PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2009


TENTANG


PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN
ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI  SERTA
BERADA DI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa berdasarkan Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007, pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari  Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan pembebasan bea masuk, pembebasan pajak pertambahan nilai, pembebasan pajak penjualan atas barang mewah, dan pembebasan cukai;

 

 

b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 115A ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan Pasal 16B ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang telah Ditunjuk sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kaki diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kaki diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);

 

 

5.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

 

 

6.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);

 

 

7.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1  Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775);

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS.

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

 

 

2.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

 

 

3.

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di  dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

 

 

4.

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.

 

 

5.

Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

 

6.

Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.

 

 

7.

Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.

 

 

8.

Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.

 

 

9.

Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.

 

 

10.

Badan Pengusahaan Kawasan adalah Badan Pengusahaan, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

 

 

11.

Dewan Kawasan adalah Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang ditetapkan oleh Presiden yang mempunyai tugas dan wewenang menetapkan kebijaksanaan umum, membina, mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan Kawasan.

 

 

12.

Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut dengan PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

 

 

13.

Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

 

(2)

Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk oleh Badan Pengusahaan Kawasan setelah mendapat persetujuan Menteri Perhubungan.

 

 

(3)

Untuk kepentingan pengawasan dan pelayanan, Menteri menetapkan Kantor Pabean dan Kawasan Pabean di pelabuhan dan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

(4)

Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.

 

 

(5)

Pemberitahuan Pabean disampaikan kepada pejabat bea dan cukai di Kantor Pabean.

 

 

(6)

Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas yang tidak melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi di bidang kepabeanan.

 

 

Pasal 3

 

 

(1)

Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.

 

 

(2)

Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Bebas yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.

 

 

(3)

Jumlah dan jenis barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan.

 

 

(4)

Pemasukan barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapatkan izin dari Badan Pengusahaan Kawasan, dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan.

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

 

 

(2)

Penyerahan barang di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.

 

 

Pasal 5

 

 

Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikan pembebasan bea masuk, pembebasan PPN, tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai.

 

 

Pasal 6

 

 

(1)

Pemasukan barang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:

 

 

 

a.

dipungut bea masuk, PPN dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22;

 

 

 

b.

dikeluarkan kembali;

 

 

 

c.

dihibahkan kepada negara; atau

 

 

 

d.

dimusnahkan.

 

 

(2)

Pengeluaran kembali atau pemusnahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d dilakukan dibawah pengawasan Badan Pengusahaan Kawasan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan di bidang kepabeanan.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran bea masuk, PPN dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22, serta tata cara pengeluaran kembali dan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

Pasal 7

 

 

(1)

Terhadap barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas dilakukan pemeriksaan pabean.

 

 

(2)

Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.

 

 

(3)

Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif.

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean dilakuken penelitian dokumen.

 

 

(2)

Dalam hal tertentu, barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean dapat dilakukan pemeriksaan fisik.

 

 

(3)

Ketentuan mengenai tata cara penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

BAB II
PENGANGKUTAN DAN PEMBONGKARAN BARANG

 

 

Bagian Kesatu
Kedatangan Sarana Pengangkut

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari:

 

 

 

a.

luar Daerah Pabean;

 

 

 

b.

Kawasan Bebas lainnya; atau

 

 

 

c.

dalam Daerah Pabean,

 

 

 

wajib memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkut ke Kantor Pabean tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).

 

 

(2)

Pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:

 

 

 

a.

sebelum kedatangan untuk sarana pengangkut laut dan udara; atau

 

 

 

b.

pada saat kedatangan untuk sarana pengangkut darat.

 

 

(3)

Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sarana pengangkutnya memasuki Kawasan Bebas wajib mencantumkan barang yang diangkutnya dalam manifesnya.

 

 

(4)

Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sarana pengangkutnya datang dari luar Daerah Pabean, dari Kawasan Bebas atau datang dari dalam Daerah Pabean dengan mengangkut barang wajib menyerahkan Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran.

 

 

(5)

Dalam hal tidak segera dilakukan pembongkaran, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan:

 

 

 

a.

paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui laut;

 

 

 

b.

paling lambat 8 (delapan) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui udara; atau

 

 

 

c.

pada saat kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut yang melalui darat.

 

 

(6)

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dikecualikan bagi pengangkut yang berlabuh paling lama 24 (dua puluh empat) jam dan tidak melakukan pembongkaran barang.

 

 

(7)

Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pengangkut dapat membongkar barang  impor terlebih dahulu dan wajib:

 

 

 

a.

melaporkan keadaan darurat tersebut ke Kantor Pabean terdekat pada kesempatan pertama; dan

 

 

 

b.

menyerahkan pemberitahuan pabean paling lambat 72 (tujuh puluh dua) jam sesudah pembongkaran.

 

 

(8)

Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

 

 

(9)

Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), atau ayat (7) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rpl0.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

 

 

Bagian Kedua
Keberangkatan Sarana Pengangkut

 

 

Pasal 10

 

 

(1)

Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat dari Kawasan Bebas menuju:

 

 

 

a.

ke luar Daerah Pabean;

 

 

 

b.

ke Kawasan Bebas lainnya; atau

 

 

 

c.

ke dalam Daerah Pabean,

 

 

 

wajib menyerahkan Pemberitahuan Pabean atas barang yang diangkutnya sebelum keberangkatan sarana pengangkut.

 

 

(2)

Pengangkut yang sarana pengangkutnya menuju ke luar Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, atau Daerah Pabean wajib mencantumkan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam manifesnya.

 

 

(3)

Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

 

 

Bagian Ketiga
Pembongkaran

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

Barang yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) wajib dibongkar di Kawasan Pabean di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

 

 

(2)

Pembongkaran barang di luar Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyelundupan dan dikenai sanksi di bidang kepabeanan.

 

 

(3)

Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi jumlah barang yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, wajib membayar bea masuk atas barang yang kurang dibongkar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit  Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

 

 

(4)

Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi jumlah barang yang dibongkar lebih banyak dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

 

 

(5)

Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sementara menunggu pengeluarannya dari Kawasan Pabean, dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.

 

 

BAB III
PEMASUKAN BARANG DARI LUAR DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS DAN
PENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN BEBAS KE LUAR DAERAH PABEAN

 

 

Bagian Kesatu
Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas

 

 

Pasal 12

 

 

(1)

Barang asal luar Daerah Pabean yang akan dimasukkan ke Bebas wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean oleh pengusaha ke Kantor Pabean.

 

 

(2)

Barang asal luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean setelah dipenuhinya Kewajiban Pabean.

 

 

(3)

Orang yang mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean setelah memenuhi semua ketentuan tetapi belum mendapat persetujuan pengeluaran dari pejabat bea dan cukai, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

 

 

(4)

Barang asal luar Daerah Pabean yang dibawa oleh penumpang atau awak sarana pengangkut ke Kawasan Bebas pada saat kedatangannya wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai.

 

 

(5)

Barang asal luar Daerah Pabean yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan pejabat bea dan cukai.

 

 

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian kedua
Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke Luar Daerah Pabean

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean oleh pengusaha ke Kantor Pabean.

 

 

(2)

Dalam hal barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean merupakan barang yang dikenai bea keluar, bea keluar wajib dibayar paling lambat pada saat Pemberitahuan Pabean didaftarkan ke Kantor Pabean.

 

 

(3)

Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan terhadap barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.

 

 

(4)

Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan di Kawasan Pabean di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

 

 

(5)

Barang yang telah diberitahukan untuk dikeluarkan dari kawasan bebas ke luar daerah pabean, sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.

 

 

(6)

Barang yang telah diberitahukan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika pengeluarannya dibatalkan wajib dilaporkan kepada pejabat bea dan cukai.

 

 

(7)

Pengusaha yang tidak melaporkan pembatalan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

 

 

(8)

Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean yang merupakan barang yang dikenai bea keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bea keluar.

 

 

(9)

Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas yang dilakukan di luar Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan penyelundupan dan dikenai sanksi di bidang kepabeanan.

 

 

(10)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengeluaran barang ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

BAB IV
PEMASUKAN BARANG DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE
KAWASAN BEBAS DAN PENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN BEBAS KE
TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN

 

 

Bagian Kesatu
Pemasukan Barang dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas
dan Perlakuan Perpajakan

 

 

Pasal 14

 

 

(1)

Pemasukan barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), tidak dipungut PPN dan/atau tidak dikenakan cukai.

 

 

(2)

Pemasukan barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas yang tidak melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dipungut PPN dari/atau cukai.

 

 

(3)

Pemasukan barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, sepanjang menyangkut pemberian fasilitas PPN tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengawasan dan pengadministrasiannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengawasan dan pengadministrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Kedua
Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Perlakuan Perpajakan

 

 

Pasal 15

 

 

(1)

Barang asal luar Daerah Pabean yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke lain dalam Daerah Pabean wajib dilunasi bea masuk, PPN, Pajak Penghasilan Pasal 22, dan/atau c;ukai.

 

 

(2)

Barang asal Kawasan Bebas dan tempat lain dalam Daerah Pabean yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, wajib dilunasi PPN dan/atau cukai.

 

 

(3)

Pelunasan PPN atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Orang yang mengeluarkan barang.

 

 

(4)

Tata cara pelunasan PPN atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri.

 

 

(5)

Tata cara pelunasan cukai atas pengeluaran barang sebagaimana diniaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai.

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean oleh pengusaha ke Kantor Pabean.

 

 

(2)

Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diwajibkan terhadap barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, dan barang kiriman sampai dengan batas nilai pabean dari/atau jumlah tertentu.

 

 

(3)

Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan di Kawasan Pabean.

 

 

(4)

Barang yang telah diberitahukan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.

 

 

(5)

Barang yang telah diberitahukan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika pengeluarannya dibatalkan wajib dilaporkan kepada pejabat bea dan cukai.

 

 

(6)

Pengusaha yang tidak melaporkan pembatalan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

 

 

(7)

Dalam hal barang yang dibatalkan untuk dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean tidak dilaporkan pembatalan pengeluarannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), disamping harus membayar sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), juga diwajibkan untuk melunasi bea masuk, PPN, Pajak Penghasilan Pasal 22, dan/atau cukai.

 

 

(8)

Dalam hal barang yang dibatalkan untuk dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean tidak dilaporkan pembatalan pengeluarannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan barang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), disamping harus membayar sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), juga diwajibkan untuk melunasi PPN dan/atau cukai.

 

 

(9)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengeluaran barang ke tempat lain dalam Daerah Pabean diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

BAB V
PEMASUKAN BARANG DARI KAWASAN BEBAS LAINNYA KE KAWASAN BEBAS
DAN PENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN BEBAS KE KAWASAN BEBAS
LAINNYA

 

 

Bagian Kesatu
Pemasukan Barang dari Kawasan Bebas Lainnya ke Kawasan Bebas

 

 

Pasal 17

 

 

Pemasukan barang dari Kawasan Bebas lainnya ke Kawasan Bebas diberikan pembebasan bea masuk, pembebasan PPN, tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai.

 

 

Pasal 18

 

 

(1)

Barang dari Kawasan Bebas lainnya yang dibongkar di Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean setelah dipenuhinya Kewajiban Pabean.

 

 

(2)

Orang yang mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean setelah memenuhi semua ketentuan tetapi belum mendapat persetujuan pengeluaran dari pejabat bea dan cukai, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

 

 

(3)

Penumpang atau awak sarana pengangkut yang membawa barang dari Kawasan Bebas lainnya, dikecualikan dari pemenuhan Kewajiban Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan barang dari Kawasan Bebas lainnya ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Kedua
Pemasukan Barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas dan
Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas diberikan pembebasan bea masuk, tidak dipungut PPN, tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22, dan/ atau pembebasan cukai.

 

 

(2) 

Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat, berlaku ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

dalam hal barang merupakan barang asal luar Daerah Pabean, diberikan penangguhan bea masuk, pembebasan PPN, tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai;

 

 

 

b.

dalam hal barang merupakan barang asal Kawasan Bebas atau barang asal dalam Daerah Pabean, diberikan pembebasan PPN dan/atau cukai.

 

 

(3)

Ketentuan mengenai pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

 

 

Pasal 20

 

 

(1)

Barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya dan Tempat Penimbunan Berikat wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean oleh pengusaha ke Kantor Pabean.

 

 

(2)

Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan terhadap barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, dan barang kiriman sampai dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.

 

 

(3)

Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan di Kawasan Pabean.

 

 

(4)

Barang yang telah diberitahukan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya dan Tempat Penimbunan Berikat, sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.

 

 

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

BAB VI
PEMBERITAHUAN PABEAN

 

 

Pasal 21

 

 

(1)

Pemberitahuan Pabean dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.

 

 

(2)

Tulisan di atas formulir atau data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat bukti yang sah menurut Undang-Undang Kepabeanan.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara tentang penyampaian Pemberitahuan Pabean yang meliputi:

 

 

 

a.

bentuk, isi, dan keabsahan Pemberitahuan Pabean dan buku catatan pabean;

 

 

 

b.

pendaftaran, penyampaian dan penyerahan Pemberitahuan Pabean;

 

 

 

c.

penelitian, perubahan, penambahan, dan pembatalan Pemberitahuan Pabean dan catatan pabean;

 

 

 

d.

pendistribusian dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean dan buku cacatan pabean; dan

 

 

 

e. 

penggunaan dokumen pelengkap pabean,

 

 

 

diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

Pasal 22

 

 

(1)

Pengurusan Pemberitahuan Pabean wajib dilakukan oleh pengangkut dan pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.

 

 

(2)

Dalam hal pengurusan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan sendiri, pengusaha menguasakannya kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurusan Pemberitahuan Pabean diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

BAB VII
PERLAKUAN PPN ATAS PENYERAHAN ATAU PEMANFAATAN BARANG KENA
PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN/ATAU JASA KENA PAJAK

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari pengenaan PPN.

 

 

(2)

Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.

 

 

(3)

Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN.

 

 

(4)

Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean dikenakan PPN.

 

 

(5)

Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, tidak dipungut PPN.

 

 

(6)

Penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas, tidak dipungut PPN.

 

 

(7)

Penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat, dipungut PPN.

 

 

(8)

Ketentuan mengenai tata cara pelunasan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (7) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

BAB VIII
KETENTUAN LARANGAN DAN PEMBATASAN

 

 

Pasal 24

 

 

(1)

Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke atau dari Kawasan Bebas wajib memberitahukan kepada Menteri.

 

 

(2)

Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk dimasukkan dari luar daerah pabean atau dikeluarkan ke luar daerah pabean atau ke tempat lain dalam daerah pabean, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, atas permintaan pengusaha yang diberi izin usaha Badan Pengusahaan Kawasan:

 

 

 

a.

dibatalkan pengeluarannya dari Kawasan Bebas;

 

 

 

b.

dikeluarkan kembali ke luar daerah pabean; atau

 

 

 

c.

dimusnahkan di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Badan Pengusahaan Kawasan,

 

 

 

kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 

 

(3)

Barang yang dilarang atau dibatasi untuk:

 

 

 

a.

dimasukkan dari luar daerah pabean; atau

 

 

 

b.

dikeluarkan ke luar daerah pabean atau ke tempat lain dalam daerah pabean,

 

 

 

yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar ditetapkan sebagai barang yang dikuasai negara, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan dan penatausahaan barang-barang yang dilarang dan/atau dibatasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

 

 

Pasal 25

 

 

Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pejabat bea dan cukai untuk mengamankan hak-hak negara memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.

 

 

Pasal 26

 

 

Ketentuan mengenai tata cara pemberian informasi kepada Dewan Kawasan dan/atau Badan Pengusahaan Kawasan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri.

 

 

Pasal 27

 

 

Ketentuan lainnya yang berkaitan dengan pemasukan barang ke Kawasan Bebas atau pengeluaran barang dari Kawasan Bebas menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.

 

 

Pasal 28

 

 

Ketentuan mengenai sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan tetap berlaku di Kawasan Bebas.

 

 

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 29

 

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan dari:

 

 

a.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1995 tentang Perlakuan Perpajakan Dalam Rangka Kegiatan Konstruksi dan Kegiatan Operasi Pembangunan Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3604); dan

 

 

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 tentang  Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4514),

 

 

tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

 

 

Pasal 30

 

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

 

 

a.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1995 tentang Perlakuan Perpajakan Dalam Rangka Kegiatan Konstruksi dan Kegiatan Operasi Pembangunan Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3604); dan

 

 

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4514),

 

 

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

 

Pasal 31

 

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 16 Januari 2009

 

 

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 

 

 

 

 

Diundangkan di Jakarta

 

 

 

pada tanggal 16 Januari 2009

 

 

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                      REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

 

ANDI MATTALATTA

 

 

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 15

Penjelasan..............