PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2009


TENTANG


PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN
ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA
BERADA DI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS

I.

UMUM

 

Dalam rangka mendorong kegiatan lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara dan dalam rangka meningkatkan penanaman modal baik asing maupun dalam negeri serta memperluas lapangan kerja, telah diatur pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi menjadi Undang-Undang.

 

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas merupakan suatu kawasan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga sepanjang menyangkut bea masuk, cukai, PPN diperlakukan sama dengan di luar Daerah Pabean yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Untuk mewujudkan tujuan pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, diperlukan pengaturan mengenai perlakuan perpajakan termasuk pemberian fasilitas PPN dan PPnBM dalam kerangka Pasal 16B Undang-Undang Nomor  8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.

 

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas. Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean diberlakukan semua ketentuan di bidang impor dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean diberlakukan semua ketentuan dibidang ekspor. Atas pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas dan pemasukan dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas berlaku seluruh ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 2

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Untuk menjaga agar semua barang yang dimasukkan ke atau yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan, pemenuhan Kewajiban Pabean ditetapkan hanya dapat dilakukan di Kantor Pabean.

 

 

 

Penegasan bahwa pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean maksudnya yaitu jika kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk sebagai Kantor Pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (6)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "sanksi di bidang kepabeanan" adalah sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A Undang-Undang Kepabeanan.

 

Pasal 3

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 4

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 5

 

 

Termasuk dalam pengertian bea masuk adalah bea masuk anti dumping, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk tindakan pembalasan.

 

Pasal 6

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean yang diajukan terhadap barang yang akan dimasukkan ke Kawasan Bebas dilakukan pemeriksaan pabean dalam bentuk penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Pemeriksaan pabean dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan kepentingan pengawasan pemasukan barang ke Kawasan Bebas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 8

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Dalam rangka mendorong ekspor, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar dunia, diperlukan suatu kecepatan dan kepastian bagi pengusaha. Dengan demikian, pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas barang yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean harus diupayakan seminimal mungkin sehingga hanya dilakukan penelitian terhadap dokumennya.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean yang diajukan, pasal ini memberikan kewenangan kepada Menteri untuk dalam hal-hal tertentu dapat menetapkan ketentuan tentang pemeriksaan fisik atas barang ekspor.

 

Pasal 9

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Ketentuan ini mengatur kewajiban bagi pengangkut untuk memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkutnya sebelum sarana pengangkut tiba di Kawasan Pabean, baik terhadap sarana pengangkut yang melakukan kegiatannya secara reguler (liner) maupun sarana pengangkut yang tidak secara teratur berada di Kawasan Pabean (tramper). Hal ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pengawasan pabean atas barang impor dan/atau barang ekspor.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "kedatangan sarana pengangkut" yaitu:

 

 

 

a.

saat lego jangkar di perairan pelabuhan untuk sarana pengangkut melalui laut;

 

 

 

b.

saat mendarat di landasan bandar udara untuk sarana pengangkut melalui udara.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "manifes" yaitu daftar barang niaga yang dimuat dalam sarana pengangkut.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Pemberitahuan Pabean pada ayat ini berisi informasi tentang semua barang niaga yang diangkut dengan sarana pengangkut, baik barang impor, barang ekspor, maupun barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (6)

 

 

 

Ketentuan mengenai berlabuh pada ayat ini dihitung sejak kedatangan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada penjelasan ayat (1).

 

 

Ayat (7)

 

 

 

Pada dasarnya barang impor hanya dapat dibongkar setelah diajukan Pemberitahuan Pabean tentang kedatangan sarana pengangkut. Akan tetapi, jika sarana pengangkut mengalami keadaan darurat seperti mengalami kebakaran, kerusakan mesin yang tidak dapat diperbaiki, terjebak dalam cuaca buruk, atau hal lain yang terjadi di luar kemampuan manusia dapat diadakan pengecualian dengan melakukan pembongkaran tanpa memberitahukan terlebih dahulu tentang kedatangan sarana pengangkut.

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan Kantor Pabean terdekat yaitu Kantor Pabean yang paling mudah dicapai.

 

 

 

 

Melaporkan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dapat dilakukan dengan menggunakan radio panggil, telepon, atau faksimile.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (8)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (9)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 10

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 11

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "sanksi di bidang kepabeanan" adalah sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 Undang-Undang Kepabeanan.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Kewajiban pada ayat ini yang harus dilakukan oleh pengangkut atau kuasanya yaitu memberitahukan kedatangan sarana pengangkut dengan Pemberitahuan. Pabean kepada pejabat bea dan cukai dan dokumen tersebut harus memuat atau berisi semua barang yang diangkut di dalam sarana pengangkut tersebut, baik berupa barang dagangan maupun bekal kapal. Apabila jumlah barang yang dibongkar kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean, pengangkut berdasarkan ketentuan pada ayat ini dianggap telah memasukkan barang impor tersebut ke peredaran bebas sehingga selain wajib membayar bea masuk atas barang yang kurang dibongkar tersebut, juga dikenai sanksi administrasi berupa denda, jika yang bersangkutan tidak dapat membuktikan bahwa kekurangan barang yang dibongkar tersebut bukan karena kesalahannya.

 

 

 

Dalam hal barang yang diangkut dalam kemasan, yang dimaksud dengan jumlah barang yaitu jumlah kemasan.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa penimbunan barang di tempat penimbunan sementara bukan merupakan keharusan karena penimbunan tersebut hanya dilakukan dalam hal barang tidak dapat dikeluarkan dengan segera.

 

Pasal 12

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "dikeluarkan" yaitu, pengeluaran barang dari Kawasan Pabean ke Kawasan Bebas, tempat lain dalam Daerah Pabean, maupun ke luar Daerah Pabean.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Pengeluaran barang pada ayat ini dilakukan tanpa bermaksud untuk mengelakkan pembayaran bea masuk, karena telah diajukan Pemberitahuan Pabean dan bea masuknya telah dilunasi, akan tetapi karena pengeluarannya tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai, atas pelanggaran tersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Yang dimakaud dengan "penumpang" yaitu setiap orang yang melintasi loerbat.-tsan wilayah negara dengan menggunakan sarana. pengangku.t, tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas batas.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "awak sarana pengangkut" yaitu setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkut.

 

 

 

Yang dimaksud dengan 'diberitahukan" yaitu menyampaikan pemberitahuan secara lisan atau tertulis.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "persetujuan pejabat bea dan cukai" yaitu penetapan pejabat bea dan cukai yang menyatakan bahwa barang tersebut telah dipenuhi Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

 

 

Ayat (6)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 13

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Pemberitahuan pada ayat ini dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan pengawasan terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Daerah Pabean.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pengusaha yaitu pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Pengenaan bea keluar pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasional, bukan untuk membebani daya saing komoditi ekspor di pasar internasional.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat 6

 

 

 

Yang dimaksud dengan "dibatalkan" yaitu dibatalkan seluruhnya atau sebagian.

 

 

Ayat (7)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (8)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (9)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "sanksi di bidang kepabeanan" adalah sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102A Undang-Undang Kepabeanan.

 

 

Ayat (10)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 14

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Fasilitas PPN tidak dipungut hanya diberikan apabila Barang Kena Pajak tersebut benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk dan dibuktikan dengan dokumen kepabeanan yang telah diendorse/disetujui oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "tempat lain dalam Daerah Pabean" adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan Tempat Penimbunan Berikat.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 15

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

PPN yang terutang wajib dilunasi oleh Orang yang mengeluarkan barang, sebelum barang dikeluarkan dari Kawasan Bebas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 16

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Pemberitahuan Pabean pada ayat ini dimaksudkan agar kewajiban pembayaran bea masuk, PPN, cukai, dan Pajak Penghasilan Pasal 22 serta ketentuan larangan dan pembatasan atas barang asal luar Daerah Pabean telah dipenuhi sebelum keluar dari Kawasan Bebas menuju tempat lain dalam Daerah Pabean.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "penumpang" yaitu setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah Kawasan Bebas dengan menggunakan sarana pengangkut, tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas batas.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "awak sarana pengangkut" yaitu setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkut.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (5)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "dibatalkan" yaitu dibatalkan seluruhnya atau sebagian.

 

 

Ayat (6)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (7)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (8)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (9)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 17

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 18

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 19

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 20

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 21

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Data elektronik (softcopy) yaitu informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 22

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Pada dasarnya Peraturan Pemerintah ini menganut prinsip bahwa semua pemilik barang dapat menyelesaikan kewajiban pabean. Mengingat tidak semua pemilik barang mengetahui atau menguasai ketentuan tata laksana kepabeanan atau karena suatu hal tidak dapat menyelesaikan sendiri kewajiban pabean, ayat ini memberi kemungkinan pemberian kuasa penyelesaian kewajiban pabean kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang terdaftar di Kantor Pabean.

 

 

 

Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan sebelumnya telah ada dan di dalam praktik sehari-hari dikenal dengan nama Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), Ekspedisi Muatan Kapal Udara atau Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMKU/EMPU), atau pengusaha jasa transportasi.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 23

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 24

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 25

 

 

Kewenangan pejabat bea dan cukai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yaitu kewenangan pejabat bea dan cukai untuk:

 

 

a.

menggunakan senjata api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 Undang-Undang Kepabeanan;

 

 

b.

menggunakan kapal patroli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 Undang-Undang Kepabeanan;

 

 

c.

meminta bantuan instansi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Undang-Undang Kepabeanan;

 

 

d.

menegah barang dan/atau sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 Undang-Undang Kepabeanan;

 

 

e.

melakukan pengawasan dan penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81 Undang-Undang Kepabeanan;

 

 

f.

melakukan pemeriksaan atas barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, Pasal 82A, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85, dan Pasal 85A Undang-Undang Kepabeanan;

 

 

g.

melakukan pemeriksaan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan Pasal 86A Undang-Undang Kepabeanan;

 

 

h. 

melakukan pemeriksaan bangunan dan tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89 Undang-Undang Kepabeanan;

 

 

i.

melakukan pemeriksaan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91 Undang-Undang Kepabeanan;

 

 

j.

melakukan pemeriksaan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 Undang-Undang Kepabeanan; dan

 

 

k.

kewenangan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan.

 

Pasal 26

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 27

 

 

Yang dimaksud dengan "ketentuan lainnya" adalah ketentuan mengenai:

 

 

a.

tarif dan nilai pabean;

 

 

b.

bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan;

 

 

c.

tidak dipungut, pembebasan, keringanan, dan pengembalian bea masuk;

 

 

d.

tanggung jawab bea masuk;

 

 

e.

pembayaran, penagihan utang, dan jaminan;

 

 

f.

tempat penimbunan di bawah pengawasan pabean;

 

 

g.

pembukuan;

 

 

h.

larangan dan pembatasan impor atau ekspor, penangguhan impor atau ekspor barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, dan penindakan atas barang yang terkait dengan terorisme dan/atau kejahatan lintas negara;

 

 

i.

barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara;

 

 

j.

keberatan dan banding;

 

 

k.

ketentuan pidana; dan

 

 

l.

penyidikan.

 

Pasal 28

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 29

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 30

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 31

 

 

Cukup jelas.

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4970