yang akan ditugaskan, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, termasuk pendanaannya.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Substansi Rancangan Peraturan Bupati/Walikota antara lain meliputi lingkup urusan pemerintahan yang akan ditugaskan, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, termasuk pendanaannya. 

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 42

Ayat (1)

Sinkronisasi termasuk dalam hal perencanaan dan penganggaran.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pemberitahuan oleh kepala daerah kepada DPRD dimaksudkan untuk menginformasikan mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan tugas pembantuan.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Ayat (1)

Sinkronisasi termasuk dalam hal perencanaan dan penganggaran. 

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pemberitahuan oleh bupati/walikota kepada DPRD dimaksudkan untuk menginformasikan mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan tugas pembantuan dari pemerintah provinsi.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Usulan penghentian urusan dilakukan apabila terjadi kejadian luar biasa yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan pekerjaan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pasal 49

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan penugasan Pemerintah adalah penugasan dari kementerian/lembaga kepada gubernur atau bupati/walikota untuk melaksanakan sebagian penugasan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.

Ayat (2) 

Kegiatan yang bersifat fisik antara lain pengadaan peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, dan kegiatan fisik lain yang menghasilkan keluaran (output) dan menambah nilai aset Pemerintah.

Sebagian besar dari pagu dana tugas pembantuan digunakan untuk kegiatan murni fisik, dan sebagian kecil dapat digunakan untuk kegiatan penunjang berupa pengadaan jasa dan penunjang lainnya.

Besar kecilnya belanja untuk kegiatan penunjang dimaksud disesuaikan dengan karakteristik kegiatan masing-masing kementerian/lembaga berdasarkan asas kepatutan, kewajaran, ekonomis, dan efisiensi.

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelas. 

Ayat (2) 

Kemampuan keuangan negara dimaksudkan bahwa pengalokasian dana tugas pembantuan disesuaikan dengan kemampuan APBN dalam mendanai urusan Pemerintah melalui bagian anggaran kementerian/lembaga.

Keseimbangan pendanaan di daerah dimaksudkan bahwa pengalokasian dana tugas pembantuan mempertimbangkan besarnya transfer belanja pusat ke daerah dan kemampuan keuangan daerah, agar alokasi dana tugas pembantuan menjadi lebih efektif, efisien, dan tidak terkonsentrasi di suatu daerah tertentu.

Kebutuhan pembangunan daerah dimaksudkan bahwa pengalokasian dana tugas pembangunan disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional dan prioritas pembangunan daerah.

Pasal 51

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Penelaahan RKA-KL mencakup kesesuaian dan kewajaran dokumen pendukung yang disiapkan oleh penerima tugas pembantuan.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan SAPSK adalah pagu alokasi dana untuk satuan kerja dari bagian anggaran kementerian/lembaga yang disusun berdasarkan penelaahan atas rencana kerja anggaran.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7) 

Penyampaian RKA-KL kepada gubernur atau bupati/walikota dimaksudkan sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun dokumen pendukung (Kerangka Acuan Kerja, Rincian Anggaran Biaya, spesifikasi barang, pernyataan kesanggupan melaksanakan tugas pembantuan, Keputusan Kepala Daerah tentang penetapan SKPD dan surat pengusulan tentang pejabat pengelola keuangan tugas pembantuan).

Pemberitahuan RKA-KL oleh gubernur atau bupati/walikota kepada DPRD provinsi atau kabupaten/kota dimaksudkan untuk mensinkronisasikan program dan kegiatan Pemerintah yang didanai melalui APBN dengan program dan kegiatan yang menjadi urusan daerah yang akan didanai dari APBD.

Ayat (8) 

Pejabat pengelola keuangan terdiri dari Kuasa Pengguna Anggaran. Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar, dan Bendahara Pengeluaran.

Usulan penerapan pejabat pengelola keuangan mempertimbangkan kesesuaian tugas dan fungsi serta kompetensi sumber daya manusia untuk melaksanakan kegiatan yang akan ditugaskan.

Penetapan pejabat pengelola keuangan paling lambat minggu pertama bulan Desember tahun berjalan setelah diterimanya Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga mengenai penugasan sebagian urusan pemerintahan.

Ayat (9) 

Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, termasuk juga peraturan pelaksanaannya.

Pasal 52

Ayat (1)

Penyusunan DIPA Tugas Pembantuan dilakukan oleh kementerian/lembaga, sedangkan pengesahannya oleh Menteri Keuangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 53 

Hasil pemantauan dan evaluasi oleh Menteri Keuangan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan kepada kementerian/lembaga dalam penyusunan rencana pengalokasian dana tugas pembantuan tahun anggaran berikutnya.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Ayat (1) 

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Ayat (2)

Saldo kas pada akhir tahun anggaran merupakan sisa kas yang ada di bendahara yang belum dan/atau tidak digunakan untuk melaksanakan tugas pembantuan.

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Penatausahaan mencakup aspek pembukuan yang terdiri dari pendaftaran dan pencatatan barang milik negara, aspek inventarisasi, dan aspek pelaporan.

Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, termasuk peraturan pelaksanaannya.

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam hal barang milik negara tersebut dihibahkan, proses dan waktu penghibahan tersebut mengikuti ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara/daerah.

Pasal 58

Ayat (1)

Proses penghibahan barang milik negara yang diperoleh atas pelaksanaan tugas pembantuan dilakukan oleh menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna barang setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan selaku pengelola barang milik negara.

Ayat (2)

Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah termasuk peraturan pelaksanaannya.

Pasal 59

Ayat (1)

Aspek akuntabilitas mencakup akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas barang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

Pasal 61

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang dilakukan dalam bentuk dokumen resmi yang disertai dengan data elektronik.

Ayat (3)

Pemisahan penatausahaan keuangan antara dana tugas pembantuan dengan dana dekonsentrasi dan dana desentralisasi dimaksudkan untuk mewujudkan tertib administrasi, transparansi dan akuntabilitas dalam rangka pengelolaan keuangan negara/daerah.

Ayat (4)

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerinlah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Pasal 66

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Gubernur dapat menunjuk SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan untuk membantu penyiapan laporan gabungan dari seluruh SKPD yang menerima dana tugas pembantuan.

Penyampaian laporan kepada Menteri Keuangan meliputi :

a.

laporan keuangan yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;

b.

laporan barang dan laporan kondisi barang milik negara hasil pelaksanaan tugas pembantuan yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Laporan kepada Menteri Keuangan digunakan sebagai bahan: 

a.

perumusan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional;

b.

penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah;

c.

pengelolaan barang milik negara;

d.

penyusunan rekomendasi pendanaan program dan kegiatan tugas pembantuan, serta penghibahan barang milik negara hasil pelaksanaan tugas pembantuan.

Huruf d

Bupati/walikota dapat menunjuk SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan untuk membantu penyiapan laporan gabungan dari seluruh SKPD yang menerima dana tugas pembantuan.

Penyampaian laporan kepada Menteri Keuangan meliputi :

a.

Laporan keuangan yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;

b.

Laporan barang dan laporan kondisi barang milik negara hasil pelaksanaan tugas pembantuan yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Laporan kepada Menteri Keuangan digunakan sebagai bahan :

a.

perumusan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional;

b.

penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah;

c.

pengelolaan barang milik negara;

d.

penyusunan rekomendasi pendanaan program dan kegiatan tugas pembantuan, serta penghibahan barang milik negara hasil pelaksanaan tugas pembantuan.

Huruf e 

Laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang digunakan oleh Menteri Keuangan dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Ayat (2)

Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi Barang Milik Negara.

Pasal 67

Ayat (1) 

Laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan tugas pembantuan bukan merupakan satu kesatuan dari laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Ayat (2)

Cukup jelas. 

Pasal 68

Ayat (1) 

Cukup jelas. 

Ayat (2) 

Cukup jelas. 

Ayat (3) 

Pedoman dan standar untuk penyelenggaraan dekonsentrasi yang diberikan kementerian/lembaga kepada daerah perlu disesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan sumber daya manusia di daerah.

Ayat (4) 

Pembinaan dimaksud diselenggarakan dengan tujuan untuk mensinkronisasikan antara rencana kegiatan dengan hasil yang dicapai, dampak pelaksanaan dan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 69 

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) 

Pembinaan dimaksud diselenggarakan dengan tujuan untuk mensinkronisasikan antara rencana kegiatan dengan hasil yang dicapai, dampak pelaksanaan, dan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (4)

Selain dilakukan dalam rangka pencapaian efisiensi, pengawasan atas pengelolaan dana dekonsentrasi juga dimaksudkan untuk merumuskan kebijakan pengalokasian dana dekonsentrasi.

Pasal 70 

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pedoman dan standar untuk penyelenggaraan tugas pembantuan yang diberikan kementerian/lembaga kepada daerah perlu disesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan sumber daya manusia di daerah.

Ayat (4)

Pembinaan dimaksud diselenggarakan dengan tujuan untuk mensinkronisasikan antara rencana kegiatan dengan hasil yang dicapai, dampak pelaksanaan dan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 71

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pembinaan dimaksud diselenggarakan dengan tujuan untuk mensinkronisasikan antara rencana kegiatan dengan hasil yang dicapai, dampak pelaksanaan, dan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (4)

Selain dilakukan dalam rangka pencapaian efisiensi, pengawasan atas pengelolaan dana tugas pembantuan juga dimaksudkan untuk merumuskan kebijakan pengalokasian dana tugas pembantuan.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Pemeriksa internal kementerian/lembaga dapat mendelegasikan kepada dan/atau bekerjasama dengan aparat pengawas daerah.

Pemeriksa eksternal pemerintah adalah auditama BPK yang membidangi kementerian/lembaga terkait.

Ayat (6) 

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Pasal 75

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud termasuk diantaranya Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Pasal 76

Ayat (1)

Bagian anggaran kementerian/lembaga yang akan dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus adalah anggaran yang secara nyata masih digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan yang merupakan urusan daerah, terutama yang tertuang di dalam Renja/RKA-KL.

Pengalihan anggaran kementerian/lembaga tersebut mempertimbangkan kebutuhan anggaran kementerian/lembaga untuk mendanai bidang/kegiatan yang menjadi skala nasional/prioritas nasional, baik yang bersifat kebijakan maupun operasional.

Ayat (2)

Identifikasi dan pemilahan dilakukan berdasarkan database program dan kegiatan kementerian/lembaga yang merupakan penjabaran dari urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah.

Ayat (3) 

Hasil identifikasi dan pemilahan digunakan oleh Menteri Keuangan sebagai bahan penetapan besaran anggaran kementerian/lembaga yang akan dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus.

Pasal 77

Ayat (1)

Pengusulan hasil identifikasi dan pemilahan oleh kementerian/lembaga kepada Menteri Keuangan disampaikan paling lambat minggu pertama bulan Mei.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Tahapan pengalihan dimaksud selesai dilaksanakan paling lama 2 (dua) tahun anggaran sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan, dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada kementerian/lembaga dalam menyusun program dan kegiatan yang sesuai dengan pola pembagian urusan pemerintahan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4816