PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2009

TENTANG

KAWASAN INDUSTRI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian perlu mendorong pembangunan Industri yang dilakukan melalui pembangunan lokasi Industri berupa Kawasan Industri;

 

 

b.

bahwa pembangunan Kawasan Industri merupakan sarana untuk mengembangkan Industri yang berwawasan lingkungan serta memberikan kemudahan dan daya tarik bagi investasi;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kawasan Industri;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3274);

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KAWASAN INDUSTRI.

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan Industri.

 

 

2.

Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.

 

 

3.

Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri.

 

 

4.

Perusahaan Industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha Industri di wilayah Indonesia.

 

 

5.

Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata  Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

6.

Tata Tertib Kawasan Industri adalah peraturan yang ditetapkan oleh Perusahaan Kawasan Industri, yang mengatur hak dan kewajiban Perusahaan Kawasan Industri, perusahaan pengelola Kawasan Industri, dan Perusahaan Industri dalam pengelolaan dan pemanfaatan Kawasan Industri.

 

 

7.

Tim Nasional Kawasan Industri selanjutnya, disingkat Timnas-KI adalah tim yang dibentuk oleh Menteri dengan tugas membantu dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri.

 

 

8.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan peme-rintahan di bidang perindustrian.

 

 

Pasal 2

 

 

Pembangunan Kawasan Industri bertujuan untuk:

 

 

a.

mengendalikan pemanfaatan ruang;

 

 

b.

meningkatkan upaya pembangunan Industri yang berwawasan lingkungan;

 

 

c.

mempercepat pertumbuhan Industri di daerah;

 

 

d.

meningkatkan daya saing Industri;

 

 

e.

meningkatkan daya saing investasi; dan

 

 

f.

memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur, yang terkoordinasi antar sektor terkait.

 

 

BAB II

PEMBANGUNAN, PENGATURAN, PEMBINAAN, DAN  PENGEMBANGAN
                                      KAWASAN INDUSTRI

 

 

Pasal 3

 

 

(1)

Pembangunan Kawasan Industri di wilayah lintas provinsi dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

 

 

(2)

Pembangunan Kawasan Industri di wilayah Provinsi DKI Jakarta dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota Negara.

 

 

(3)

Pembangunan Kawasan Industri di wilayah lintas kabupaten/kota dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.

 

 

(4)

Pembangunan Kawasan Industri di wilayah kabupaten/kota dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota.

 

 

Pasal 4

 

 

Menteri, menteri terkait, dan gubernur serta bupati/walikota sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing bertanggung jawab atas pencapaian tujuan pembangunan Kawasan Industri.

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Menteri berwenang:

 

 

 

a.

menetapkan Kawasan Industri Tertentu

 

 

 

b.

melakukan pengaturan dan pembinaan terhadap Kawasan Industri, Kawasan Industri tertentu, dan Perusahaan Industri.

 

 

 

c.

menetapkan suatu Kawasan Industri sebagai obyek vital untuk mendapat pengamanan khusus.

 

 

(2)

Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

 

 

 

a.

menetapkan pedoman teknis Kawasan Industri;

 

 

 

b.

memfasilitasi penyelesaian permasalahan antara Perusahaan Kawasan Industri dengan Perusahaan Industri yang berlokasi di Kawasan Industri;

 

 

 

c.

membentuk Tim Nasional Kawasan Industri; dan

 

 

 

d.

menetapkan patokan harga jual atau sewa kaveling dan/atau bangunan Industri di Kawasan Industri atas usul Timnas-KI.

 

 

(3)

Menteri melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam:

 

 

 

a.

perencanaan penyediaan prasarana dan sarana penunjang serta pemberian kemudahan yang diperlukan; dan

 

 

 

b.

penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana penunjang Kawasan Industri dan Perusahaan Industri yang berlokasi di Kawasan Industri.

 

 

Pasal 6

 

 

Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan Kawasan Industri, gubernur atau bupati/walikota memberikan:

 

 

a.

insentif dan kemudahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

 

 

b.

kemudahan dalam perolehan/pembebasan lahan pads wilayah daerah yang diperuntukkan bagi pembangunan Kawasan Industri;

 

 

c.

pengarahan kegiatan Industri ke dalam Kawasan Industri; dan/atau

 

 

d.

pelayanan terpadu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Pasal 7

 

 

(1)

Perusahaan Industri yang akan menjalankan Industri setelah Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, wajib berlokasi di Kawasan Industri.

 

 

(2)

Kewajiban berlokasi di Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:

 

 

 

a.

Perusahaan Industri yang menggunakan bahan baku dan/atau proses produksinya memerlukan lokasi khusus.

 

 

 

b.

Industri mikro, kecil, dan menengah.

 

 

 

c.

Perusahaan Industri yang akan menjalankan Industri dan berlokasi di daerah kabupaten/kota yang belum memiliki Kawasan Industri atau yang telah memiliki Kawasan Industri namun seluruh kaveling industri dalam kawasan industrinya telah habis.

 

 

(3)

Jenis Industri yang memerlukan lokasi khusus, serta industri mikro, kecil, dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 8

 

 

Perusahaan Industri yang akan melakukan perluasan dengan menambah lahan melebihi ketersediaan lahan Kawasan Peruntukan Industri, wajib berlokasi di Kawasan Industri.

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Selain kegiatan Industri setiap Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri dapat melakukan kegiatan penyimpanan barang.

 

 

(2)

Kegiatan penyimpanan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula dilakukan oleh perusahaan jasa penyimpanan barang.

 

 

(3)

Kegiatan Industri dan/atau penyimpanan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

(4)

Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri.

 

 

(5)

Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

BAB III
SPESIFIKASI DAN FASILITASI KAWASAN INDUSTRI

 

 

Pasal 10

 

 

(1)

Luas lahan Kawasan Industri paling rendah 50 (lima puluh) hektar dalam satu hamparan.

 

 

(2)

Luas lahan Kawasan Industri Tertentu untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah paling rendah 5 (lima) hektar dalam satu hamparan.

 

 

Pasal 11

 

 

Perusahaan di dalam Kawasan Industri dapat diberikan fasilitas kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

 

 

Pasal 12

 

 

Fasilitas perpajakan terhadap Kawasan Industri dan Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

 

BAB IV

IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN KAWASAN INDUSTRI

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Setiap kegiatan usaha Kawasan Industri wajib memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.

 

 

(2)

Untuk memperoleh Izin Usaha Kawasan Industri, Perusahaan Kawasan Industri wajib memperoleh Persetujuan Prinsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(3)

Kawasan Industri yang telah memperoleh Persetujuan Prinsip dalam batas waktu 2 (dua) tahun wajib melaksanakan:

 

 

 

a.

penyediaan/penguasaan tanah;

 

 

 

b.

penyusunan rencana tapak tanah;

 

 

 

c.

pematangan tanah;

 

 

 

d.

penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan mendapatkan pengesahan;

 

 

 

e.

perencanaan dan pembangunan prasarana dan sarana penunjang termasuk pemasangan instalasi/peralatan yang diperlukan;

 

 

 

f.

penyusunan Tata Tertib Kawasan Industri;

 

 

 

g.

pemasaran kaveling Industri; dan

 

 

 

h.

penyediaan, pengoperasian, dan/atau pemeliharaan pelayanan jasa bagi Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri.

 

 

(4)

Batas waktu untuk mempersiapkan pembangunan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diperpanjang untuk satu kali dengan batas waktu paling lama 2 (dua) tahun.

 

 

Pasal 14

 

 

(1)

Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh Persetujuan Prinsip wajib memperoleh Izin Lokasi Kawasan Industri dengan mengajukan permohonan kepada:

 

 

 

a.

bupati/walikota untuk Kawasan Industri yang lokasinya di wilayah satu kabupaten/kota;

 

 

 

b.

gubernur untuk Kawasan Industri yang lokasinya lintas kabupaten/kota; atau

 

 

 

c.

Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk Kawasan Industri yang lokasinya lintas provinsi.

 

 

(2)

Pemberian Izin Lokasi Kawasan Industri kepada Perusahaan Kawasan Industri dilakukan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan pemerintah daerah setempat.

 

 

Pasal 15

 

 

(1)

Izin Usaha Kawasan Industri diberikan kepada Perusahaan Kawasan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

 

 

(2)

Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk:

 

 

 

a.

Badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah;

 

 

 

b.

Koperasi; atau

 

 

 

c.

Badan usaha swasta.

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan pengelolaan Kawasan Industri.

 

 

(2)

Penunjukan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada pemberi Izin Usaha Kawasan Industri.

 

 

(3)

Penunjukkan pengelolaan Kawasan Industri kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi tanggung jawab Perusahaan Kawasan Industri yang bersangkutan.

 

 

Pasal 17

 

 

(1)

Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh Izin Usaha Kawasan Industri dan telah beroperasi, serta akan melakukan perluasan Kawasan Industri wajib memperoleh Izin Perluasan Kawasan Industri terlebih dahulu.

 

 

(2)

Izin Usaha Kawasan Industri dan Izin Perluasan Kawasan Industri diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(3)

Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Kawasan Industri dan Izin Perluasan Kawasan Industri diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

BAB V

 

 

HAK PENGGUNAAN ATAS TANAH KAWASAN INDUSTRI

 

 

Pasal 18

 

 

(1)

Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh Izin Usaha Kawasan Industri dapat diberikan Hak Guna Bangunan atas tanah yang telah dikuasai dan dikembangkan.

 

 

(2)

Hak Guna Bangunan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pads ayat (1) dapat dipecah menjadi Hak Guna Bangunan untuk masing-masing kaveling.

 

 

(3)

Pemecahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Guna Bangunan untuk masing-masing kaveling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dan menjadi tanggung jawab Perusahaan Kawasan Industri.

 

 

(4)

Ketentuan dan tata cara pemberian Hak Guna Bangunan dan pemecahan Hak Guna Bangunan untuk masing-masing kaveling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Kawasan Industri yang dikembangkan oleh badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang telah memperoleh Izin Usaha Kawasan Industri dapat diberikan Hak Pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Di atas Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Hak Guna Bangunan berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.

 

 

(3)

Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan untuk masing-masing kaveling atau gabungan beberapa kaveling.

 

 

BAB VI

 

 

KEWAJIBAN KAWASAN INDUSTRI

 

 

Pasal 20

 

 

Perusahaan Kawasan Industri wajib menyediakan lahan bagi kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

 

 

Pasal 21

 

 

(1)

Kawasan Industri wajib memiliki Tata Tertib Kawasan Industri.

 

 

(2)

Tata Tertib Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi mengenai:

 

 

 

a.

hak dan kewajiban masing-masing pihak;

 

 

 

b.

ketentuan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sesuai hasil studi Analisis Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan;

 

 

 

c.

ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait; dan

 

 

 

d.

ketentuan lain yang ditetapkan oleh pengelola Kawasan Industri.

 

 

(3)

Kawasan Industri wajib memfasilitasi perizinan dan hubungan Industrial bagi Perusahaan Industri yang berada di Kawasan Industri.

 

 

Pasal 22

 

 

(1)

Kawasan Industri wajib memenuhi pedoman teknis Kawasan Industri

 

 

(2)

Ketentuan mengenai pedoman teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

BAB VII

 

 

KEWAJIBAN PERUSAHAAN INDUSTRI DI KAWASAN INDUSTRI

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Perusahaan Industri di dalam Kawasan industri wajib memiliki:

 

 

 

a.

Upaya Pengelolaan Lingkungan; dan

 

 

 

b.

Upaya Pemantauan Lingkungan.

 

 

(2)

Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri yang mengelola atau memanfaatkan limbah bahan berbahaya dan beracun wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan mendapat pengesahan.

 

 

(3)

Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri dikecualikan dari perizinan yang menyangkut Gangguan, Lokasi, dan pengesahan rencana tapak tanah.

 

 

Pasal 24

 

 

(1)

Setiap Perusahaan Industri di kawasan Industri wajib:

 

 

 

a.

memenuhi semua ketentuan perizinan dan Tata Tertib Kawasan Industri yang berlaku;

 

 

 

b.

memelihara daya dukung lingkungan di sekitar kawasan termasuk tidak melakukan pengambilan air tanah;

 

 

 

c.

melakukan pembangunan pabrik dalam batas waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak pembelian lahan; dan

 

 

 

d.

mengembalikan kaveling Industri kepada Perusahaan Kawasan Industri apabila dalam batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak melakukan pembangunan pabrik.

 

 

(2)

Tata cara pengembalian kaveling Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut dalam Tata Tertib Kawasan Industri masing-masing Kawasan Industri.

 

 

BAB VIII

 

 

TIM NASIONAL KAWASAN INDUSTRI

 

 

Pasal 25

 

 

(1)

Timnas-KI bertugas:

 

 

 

a.

memberikan usulan dan masukan kepada Menteri sebagai bahan penyusunan perumusan kebijakan;

 

 

 

b.

melakukan pengawasan pelaksanaan pengembangan Kawasan Industri;

 

 

 

c.

melakukan koordinasi dengan instansi Pemerintah terkait dan/atau pemerintah daerah serta Perusahaan Kawasan Industri;

 

 

 

d.

melakukan evaluasi perkembangan Kawasan Industri; dan/atau mengusulkan patokan harga jual atau sewa kaveling dan/atau bangunan Industri di Kawasan Industri; dan

 

 

 

e.

Mengusulkan patokan harga jual atau sewa kaveling dan/atau bangunan Industri di Kawasan Industri.

 

 

(2)

Keanggotaan Timnas-KI terdiri dari unsur Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan perhimpunan Kawasan Industri, Kamar Dagang dan Industri yang diangkat dan ditetapkan oleh Menteri.

 

 

(3)

Timnas-KI wajib melaporkan tugasnya kepada Menteri paling lama 1 (satu) kali setiap 6 (enam) bulan.

 

 

BAB IX

 

 

SANKSI ADMINISTRATIF

 

 

Pasal 26

 

 

(1)

Menteri atau pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) sesuai dengan kewenangannya masing-masing dapat mengenakan sanksi administratif kepada:

 

 

 

a.

Perusahaan Industri yang melakukan perluasan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;

 

 

 

b.

Perusahaan Kawasan Industri yang ticlak mematuhi penetapan patokan harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d;

 

 

 

c.

Perusahaan Kawasan Industri yang melanggar ketentuan Pasal 13 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (1).

 

 

(2)

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

 

 

 

a.

peringatan tertulis;

 

 

 

b.

pembekuan Izin Usaha Industri dan/atau Tanda Daftar Industri;

 

 

 

c.

pembekuan Izin Usaha Kawasan Industri yang dimiliki;

 

 

 

d.

pencabutan Izin Usaha Industri dan/atau Tanda Daftar Industri; dan/atau

 

 

 

e.

pencabutan Izin Usaha Kawasan Industri.

 

 

Pasal 27

 

 

Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a dikenakan kepada Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan.

 

 

Pasal 28

 

 

(1)

Sanksi administratif berupa pembekuan Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri dikenakan kepada Perusahaan Industri apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak diterbitkannya surat peringatan tertulis yang ketiga sesuai ketentuan Pasal 26 ayat (2) huruf b.

 

 

(2)

Sanksi administratif berupa pembekuan Izin Usaha Kawasan Industri dikenakan kepada Perusahaan Kawasan Industri apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak diterbitkannya surat peringatan tertulis yang ketiga tidak memenuhi ketentuan patokan harga dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d, Pasal 13 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (1).

 

 

(3)

Dalam hal Perusahaan Industri telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) atau Perusahaan Kawasan Industri telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d, Pasal 13 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (1), Perusahaan. Industri atau Perusahaan Kawasan Industri dapat mengajukan pembatalan pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak diterbitkannya putusan pembekuan izin tersebut.

 

 

Pasal 29

 

 

Sanksi administratif berupa pencabutan Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri dikenakan kepada Perusahaan Industri, atau pencabutan Izin Usaha Kawasan Industri dikenakan kepada Perusahaan Kawasan Industri apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), Perusahaan Industri atau Perusahaan Kawasan Industri tetap tidak memperbaiki kesalahannya atau permohonan pembatalan pembekuan izinnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) ditolak.

 

 

BAB X

 

 

KETENTUAN PERALIHAN

 

 

Pasal 30

 

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

 

 

a.

Permohonan Izin Usaha Kawasan Industri yang diajukan sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku tetap diproses berdasarkan peraturan perundang-undangan sebelum Peraturan Pemerintah ini;

 

 

b.

Perusahaan Industri baru atau perluasan usaha Industri yang telah memperoleh Persetujuan Prinsip sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku dapat tetap berlokasi sesuai dengan Persetujuan Prinsip tersebut;

 

 

c.

Perusahaan Kawasan Industri yang telah mendapatkan Izin Usaha Kawasan Industri sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, tetap dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan izin yang ditetapkan;

 

 

d.

Beberapa Perusahaan Industri yang telah berada dalam satu hamparan dengan luas lahan keseluruhan paling sedikit 20 (dua puluh) hektar dan berlokasi di dalam Kawasan Peruntukan Industri dapat mengajukan permohonan sebagai Kawasan Industri.

 

 

BAB XI

 

 

KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 31

 

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang berkaitan dengan Kawasan Industri dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

 

 

Pasal 32

 

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

               

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 3 Maret 2009

 

 

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

               
               

 

 

 

 

 

 

 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

               

Diundangkan di Jakarta

 

pada tanggal  3 Maret 2009

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

               
               

ANDI MATTALATTA

 

               
               
               

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 47

Penjelasan................