MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 06 /PMK.02/2009

TENTANG

TATA CARA PERUBAHAN RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT DAN
PERUBAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN
TAHUN 2009


MENTERI KIEUANGAN,
 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka menyesuaikan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dengan perubahan kebutuhan dan percepatan pencapaian kinerja Kementerian Negara/Lembaga, perlu dilakukan perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan perubahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2009;

 

 

b.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Presiders Nomor 72 Tahun 2008 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2009, perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2009 clitetapkan oleh Menteri Keuangan;

 

 

c.

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.02/2008 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2009, tata cara revisi DIPA diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri;

 

 

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Perubahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2009;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 171 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4920);

 

 

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);

 

 

5.

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2008 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2009;

 

 

6.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

 

 

7.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.02/2008 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2009;

 

 

8.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan Untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan;

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERUBAHAN RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT DAN PERUBAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN 2009.

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Revisi Rincian ABPP adalah perubahan/pergeseran rincian anggaran menurut alokasi Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2008 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2009.

 

 

2.

Perubahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disebut Revisi DIPA adalah perubahan dan/atau pergeseran rincian anggaran dalam DIPA.

 

 

Pasal 2

 

 

Revisi Rincian ABPP meliputi:

 

 

1.

Pergeseran anggaran belanja:

 

 

 

a.

antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;

 

 

 

b.

antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau

 

 

 

c.

antar jenis belanja dalam satu kegiatan.

 

 

2.

Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

 

 

3.

Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan percepatan penarikan PHLN.

 

 

4.

Perubahan anggaran belanja sebagai akibat penggunaan penerimaan yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk perguruan tinggi non Badan Hukum Milik Negara (PT non BHMN) dan BLU.

 

 

5.

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi.

 

 

6.

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat antar provinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah.

 

 

7.

Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat perubahan kurs sepanjang perubahan tersebut terjadi setelah kontrak ditandatangani.

 

 

8.

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagai akibat dari luncuran program/kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2009.

 

 

9.

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagai akibat dari penyelesaian kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur.

 

 

Pasal 3

 

 

(1)

Pergeseran anggaran belanja antarkegiatan dalam satu program dari hasil optimalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 huruf b merupakan hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai.

 

 

(2)

Hasil optimalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran atau untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama.

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 2 merupakan kelebihan realisasi penerimaan dari target yang direncanakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 

 

(2)

Kelebihan realisasi PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan oleh Kementerian Negara/Lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan ijin penggunaan yang berlaku.

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Perubahan pagu PHLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 3 merupakan peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri yang bersifat multi years, eskalasi harga dan/atau percepatan penarikan pinjaman yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan PHLN termasuk hibah luar negeri yang diterima setelah APBN ditetapkan.

 

 

(2)

Luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk PHLN yang belum disetujui dalam APBN tahun 2009 dan pinjaman yang bersumber dari pinjaman komersial dan fasilitas kredit ekspor yang bukan merupakan kelanjutan multiyears proyek.

 

 

Pasal 6

 

 

Ketentuan mengenai perubahan anggaran belanja sebagai akibat penggunaan penerimaan yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Perguruan Tinggi non Badan Hukum Milik Negara (PT non BHMN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 4 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

Pasal 7

 

 

Ketentuan mengenai perubahan anggaran belanja sebagai akibat penggunaan penerimaan yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 4 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 8 merupakan perubahan anggaran sebagai akibat dari luncuran program/kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2009.

 

 

(2)

Pendanaan untuk penyelesaian program/kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA 999) tahun 2009.

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 9 merupakan perubahan anggaran sebagai akibat penyelesaian kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur tahun 2008.

 

 

(2)

Pendanaan untuk penyelesaian kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersumber dari pagu anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan tahun 2009.

 

 

Pasal 10

 

 

Revisi Rincian ABPP dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan:

 

 

a.

Pengurangan terhadap :

 

 

 

1)

Alokasi kegiatan 0001 kecuali untuk memenuhi alokasi gaji dan tunjangan pada satker lain.

 

 

 

2)

Alokasi kegiatan 0002 kecuali untuk memenuhi alokasi kegiatan 0002 pada satker lain untuk akun yang sama.

 

 

 

3)

Alokasi kegiatan 0002 kecuali untuk memenuhi alokasi gaji dan tunjangan pada satker yang bersangkutan.

 

 

 

4)

alokasi dana untuk pembayaran berbagai tunggakan;

 

 

 

5)

Rupiah Murni Pendamping PHLN;

 

 

 

6)

alokasi dana kegiatan yang bersifat multi years; dan

 

 

 

7)

alokasi dana pada rincian Kelompok Pengeluaran/Subkegiatan/ Kegiatan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus.

 

 

b

Penggunaan dana hasil optimalisasi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.05/2008 antara lain pengadaan kendaraan operasional, pembangunan gedung kantor, dan pembayaran honor-honor.

 

 

BAB II
TATA CARA REVISI RINCIAN ABPP

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian Negara/Lembaga selaku kuasa pengguna anggaran menyampaikan usulan Revisi Rincian ABPP kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

Usulan Revisi Rincian ABPP sekurang-kurangnya dilampiri :

 

 

 

a.

Format 1.5 Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) yang memuat usulan perubahan/ pergeseran anggaran per kegiatan, baik yang dananya bersumber dari Rupiah Murni maupun dari luncuran atau percepatan penarikan PHLN;

 

 

 

b.

Perhitungan anggaran yang diusulkan untuk dilakukan perubahan/pergeseran, termasuk penyediaan dana pendamping untuk PHLN yang mensyaratkan adanya dana rupiah pendamping;

 

 

 

c.

Rincian sisa dana PHLN yang ditandatangani oleh kepala satuan kerja dan diketahui oleh Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat, khusus untuk perubahan pagu PHLN sebagai akibat dari luncuran PHLN;

 

 

 

d.

Surat keterangan dari Project Management Unit (PMU) dan Annual Work Plan (AWP) yang telah disetujui lender dalam hal percepatan penarikan PHLN;

 

 

 

e.

Format 1.4 Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) untuk kegiatan yang dananya bersumber dari PNBP; dan

 

 

 

f.

Data Pendukung yang terkait seperti Kerangka Acuan Kerja, Rincian Anggaran Biaya dan Revisi DIPA terakhir.

Pasal 12

(1)

Direktur Jenderal Anggaran menelaah dan menetapkan revisi Rincian ABPP yang dituangkan dalam perubahan SAPSK paling lambat dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.

(2)

Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan perubahan SAPSK kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Sekretaris Jenderal/ Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I. Kementerian Negara/ Lembaga selaku kuasa pengguna anggaran.

(3)

Berdasarkan perubahan SAPSK sebagaimana dimaksud pads ayat (2), Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian Negara/Lembaga selaku kuasa pengguna anggaran menyusun dan menandatangani revisi DIPA untuk selanjutnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

(4)

Perubahan SAPSK sebagaimana dimaksud pads ayat (2) menjadi dasar pengesahan Revisi DIPA oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan.

BAB III
PELAPORAN REVISI RINCIAN ABPP KEPADA DPR-RI

Pasal 13

(1)

Setiap Revisi Rincian ABPP yang ditetapkan dalam perubahan SAPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) tembusannya dikirimkan kepada DPR-RI oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan.

(2)

Seluruh Perubahan SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan kepada DPR-RI dalam APBN-Perubahan (APBN-P) dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

(3)

Perubahan rincian/pergeseran yang dilaporkan dalam APBN-P sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan perubahan SAPSK yang dilakukan sebelum APBN-P diajukan kepada DPR-RI.

(4)

Perubahan rincian/pergeseran yang dilaporkan dalam LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Perubahan SAPSK yang dilakukan sepanjang tahun 2009.

BAB IV
TATA CARA REVISI DIPA

Pasal 14

(1)

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat melakukan Revisi DIPA dan mengajukan pengesahan Revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

(2)

Revisi DIPA disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

(3)

Revisi DIPA dilaksanakan:

a.

berdasarkan perubahan SAPSK; atau

b.

tanpa perubahan SAPSK dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 10.

Pasal 15

(1)

Pengesahan Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a dilaksanakan berdasarkan Revisi Rincian ABPP yang ditetapkan dalam perubahan SAPSK meliputi:

a.

Pergeseran anggaran belanja:

1)

antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;

2)

antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau

3)

antarjenis belanja dalam satu kegiatan.

b.

Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP);

c.

Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan percepatan penarikan PHLN;

d.

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sepanjang masih dalam satu provinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi;

e.

Pencairan blokir/tanda bintang (*) yang dicantumkan oleh Direktur Jenderal Anggaran;

f.

Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat perubahan kurs sepanjang perubahan tersebut terjadi setelah kontrak ditandatangani;

g.

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagai akibat dari luncuran program/kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2009; dan

h.

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagai akibat dari penyelesaian kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur.

(2)

Pengesahan Revisi DIPA tanpa perubahan SAPSK sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (3) huruf b meliputi:

a.

Perubahan/ralat karena kesalahan administrasi, termasuk ralat kode akun dalam rangka penerapan kebijakan akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama termasuk yang mengakibatkan perubahan jenis belanja;

b.

Perubahan kantor bayar (KPPN);

c.

Perubahan nomenklatur satker sepanjang kode satker tetap;

d.

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat antarprovinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah;

e.

Perubahan alokasi dana antarsubkegiatan dalam satu kegiatan, termasuk menambah subkegiatan baru dalam satu kegiatan, satu program, satu jenis belanja dan satu satker sepanjang sasaran program dan/atau volume keluaran kegiatan/subkegiatan telah dicapai/dikontrakkan dan tidak mengurangi alokasi dana belanja mengikat;

f.

Perubahan volume keluaran pada subkegiatan sepanjang sasaran program dan volume keluaran kegiatan telah dicapai tanpa mengubah alokasi dana pada kegiatan, program, jenis belanja dan satker;

g.

Pencairan dana yang diblokir/bertanda bintang (*) sepanjang dicantumkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, apabila persyaratan telah dipenuhi;

h.

Perubahan anggaran belanja sebagai akibat penggunaan penerimaan yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Perguruan Tinggi non Badan Hukum Milik Negara (PT non BHMN) dan BLU;

i.

Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagai akibat dari penyelesaian tunggakan tahun yang lalu sepanjang dalam kegiatan yang sama, dananya masih tersedia dan tidak mengganggu pencapaian sasaran program.

(3)

Revisi dapat dilaksanakan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja dengan ketentuan :

a.

tidak mengakibatkan perubahan DIPA;

b.

tidak mengurangi belanja gaji clan tunjangan lainnya yang melekat pada gaji;

c.

tidak mengurangi/merelokasi belanja mengikat; dan

d.

masih dalam kelompok pengeluaran yang sama.

(4)

Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan mengubah Petunjuk Operasional Kegiatan dan dokumen RKAKL berkenaan, dan selanjutnya menyampaikan arsip data komputer (ADK) perubahan RKAKL dimaksud kepada Direktur Pelaksanaan Anggaran/Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan setempat untuk dilakukan pemutakhiran data DIPA serta tembusan disampaikan kepada KPPN bersangkutan.

Pasal 16

(1)

Pengesahan Revisi DIPA diatur sebagai berikut :

a.

Revisi DIPA untuk DIPA satker Pusat yang berlokasi di DKI Jakarta, disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

b.

Revisi DIPA untuk :

1)

DIPA satker pusat yang berlokasi di daerah (diluar DKI Jakarta);

2)

DIPA satker vertikal;

3)

DIPA Dekonsentrasi; dan

4)

DIPA Tugas Pembantuan.

Baik untuk DIPA yang awalnya disahkan di pusat maupun di daerah, disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

(2)

Dalam pengesahan revisi tidak diperbolehkan mengurangi pagu dana Kelompok Pengeluaran/Subkegiatan/Kegiatan pada DIPA yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan pencairan dananya.

(3)

Batas waktu pengesahan Revisi DIPA paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pengesahan revisi serta data pendukung diterima secara lengkap.

(4)

Penyampaian Revisi DIPA yang telah disahkan diatur sebagai berikut:

a.

Revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, disampaikan kepada satker yang bersangkutan clan KPPN terkait beserta ADK dan tembusan kepada:

1)

Menteri/Ketua Lembaga;

2)

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

3)

Gubernur Propinsi;

4)

Direktur Jenderal Anggaran;

5.

Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Ditjen Perbendaharaan; dan

6)

Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan terkait beserta ADK.

b.

Revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, disampaikan kepada satker yang bersangkutan dan KPPN terkait beserta ADK dan tembusan kepada

 

 

 

 

 

1)

Menteri/Ketua Lembaga;

2)

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

3)

Gubernur Propinsi;

 

 

 

 

 

4)

Direktur Jenderal Anggaran;

5)

Direktur Jenderal Perbendahaaraan:

a.

Direktur Pelaksanaan Anggaran Ditjen Perbendaharan, beserta ADK; dan

b.

Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Ditjen Perbendaharaan.

(5)

Revisi DIPA yang disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran setiap bulan beserta seluruh ADK baik yang dilaporkan revisinya maupun yang tidak direvisi.

(6)

Hasil kompilasi ADK atas revisi DIPA yang disahkan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur Sistem Penganggaran setiap bulan.

Pasal 17

Dalam rangka memperoleh data yang akurat, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Satuan Kerja melakukan pemutakhiran data anggaran berdasarkan revisi DIPA yang telah disahkan.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18

(1)

Revisi Rincian ABPP yang memerlukan persetujuan DPR-RI diajukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran untuk selanjutnya dimintakan persetujuan DPR-RI.

(2)

Batas akhir pengajuan Revisi Rincian ABPP untuk APBN maupun APBN-P adalah tanggal 31 Oktober 2009 dan seluruh dokumen telah diterima secara lengkap dan telah selesai ditelaah.

(3)

Batas akhir pengajuan dan penetapan Revisi Rincian ABPP untuk APBN maupun APBN-P untuk satker PT Non BHMN adalah tanggal 31 Desember 2009.

Pasal 19

Ketentuan teknis  pelaksanaan tata cara Revisi Rincian ABPP dan Revisi DIPA sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perbendaharaan secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

Pasal 20

Ketentuan mengenai tata cara Revisi Rincian ABPP dan Revisi DIPA yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini masih berlaku sebagai acuan tata cara Revisi Rincian ABPP dan Revisi DIPA Tahun 2010, sampai dengan ditetapkannya pengganti Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 21

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.02/2008 tentang Tata Cara Perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Perubahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2008, dicabut dan dinyatakah tidak berlaku.

Pasal 22

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pads tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2009.

Agar setiap orang mengetahuinya,  memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

padatanggal 27 Januari 2009

MENTERI KEUANGAN

SRI MULYANI INDRAWATI