MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


NOMOR  126 /PMK.07/2010


TENTANG


PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.07/2010, telah diatur tata cara pelaksanaan penyaluran dan pertanggungjawaban anggaran transfer ke daerah;

 

 

b.

bahwa untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan penyaluran dan pertanggungjawaban anggaran transfer ke daerah, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.07/2010;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);

 

 

5.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);

 

 

6.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

7.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

8.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

 

 

9.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

 

 

10.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

 

 

11.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

 

 

12.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 36);

 

 

13.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);

 

 

14.

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574);

 

 

15.

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);

 

 

16.

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);

 

 

17.

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);

 

 

18.

Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

 

 

19.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

 

 

20.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.02/2006 tentang Tatacara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah;

 

 

21.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2006 tentang Penetapan Rekening Kas Umum Negara;

 

 

22.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar;

 

 

23.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;

 

 

24.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.07/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil dalam Kaitannya dengan Pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat;

 

 

25.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pada Pemerintah Daerah;

 

 

26.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan Untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 218/KMK.01/2010;

 

 

27.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.05/2009 tentang Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah;

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

 

 

2.

Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.

 

 

3.

Transfer ke Daerah adalah dana yang bersumber APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.

 

 

4.

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah, yang selanjutnya disingkat PA/KPA, adalah Menteri Keuangan atau kuasanya yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

5.

Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.

 

 

6.

Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.

 

 

7.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.

 

 

8.

Surat Keputusan Penetapan Rincian Transfer ke Daerah, yang selanjutnya disingkat SKP-RTD, adalah surat keputusan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran yang memuat rincian jumlah transfer per daerah untuk setiap jenis transfer dalam periode tertentu.

 

 

9.

Surat Permintaan Pembayaran, yang selanjutnya disingkat SPP, adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan transfer dan disampaikan kepada pejabat penguji SPP/Penandatangan SPM.

 

 

10.

Surat Perintah Membayar, yang selanjutnya disingkat SPM, adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan alokasi dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.

 

 

11.

Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disingkat SP2D, adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.

 

 

12.

Sisa Dana Alokasi Khusus, yang selanjutnya disebut Sisa DAK, adalah Dana Alokasi Khusus yang telah disalurkan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah namun tidak habis digunakan untuk mendanai kegiatan dan/atau tidak terealisasinya kegiatan yang didanai dari Dana Alokasi Khusus.

 

BAB II
RUANG LINGKUP


Pasal 2

 

 

Ruang lingkup pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran Transfer ke Daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini meliputi:

 

 

a.

Jenis anggaran Transfer ke Daerah;

 

 

b.

Penetapan alokasi Transfer ke Daerah;

 

 

c.

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah;

 

 

d.

Dokumen pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah;

 

 

e.

Tatacara pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah;

 

 

f.

Rekening Kas Umum Daerah; dan

 

 

g.

Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah.

 

BAB III
JENIS ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH


Pasal 3

 

 

(1)

Anggaran Transfer ke Daerah meliputi transfer Dana Perimbangan dan transfer Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.

 

 

(2)

Transfer Dana Perimbangan meliputi:

 

 

 

a.

Transfer Dana Bagi Hasil Pajak (DBH Pajak);

 

 

 

b.

Transfer Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT);

 

 

 

c.

Transfer Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA);

 

 

 

d.

Transfer Dana Alokasi Umum (DAU); dan

 

 

 

e.

Transfer Dana Alokasi Khusus (DAK).

 

 

(3)

Transfer Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian meliputi:

 

 

 

a.

Transfer Dana Otonomi Khusus; dan

 

 

 

b.

Transfer Dana Penyesuaian.

 

Pasal 4

 

 

(1)

Jenis Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a terdiri dari:

 

 

 

a.

Transfer Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB); dan

 

 

 

b.

Transfer Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan Pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (DBH PPh WPOPDN) dan Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan Pasal 21 (DBH PPh Pasal 21).

 

 

(2)

Jenis Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c terdiri dari:

 

 

 

a.

Transfer DBH SDA Kehutanan;

 

 

 

b.

Transfer DBH SDA Pertambangan Umum;

 

 

 

c.

Transfer DBH SDA Perikanan;

 

 

 

d.

Transfer DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi;

 

 

 

e.

Transfer DBH SDA Pertambangan Gas Bumi; dan

 

 

 

f.

Transfer DBH SDA Pertambangan Panas Bumi.

 

 

(3)

Jenis Transfer Ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a terdiri dari:

 

 

 

a.

Transfer Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua;

 

 

 

b.

Transfer Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat;

 

 

 

c.

Transfer Dana Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; dan

 

 

 

d.

Transfer Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

 

 

(4)

Jenis Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b merupakan jenis transfer yang diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN.

 

BAB IV
PENETAPAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH


Pasal 5

 

 

(1)

Alokasi Transfer ke Daerah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang mengenai APBN.

 

 

(2)

Alokasi Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan berlaku sebagai Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SAPSK).

 

BAB V
PENGGUNA ANGGARAN/KUASA PENGGUNA
ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH

 

Pasal 6

 

 

(1)

Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah mempunyai kewenangan atas pelaksanaan Anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(2)

Untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan menunjuk Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(3)

Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

 

 

 

a.

menyusun DIPA sebagai dokumen pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah;

 

 

 

b.

menerbitkan SKP-RTD atas beban DIPA Transfer ke Daerah;

 

 

 

c.

menetapkan pejabat yang bertanggungjawab untuk menerbitkan SPP atas beban DIPA Transfer ke Daerah;

 

 

 

d.

menetapkan pejabat yang bertanggungjawab untuk melakukan pengujian SPP dan menandatangani SPM atas beban DIPA Transfer ke Daerah; dan

 

 

 

e.

menyusun laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban anggaran Transfer ke Daerah.

 

BAB VI
DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
TRANSFER KE DAERAH


Bagian Kesatu
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran


Pasal 7

 

 

(1)

DIPA Transfer ke Daerah disusun berdasarkan Peraturan Presiden dan/atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).

 

 

(2)

DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memuat rincian alokasi transfer per provinsi dan kabupaten/kota.

 

 

(3)

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah.

 

 

(4)

DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.

 

 

(5)

DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan.

 

Pasal 8

 

 

(1)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan dapat menetapkan perubahan atau revisi DIPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Penetapan perubahan atau revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan.

 

 

(3)

Perubahan atau revisi DIPA yang telah mendapatkan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar pelaksanaan Anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(4)

Perubahan atau revisi DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan berdasarkan Surat Kuasa dari Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

 

 

(5)

Surat Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan pada setiap awal tahun anggaran.

 

 

(6)

Perubahan atau revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan secara langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam hal realisasi penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran lebih besar dari pagu DIPA dan diberi tanggal akhir tahun anggaran berkenaan.

 

 

(7)

Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan atau revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

Bagian Kedua
Surat Keputusan Penetapan Rincian Transfer ke Daerah, Surat Permintaan Pembayaran, Surat Perintah Membayar dan Surat Perintah Pencairan Dana

 

Pasal 9

 

 

(1)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran menerbitkan SKP-RTD.

 

 

(2)

SKP-RTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penerbitan SPP.

 

 

(3)

SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar penerbitan SPM.

 

 

(4)

SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada KPPN sebagai dasar penerbitan SP2D.

 

 

(5)

SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri Daftar Penerima Dana, Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) dan Arsip Data Komputer (ADK).

 

Bagian Ketiga
Konfirmasi Transfer


Pasal 10

 

 

(1)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan mengirimkan lembar konfirmasi atas penyaluran Transfer ke Daerah kepada daerah setiap triwulan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.

 

 

(2)

Daerah menyampaikan kembali lembar konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah lembar konfirmasi tersebut diterima dan ditandatangani oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

 

 

(3)

Dalam hal daerah tidak menyampaikan kembali Lembar Konfirmasi dalam waktu 25 (dua puluh lima) hari kerja setelah triwulan yang bersangkutan berakhir, maka daerah dianggap sudah menerima dana yang disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah.

 

 

(4)

Lembar konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti penerimaan dari daerah atas penyaluran Transfer ke Daerah.

 

 

(5)

Lembar konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

BAB VII
TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN
TRANSFER KE DAERAH


Bagian Kesatu
Dana Bagi Hasil Pajak


Pasal 11

 

 

(1)

Penyaluran DBH PBB Bagian Pemerintah yang dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten/kota dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan November tahun anggaran berjalan.

 

 

(2)

Penyaluran DBH PBB Bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

Penyaluran pada bulan April dan bulan Agustus masing-masing sebesar 25% (dua puluh lima persen) dan 50% (lima puluh persen) dari perkiraan alokasi;

 

 

 

b.

Penyaluran pada bulan November didasarkan pada selisih antara alokasi definitif dengan jumlah dana yang telah disalurkan pada bulan April dan bulan Agustus sebagaimana dimaksud pada huruf a.

 

 

(3)

Penyaluran DBH PBB Bagian Pemerintah yang dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor pedesaan dan sektor perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan, dilaksanakan dalam bulan November berdasarkan realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan.

 

Pasal 12

 

 

(1)

Penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan.

 

 

(2)

Penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dilaksanakan secara mingguan.

 

Pasal 13

 

 

(1)

Penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah dilaksanakan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara dengan menerbitkan SP2D atas beban Bank Operasional III.

 

 

(2)

Penyaluran DBH PBB sektor Pertambangan Migas dan Panas Bumi Bagian Daerah serta Biaya Pemungutan PBB sektor Pertambangan Migas dan Panas Bumi Bagian Daerah dilaksanakan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara dengan menerbitkan SP2D atas beban Bank Operasional I.

 

Pasal 14

 

 

Pada setiap awal tahun anggaran, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran menunjuk Pejabat di KPPN dengan Surat Kuasa, yaitu :

 

 

a.

Kepala Seksi Bank/Giro Pos atau Kepala Seksi Bendahara Umum sebagai Verifikator dan Penandatangan SPP, Surat Ketetapan Pembagian (SKP) dan Surat Permohonan Transfer DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah; dan

 

 

b.

Kepala Subbagian Umum sebagai Verifikator dan Penandatangan SPM, SKP dan Surat Permohonan Transfer DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah.

 

Pasal 15

 

 

(1)

Kepala KPPN menyampaikan SPM dan SP2D atas realisasi penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah beserta rekapitulasi SPM dan SP2D dalam bentuk hardcopy dan ADK melalui sistem jaringan komunikasi data kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rincian realisasi penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah per provinsi dan kabupaten/kota.

 

 

(3)

Penyampaian SPM dan SP2D sebagaimana dimkasud pada ayat (1) dilaksanakan secara triwulanan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah triwulan berakhir.

 

 

(4)

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan berdasarkan dokumen yang disampaikan oleh KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melaporkan Realisasi Pagu DIPA DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan secara triwulanan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah triwulan berkenaan berakhir dengan menggunakan sarana elektronik.

 

 

(5)

Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dirinci menurut sektor.

 

Pasal 16

 

 

(1)

Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan Permintaan Transfer PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi per kabupaten/kota kepada Direktorat Jenderal Anggaran setiap triwulan.

 

 

(2)

Berdasarkan Permintaan Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran mengajukan Permintaan Penyelesaian Pembayaran PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktorat Dana Perimbangan.

 

 

(3)

Berdasarkan Permintaan Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pengelolaan Kas Negara meminta Bank Indonesia untuk mentransfer penerimaan DBH PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi ke rekening Bank Persepsi mitra kerja KPPN Jakarta II.

 

 

(4)

Pada akhir hari kerja yang bersangkutan setelah menerima transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Persepsi wajib melimpahkan penerimaan PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi ke rekening SUBRKUN KPPN Jakarta II pada Bank Indonesia.

 

 

(5)

Berdasarkan Permintaan Penyelesaian Pembayaran DBH PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Ketetapan Pembagian (SKP) DBH PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi untuk masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.

 

 

(6)

Berdasarkan SKP DBH PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi, sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menerbitkan dan menyampaikan SPM DBH PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi termasuk Biaya Pemungutan PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi kepada KPPN Jakarta II.

 

 

(7)

Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (6), KPPN menerbitkan SP2D atas beban Bank Operasional I sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 17

 

 

Berdasarkan SPM dan SP2D DBH PBB sektor pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Panas Bumi yang telah diterbitkan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan rekapitulasi penyaluran DBH PBB sektor pertambangan Migas dan Panas Bumi per provinsi dan kabupaten/kota kepada Direktorat Jenderal Pajak.

 

Pasal 18

 

 

Tata cara pelaksanaan penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

Pasal 19

 

 

(1)

Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan rekonsiliasi data realisasi penerimaan PBB serta penyaluran DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah.

 

 

(2)

Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap triwulan paling lambat pada minggu ketiga setelah triwulan berkenaan berakhir.

 

Pasal 20

 

 

(1)

Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 dilaksanakan secara triwulanan, masing-masing sebesar 20% (dua puluh persen) dari alokasi sementara untuk triwulan I sampai dengan triwulan III.

 

 

(2)

Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 untuk triwulan IV didasarkan pada selisih antara alokasi definitif dengan jumlah dana yang telah disalurkan selama triwulan I sampai dengan triwulan III.

 

 

(3)

Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 untuk triwulan I dilakukan pada bulan Maret, triwulan II pada bulan Juni, triwulan III pada bulan September, dan triwulan IV pada bulan Desember.

 

 

(4)

Dalam hal terjadi kelebihan penyaluran karena penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 pada triwulan I sampai dengan triwulan III yang didasarkan atas alokasi sementara lebih besar daripada alokasi definitif, maka kelebihan dimaksud diperhitungkan secara langsung dengan cara pemotongan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya.

 

 

(5)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH PPh WPOPDN dan/atau DBH PPh Pasal 21 tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DBH pajak lainnya.

 

 

(6)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH PPh dan DBH pajak lainnya tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DBH SDA.

 

 

(7)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran DBH PPh, DBH pajak lainnya dan DBH SDA tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DAU.

 

 

(8)

Perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dapat dilakukan untuk DBH SDA 0,5% (nol koma lima persen) Minyak Bumi dan Gas Bumi dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi.

 

Bagian Kedua
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau


Pasal 21

 

 

(1)

Penyaluran DBH CHT dilaksanakan secara triwulanan, dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

Triwulan I dilaksanakan bulan Maret sebesar 20% (dua puluh persen) dari alokasi sementara;

 

 

 

b.

Triwulan II dilaksanakan bulan Juni sebesar 30% (tiga puluh persen) dari alokasi sementara;

 

 

 

c.

Triwulan III dilaksanakan bulan September sebesar 30% (tiga puluh persen) dari alokasi sementara; dan

 

 

 

d.

Triwulan IV dilaksanakan bulan Desember sebesar selisih antara alokasi definitif dengan jumlah dana yang telah disalurkan pada triwulan I, triwulan II, dan triwulan III.

 

 

(2)

Penyaluran triwulan I dilakukan setelah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menerima laporan konsolidasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan DBH CHT semester II tahun anggaran sebelumnya dari Gubernur.

 

 

(3)

Penyaluran triwulan III dilakukan setelah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menerima laporan konsolidasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan DBH CHT semester I tahun berjalan dari Gubernur.

 

 

(4)

Dalam hal laporan konsolidasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menunjukkan tidak adanya realisasi penggunaan, penyaluran DBH CHT ditunda sampai dengan disampaikannya laporan konsolidasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan DBH CHT.

 

Bagian Ketiga
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam


Pasal 22

 

 

(1)

Penyaluran DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan sumber daya alam tahun anggaran berjalan.

 

 

(2)

Dalam hal DBH SDA yang dihitung berdasarkan realisasi penerimaan sumber daya alam melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN atau APBN Perubahan, maka dapat dilakukan penyaluran sesuai dengan realisasi penerimaan sumber daya alam setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

 

Pasal 23

 

 

(1)

Penyaluran DBH SDA dilaksanakan secara triwulanan.

 

 

(2)

Penyaluran DBH SDA Minyak Bumi, DBH SDA Gas Bumi dan DBH SDA Panas Bumi pada triwulan I dan triwulan II dilaksanakan masing-masing sebesar 20% (dua puluh persen) dari pagu perkiraan alokasi.

 

 

(3)

Penyaluran DBH SDA Pertambangan Umum pada triwulan I dilaksanakan sebesar 20% (dua puluh persen) dari pagu perkiraan alokasi dan triwulan II dilaksanakan sebesar 15% (lima belas persen) dari pagu perkiraan alokasi.

 

 

(4)

Penyaluran DBH SDA Kehutanan dan DBH SDA Perikanan pada triwulan I dan triwulan II dilaksanakan masing-masing sebesar 15% (lima belas persen) dari pagu perkiraan alokasi.

 

 

(5)

Penyaluran DBH SDA triwulan III didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan DBH SDA sampai dengan triwulan III dengan realisasi penyaluran triwulan I dan triwulan II.

 

 

(6)

Penyaluran DBH SDA triwulan IV didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan DBH SDA sampai dengan triwulan IV dengan realisasi penyaluran triwulan I, triwulan II, dan triwulan III.

 

 

(7)

Penyaluran DBH SDA untuk triwulan I dilakukan pada bulan Maret, triwulan II pada bulan Juni, triwulan III pada bulan September, dan triwulan IV pada bulan Desember.

 

 

(8)

Penyaluran DBH SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dilaksanakan berdasarkan perhitungan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dengan daerah penghasil, kecuali DBH SDA Perikanan.

 

 

(9)

Rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dengan daerah penghasil sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang digunakan sebagai dasar penyaluran triwulan III dilaksanakan paling lambat minggu pertama bulan September dan yang digunakan sebagai dasar penyaluran triwulan IV dilaksanakan paling lambat akhir bulan November tahun anggaran berjalan.

 

Pasal 24

 

 

(1)

Dalam hal terdapat kelebihan penyaluran jenis DBH SDA tertentu karena penyaluran triwulan I dan triwulan II yang didasarkan atas pagu perkiraan alokasi lebih besar daripada realisasi penerimaan DBH SDA, maka kelebihan dimaksud diperhitungkan dengan cara pemotongan langsung dalam penyaluran DBH SDA yang sama pada triwulan berikutnya dan/atau tahun anggaran berikutnya.

 

 

(2)

Perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhitungkan penyaluran DBH SDA pada triwulan berikutnya sebesar jumlah kelebihan penyaluran dimaksud.

 

 

(3)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran jenis DBH SDA yang sama tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran jenis DBH SDA lainnya.

 

 

(4)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran jenis DBH SDA lainnya tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DBH Pajak.

 

 

(5)

Dalam hal perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperkirakan tidak dapat diperhitungkan dalam penyaluran jenis DBH SDA lainnya dan DBH Pajak tahun anggaran berikutnya, maka kelebihan penyaluran tersebut dapat diperhitungkan terhadap penyaluran DAU.

 

 

(6)

Perhitungan kelebihan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan untuk DBH SDA 0,5% (nol koma lima persen) Minyak Bumi dan Gas Bumi dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi.

 

Bagian Keempat
Dana Alokasi Umum


Pasal 25

 

 

(1)

Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu per dua belas) dari besaran alokasi masing-masing daerah.

 

 

(2)

Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada awal hari kerja untuk bulan Januari dan 1 (satu) hari kerja sebelum awal hari kerja bulan berikutnya untuk bulan Februari sampai dengan bulan Desember.

 

Bagian Kelima
Dana Alokasi Khusus


Pasal 26

 

 

(1)

Penyaluran DAK dilaksanakan secara bertahap, dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

Tahap I sebesar 30% (tiga puluh persen) dari alokasi DAK, paling cepat dilaksanakan pada bulan Februari, setelah Peraturan Daerah mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, dan surat pernyataan penyediaan dana pendamping diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan;

 

 

 

b.

Tahap II sebesar 45% (empat puluh lima persen) dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan;

 

 

 

c.

Tahap III sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap II diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan;

 

 

(2)

Penyaluran secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan secara sekaligus dan tidak melampaui tahun anggaran berjalan.

 

 

(3)

Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I atau II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan c, disampaikan setelah penggunaan DAK telah mencapai 90% (sembilan puluh persen) dari penerimaan DAK sampai dengan tahap sebelumnya.

 

 

(4)

Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I atau II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c, diterima paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tahun anggaran berakhir.

 

 

(5)

Laporan Realisasi Penyerapan DAK tahap I atau II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c disusun dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

 

(6)

Surat pernyataan penyediaan dana pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

Pasal 27

 

 

(1)

Setelah tahun anggaran berakhir, daerah penerima DAK wajib menyampaikan Laporan penyerapan penggunaan DAK tahun sebelumnya.

 

 

(2)

Laporan penyerapan penggunaan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan laporan kumulatif penyerapan DAK yang telah dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.

 

 

(3)

Laporan penyerapan penggunaan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

Pasal 28

 

 

(1)

Daerah penerima DAK dapat melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan merencanakan dan menganggarkan kembali kegiatan DAK dalam APBD Perubahan tahun berjalan apabila akumulasi nilai kontrak pada suatu bidang DAK lebih kecil dari pagu bidang DAK tersebut.

 

 

(2)

Optimalisasi penggunaan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kegiatan-kegiatan pada bidang DAK yang sama dan sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan.

 

 

(3)

Dalam hal terdapat sisa DAK pada kas daerah saat tahun anggaran berakhir, daerah dapat menggunakan sisa DAK tersebut untuk mendanai kegiatan DAK pada bidang yang sama tahun anggaran berikutnya sesuai dengan petunjuk teknis tahun anggaran sebelumnya dan/atau tahun anggaran berjalan.

 

 

(4)

Sisa DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat digunakan sebagai dana pendamping DAK.

 

 

(5)

Pemerintah daerah menyampaikan Laporan Penggunaan Sisa DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Dana Perimbangan setelah kegiatan yang didanai dari sisa DAK selesai dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

Bagian Keenam
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian


Pasal 29

 

 

(1)

Penyaluran Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, Dana Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dilaksanakan secara bertahap dengan rincian sebagai berikut:

 

 

 

a.

Tahap I pada bulan Maret sebesar 30% (tiga puluh persen) dari alokasi;

 

 

 

b.

Tahap II pada bulan Juli sebesar 45% (empat puluh lima persen) dari alokasi; dan

 

 

 

c.

Tahap III pada bulan Oktober sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari alokasi.

 

 

(2)

Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri.

 

 

(3)

Penyaluran Dana Penyesuaian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Ketujuh
Pemotongan, Penundaan dan/atau Pembayaran Kembali
Anggaran Transfer ke Daerah


Pasal 30

 

 

(1)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku KPA dapat melakukan pemotongan, penundaan dan/atau pembayaran kembali penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah untuk suatu daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Pemotongan, penundaan dan/atau pembayaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah adanya surat permintaan dari instansi/unit yang mempunyai kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(3)

Surat Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

 

BAB VIII
REKENING KAS UMUM DAERAH


Pasal 31

 

 

(1)

Dalam rangka penyaluran Transfer ke Daerah, Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah membuka Rekening Kas Umum Daerah pada Bank Sentral atau Bank Umum untuk menampung penyaluran Transfer ke Daerah dengan nama depan Rekening Kas Umum Daerah yang diikuti dengan nama daerah yang bersangkutan.

 

 

(2)

Setelah Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah membuka Rekening Kas Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah wajib menyampaikan nomor rekening, nama rekening dan nama bank kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang dilampiri dengan :

 

 

 

a.

Asli rekening koran dari Rekening Kas Umum Daerah; dan

 

 

 

b.

Salinan keputusan kepala daerah mengenai penunjukkan bank tempat menampung Rekening Kas Umum Daerah.

 

 

(3)

Dalam hal terdapat perubahan nomor rekening dan/atau nama bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah menyampaikan perubahan tersebut dengan dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

(4)

Paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari setelah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah belum membuka dan menyampaikan rekening dengan nama Rekening Kas Umum Daerah, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penundaan penyaluran DAU atau DBH PPh periode berikutnya.

 

 

(5)

Penundaan penyaluran jenis transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sebesar 10% (sepuluh persen) dari besaran penyaluran per periode, sampai dengan diterimanya dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

(6)

Pelaksanaan penundaan penyaluran jenis transfer sebagaimana dimaksud ayat (5) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.

 

BAB IX
PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
TRANSFER KE DAERAH


Pasal 32

 

 

(1)

(1) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyelenggarakan penatausahaan, akuntansi dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah.

 

 

(2)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

 

 

(3)

Penatausahaan dan pertanggungjawaban Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 33

 

 

Penerimaan PBB pada akhir tahun anggaran yang dibukukan sebagai penerimaan tahun anggaran bersangkutan dan belum dibagihasilkan pada tahun anggaran bersangkutan, akan disalurkan kepada yang berhak pada awal tahun anggaran berikutnya.

 

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 34

 

 

Sebelum pemerintah daerah membuka rekening sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), penyaluran Transfer ke Daerah dilakukan ke rekening milik pemerintah daerah yang sebelumnya digunakan untuk menampung penerimaan transfer Dana Perimbangan atau Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.

 

Pasal 35

 

 

Dalam hal sampai dengan minggu kedua bulan Januari 2011 Gubernur tidak menyampaikan data realisasi DBH PBB Bagian Daerah, DBH BPHTB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah tahun anggaran 2010, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menerbitkan SPM Pengesahan berdasarkan data realisasi dari SAKUN yang disampaikan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

Pasal 36

 

 

(1)

Sisa DAK tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 yang belum digunakan sampai dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk kegiatan DAK pada bidang yang sama sesuai dengan petunjuk teknis tahun anggaran berjalan.

 

 

(2)

Sisa DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan sebagai dana pendamping DAK.

 

 

(3)

Dalam hal sisa DAK tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 telah digunakan pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, pemerintah daerah menyampaikan laporan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

 

(4)

Pemerintah daerah menyampaikan laporan penggunaan sisa DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Dana Perimbangan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

 

(5)

Ketentuan mengenai penyaluran dan pelaksanaan DAK bidang pendidikan tahun 2010 yang pelaksanaannya menggunakan mekanisme lelang dalam pengadaan barang dan jasa diatur tersendiri dengan Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

 

Pasal 37

 

 

Ketentuan mengenai penyaluran:

 

 

a.

DBH PBB Bagian Daerah dan Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, dan Pasal 15;

 

 

b.

DBH SDA sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); dan

 

 

c.

Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, Dana Otonomi Khusus Provinsi Nangroe Aceh Darussalam serta Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (1),

 

 

berlaku mulai Tahun Anggaran 2011.

 

Pasal 38

 

 

Ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur oleh instansi terkait yang berwenang, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya.

 

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 39

 

 

(1)

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.07/2010, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kecuali ketentuan Pasal 13, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 21, dan Pasal 26 dinyatakan tetap berlaku hingga akhir tahun 2010.

 

 

(2)

Ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan dibawah ini yaitu:

 

 

 

a.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penatausahaan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dan Energi Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2007;

 

 

 

b.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.03/2007 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan; dan

 

 

 

c.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.05/2009 tentang Pelimpahan wewenang Penerbitan Surat Kuasa Umum Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara,

 

 

 

sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan ini dinyatakan tetap berlaku.

 

Pasal 40

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

pada tanggal 12 Juli 2010

 

 

 

 

 

MENTERI KEUANGAN,

           
          ttd.
           
          AGUS D.W. MARTOWARDOJO
           

 

 

Diundangkan di Jakarta

 

 

 

pada tanggal 13 Juli 2010

 

 

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

 

       
    ttd.  
       
    PATRIALIS AKBAR  
       
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 343


Lampiran..................