LAMPIRAN

 

PERATURAN                MENTERI                KEUANGAN

 

NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA

 

PEMOTONGAN  PAJAK  PENGHASILAN   PASAL 21

 

BAGI   PEJABAT   NEGARA,    PNS,    ANGGOTA TNI,

 

ANGGOTA    POLRI   DAN   PENSIUNANNYA  ATAS

 

PENGHASILAN        YANG        MENJADI          BEBAN

 

ANGGARAN      PENDAPATAN       DAN     BELANJA

 

NEGARA  ATAU  ANGGARAN PENDAPATAN DAN

         BELANJA DAERAH

 

 

PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI
PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA

ATAS PENGHASILAN YANG MENJADI BEBAN APBN ATAU APBD

 

BAGIAN PERTAMA: PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21

I.

PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

 

A.

Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21, selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak terakhir ;

 

B.

Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk Masa Pajak Desember atau Masa Pajak terakhir.

 

 

Penghitungan pada Masa Pajak Desember dilakukan bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI yang bekerja sampai akhir tahun takwim dan bagi Pensiunan yang menerima penghasilan pensiun sampai akhir tahun takwim.

 

 

Penghitungan pada Masa Pajak terakhir dilakukan bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI yang berhenti bekerja atau memasuki masa pensiun.

 

 

I.A.

Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak Terakhir:

 

 

 

I.A.1

Penghitungan PPh Pasa} 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI

 

 

 

 

a.

untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji dan tunjangan;

 

 

 

 

b.

selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan dan iuran pensiun;

 

 

 

 

c.

selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12 (dua belas);

 

 

 

 

d.

dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI mulai bekerja sampai dengan bulan Desember;

 

 

 

 

e.

selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak yaitu sebesar Penghasilan neto setahun sebagaimana dimaksud pada hurut c atau hurut d, dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);

 

 

 

 

f.

PPh Pasal 21 terutang atas perkiraan penghasilan setahun dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak; 

g.

selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah sebulan, yaitu:

 

 

 

 

 

1)

jumlah PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf c dibagi dengan 12 (dua belas);

 

 

 

 

 

2)

jumlah PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf d dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud pada huruf d.

 

 

 

I.A.2

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pensiunan

 

 

 

 

a.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut:

 

 

 

 

 

1)

terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember;

 

 

 

 

 

2)

selanjutnya penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada angka 1) ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima sebelum Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;

 

 

 

 

 

3)

untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada angka 2) tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak tersebut;

 

 

 

 

 

4)

PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam angka 3) dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari Bendahara sebelum Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;

 

 

 

 

 

5)

PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah sebulan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam angka 4) dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 1).

 

 

 

 

b.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima penerima pensiun pada tahun kedua dan seterusnya adalah sebagai berikut:

 

 

 

 

 

1)

terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun;

 

 

 

 

 

2)

selanjutnya dihitung perkiraan penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12 (dua belas);

 

 

 

 

 

3)

untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada angka 2) tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak tersebut;

 

 

 

 

 

4)

selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang ditanggung oleh Pemerintah, yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 3) dibagi dengan 12 (dua belas);

 

 

 

I.A.3

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji, Uang Pensiun, dan Tunjangan Ke-13 (Ketiga belas) atau Rapel Gaji dan/atau Tunjangan

 

 

 

 

a.

Apabila kepada Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI dan Pensiunan diberikan Gaji, Uang Pensiun, dan Tunjangan ke-13 (ketiga belas) atau rapel gaji dan/atau tunjangan, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

 

1)

dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan berupa gaji uang pensiun dan tunjangan ke-13 (ketiga belas).

 

 

 

 

 

2)

dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang disetahunkan tanpa gaji dan tunjangan ke-13 (ketiga belas) atau uang pensiun dan tunjangan ke-13 (ketiga belas).

 

 

 

 

 

3)

selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan angka 1) dan angka 2) adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa gaji dan tunjangan ke-13 (ketiga belas) atau uang pensiun dan tunjangan ke-13 (ketiga belas).

 

 

 

 

b.

Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI dan Pensiunan baru mulai bekerja/Pensiun setelah bulan Januari, maka PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan ke-13 (ketiga belas) atau Uang Pensiun dan Tunjangan ke-13 (Ketiga Belas) tersebut dihitung dengan cara sebagaimana pada huruf a dengan memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan pada butir I.A.1 huruf b angka 2), 4) dan 5) di atas.

 

 

 

 

c.

Apabila kepada Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI dan Pensiunan dibayar (rapel gaji ), maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagaimana dimaksud pada huruf a.

 

 

 

I.A.4

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang menerima tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji.

 

 

 

 

Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji kepada seorang Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI, baik karena ditugaskan pada Satuan Kerja lain atau adanya tambahan tunjangan tertentu, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

a.

Bendahara yang membayarkan gaji pokok melakukan perhitungan PPh Pasal 21 sesuai dengan petunjuk sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1 dan/atau I.A.3.

 

 

 

 

b.

Bendahara yang membayarkan tambahan penghasilan tetap dan teratur setiap bulan melakukan perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:

 

 

 

 

 

1)

dihitung PPh Pasal 21 atas keseluruhan penghasilan tetap dan teratur yang diterima setiap bulan yang disetahunkan, baik atas gaji sebagaimana dimaksud pada huruf a maupun atas tambahan penghasilan.

 

 

 

 

 

2)

PPh Pasal 21 yang terutang atas tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 yang dihitung sebagaimana dimaksud pada butir 1) dengan PPh Pasal 21 yang dihitung sebagaimana dimaksud pada huruf a.

 

 

I.B.

Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Masa Pajak Desember

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada Masa Pajak Desember adalah sebagai berikut:

 

 

 

a.

Dihitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan.

 

 

 

b.

PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan Masa Pajak November.

 

 

 

c.

apabila dalam PPh Pasal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan Masa Pajak November terdapat tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% lebih tinggi daripada tarif PPh umum karena belum memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan Masa Pajak November sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak termasuk tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% tersebut.

 

 

I.C.

Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Masa Pajak Terakhir

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada Masa Pajak terakhir adalah sebagai berikut:

 

 

 

a.

Dihitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan yang disetahunkan.

 

 

 

b.

PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak terakhir adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan yang disetahunkan, sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.

II.

PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 SELAIN PENGHASILAN PADA BUTIR I BERUPA HONORARIUM ATAU IMBALAN LAIN DENGAN NAMA APAPUN

 

a.

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif PPh Final atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran.

 

b.

Tarif PPh Final diterapkan dengan memperhatikan golongan dari PNS dan golongan pangkat bagi Anggota TNI dan Anggota POLRI.

 

c.

Dalam hal jumlah penghasilan bruto atas honoraraium atau imbalan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dapat dipisahkan dari jumlah pembayaran lainnya sehubungan dengan pembayaran yang bersifat lump sum maka besarnya penghasilan bruto yang menjadi dasar penerapan tarif PPh Final adalah sebesar jumlah seluruh pembayaran lump sum tersebut.

BAGIAN KEDUA : CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21

I.

CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN

 

I.A.

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TN I, dan Anggota POLRI, Selain Masa Pajak Desember dan Masa Pajak Terakhir:

 

 

I.A.1

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang Bekerja dari Januari sampai dengan Desember.

 

 

 

Aprinta, Pegawai Negeri Sipil Golongan III/c, menduduki eselon IV.a status kawin, mempunyai 3 orang tanggungan, telah memiliki NPWP, bekerja di Kantor Pelayanan Pemerintahan A (KPP A), menerima penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sebagai berikut:

Gaji Pokok Rp 2.244.500,00
Tunjangan Istri Rp 224.450,00
Tunjangan Anak Rp 89.780,00
Tunjangan Jabatan Rp 540.000,00
Tunjangan Beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp                 43,00    +

Jumlah penghasilan bruto

Rp

3.296.773,00

Penghitungan PPh Pasal 21 bulanan untuk bulan Januari s.d November:

Gaji Pokok Rp 2.244.500,00
Tunjangan Istri Rp 224.450,00
Tunjangan Anak Rp 89.780,00
Tunjangan Jabatan Rp 540.000,00
Tunjangan Beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp 43,00  +
        Jumlah penghasilan bruto Rp

3.296.773,00

Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 3.296.773,00             = Rp

164.839,00

2. Iuran pensiun
4,75% X Rp 2.558.730,00        = Rp 121.540,00  +
Rp

286.379,00

 -
Penghasilan neto Rp

3.010.394,00

Penghasilan neto disetahunkan:
12 x Rp 3.010.394,00 Rp 36.124.728,00.
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rpl.320.000,00) Rp

3.960.000,00

 +
Rp 21.120.000,00   -
Penghasilan Kena Pajak (PKP)  Rp 15.004.728,00
Pembulatan Rp 15.004.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji setahun
5% x Rp 15.004.000,00 = Rp 750.200,00
PPh Pasa! 21 atas gaji sebulan
Rp 750.200,00 : 12                     = Rp 62.516,00
Catatan:
1. PPh Pasal 21 yang terutang setiap bulan sebesar Rp62.516,00 Ditanggung Pemerintah.
2. Apabila Aprinta belum memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang setiap bulan adalah: 
120% x Rp62.516,00 = Rp75.019,00

Atas tambahan PPh 21 terutang yaitu sebesar Rp12.503 (Rp75.019,00-Rp62.516,00) tidak Ditanggung Pemerintah sehingga Bendahara Pemerintah wajib memotong dari gaji dan tunjangan Aprinta dan menyetorkannya ke Kas Negara.

I.A.2

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang mulai bekerja dalam tahun berjalan

Hapid Abdul Goffar merupakan pejabat negara pada sebuah lembaga negara yang baru diangkat pada bulan Juli 2010, telah menikah dengan 4 orang tanggungan anak dan telah memiliki NPWP. Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan statusnya sebagai pejabat negara:

Gaji Kehormatan Rp 10.000.000,00
Tunjangan Istri Rp 1.000.000,00
Tunjangan Anak Rp 400.000,00
Tunjangan Jabatan Rp 10.000.000,00

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Masa Pajak November 2010 dihitung sebagai berikut:

Gaji Kehormatan  Rp 10.000.000,00
Tunjangan lstri Rp 1.000.000,00
Tunjangan Anak Rp 400.000,00
Tunjangan Jabatan Rp 10.000.000,00  +
                  Jumlah penghasilan bruto Rp 21.400.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 21.400.000,00 atau maksimum
Rp500.000 per bulan                      = Rp 500.000,00
2. Iuran pensiun
4,75% X Rpll.400.000,00                = Rp  541.500,00   +
Rp 1.041.500,00
Penghasilan neto Rp 20.358.500,00
Penghasilan neto setahun:
6 x Rp 20.358.500,00 Rp 122.151.000,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00) Rp

3.960.000,00

+

Rp 21.120.000,00  -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 101.031.000,00

I.A.3

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan Ke-13 atau Uang Pensiun dan Tunjangan Ke-13

Apabila Aprinta sebagaimana contoh I.A.1 pada bulan Juli 2010 menerima gaji dan tunjangan ke-13, maka perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke-13 adalah sebagai berikut:

Gaji dan tunjangan bulan Juli 2010:
GajiPokok Rp 2.244.500,00
Tunjangan lstri Rp 224.450,00
Tunjangan Anak Rp 89.780,00
Tunjangan Jabatan Rp 540.000,00
Tujangan beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp 43,00  +
Jumlah Gaji dan tunjangan bulan Juli 2010 Rp 3.296.773,00
Penghasilan disetahunkan:
12 x Rp 3.296.773,00 Rp

39.561.276,00

Gaji dan tunjangan Ke-13:
Gaji Pokok Rp 2.244.500,00
Tunjangan Istri Rp 224.450,00
Tunjangan Anak Rp 89.780,00
Tunjangan Jabatan Rp 540.000,00
Pembulatan Rp 40,00

+

Jumlah Gaji dan tunjangan Ke-13 Rp 3.098.770,00   +
Jumlah Penghasilan bruto setahun Rp 42.660.046,00
Pengurangan
Biaya Jabatan
5% X Rp 42.660.046,00                         = Rp

2.133.002,00

Iuran pensiun
12 x 4,75% X Rp 2.558.730,00              = Rp

1.458.476,00

   +
Rp 3.591.478,00   -
Penghasilan neto setahun Rp 39.068.568,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00) Rp

3.960.000,00

+

Rp 21.120.000,00   -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 17.948.568,00
Pembulatan Rp 17.948.000,00
PPh Pasal 21 setahun atas seluruh penghasilan:
5% x Rp17.948.000,00                           = Rp 897.400,00
PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke-13:
Rp 897.400,00 - Rp750.200,00              = Rp 147.200,00
Catatan:

1.

PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji dan tunjangan ke-13 sebesar Rp147.200,00 Ditanggung Pemerintah.

2.

Apabila Aprinta belum memiliki NPWP maka besarnya PPh yang terutang atas gaji dan tunjangan ke-13 adalah:

120% x Rp147.200,00 = Rp176.640,00

Atas tambahan PPh 21 terutang yaitu sebesar Rp29.440,00 (Rp176.640,00-Rp147.200,00) tidak Ditanggung Pemerintah sehingga Bendahara Pemerintah wajib memotong dari gaji dan tunjangan Aprinta dan menyetorkannya ke Kas Negara.

3.

Apabila terdapat pembayaran rapel atas kenaikan gaji atau pembayaran atas kekurangan gaji dan tunjangan maka tata cara perhitungan atas rapel tersebut disamakan dengan perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke-13.

I.A.4

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang menerima tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji.

Apabila Aprinta sebagaimana contoh I.A.1, ditugaskan pada Kantor Inspeksi Pemerintahan B (KIP B) sehingga tunjangan jabatan tidak lagi dibayarkan oleh KPP A dan di KIP B dibayarkan tunjangan jabatan sebesar Rp540.000,00 per bulan oleh Bendahara Pengeluaran KIP B, maka perhitungan PPh Pasal 21 di KPP A dan KIP B adalah:

PPh Pasal 21 di KPP A:
GajiPokok Rp 2.244.500,00
Tunjangan Istri Rp 224.450,00
Tunjangan Anak Rp 89.780,00
Tunjangan Beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp 43,00   +
           Jumlah penghasilan bruto Rp 2.756.773,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 2.756.773,00                     = Rp

137.839,00

2. Iuran pensiun
4,75% X Rp 2.558.730,00                = Rp

121.540,00

+

Rp 259.379,00
Penghasilan neto Rp 2.497.394,00
Penghasilan neto disetahunkan:
12 x Rp 2.497.394,00 Rp 29.968.728,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00

+

Rp 21.120.000,00   -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 8.848.728,00
Pembulatan Rp 8.848.000,00
PPh Pasal 21 setahun
5% x Rp 8.848.000,00                      = Rp

442.400,00

PPh Pasal 21 atas gaji sebulan
Rp 442.400,00: 12                            = Rp 36.866,00
PPh Pasal 21 di KIP B:
Penghasilan dari KPP A:
GajiPokok Rp 2.244.500,00
Tunjangan Istri Rp 224.450,00
Tunjangan Anak Rp 89.780,00
Tunjangan Beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp 43,00  +
Jumlah penghasilan Rp 2.756.773,00
Penghasilan dari KIP B
Tunjangan Jabatan Rp 540.000,00  +
Jumlah Penghasilan  Rp 3.296.773,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 3.296.773,00               = Rp 164.839,00
2. Iuran pensiun
4,75% X Rp 2.558.730,00          = Rp 121.540,00

+

Rp 286.379,00  -
Penghasilan neto Rp 3.010.394,00
Penghasilan neto disetahunkan:
12 x Rp 3.010.394,00 Rp 36.124.728,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00) Rp

3.960.000,00

+

Rp 21.120.000,00  -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 15.004.728,00
embulatan Rp 15.004.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan setahun
5% x Rp 15.004.000,00= Rp 750.200,00
PPh Pasal 21 setahun yang terutang di KPP A Rp 442.400,00  -
PPh Pasa! 21 terutang di KIP B setahun Rp 307.800,00
PPh Pasa! 21 terutang di KIP B sebulan:
Rp307.800 : 12 = Rp25.650
Catatan:

1.

PPh Pasal 21 per bulan yang terutang atas gaji dan tunjangan di KPP A adalah sebesar Rp36.866,00

2.

PPh Pasal 21 per bulan yang terutang atas tunjangan jabatan yang dibayarkan di KIP B adalah sebesar Rp25.650,00

3.

Contoh perhitungan LA.4 ini juga diberlakukan apabila pembayaran tunjangan tambahan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan dan pembayaran gaji dilakukan oleh bendahara yang sam a tetapi pengajuan pembayarannya terpisah.

I.B.

Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Masa Pajak Desember

Penghitungan PPh Pasal 21 Masa Desember untuk Aprinta sebagaimana contoh I.A.1, yang menerima gaji dan tunjangan ke-13 pada bulan Juli sebagaimana contoh I.A.3, adalah sebagai berikut:

Penghasilan dari Januari sampai dengan Desember:
GajiPokok Rp 26.934.000,00
Tunjangan Istri Rp 2.693.400,00
Tunjangan Anak Rp 1.077.360,00
Tunjangan Jabatan Rp 6.480.000,00
Tunjangan Beras Rp 2.376.000,00
Pembulatan Rp 516,00
Gaji dan tunjangan ke-13 Rp  3.098.770,00  +
           Jumlah penghasilan bruto setahun Rp 42.660.046,00
Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp 42.660.046,00                   = Rp 2.133.002,00
Iuran pensiun
12 x 4,75% X Rp 2.558.730,00        = Rp 1.458.476,00

+

Rp 3.591.478,00  -
Penghasilan neto setahun Rp 39.068.568,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00

+

Rp 21.120.000,00  -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 17.948.568,00
Pembulatan Rp 17.948.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun (Januari s.d. Desember):
5% x Rp17.948.000,00= Rp 897.400,00
PPh Pasal21 atas gaji dan tunjangan terutang
Januari s.d. November:                    11 x Rp 62.516,00 = Rp 687.676,00
PPh Pasal21 atas gaji dan tunjangan ke-13: Rp 147.200,00  +
Jumlah PPh Pasal21 terutang Januari s.d. November Rp 834.876,00
PPh Pasal 21 terutang Masa Desember:
Rp 897.400,00 - Rp 834.876,00 = Rp62.524
Catatan:

1.

Apabila PPh Pasal 21 yang terutang untuk Masa Januari s.d. November terdapat tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% karena belum memiliki NPWP, maka tambahan PPh Pasal 21 tersebut tidak boleh menjadi pengurang atas PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan Desember.

2.

Bendahara pengeluaran harus membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2) untuk setiap tahun Pajak paling lama akhir bulan Januari Tahun berikutnya.

I.C.

Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Masa PajakTerakhir

Apabila Aprinta sebagaimana contoh I.A.1, akan memasuki usia pensiun pada bulan Juni, maka perhitungan PPh Pasal 21 pada bulan Mei adalah sebagai berikut:

Penghasilan dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei:
GajiPokok Rp 11.222.500,00
Tunjangan Istri Rp 1.122.250,00
Tunjangan Anak Rp 448.900,00
Tunjangan Jabatan Rp 2.700.000,00
Tunjangan Beras Rp 990.000,00
Pembulatan Rp 215,00
         Jumlah penghasilan bruto Rp 16.483.865,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 16.483.865,00             = Rp

824.193,00

2. Iuran pensiun
4,75% X Rp 12.793.650,00        = Rp

607.698,00

+

Rp 1.431.891,00  -
Penghasilan neto Rp 15.051.974,00
Penghasilan neto disetahunkan:
12/5 x Rp 15.051.974,00 Rp 36.124.737,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00

+

Rp 21.120.000,00  -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) disetahunkan Rp 15.004.737,00
Pembulatan Rp 15.004.000,00
PPh Pasal 21 disetahunkan
5% x Rp 15.004.000,00                           = Rp

750.200,00

PPh Pasal 21 terutang:
Rp 750.200,00 x 5/12                             = Rp

312. 583,00

PPh Pasal 21 terutang Masa Pajak Mei = PPh Pasal 21 terutang - jumlah PPh Pasal 21 yang terutang Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak April

= Rp 312. 583,00 - (Rp62.516,00 x 4)
= Rp 62.519,00
Catatan:

a.

Bendahara harus menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2) paling lama akhir bulan Juni.

b.

Aprinta harus menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2) kepada PT Taspen untuk diperhitungkan dalam penentuan PPh Pasal 21 atas Uang Pensiun.

I.D.

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pensiunan yang menerima uang pensiun mulai Masa Pajak Januari

Raisita Agus seorang Pensiunan PNS status menikah dengan tanggungan 1 orang anak, telah memiliki NPWP. Setiap bulan Toto Subroto menerima Uang Pensiun sebesar Rp2.500.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
Uang Pensiun Rp

2.500.000,00

Pengurangan:
Biaya Pensiun

5% X Rp 2.500.000,00= Rp 125.000,00
Penghasilan neto Rp 2.375.000,00
Penghasilan Neto Setahun:
12 x Rp 2.375.000,00 Rp 28.500.000,00
PTKP (K/1)
untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 1 orang tanggungan
(1 x Rp1.320.000,00) Rp

1.320.000,00

+

Rp 18.480.000,00  -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 10.020.000,00
PPh Pasal 21
5% x Rp 10.020.000,00                          = Rp 501.000,00
PPh Pasal21 atas Uang Pensiun sebulan
Rp 501.000,00 : 12                                                    =  Rp

41.750,00

I.E.

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pensiunan yang menerima uang pensiun dalam tahun berjalan

Aprinta sebagaimana contoh I.C, yang memasuki usia pensiun pada bulan Juni, mulai bulan Juni menerima Uang Pensiun sebesar Rp2.500.000,00. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Uang Pensiun tersebut adalah sebagai berikut:

Uang Pensiun Rp 2.500.000,00
Pengurangan:
Biaya Pensiun
5% X Rp 2.500.000,00= Rp

125.000,00

 -
Penghasilan neto Rp 2.375.000,00
Perkiraan Penghasilan neto 7 bulan Rp 16.625.000,00
Penghasilan neto sebelumnya (1721-A2) Rp 15.051.973,00  +
Jumlah Penghasilan neto Rp 31.676.973,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00

+

Rp 21.120.000,00  -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 10.556.973,00
Pembulatan Rp 10.556.000,00
PPh Pasal 21
5% x Rp 10.556.000,00 = Rp 527.800,00
PPh Pasal21 terutang sebelumnya (1721-A2): Rp 312.583,00  -
PPh Pasal21 terutang atas Uang Pensiun Rp 215.217,00
PPh Pasal 21 terutang atas Dang Pensiun setiap bulan adalah:

Rp   215.217,00: 7 = Rp 30.745,00

II.

CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK HONORARIUM ATAU IMBALAN LAIN

II.A.

Fitria Ratna Wardika adalah PNS golongan III/d, pada bulan Maret 2011 menerima honorarium sebagai nara sumber sebuah seminar yang sumber dananya berasal dari APBN sebesar Rp 5.000.000,00.

    PPh Pasal 21 Final yang terutang:
5% x Rp5.000.000,00 = Rp 250.000

Catatan:

a.

PPh Pasal 21 atas honorarium sebagai nara sumber sebagaimana dimaksud pada butir II.A tidak ditanggung pemerintah dan dipotong PPh Pasal 21 bersifat final.

b.

Bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium wajib:

1)

memotong PPh Pasal 21 Final dan menyetorkannya ke bank persepsi atau Kantor Pos;

2)

membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final paling lama akhir bulan dilakukan pembayaran;

3)

melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 Final melalui penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21.

II.B.

Yayuk, PNS Golongan II/d, pada tanggal 21 Maret 2011 menerima honorarium sebagai salah satu anggota Tim Kerja sebesar Rp 1.500.000,00, selama 6 bulan.

PPh Pasal 21 Final yang terutang:

0% x Rp1.500.000,00 = Rp 0,00

Catatan:

Walaupun PPh Pasal 21 Final yang dipotong Rp0,00, Bendahara pemerintah wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final paling lama akhir bulan Maret 2011 .

MENTERI KEUANGAN
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO