PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2009
TENTANG
KESEHATAN
I. |
UMUM |
|||
|
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. |
|||
|
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan. |
|||
|
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
|||
|
Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. |
|||
|
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Perkembangan ini tertuang ke dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) pada tahun 1982 yang selanjutnya disebutkan kedalam GBHN 1983 dan GBHN 1988 sebagai tatanan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan. |
|||
|
Selain itu, perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring dengan munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya perubahan yang sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi informasi dalam era global ini ternyata belum terakomodatif secara baik oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. |
|||
|
Perencanaan dan pembiayaan pembangunan kesehatan yang tidak sejiwa dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, yaitu menitikberatkan pada pengobatan (kuratif), menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar bila dibandingkan dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya, masyarakat akan selalu memandang persoalan pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat konsumtif/pemborosan. |
|||
|
Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam menjalankan pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara lain. |
|||
|
Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. |
|||
|
Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang berwawasan sakit. |
|||
|
Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. |
|||
|
Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bahwa bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-masing yang setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan. |
|||
|
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian urusan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan perlu disesuaikan dengan semangat otonomi daerah. |
|||
|
Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era globalisasi dan dengan semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. |
|||
II. |
PASAL DEMI PASAL |
|||
|
Pasal 1 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 2 |
|||
|
|
Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya kesehatan sebagai berikut: |
||
|
|
a. |
asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa. |
|
|
|
b. |
asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material dan sipiritual. |
|
|
|
c. |
asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara. |
|
|
|
d. |
asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan. |
|
|
|
e. |
asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum. |
|
|
|
f. |
asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. |
|
|
|
g. |
asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki. |
|
|
|
h. |
asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat. |
|
|
Pasal 3 |
|||
|
|
Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat. |
||
|
|
Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. |
||
|
Pasal 4 |
|||
|
|
Hak atas kesehatan yang dimaksud dalam pasal ini adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dari fasilitas pelayanan kesehatan agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. |
||
|
Pasal 5 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 6 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 7 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 8 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 9 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 10 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 11 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 12 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 13 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 14 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Agar upaya kesehatan berhasil guna dan berdaya guna, Pemerintah perlu merencanakan, mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan ataupun sumber dayanya secara serasi dan seimbang dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 15 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 16 |
|||
|
|
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang merata kepada masyarakat, diperlukan ketersediaan tenaga kesehatan yang merata dalam arti pendayagunaan dan penyebarannya harus merata ke seluruh wilayah sampai ke daerah terpencil sehingga memudahkan masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan . |
||
|
Pasal 17 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 18 |
|||
|
|
Peran serta aktif masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan perlu digerakkan dan diarahkan agar dapat berdaya guna dan berhasil guna. |
||
|
Pasal 19 |
|||
|
|
Untuk melaksanakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat diperlukan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh wilayah sampai daerah terpencil yang mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat. |
||
|
Pasal 20 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 21 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Pada prinsipnya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan ditujukan kepada seluruh tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan dapat dikelompokkan sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki, antara lain meliputi tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan masyarakat dan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, dan tenaga kesehatan lainnya. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Pengaturan tenaga kesehatan di dalam undang-undang adalah tenaga kesehatan di luar tenaga medis. |
|
|
Pasal 22 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 23 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Kewenangan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kewenangan yang diberikan berdasarkan pendidikannya setelah melalui proses registrasi dan pemberian izin dari pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Selama memberikan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan harus mengutamakan indikasi medik dan tidak diskriminatif, demi kepentingan terbaik dari pasien dan sesuai dengan indikasi medis. |
|
|
|
Ayat (5) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 24 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 25 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 26 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah dimaksudkan agar memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengatur sendiri pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan yang diperlukan sesuai kebutuhan daerahnya dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (5) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 27 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Kewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dimaksudkan agar tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baru. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 28 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 29 |
|||
|
|
Mediasi dilakukan bila timbul sengketa antara tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan. Mediasi dilakukan bertujuan untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan oleh mediator yang disepakati oleh para pihak. |
||
|
Pasal 30 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dasar. |
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan spesialistik. |
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan sub spesialistik. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (5) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 31 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 32 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 33 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 34 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Bagi tenaga kesehatan yang sedang menjalani proses belajar diberikan izin secara kolektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 35 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 36 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 37 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 38 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 39 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 40 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (5) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (6) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "obat generik" adalah obat generik dengan menggunakan nama Internasional Non Propertery Name (INN). |
|
|
|
Ayat (7) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 41 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 42 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan ditujukan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi, dan teknologi informasi (TI) kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan. Pengembangan teknologi, produk teknologi, teknologi informasi (TI) dan Informasi Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hak kekayaan intelektual (HKI). Untuk penelitian penyakit infeksi yang muncul baru atau berulang (new emerging atau re emerging diseases) yang dapat menyebabkan kepedulian kesehatan dan kedaruratan kesehatan masyarakat (public health emergency of international concern/ PHEIC) harus dipertimbangkan kemanfaatan (benefit sharing) dan penelusuran ulang asal muasalnya (tracking system) demi untuk kepentingan nasional. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "teknologi kesehatan" dalam ketentuan ini adalah cara, metode, proses, atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan disiplin ilmu pengetahuan di bidang kesehatan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 43 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi terdiri atas unsur perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, badan usaha, dan lembaga penunjang. Lembaga penelitian dan pengembangan kesehatan berfungsi menumbuhkan kemampuan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 44 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan uji coba adalah bagian dari kegiatan penelitian dan pengembangan. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik simpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. |
|
|
|
|
Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru. |
|
|
|
|
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali, disusun, dan dikembangkan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan tertentu yang dilandasi oleh metodologi ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif, kualitatif, maupun eksploratif untuk menerangkan pembuktian gejala alam dan/atau gejala kemasyarakatan tertentu. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Semua uji coba yang menggunakan manusia sebagai subjek uji coba wajib didasarkan pada tiga prinsip etik umum, yaitu menghormati harkat martabat manusia (respect for persons) yang bertujuan menghormati otonomi dan melindungi manusia yang otonominya terganggu/kurang, berbuat baik (beneficence) dan tidak merugikan (nonmaleficence) dan keadilan (justice). |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Uji coba pada manusia harus dilakukan dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. Penelitian dan pengembangan yang menggunakan manusia sebagai subjek harus mendapat informed consent. Sebelum meminta persetujuan subyek penelitian, peneliti harus memberikan informasi mengenai tujuan penelitian dan pengembangan kesehatan serta penggunaan hasilnya, jaminan kerahasiaan tentang identitas dan data pribadi, metode yang digunakan, risiko yang mungkin timbul dan hal lain yang perlu diketahui oleh yang bersangkutan dalam rangka penelitian dan pengembangan kesehatan. |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Hewan percobaan harus dipilih dengan mengutamakan hewan dengan sensitivitas neurofisiologik yang paling rendah (nonsentient organism) dan hewan yang paling rendah pada skala evolusi. Keberhati-hatian (caution) yang wajar harus diterapkan pada penelitian yang dapat mempengaruhi lingkungan dan kesehatan hewan yang digunakan dalam penelitian harus dihormati. |
|
|
|
Ayat (5) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 45 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat ini ditujukan bagi pengembangan teknologi dan/atau produk teknologi yang bertujuan untuk penyalahgunaan sebagai senjata dan/atau bahan senjata biologi, yang menimbulkan bahaya bagi keselamatan manusia, kelestarian fungsi lingkungan, kerukunan bermasyarakat, keselamatan bangsa, dan merugikan negara, serta membahayakan ketahanan nasional. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 46 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 47 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 48 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 49 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 50 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 51 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 52 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 53 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 54 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 55 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 56 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 57 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 58 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang termasuk "kerugian" akibat pelayanan kesehatan termasuk didalamnya adalah pembocoran rahasia kedokteran. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 59 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 60 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "penggunaan alat dan teknologi" dalam ketentuan ini adalah yang tidak bertentangan dengan tindakan pengobatan tradisional yang dilakukan. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 61 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 62 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 63 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 64 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 65 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "fasilitas pelayanan kesehatan tertentu" dalam ketentuan ini adalah fasilitas yang ditetapkan oleh Menteri yang telah memenuhi persyaratan antara lain peralatan, ketenagaan dan penunjang lainnya untuk dapat melaksanakan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 66 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 67 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh dilakukan dalam rangka penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kesehatan, pelayanan kesehatan, pendidikan serta kepentingan lainnya. Kepentingan lainnya adalah surveilans, investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB), baku mutu keselamatan dan keamanan laboratorium kesehatan sebagai penentu diagnosis penyakit infeksi, upaya koleksi mikroorganisme, koleksi materi, dan data genetik dari pasien dan agen penyebab penyakit. Pengiriman ke luar negeri hanya dapat dilakukan apabila cara mencapai maksud dan tujuan pemeriksaan tidak mampu dilaksanakan oleh tenaga kesehatan maupun fasilitas pelayanan kesehatan atau lembaga penelitian dan pengembangan dalam negeri, maupun untuk kepentingan kendali mutu dalam rangka pemutakhiran akurasi kemampuan standar diagnostik dan terapi oleh kelembagaan dimaksud. Pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh dimaksud harus dilengkapi dengan Perjanjian Alih Material dan dokumen pendukung yang relevan. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 68 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 69 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 70 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "sel punca" dalam ketentuan ini adalah sel dalam tubuh manusia dengan kemampuan istimewa yakni mampu memperbaharui atau meregenerasi dirinya dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain yang spesifik. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 71 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 72 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 73 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 74 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 75 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "konselor" dalam ketentuan ini adalah setiap orang yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. Yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu. |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 76 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 77 |
|||
|
|
Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis. |
||
|
Pasal 78 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 79 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 80 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 81 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 82 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "bencana" dalam ketentuan ini adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. |
|
|
|
|
Pemerintah harus memfasilitasi tersedianya sumber daya dan pelaksanaan pelayanan kesehatan pada prabencana, saat bencana dan pascabencana. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Yang dimaksud "tanggap darurat bencana" dalam ketentuan ini adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (5) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 83 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 84 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 85 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 86 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 87 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 88 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 89 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 90 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Guna menjamin ketersediaan darah untuk pelayanan kesehatan, jaminan pemerintah diwujudkan dalam bentuk pemberian subsidi kepada unit transfusi darah (UTD) yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan bantuan lainnya. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Darah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Pemurah kepada setiap insan tidaklah sepantasnya dijadikan objek jual beli untuk mencari keuntungan, biarpun dengan dalih untuk menyambung hidup. |
|
|
Pasal 91 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "proses pengolahan" dalam ketentuan ini adalah pemisahan komponen darah menjadi plasma dan sel darah merah, sel darah putih dan sel pembeku darah yang dilakukan oleh UTD dan biaya pengolahan tersebut ditanggung oleh negara. |
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "proses produksi" dalam ketentuan ini adalah proses fraksionasi dimana dilakukan penguraian protein plasma menjadi antara lain albumin, globulin, faktor VIII dan faktor IX dilakukan oleh industri yang harganya dikendalikan oleh Pemerintah. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "dikendalikan" dalam ketentuan ini termasuk harga hasil produksi yang bersumber dari pengolahan darah transfusi. |
|
|
Pasal 92 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 93 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Lingkup masalah dari kesehatan gigi dan mulut ditinjau dari fase tumbuh kembang: |
|
|
|
|
a. |
Fase janin; |
|
|
|
b. |
Ibu Hamil; |
|
|
|
c. |
Anak-anak; |
|
|
|
d. |
Remaja; |
|
|
|
e. |
Dewasa; dan |
|
|
|
f. |
Lanjut Usia. |
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 94 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 95 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Pemerintah menggerakan pemberdayaan masyarakat untuk donor kornea dan operasi katarak dalam rangka mencegah kebutaan dan pendengaran. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 96 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 97 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "kesehatan matra" dalam ketentuan ini adalah kondisi dengan lingkungan berubah secara bermakna yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "kesehatan lapangan" dalam ketentuan ini adalah kesehatan matra yang berhubungan dengan pekerjaan didarat yang temporer dan serba berubah. Adapun sasaran pokok adalah melakukan dukungan kesehatan operasional dan pembinaan terhadap setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam kegiatan dilapangan. |
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "kesehatan kelautan dan bawah air" dalam ketentuan ini adalah kesehatan matra yang berhubungan dengan pekerjaan di laut dan yang berhubungan dengan keadaan lingkungan yang bertekanan tinggi (hiperbarik) dengan sasaran pokok melakukan dukungan kesehatan operasional dan pembinaan kesehatan setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pengoperasian peralatan laut dan dibawah air. |
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "kesehatan kedirgantaraan" dalam ketentuan ini adalah kesehatan matra udara yang mencakup ruang lingkup kesehatan penerbangan dan kesehatan ruang angkasa dengan keadaan lingkungan yang bertekanan rendah (hipobarik) dengan mempunyai sasaran pokok melakukan dukungan kesehatan operasional dan pembinaan kesehatan terhadap setiap orang secara langsung atau tidak langsung. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (4) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 98 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 99 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 100 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 101 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 102 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 103 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 104 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 105 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "buku standar lainnya" dalam ketentuan ini adalah kalau tidak ada dalam farmakope Indonesia, dapat menggunakan US farmakope, British farmakope, international farmakope. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 106 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 107 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 108 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "tenaga kesehatan" dalam ketentuan ini adalah tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 109 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 110 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 111 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 112 |
|||
|
|
Dalam pengaturan termasuk diatur penggunaan bahan tambahan makanan dan minuman yang boleh digunakan dalam produksi dan pengolahan makanan dan minuman. |
||
|
Pasal 113 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Penetapan standar diarahkan agar zat adiktif yang dikandung oleh bahan tersebut dapat ditekan untuk mencegah beredarnya bahan palsu. Penetapan persyaratan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif ditujukan untuk menekan dan mencegah penggunaan yang mengganggu atau merugikan kesehatan. |
|
|
Pasal 114 |
|||
|
|
Yang dimaksud dengan "peringatan kesehatan" dalam ketentuan ini adalah tulisan yang jelas dan mudah terbaca dan dapat disertai gambar atau bentuk lainnya. |
||
|
Pasal 115 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Pemerintah daerah dalam menetapkan kawasan tanpa rokok harus mempertimbangkan seluruh aspek secara holistik. |
|
|
Pasal 116 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 117 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 118 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 119 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 120 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 121 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 122 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 123 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 124 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 125 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 126 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 127 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 128 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "pemberian air susu ibu ekslusif" dalam ketentuan ini adalah pemberian hanya air susu ibu selama 6 bulan, dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi. |
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "indikasi medis" dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan ibu yang tidak memungkinkan memberikan air susu ibu berdasarkan indikasi medis yang ditetapkan oleh tenaga medis. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 129 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "kebijakan" dalam ketentuan ini berupa pembuatan norma, standar, prosedur dan kriteria. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 130 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 131 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 132 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 133 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 134 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 135 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 136 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Setiap anak usia sekolah dan remaja berhak atas informasi dan edukasi serta layanan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi remaja dengan memperhatikan masalah dan kebutuhan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan dan penyakit yang dapat menghambat pengembangan potensi anak. |
|
|
|
|
Setiap anak usia sekolah dan remaja berhak mendapatkan pendidikan kesehatan melalui sekolah dan madrasah dan maupun luar sekolah untuk meningkatkan kemampuan hidup anak dalam lingkungan hidup yang sehat sehingga dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. |
|
|
|
|
Upaya pembinaan usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditujukan untuk menyiapkan anak menjadi orang dewasa yang sehat, cerdas dan produktif baik sosial maupun ekonomi. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 137 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 138 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 139 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 140 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 141 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "gizi seimbang" dalam ketentuan ini adalah asupan gizi sesuai kebutuhan seseorang untuk mencegah resiko gizi lebih dan gizi kurang. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 142 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 143 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 144 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 145 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 146 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 147 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 148 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 149 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 150 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 151 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 152 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 153 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 154 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 155 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 156 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 157 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Perilaku hidup bersih dan sehat bagi penderita penyakit menular dilakukan dengan tidak melakukan tindakan yang dapat memudahkan penularan penyakit pada orang lain. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 158 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 159 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 160 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 161 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 162 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 163 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 164 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 165 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 166 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 167 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 168 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 169 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 170 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 171 |
|||
|
|
Ayat (1) |
||
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
|
Ayat (2) |
||
|
|
|
Bagi daerah yang telah menetapkan lebih dari 10% (sepuluh persen) agar tidak menurunkan jumlah alokasinya dan bagi daerah yang belum mempunyai kemampuan agar dilaksanakan secara bertahap. |
|
|
|
Ayat (3) |
||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "kepentingan pelayanan publik" dalam ketentuan ini adalah pelayanan kesehatan baik pelayanan preventif, pelayanan promotif, pelayanan kuratif, dan pelayanan rehabilitatif yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Biaya tersebut dilakukan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan pelayanan preventif dan pelayanan promotif dan besarnya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari APBN dan APBD . |
|
|
Pasal 172 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 173 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 174 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 175 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 176 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 177 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 178 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 179 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 180 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 181 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 182 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 183 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 184 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 185 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 186 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 187 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 188 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 189 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 190 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 191 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 192 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 193 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 194 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 195 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 196 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 197 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 198 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 199 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 200 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 201 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 202 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 203 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 204 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
|
Pasal 205 |
|||
|
|
Cukup jelas. |
||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5063 |