UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN 2009
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2010


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen keempat, Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;

 

 

b.

bahwa RAPBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

 

 

c.

bahwa RAPBN Tahun Anggaran 2010 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;

 

 

d.

bahwa penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2010 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010 dan memperhatikan aspirasi masyarakat, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat;

 

 

e.

bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;

 

 

f.

bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2010 antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 23/DPD/2009 tanggal 14 Agustus 2009;

 

 

g.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010.

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen Keempat;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

 

 

5.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tcntang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);

 

 

6.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);

 

 

7.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);

 

 

8.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

9.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

 

 

10.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

 

 

11.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

12.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);

 

 

13.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

 

 

14.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

 

 

15.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

 

 

16.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

 

 

17.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

 

 

18.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

 

 

19.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

 

 

20.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

 

 

21.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);

 

 

22.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);

 

 

23.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);

 

 

24.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);

 

 

25.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893).

 

 

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

 

 

dan

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010.

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.

 

 

2.

Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.

 

 

3.

Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.

 

 

4.

Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan bea keluar.

 

 

5.

Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU).

 

 

6.

Cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam rangka operasi perminyakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan menggunakan hasil produksi minyak dan/atau gas bumi (migas) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7.

Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan oleh pihak swasta dalam negeri dan pemerintah daerah serta sumbangan oleh pihak swasta luar negeri dan pemerintah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu.

 

 

8.

Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah.

 

 

9.

Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga (K/L), sesuai dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah yang akan dijalankan.

 

 

10.

Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.

 

 

11.

Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

 

 

12.

Belanja pegawai adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai Pemerintah Pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/ Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.

 

 

13.

Belanja barang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat, serta belanja perjalanan.

 

 

14.

Belanja modal adalah belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.

 

 

15.

Pembayaran bunga utang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang dalam negeri maupun luar negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan utang yang sudah ada dan utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang.

 

 

16.

Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.

 

 

17.

Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi dan/atau menjual bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan.

 

 

18.

Belanja hibah adalah belanja Pemerintah Pusat yang bersifat sukarela dengan pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pemerintah negara lain, lembaga/organisasi internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus dan dilakukan dengan naskah perjanjian antar pemberi hibah dan penerima hibah.

 

 

19.

Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya berbagai risiko sosial.

 

 

20.

Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja Pemerintah Pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai dengan angka 19 (sembilan belas), dan dana cadangan umum.

 

 

21.

Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian.

 

 

22.

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

 

 

23.

Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

 

 

24.

Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

 

 

25.

Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan  Pemerintahan Daerah.

 

 

26.

Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

 

 

27.

Dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah.

 

 

28.

Sisa lebih pembiayaan anggaran, selanjutnya disingkat Silpa, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan atas realisasi defisit anggaran yang terjadi.

 

 

29.

Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN dan kebutuhan pengeluaran pembiayaan.

 

 

30.

Pembiayaan dalam negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang terdiri atas hasil privatisasi, hasil pengelolaan aset, penerbitan bersih surat berharga negara, pinjaman dalam negeri, dikurangi pengeluaran pembiayaan yang terdiri atas dana investasi Pemerintah, dana bergulir, kewajiban yang timbul akibat penjaminan Pemerintah, penyertaan modal negara, dan cadangan pembiayaan.

 

 

31.

Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

 

 

32.

Surat berharga negara, selanjutnya disingkat SBN, meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.

 

 

33.

Surat utang negara, selanjutnya disingkat SUN, adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.

 

 

34.

Surat berharga syariah negara, selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

 

 

35.

Dana Investasi Pemerintah adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi financial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha.

 

 

36.

Restrukturisasi BUMN adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN, yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.

 

 

37.

Pinjaman dalam negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.

 

 

38.

Kewajiban penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada BUMN dan/atau BUMD dalam hal BUMN dan/atau BUMD dimaksud tidak dapat membayar kewajibannya kepada kreditor sesuai perjanjian pinjaman.

 

 

39.

Pembiayaan luar negeri neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.

 

 

40.

Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai (cash financing) dimana pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti matrik kebijakan (policy matrix) atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.

 

 

41.

Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga dan/atau pemerintah daerah dan BUMN melalui penerusan pinjaman yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan berdasarkan Undang-Undang ini.

 

 

42.

Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.

 

 

43.

Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.

 

 

44.

Tahun anggaran 2010 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2010.

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

Anggaran pendapatan negara dan hibah tahun anggaran 2010 diperoleh dari sumber-sumber:

 

 

 

a.

penerimaan perpajakan;

 

 

 

b.

penerimaan negara bukan pajak; dan

 

 

 

c.

penerimaan hibah.

 

 

(2)

Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp742.738.045.000.000,00 (tujuh ratus empat puluh dua triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar empat puluh lima juta rupiah).

 

 

(3)

Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp205.411.304.114.000,00 (dua ratus lima triliun empat ratus sebelas miliar tiga ratus empat juta seratus empat belas ribu rupiah).

 

 

(4)

Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp1.506.766.000.000,00 (satu triliun lima ratus enam miliar tujuh ratus enam puluh enam juta rupiah).

 

 

(5)

Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) direncanakan sebesar Rp949.656.115.114.000,00 (sembilan ratus empat puluh sembilan triliun enam ratus lima puluh enam miliar seratus lima belas juta seratus empat belas ribu rupiah).

 

 

Pasal 3

 

 

(1)

Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas:

 

 

 

a.

pajak dalam negeri; dan

 

 

 

b.

pajak perdagangan internasional.

 

 

(2)

Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp715.534.543.000.000,00 (tujuh ratus lima belas triliun lima ratus tiga puluh empat miliar lima ratus empat puluh tiga juta rupiah), yang terdiri atas:

 

 

 

a.

Pajak penghasilan sebesar Rp350.957.982.000.000,00 (tiga ratus lima puluh triliun sembilan ratus lima puluh tujuh miliar sembilan ratus delapan puluh dua juta rupiah), termasuk pajak penghasilan ditanggung Pemerintah atas:

 

 

 

 

1)

komoditi panas bumi sebesar Rp624.250.000.000,00 (enam ratus dua puluh empat miliar dua ratus lima puluh juta rupiah);

 

 

 

 

2)

bunga imbal hasil atas Surat Berharga Negara yang diterbitkan di pasar internasional sebesar Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah); dan

 

 

 

 

3)

hibah dan pembiayaan internasional dari lembaga keuangan multilateral sebesar Rpl.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).

 

 

 

 

Pelaksanaan pajak penghasilan ditanggung Pemerintah masing-masing diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;

 

 

 

b.

Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebesar Rp269.537.049.000.000,00 (dua ratus enam puluh sembilan triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar empat puluh sembilan juta rupiah), termasuk pajak ditanggung Pemerintah (DTP) atas:

 

 

 

 

1)

bahan bakar minyak bersubsidi (PT Pertamina Persero) sebesar Rp5.897.550.000.000,00 (lima triliun delapan ratus sembilan puluh tujuh miliar lima ratus lima puluh juta rupiah);

 

 

 

 

2)

pajak dalam rangka impor (PDRI) ekplorasi migas sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah);

 

 

 

 

3)

PPN minyak goreng dan impor gandum/terigu sebesar Rp851.000.000.000,00 (delapan ratus lima puluh satu miliar rupiah); dan

 

 

 

 

4)

PPN Bahan Bakar Nabati (BBN) Rpl.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).

 

 

 

 

Pelaksanaan PPN ditanggung Pemerintah masing-masing diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;

 

 

 

c.

Pajak bumi dan bangunan sebesar Rp26.506.421.000.000,00 (dua puluh enam triliun lima ratus enam miliar empat ratus dua puluh satu juta rupiah);

 

 

 

d.

Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar Rp7.392.899.000.000,00 (tujuh triliun tiga ratus sembilan puluh dua miliar delapan ratus sembilan puluh sembilan juta rupiah);

 

 

 

e.

Cukai sebesar Rp57.289.169.000.000,00 (lima puluh tujuh triliun dua ratus delapan puluh sembilan miliar seratus enam puluh sembilan juta rupiah); dan

 

 

 

f.

Pajak lainnya sebesar Rp3.851.023.000.000,00 (tiga triliun delapan ratus lima puluh satu miliar dua puluh tiga juta rupiah).

 

 

(3)

Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp27.203.502.000.000,00 (dua puluh tujuh triliun dua ratus tiga miliar lima ratus dua juta rupiah), yang terdiri atas:

 

 

 

a.

Bea masuk sebesar Rpl9.569.865.000.000,00 (sembilan belas triliun lima ratus enam puluh sembilan miliar delapan ratus enam puluh lima juta rupiah), termasuk fasilitas bea masuk ditanggung Pemerintah sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; dan

 

 

 

b.

Bea keluar sebesar Rp7.633.637.000.000,00 (tujuh triliun enam ratus tiga puluh tiga miliar enam ratus tiga pululi tujuh juta rupiah).

 

 

(4)

Rincian penerimaan perpajakan tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri atas:

 

 

 

a.

penerimaan sumber daya alam;

 

 

 

b.

bagian Pemerintah atas laba BUMN;

 

 

 

c.

penerimaan negara bukan pajak lainnya; dan

 

 

 

d.

pendapatan BLU.

 

 

(2)

Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp132.030.206.894.000,00 (seratus tiga puluh dua triliun tiga puluh miliar dua ratus enam juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu rupiah).

 

 

(3)

Dana yang dicadangkan untuk kegiatan pemulihan lokasi perminyakan yang ditinggalkan (abandonment and site restoration) oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) harus ditempatkan pada perbankan nasional.

 

 

(4)

Bagian Pemerintah atas laba BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp24.000.000.000.000,00 (dua puluh empat triliun rupiah).

 

 

(5)

Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN di bidang usaha perbankan, penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya.

 

 

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

(7)

Penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN sebelum pajak dari PT. PLN (Persero) pada tahun buku 2009 sebagai akibat dari pemberian margin usaha sebesar 5% (lima persen) kepada PT. PLN (Persero) dipergunakan untuk membayar kekurangan subsidi listrik yang dibawa ke tahun berikutnya (carry over).

 

 

(8)

Nilai bagian Pemerintah atas laba BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2010.

 

 

(9)

Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp39.894.220.171.000,00 (tiga puluh sembilan triliun delapan ratus sembilan puluh empat miliar dua ratus dua puluh juta seratus tujuh puluh satu ribu rupiah).

 

 

(10)

Target PNBP Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan dalam tahun 2010 direncanakan sebesar Rp450.026.111.697,00 (empat ratus lima puluh miliar dua puluh enam juta seratus sebelas ribu enam ratus sembilan puluh tujuh rupiah), didasarkan pada kebijakan pemisahan (spin off) penerimaan Air Traffic Services (ATS) PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II untuk dijadikan Perum.

 

 

(11)

Target PNBP Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, dalam Tahun Anggaran 2010 direncanakan sebesar Rp9.032.607.931.050,00 (sembilan triliun tiga puluh dua miliar enam ratus tujuh juta sembilan ratus tiga puluh satu ribu lima puluh rupiah), sebagian di antaranya diperoleh dari penerimaan BHP frekuensi yang dipertimbangkan adanya perubahan regulasi/kebijakan BHP frekuensi dari perhitungan BHP frekuensi berbasis kanal (trx) menjadi BHP frekuensi berbasis pita frekuensi (bandwidth) untuk penyelenggaraan Telekomunikasi Bergerak Seluler.

 

 

(12)

Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d direncanakan sebesar Rp9.486.877.049.000,00 (sembilan triliun empat ratus delapan puluh enam miliar delapan ratus tujuh puluh tujuh empat puluh sembilan ribu rupiah).

 

 

(13)

Rincian penerimaan negara bukan pajak tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (9), dan ayat (12) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Anggaran belanja negara tahun anggaran 2010 terdiri atas:

 

 

 

a.

anggaran belanja Pemerintah Pusat; dan

 

 

 

b.

anggaran transfer ke daerah.

 

 

(2)

Anggaran belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).

 

 

(3)

Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp322.423.032.080.000,00 (tiga ratus dua puluh dua triliun empat ratus dua puluh tiga miliar tiga puluh dua juta delapan puluh ribu rupiah).

 

 

(4)

Jumlah anggaran belanja negara tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) direncanakan sebesar Rpl.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta sembilan ratus sembilan puluh ribu rupiah).

 

 

Pasal 6

 

 

(1)

Anggaran belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dikelompokkan atas:

 

 

 

a.

belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi;

 

 

 

b.

belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi; dan

 

 

 

c.

belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja.

 

 

(2)

Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).

 

 

(3)

Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).

 

 

(4)

Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).

 

 

(5)

Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja Pemerintah Pusat menurut unit organisasi/bagian anggaran, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.

 

 

(6)

Rincian anggaran belanja Pemerintah Pusat tahun anggaran 2010 menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden yang menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini yang ditetapkan paling lambat tanggal 30 November 2009.

 

 

Pasal 7

 

 

(1)

Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar Rp68.726.700.000.000,00 (enam puluh delapan triliun tujuh ratus dua puluh enam miliar tujuh ratus juta rupiah).

 

 

(2)

Pengendalian anggaran subsidi BBM dalam Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui efisiensi terhadap biaya distribusi dan margin usaha (alpha), serta melakukan kebijakan penghematan konsumsi BBM bersubsidi.

 

 

(3)

Dalam hal perkiraan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price (ICP)) dalam 1 (satu) tahun mengalami kenaikan lebih dari 10% (sepuluh persen) dari harga yang diasumsikan dalam APBN 2010, Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar Rp37.800.000.000.000,00 (tiga puluh tujuh triliun delapan ratus miliar rupiah).

 

 

(2)

Pengendalian anggaran subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui:

 

 

 

a.

Pemberian margin kepada PT PLN (Persero) sebesar 5% (lima persen) dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi PT PLN (Persero);

 

 

 

b.

Penerapan tarif dasar listrik (TDL) sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk pemakaian energi di atas 50% (lima puluh persen) konsumsi rata-rata nasional tahun 2009 bagi pelanggan rumah tangga (R), bisnis (B), dan publik (P) dengan daya mulai 6.600 VA ke atas;

 

 

 

c.

Penerapan kebijakan tarif yang bertujuan untuk mendorong penghematan tenaga listrik dan pelayanan khusus, yang selama ini sudah dilaksanakan, tetap diberlakukan; dan

 

 

 

d.

Penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan dari DPR RI.

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Subsidi Pupuk dalam Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar Rp14.757.259.000.000,00 (empat belas triliun tujuh ratus lima puluh tujuh miliar dua ratus lima puluh sembilan juta rupiah), terdiri atas:

 

 

 

a.

subsidi harga sebesar Rp11.291.459.000.000,00 (sebelas triliun dua ratus sembilan puluh satu miliar empat ratus lima puluh sembilan juta rupiah);

 

 

 

b.

bantuan langsung pupuk sebesar Rp1.610.800.000.000,00 (satu triliun enam ratus sepuluh miliar delapan ratus juta rupiah);

 

 

 

c.

kurang bayar tahun sebelumnya sebesar Rp1.500.000.000.000,00 (satu triliun lima ratus miliar rupiah);

 

 

 

d.

bantuan ternak sapi sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah); dan

 

 

 

e.

unit pengolahan pupuk organik sebesar Rp105.000.000.000,00 (seratus lima miliar rupiah).

 

 

(2)

Pemerintah mengutamakan kecukupan pasokan gas yang dibutuhkan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan pangan, dengan tetap mengoptimalkan penerimaan negara dari penjualan gas.

 

 

(3)

Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi pertanian terutama pupuk pada masa yang akan datang, Pemerintah menjamin harga gas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dengan harga domestik.

 

 

(4)

Pemerintah daerah diberi kewenangan mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi melalui mekanisme Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

 

 

Pasal 10

 

 

(1)

Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dalam Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang terdiri atas Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009, dapat diluncurkan sampai dengan akhir April 2010.

 

 

(2)

Pengajuan usulan luncuran program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam bentuk konsep DIPA Luncuran (DIPA-L) paling lambat pada tanggal 15 Januari 2010.

 

 

(3)

Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan DIPA-L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

Kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam yang dilakukan dalam tahun 2009, tetapi belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2009, dapat dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun 2010.

 

 

(2)

Pendanaan untuk kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari pagu kementerian negara/lembaga masing-masing dan/atau belanja lain-lain dalam Tahun Anggaran 2010.

 

 

(3)

Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Pemerintah.

 

 

Pasal 12

 

 

(1)

Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2010, dapat digunakan untuk melunasi kekurangan pembayaran pembelian tanah, bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup dan biaya evakuasi di luar peta terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedung Cangkring, dan Desa Pejarakan), serta untuk bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup, biaya evakuasi dan relokasi pada sembilan rukun tetangga di tiga desa (Desa Siring Barat, Desa Jatirejo, dan Desa Mindi).

 

 

(2)

Kekurangan pembayaran pembelian tanah di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedung Cangkring, dan Desa Pejarakan) disesuaikan dengan tahapan pelunasan yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas.

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Dalam rangka penyelamatan perekonomian dan kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitar tanggul lumpur Sidoarjo, anggaran belanja yang dialokasikan pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2010 dapat digunakan untuk kegiatan mitigasi penanggulangan semburan lumpur, termasuk di dalamnya penanganan tanggul utama sampai ke Kali Porong (mengalirkan lumpur dari tanggul utama ke Kali Porong) dengan pagu paling tinggi sebesar Rp130.380.580.000,00 (seratus tiga puluh miliar tiga ratus delapan puluh juta lima ratus delapan puluh ribu rupiah).

 

 

(2)

Pelaksanaan kegiatan mitigasi penanggulangan semburan lumpur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

 

 

Pasal 14

 

 

(1)

Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program stimulus fiskal tahun 2009, kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang melaksanakan tugas pembantuan/dekonsentrasi namun tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus fiskal tahun 2009 sebagaimana telah ditetapkan, akan menjadi faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2010.

 

 

(2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi provinsi dan kabupaten/kota yang menerima bantuan teknis dan pendanaan stimulus fiskal dalam rangka mendukung pelaksanaan urusan/tugas pemerintah daerah.

 

 

(3)

Faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2010 bagi kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus fiskal tahun 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan sebagai berikut:

 

 

 

a.

Pengurangan dikenakan hanya terhadap kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang tidak dapat memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;

 

 

 

b.

Pengurangan pagu belanja Tahun Anggaran 2010 bagi kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah maksimum sebesar sisa anggaran stimulus fiskal 2009 yang tidak diserap; dan

 

 

 

c.

Pengurangan pagu belanja Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dibebankan pada:

 

 

 

 

1)

satuan kerja pusat/vertikal kementerian negara/lembaga (K/L) yang melaksanakan kegiatan stimulus fiskal melalui pemotongan alokasi anggaran pada Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SAPSK)/DIPA satuan kerja pusat/vertikal kementerian negara/lembaga (K/L) yang bersangkutan;

 

 

 

 

2)

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) provinsi/kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan tugas pembantuan/dekonsentrasi stimulus fiskal melalui pemotongan alokasi anggaran pada SAPSK/DIPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan; dan

 

 

 

 

3)

Provinsi/kabupaten/kota yang menerima bantuan teknis dan pendanaan stimulus fiskal dalam rangka mendukung pelaksanaan urusan/tugas pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di atas dengan memperhitungkannya dari transfer ke daerah Provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan.

 

 

(4)

Setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir, Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja penerima dana stimulus fiskal Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menyampaikan Laporan Realisasi Kegiatan dan Anggaran Stimulus Fiskal 2009 kepada kementerian negara/lembaga (K/L) yang memberikan/menyalurkan dana Anggaran Stimulus Fiskal paling lambat tanggal 22 Januari 2010.

 

 

(5)

Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kementerian negara/lembaga (K/L) selaku Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran program/kegiatan stimulus fiskal 2009 menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan, realisasi anggaran dan alasan apabila alokasi anggaran tidak terserap seluruhnya kepada Menteri Keuangan paling lambat tanggal 29 Januari 2010.

 

 

(6)

Menteri Keuangan menetapkan Surat edaran pengurangan pagu kepada kementerian negara/lembaga  (K/L)/provinsi/kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya melaksanakan program stimulus fiskal paling lambat tanggal 26 Februari 2010.

 

 

(7)

Pengurangan pagu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaporkan dalam APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 dan atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

 

 

(8)

Tata cara pemotongan pagu belanja diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

 

 

Pasal 15

 

 

Pemerintah diberi kewenangan untuk melakukan pengeluaran dalam rangka memenuhi setiap kewajiban yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht).

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja Pemerintah Pusat berupa:

 

 

 

a.

pergeseran anggaran belanja:

 

 

 

 

1)

antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;

 

 

 

 

2)

antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau

 

 

 

 

3)

antarjenis belanja dalam satu kegiatan.

 

 

 

b.

perubahan anggaran belanja yang bersumber dari kelebihan realisasi di atas target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); dan

 

 

 

c.

perubahan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan percepatan penarikan PHLN, termasuk hibah luar negeri setelah Undang-Undang mengenai APBN ditetapkan;

 

 

 

ditetapkan oleh Pemerintah.

 

 

(2)

Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di atas pagu APBN untuk perguruan tinggi yang bukan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan BLU ditetapkan oleh Pemerintah.

 

 

(3)

Perubahan rincian belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi.

 

 

(4)

Perubahan rincian belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antarprovinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat dan oleh instansi vertikalnya di daerah.

 

 

(5)

Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaporkan Pemerintah kepada DPR RI dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

 

 

Pasal 17

 

 

(1)

Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri atas:

 

 

 

a.

dana perimbangan; dan

 

 

 

b.

dana otonomi khusus dan penyesuaian.

 

 

(2)

Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp306.023.418.400.000,00 (tiga ratus enam triliun dua puluh tiga miliar empat ratus delapan belas juta empat ratus ribu rupiah).

 

 

(3)

Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rpl6.399.613.680.000,00 (enam belas triliun tiga ratus sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah).

 

 

Pasal 18

 

 

(1)

Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a terdiri atas:

 

 

 

a.

Dana bagi hasil;

 

 

 

b.

Dana alokasi umum; dan

 

 

 

c.

Dana alokasi khusus.

 

 

(2)

Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp81.404.801.400.000,00 (delapan puluh satu triliun empat ratus empat miliar delapan ratus satu juta empat ratus ribu rupiah).

 

 

(3)

Terhadap kekurangan pembayaran Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi tahun 2008, dalam APBN-P 2010 diprioritaskan untuk dibayar minimal Rpl.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).

 

 

(4)

Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp203.485.234.500.000,00 (dua ratus tiga triliun empat ratus delapan puluh lima miliar dua ratus tiga puluh empat juta lima ratus ribu rupiah), termasuk DAU tambahan untuk tunjangan profesi guru sebesar Rp10.994.892.500.000,00 (sepuluh triliun sembilan ratus sembilan puluh empat miliar delapan ratus sembilan puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).

 

 

(5)

Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp21.133.382.500.000,00 (dua puluh satu triliun seratus tiga puluh tiga miliar tiga ratus delapan puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).

 

 

(6)

Perhitungan dan pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

 

 

(7)

Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Perhitungan dan pembagian dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk 14 (empat belas) daerah otonom baru Tahun Anggaran 2008-2009 dialokasikan dengan ketentuan sebagai berikut :

 

 

 

a.

Dana alokasi umum secara administrasi perhitungannya masih digabung dengan daerah induk;

 

 

 

b.

Dana alokasi khusus dihitung berdasarkan kriteria umum dan kriteria khusus dari daerah induk sedangkan kriteria teknis berdasarkan ketersediaan data teknis dari departemen terkait dan secara administrasi alokasinya masih digabung dengan daerah induk;

 

 

 

c.

Dana bagi hasil dialokasikan kepada daerah otonom baru tahun 2009 sebagai pemerataan dari penerimaan yang berasal dari provinsi yang bersangkutan.

 

 

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai dana perimbangan bagi daerah otonom baru diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

Pasal 20

 

 

(1)

Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b terdiri atas:

 

 

 

a. 

dana otonomi khusus; dan

 

 

 

b.

dana penyesuaian, yang terdiri atas:

 

 

 

 

1.

dana tambahan tunjangan guru pegawai negeri sipil daerah (PNSD);

 

 

 

 

2.

dana insentif daerah;

 

 

 

 

3.

kurang bayar DAK 2008; dan

 

 

 

 

4.

kurang bayar dana infrastruktur sarana dan prasarana (DISP) 2008.

 

 

(2)

Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp9.099.613.680.000,00 (sembilan triliun sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah).

 

 

(3)

Dana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp7.300.000.000.000,00 (tujuh triliun tiga ratus miliar rupiah).

 

 

(4)

Dana insentif daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b butir 2 direncanakan sebesar Rpl.387.800.000.000,00 (satu triliun tiga ratus delapan puluh tujuh miliar delapan ratus juta rupiah).

 

 

(5)

Dana insentif daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan mempertimbangkan kriteria tertentu.

 

 

Pasal 21

 

 

(1)

Anggaran pendidikan adalah sebesar Rp209.537.587.275.000,00 (dua ratus sembilan triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar lima ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).

 

 

(2)

Persentase anggaran pendidikan adalah sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rpl.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta sembilan ratus sembilan puluh ribu rupiah).

 

 

Pasal 22

 

 

(1)

Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp949.656.115.114.000,00 (sembilan ratus empat puluh sembilan triliun enam ratus lima puluh enam miliar seratus lima belas juta seratus empat belas ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), lebih kecil daripada jumlah anggaran belanja negara sebesar Rp1.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta sembilan ratus sembilan puluh ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) sehingga dalam Tahun Anggaran 2010 terdapat defisit anggaran sebesar Rp98.009.927.876.000,00 (sembilan puluh delapan triliun sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) yang akan dibiayai dari pembiayaan defisit anggaran.

 

 

(2)

Pembiayaan defisit anggaran Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber:

 

 

 

a.

pembiayaan dalam negeri sebesar Rpl07.891.435.453.000,00 (seratus tujuh triliun delapan ratus sembilan puluh satu miliar empat ratus tiga puluh lima juta empat ratus lima puluh tiga ribu rupiah); dan

 

 

 

b.

pembiayaan luar negeri neto sebesar negatif Rp9.881.507.577.000,00 (sembilan triliun delapan ratus delapan puluh satu miliar lima ratus tujuh juta lima ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah).

 

 

(3)

Rincian pembiayaan defisit anggaran Tahun Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Dalam hal diperlukan tambahan anggaran belanja maksimal 2% (dua persen) dari belanja negara untuk kebutuhan belanja prioritas yang belum tersedia pagu anggarannya, Pemerintah dapat mengajukan perubahan APBN.

 

 

(2)

Pembahasan dan penetapan perubahan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Badan Anggaran dalam waktu paling lambat 1 (satu) minggu dalam masa sidang, setelah perubahan APBN diajukan oleh Pemerintah kepada DPR RI.

 

 

(3)

Perubahan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan paling lambat akhir Maret 2010 untuk kemudian disampaikan pada Laporan Semester Pertama pelaksanaan APBN 2010.

 

 

Pasal 24

 

 

(1)

Pada pertengahan Tahun Anggaran 2010, Pemerintah menyusun laporan realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara Semester Pertama Tahun Anggaran 2010 mengenai:

 

 

 

a.

realisasi pendapatan negara dan hibah;

 

 

 

b.

realisasi belanja negara; dan

 

 

 

c.

realisasi pembiayaan defisit anggaran.

 

 

(2)

Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyertakan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.

 

 

(3)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat pada akhir bulan Juli 2010, untuk dibahas bersama antara DPR RI dan Pemerintah.

 

 

Pasal 25

 

 

(1)

Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menyelesaikan piutang instansi Pemerintah yang dikelola/diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, khususnya piutang terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah, meliputi dan tidak terbatas pada restrukturisasi dan haircut piutang pokok sampai dengan 100% (seratus persen).

 

 

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

Pasal 26

 

 

(1)

Dalam hal realisasi penerimaan Negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat ditalangi dari dana Saldo Anggaran Lebih (SAL), Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau penyesuaian belanja negara.

 

 

(2)

Pemerintah dapat menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), apabila dana tunai pengelolaan kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan awal tahun anggaran berikutnya.

 

 

(3)

Pemerintah dapat melakukan pembelian SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.

 

 

(4)

Dalam hal terdapat alternatif sumber pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang tanpa menyebabkan perubahan pada total pembiayaan utang tunai.

 

 

(5)

Dalam kondisi pasar keuangan yang memburuk sehingga menyebabkan kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil (yield) surat berharga negara secara signifikan, Pemerintah dapat melakukan penarikan pinjaman siaga baik dari kreditor bilateral maupun multilateral.

 

 

(6)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) ditetapkan dalam APBN Perubahan 2010 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010.

 

 

Pasal 27

 

 

(1)

Penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2010 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, apabila terjadi:

 

 

 

a.

perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2010;

 

 

 

b.

perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;

 

 

 

c.

keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja;

 

 

 

d.

keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-tahun anggaran sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun anggaran 2010.

 

 

(2)

Saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak termasuk saldo anggaran lebih yang merupakan saldo kas di badan layanan umum (BLU), yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

 

 

(3)

Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum tahun anggaran 2010 berakhir.

 

 

Pasal 28

 

 

(1)

Setelah Tahun Anggaran 2010 berakhir, Pemerintah menyusun pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

 

 

(2)

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

 

 

(3)

Laporan realisasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan informasi pendapatan dan belanja negara secara akrual.

 

 

(4)

Neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyajikan aset dan kewajiban berdasarkan basis akrual.

 

 

(5)

Penerapan pendapatan dan belanja negara secara akrual dalam laporan keuangan tahun 2010 dilaksanakan secara bertahap pada badan layanan umum.

 

 

(6)

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

 

 

(7)

Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, setelah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, paling lambat 6 (enam) bulan setelah Tahun Anggaran 2010 berakhir untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

 

Pasal 29

 

 

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

Disahkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 29 Oktober 2009

 

 

 

 

 

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 

Diundangkan di Jakarta

 

 

pada tanggal 29 Oktober 2009

 

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                    REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

                         PATRIALIS AKBAR

 

 

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 156

Penjelasan...............