PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

NOMOR 54 TAHUN 2010

 

TENTANG


PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang efisien, terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan Barang/Jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik;

 

 

b.

bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik, sehingga dapat menjadi pengaturan yanz efektif bagi para pihak yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

Mengingat

:

1.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3956);

 

 

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Bagian Pertama

Pengertian dan Istilah

 

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.

 

 

2.

Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya, yang selanjutnya disebut K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

 

 

3.

Pengguna Barang/Jasa adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan Barang dan/atau Jasa milik Negara/Daerah di masing-masing K/L/D/I.

 

 

4.

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

 

 

5.

Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD.

 

 

6.

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.

 

 

7.

Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

8.

Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.

 

 

9.

Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

10.

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.

 

 

11.

Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.

 

 

12.

Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.

 

 

13.

Pakta Integritas adalah surat pernyataan yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme dalam Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

14.

Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang.

 

 

15.

Pekerjaan Konstruksi adalah seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan wujud fisik lainnya.

 

 

16.

]asa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware).

 

 

17.

]asa Lainnya adalah jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang mengutamakan keterampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau segala pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain ]asa Konsultansi, pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dan pengadaan Barang.

 

 

18.

Industri Kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, gagasan orisinal, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta.

 

 

19.

Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa adalah tanda bukti pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi dibidang Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

20.

Swakelola adalah Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat.

 

 

21.

Dokumen Pengadaan adalah dokumen yang ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam proses Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

22.

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.

 

 

23.

Pelelangan Umum adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat.

 

 

24.

Pelelangan Terbatas adalah metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks.

 

 

25.

Pelelangan Sederhana adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

 

 

26.

Pemilihan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 

 

 

27.

Seleksi Umum adalah metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Jasa Konsultansi yang memenuhi syarat.

 

 

28.

Seleksi Sederhana adalah metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

 

 

29.

Sayembara adalah metode pemilihan Penyedia Jasa yang memperlombakan gagasan orisinal, kreatifitas dan inovasi tertentu yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.

 

 

30.

Kontes adalah metode pemilihan Penyedia Barang yang memperlombakan Barang/benda tertentu yang tidak mempunyai harga pasar dan yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.

 

 

31.

Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.

 

 

32.

Pengadaan Langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelanganl Seleksi/Penunjukan Langsung.

 

 

33.

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perseorangan dan/atau badan usaha yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

 

 

34.

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar, yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

 

 

35.

Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan, adalah jaminan tertulis yang bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi yang diserahkan oleh Penyedia Barang/Jasa kepada PPK/ULP untuk menjamin terpenuhinya kewajiban Penyedia Barang/Jasa.

 

 

36.

Pekerjaan Kompleks adalah pekerjaan yang memerlukan teknologi tinggi, mempunyai risiko tinggi, menggunakan peralatan yang didesain khusus dan/atau pekerjaan yang bernilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

 

 

37.

Pengadaan secara elektronik atau E-Procurement adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

 

38.

Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut LPSE adalah unit kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.

 

 

39.

E-Tendering adalah tata cara pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan 1 (satu) kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan.

 

 

40.

Katalog elektronik atau E-Catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia Barang/Jasa Pemerintah.

41.

E-Furchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik.

 

 

42.

Portal Pengadaan Nasional adalah pintu gerbang sistem informasi elektronik yang terkait dengan informasi Pengadaan Barang/Jasa secara nasional yang dikelola oleh LKPP.

 

Bagian Kedua

Ruang Lingkup

 

Pasal 2

(1)

Ruang lingkup Perauran Presiden ini meliputi:

 

 

 

a.

Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD.

 

 

 

b.

Pengadaan Barang/Jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD.

 

 

(2)

Pengadaan Barang/Jasa yang dananya bersumber dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

 

 

(3)

Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang dananya baik sebagian atau seluruhnya berasal dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) berpedoman pada ketentuan Peraturan Presiden ini.

 

 

(4)

Apabila terdapat perbedaan antara Peraturan Presiden ini dengan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang berlaku bagi pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri, para pihak dapat menyepakati tata cara Pengadaan yang akan dipergunakan.

Pasal 3

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan melalui:

a.

Swakelola; dan/atau

b.

pemilihan Penyedia Barang/Jasa.

Pasal 4

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Peraturan Presiden ini meliputi:

a.

Barang;

b.

Pekerjaan Konstruksi;

c.

Jasa Konsultansi; dan

d.

Jasa Lainnya.

 

BAB II
TATA NILAI PENGADAAN


Bagian Pertama

Prinsip-Prinsip Pengadaan

 

Pasal 5

Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a.

efisien;

b.

efektif;

c.

tranparan;

d.

terbuka;

e.

bersaing;

f.

adil/tidak diskriminatif; dan

g.

akuntabel.

 

Bagian Kedua

Etika Pengadaan

 

Pasal 6

 

 

Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika sebagai berikut:

 

 

a.

melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa;

 

 

b.

bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/ Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa;

 

 

c.

tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;

 

 

d.

menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak;

 

 

e.

menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa;

 

 

f.

menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;

 

 

g.

menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; dan

 

 

h.

tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.

 

BAB III
PARA PIHAK DALAM PENGADAAN BARANG/JASA


Bagian Pertama

Organisasi Pengadaan

 

Pasal 7

(1)

Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa terdiri atas:

a.

PA/KPA;

b.

PPK;

c.

ULP/Pejabat Pengadaan; dan

d.

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

(2)

Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Swakelola terdiri atas:

a.

PA/KPA;

b.

PPK; dan

c.

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

 

 

(3)

PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa.

(4)

Perangkat organisasi ULP ditetapkan sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas:

a.

kepala;

b.

sekretariat;

c.

staf pendukung; dan

d.

kelompok kerja.

 

Bagian Kedua

Pengguna Anggaran

 

Pasal 8

(1)

PA memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:

a.

menetapkan Rencana Umum Pengadaan;

b.

mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di website K/L/D/I;

c.

menetapkan PPK;

d.

menetapkan Pejabat Pengadaan;

e.

menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan;

f.

menetapkan:

 

 

 

 

1)

pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau

 

 

 

 

2)

pemenang pada Seleksi atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai diatas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

g.

mengawasi pelaksanaan anggaran;

h.

menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

 

 

 

i.

menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan, dalam hal terjadi perbedaan pendapat; dan

j.

mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

(2)

Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan, PA dapat:

a.

menetapkan tim teknis; dan/atau

b.

menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan Pengadaan melalui Sayembara/Kontes.

Pasal 9

Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentang kendali organisasi:

 

 

a.

PA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat lainnya menetapkan seorang atau beberapa orang KPA;

 

 

b.

PA pada Pemerintah Daerah mengusulkan 1 (satu) atau beberapa orang KPA kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan.

 

Bagian Ketiga

Kuasa Pengguna Anggaran

 

Pasal 10

 

 

(1)

KPA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat lainnya merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA.

 

 

(2)

KPA pada Pemerintah Daerah merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh Kepala Daerah atas usul PA.

 

 

(3)

KPA untuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan ditetapkan oleh PA pada Kementerian/ Lembaga/Institusi pusat lainnya atas usul Kepala Daerah.

(4)

KPA memiliki kewenangan sesuai pelimpahan oleh PA.

 

Bagian Keempat

Pejabat Pembuat Komitmen

 

Pasal 11

(1)

PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:

a.

menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:

1)

spesifikasi teknis Barang/Jasa;

2)

Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan

3)

rancangan Kontrak.

b.

menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

c.

menandatangani Kontrak;

d.

melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;

e.

mengendalikan pelaksanaan Kontrak;

f.

melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Barang/Jasa kepada PA/KPA;

 

 

 

g.

menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;

 

 

 

h.

melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan

i.

menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

(2)

Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan, PPK dapat:

a.

mengusulkan kepada PA/KPA:

1)

perubahan paket pekerjaan; dan/atau

2)

perubahan jadwal kegiatan pengadaan;

b.

menetapkan tim pendukung;

 

 

 

c.

menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan

d.

menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/]asa.

Pasal 12

 

 

(1)

PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.

(2)

Untuk ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

memiliki integritas;

b.

memiliki disiplin tinggi;

c.

memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;

 

 

 

d.

mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;

e.

menandatangani Pakta Integritas;

f.

tidak menjabat sebagai pengelola keuangan; dan

g.

memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/]asa.

(3)

Persyaratan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah:

 

 

 

a.

berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan;

 

 

 

b.

memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan

 

 

 

c.

memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/ pekerjaannya.

Pasal 13

 

 

PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia Barang/ Jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.

 

Bagian Kelima

ULP/Pejabat Pengadaan

 

Pasal 14

 

 

(1)

K/L/D/I diwajibkan mempunyai ULP yang dapat memberikan pelayanan/pembinaan dibidang Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

(2)

ULP pada K/L/D/I dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembagal Kepala Daerah/Pimpinan Institusi.

Pasal 15

(1)

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dalam ULP dilakukan oleh Kelompok Kerja.

(2)

Keanggotaan ULP wajib ditetapkan untuk :

 

 

 

a.

Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya dengan nilai diatas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

b.

Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai diatas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

 

 

(3)

Anggota Kelompok Kerja berjumlah gasal beranggotakan paling kurang 3 (tiga) orang dan dapat ditambah sesuai dengan kompleksitas pekerjaan.

 

 

(4)

Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibantu oleh tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer).

Pasal 16

 

 

(1)

Paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh ULP atau 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.

 

 

(2)

Paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh ULP atau 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.

(3)

Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.

Pasal 17

(1)

Anggota Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a.

memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;

b.

memahami pekerjaan yang akan diadakan;

 

 

 

c.

memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;

d.

memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;

 

 

 

e.

tidak mempunyai hubungan keluarga dengan Pejabat yang menetapkannya sebagai anggota ULP/Pejabat Pengadaan;

 

 

 

f.

memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan; dan

g.

menandatangani Pakta Integritas.

(2)

Tugas pokok dan kewenangan ULP/Pejabat Pengadaan meliputi:

a.

menyusun rencana pemilihan Penyedia Barang/Jasa;

b.

menetapkan Dokumen Pengadaan;

c.

menetapkan besaran nominal Jaminan Penawaran;

 

 

 

d.

mengumumkan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di website K/L/D/I masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam Portal Pengadaan Nasional;

e.

menilai kualifikasi Penyedia Barang/Jasa melalui prakualifikasi atau pascakualifikasi;

f.

melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk;

g.

khusus untuk ULP:

1)

menjawab sanggahan;

2)

menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk:

 

 

 

 

 

a)

Pelelangan atau Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau

 

 

 

 

 

b)

Seleksi atau Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

3)

menyerahkan salinan Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PPK;

4)

menyimpan dokumen asli pemilihan Penyedia Barang/Jasa;

h.

khusus Pejabat Pengadaan:

1)

menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk:

 

 

 

 

 

a)

Penunjukan Langsung atau Pengadaan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan/atau

 

 

 

 

 

b)

Penunjukan Langsung atau Pengadaan Langsung untuk paket Pengadaan ]asa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

2)

menyerahkan dokumen asli pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PA/KPA;

 

 

 

i.

membuat laporan mengenai proses dan hasil Pengadaan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi; dan

 

 

 

j.

memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA.

 

 

(3)

Selain tugas pokok dan kewewenangan ULP/Pejabat Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal diperlukan ULP I Pejabat Pengadaan dapat mengusulkan kepada PPK:

a.

perubahan HPS; dan/atau

b.

perubahan spesifikasi teknis pekerjaan.

 

 

(4)

Anggota ULP/Pejabat Pengadaan berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya.

 

 

(5)

Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (4), anggota ULP/Pejabat Pengadaan pada instansi lain Pengguna APBN/APBD selain K/L/D/I atau Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola, dapat berasal dari bukan pegawai negeri.

 

 

(6)

Dalam hal Pengadaan Barang/Jasa bersifat khusus dan/atau memerlukan keahlian khusus, ULP/Pejabat Pengadaan dapat menggunakan tenaga ahli yang berasal dari pegawai negeri atau swasta.

(7)

Anggota ULP dilarang duduk sebagai:

a.

PPK;

b.

pengelola keuangan; dan

 

 

 

c.

APIP, terkecuali menjadi Pejabat Pengadaan/anggota ULP untuk Pengadaan Barang/Jasa yang dibutuhkan instansinya.

 

Bagian Keenam

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan


Pasal 18

(1)

PA/KPA menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

 

 

(2)

Anggota Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya.

 

 

(3)

Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (2), anggota Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD atan Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dapat berasal dari bukan pegawai negeri.

(4)

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;

b.

memahami isi Kontrak;

c.

memiliki kualifikasi teknis;

d.

menandatangani Pakta Integritas; dan

e.

tidak menjabat sebagai pengelola keuangan.

 

 

(4)

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempunyai tugas pokok dan kewenangan untuk:

 

 

 

a.

melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak;

b.

menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa setelah melalui pemeriksaan/pengujian; dan

c.

membuat dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan.

 

 

(5)

Dalam hal pemeriksaan Barang/Jasa memerlukan keahlian teknis khusus, dapat dibentuk tim/tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan tugas Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

(6)

Tim/tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh PA/KPA.

 

 

(7)

Dalam hal pengadaan Jasa Konsultansi, pemeriksaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, dilakukan setelah berkoordinasi dengan Pengguna Jasa Konsultansi yang bersangkutan.

 

Bagian Ketujuh

Penyedia Barang/Jasa


Pasal 19

 

 

(1)

Penyedia Barang/Jasa dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha;

 

 

 

b.

memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa;

 

 

 

c.

memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir baik dilingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak;

 

 

 

d.

ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;

 

 

 

e.

memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa;

 

 

 

f.

dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut;

 

 

 

g.

memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil;

 

 

 

h.

memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi;

 

 

 

i.

khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai berikut:

SKP = KP-P

KP=

nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:

 

 

 

 

 

a)

untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan; dan

 

 

 

 

 

b)

untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.

P  =

jumlah paket yang sedang dikerjakan.

 

 

 

 

N =

jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.

 

 

 

j.

tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa;

 

 

 

k.

sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan.

l.

secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;

m.

tidak masuk dalam Daftar Hitam;

n.

memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan

o.

menandatangani Pakta Integritas.

 

 

(2)

Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, huruf h dan huruf i, dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa orang perorangan.

 

 

(3)

Pegawai K/L/D/I dilarang menjadi Penyedia Barang/Jasa, kecuali yang bersangkutan mengambil cuti diluar tanggungan K/L/D/I.

 

 

(4)

Penyedia Barang/Jasa yang keikutsertaannya menimbulkan pertentangan kepentingan dilarang menjadi Penyedia Barang/Jasa.

Pasal 20

 

 

(1)

KD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf h pada subbidang pekerjaan yang sejenis untuk usaha non kecil dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

Untuk Pekerjaan Konstruksi, KD sama dengan 3 NPt (Nilai Pengalarnan Tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir); dan

 

 

 

b.

Untuk Pengadaan Jasa lainnya, KD sama dengan 5 NPt (Nilai Pengalarnan Tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir).

(2)

KD paling kurang sama dengan nilai total HPS dari pekerjaan yang akan dilelangkan.

 

 

(3)

Ketentuan pada ayat (1) dikecualikan dalam hal Pengadaan Barang/Jasa tidak dapat diikuti oleh perusahaan nasional karena belum ada perusahaan nasional yang mampu memenuhi KD.

 

 

(4)

Dalam hal kemitraan, yang diperhitungkan adalah KD dari perusahaan yang mewakili kemitraan (leadfirm). +

Pasal 21

 

 

(1)

Dalarn hal sifat dan lingkup kegiatan Pengadaan Barang/Jasa terlalu luas, atau jenis keahlian yang diperlukan untuk rnenyelesaikan kegiatan tidak dapat dilakukan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa, maka dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa:

      a. diberikan kesempatan yang memungkinkan para Penyedia Barang/Jasa saling bergabung dalam suatu konsorsium atau bentuk kerja sama lain; dan/atau
      b.

diberikan kesempatan yang memungkinkan Penyedia Barang/Jasa atau konsorsiurn Penyedia Barang/Jasa untuk menggunakan tenaga ahli asing.

 

 

(2)

Tenaga ahli asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, digunakan sepanjang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan jenis keahlian yang belum dimiliki dan untuk meningkatkan kemampuan teknis guna menangani kegiatan atau pekerjaan.

 

BAB IV
RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA


Pasal 22

 

 

(1)

PA menyusun Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kebutuhan pada K/L/D/I masing-masing.

(2)

Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

 

 

 

a.

kegiatan dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang akan dibiayai oleh K/L/D/I sendiri; dan/atau

 

 

 

b.

kegiatan dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang akan dibiayai berdasarkan kerja sama antar K/L/D/I secara pembiayaan bersama (co-financing), sepanjang diperlukan.

(3)

Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a.

mengindentifikasi kebutuhan diperlukan K/L/D/I;

 

 

 

b.

menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

c.

menetapkan kebijakan umum tentang:

1)

pemaketan pekerjaan;

2)

cara Pengadaan Barang/Jasa; dan

3)

pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa;

d.

menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK).

(4)

KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d paling sedikit memuat:

a.

uraian kegiatan yang akan dilaksanakan;

b.

waktu pelaksanaan yang diperlukan;

c.

spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan; dan

d.

besarnya total perkiraan biaya pekerjaan.

Pasal 23

 

 

(1)

Penyusunan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa pada K/L/D/I untuk Tahun Anggaran berikutnya atau Tahun Anggaran yang akan datang, harus diselesaikan pada Tahun Anggaran yang berjalan.

 

 

(2)

K/L/D/I menyediakan biaya untuk pelaksanaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dibiayai dari APBN/APBD, yang meliputi:

 

 

 

a.

honorarium personil organisasi Pengadaan Barang/Jasa termasuk tim teknis, tim pendukung dan staf proyek;

b.

biaya pengumuman Pengadaan Barang/Jasa termasuk biaya pengumuman ulang;

c.

biaya penggandaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa; dan

d.

biaya lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

(3)

K/L/D/I menyediakan biaya untuk pelaksanaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang pengadaannya akan dilakukan pada Tahun Anggaran berikutnya.

 

 

(4)

K/L/D/I dapat mengusulkan besaran Standar Biaya Umum (SBU) terkait honorarium bagi personil organisasi pengadaan, sebagai masukan/pertimbangan dalam penetapan SBU oleh Menteri Keuangan/Kepala Daerah.

Pasal 24

 

 

(1)

PA melakukan pemaketan Barang/Jasa dalam Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa kegiatan dan anggaran K/L/D/I.

 

 

(2)

Pemaketan dilakukan dengan menetapkan sebanyak-banyaknya paket usaha untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat, kesatuan sistem dan kualitas kemampuan teknis.

(3)

Dalam melakukan pemaketan Barang/Jasa, PA dilarang:

 

 

 

a.

menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan yang tersebar di beberapa lokasil daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing;

 

 

 

b.

menyatukan beberapa paket pengadaan yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya bisa dipisahkan dan/atau besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil;

 

 

 

c.

memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari pelelangan; dan/atau

 

 

 

d.

menentukan kriteria, persyaratan atau prosedur pengadaan yang diskriminatif dan/atau dengan pertimbangan yang tidak obyektif. 

Pasal 25

 

 

(1)

PA mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa di masing-masing K/L/D/I secara terbuka kepada masyarakat luas setelah rencana kerja dan anggaran K/L/D/I disetujui oleh DPR/DPRD.

(2)

Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang berisi:

a.

nama dan alamat Pengguna Anggaran;

b.

paket pekerjaan yang akan dilaksanakan;

c.

lokasi pekerjaan; dan

d.

perkiraan besaran biaya.

 

 

(3)

Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dalam website K/L/D/I masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE.

 

 

(4)

K/L/D/I dapat mengumumkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang Kontraknya akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran berikutnya/yang akan datang.

 

BAB V

SWAKELOLA


Bagian Pertama

Ketentuan Umum Swakelola

 

Pasal 26

 

 

(1)

Swakelola merupakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat.

(2)

Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan Swakelola meliputi:

 

 

 

a.

pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok K/L/D/I;

 

 

 

b.

pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat;

 

 

 

c.

pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh Penyedia Barang/Jasa;

 

 

 

d.

pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar;

e.

penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;

 

 

 

f.

pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa;

 

 

 

g.

pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;

h.

pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan;

i.

pekerjaan Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri;

j.

penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau

 

 

 

k.

pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri.

 

 

(3)

Prosedur Swakelola meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, penyerahan, pelaporan dan pertanggungjawaban pekerjaan.

(4)

Pengadaan melalui Swakelola dapat dilakukan oleh:

a.

K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran;

b.

Instansi Pemerintah lain Pelaksana Swakelola; dan/atau

c.

Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola.

 

 

(5)

PA/KPA menetapkan jenis pekerjaan serta pihak yang akan melaksanakan Pengadaan Barang/ Jasa secara Swakelola.

Pasal 27

(1)

Pengadaan Swakelola oleh K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran:

 

 

 

a.

direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran; dan

 

 

 

b.

mempergunakan pegawai sendiri, pegawai K/L/D/I lain dan/atau dapat menggunakan tenaga ahli.

 

 

(2)

Jumlah tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tidak boleh melebihi 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah keseluruhan pegawai K/L/D/I yang terlibat dalam kegiatan Swakelola yang bersangkutan.

 

 

(3)

Pengadaan Swakelola yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah lain Pelaksana Swakelola dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

direncanakan dan diawasi oleh K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran; dan

 

 

 

b.

pelaksanaan pekerjaannya dilakukan oleh Instansi Pemerintah yang bukan Penanggung Jawab Anggaran.

 

 

(4)

Pengadaan melalui Swakelola oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a.

direncanakan, dilaksanakan dan diawasi oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola;

b.

sasaran ditentukan oleh K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran; dan

c.

pekerjaan utama dilarang untuk dialihkan kepada pihak lain (subkontrak).

Pasal 28

(1)

Kegiatan perencanaan Swakelola meliputi:

a.

penetapan sasaran, rencana kegiatan dan jadwal pelaksanaan;

 

 

 

b.

penyusunan jadwal pelaksanaan dengan mempertimbangkan waktu yang cukup bagi pelaksanaan pekerjaan/kegiatan; 

 

 

 

c.

perencanaan teknis dan penyiapan metode pelaksanaan yang tepat agar diperoleh rencana keperluan tenaga, bahan dan peralatan yang sesuai;

 

 

 

d.

penyusunan rencana keperluan tenaga, bahan dan peralatan secara rinci serta dijabarkan dalam rencana kerja bulanan, rencana kerja mingguan dan/atau rencana kerja harian; dan

 

 

 

e.

penyusunan rencana total biaya secara rinci dalam rencana biaya bulanan dan/atau biaya mingguan yang tidak melampaui Pagu Anggaran yang telah ditetapkan dalam dokumen anggaran.

 

 

(2)

Perencanaan kegiatan Swakelola dapat dilakukan dengan memperhitungkan tenaga ahli/ peralatan/bahan tertentu yang dilaksanakan dengan Kontrak/Sewa tersendiri.

(3)

Kegiatan perencanaan Swakelola dimuat dalam KAK.

 

 

(4)

Perencanaan kegiatan Swakelola yang diusulkan dan dilaksanakan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola, ditetapkan oleh PPK setelah melalui proses evaluasi.

 

 

(5)

Penyusunan jadwal kegiatan Swakelola dilakukan dengan mengalokasikan waktu untuk proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, penyerahan dan pelaporan pekerjaan.

 

 

(6)

PA/KPA bertanggung jawab terhadap penetapan Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola termasuk sasaran, tujuan dan besaran anggaran Swakelola.

 

 

(7)

PA/KPA dapat mengusulkan standar biaya untuk honorarium pelaksana Swakelola kepada Menteri Keuangan/Kepala Daerah.

(8)

Swakelola dapat dilaksanakan melebihi 1 (satu) Tahun Anggaran.

 

Bagian Kedua

Pelaksanaan Swakelola

 

Pasal 29

 

 

Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola oleh K/L/D/I selaku Penanggung Jawab Anggaran dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

a.

pengadaan bahan/barang, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli dilakukan oleh ULP/Pejabat Pengadaan;

 

 

b.

pengadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;

 

 

c.

pembayaran upah tenaga kerja yang diperlukan dilakukan secara berkala berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borongan;

d.

pembayaran gaji tenaga ahli yang diperlukan dilakukan berdasarkan Kontrak;

e.

penggunaan tenaga kerja, bahan dan/atau peralatan dicatat setiap hari dalam laporan harian;

 

 

f.

pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan Uang Persediaan (UP)/Uang Muka kerja atau istilah lain yang disamakan dilakukan oleh Instansi Pemerintah pelaksana Swakelola;

 

 

g.

UP/Uang Muka kerja atau istilah lain yang disamakan, dipertanggungjawabkan secara berkala maksimal secara bulanan;

 

 

h.

kemajuan fisik dicatat setiap hari dan dievaluasi setiap minggu yang disesuaikan dengan penyerapan dana;

 

 

i.

kemajuan non fisik atau perangkat lunak dicatat dan dievaluasi setiap bulan yang disesuaikan dengan penyerapan dana; dan

 

 

j.

pengawasan pekerjaan fisik di lapangan dilakukan oleh pelaksana yang ditunjuk oleh PPK, berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.

Pasal 30

 

 

Pengadaan melalui Swakelola oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

a.

pelaksanaan dilakukan berdasarkan Kontrak antara PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran dengan pelaksana Swakelola pada Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola.

 

 

b.

pengadaan bahan, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh ULP/Pejabat Pengadaan pada Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola;

 

 

c.

pengadaan sebagaimana dimaksud pada huruf b berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;

 

 

d.

pembayaran upah tenaga kerja yang diperlukan dilakukan secara harian berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borongan;

e.

pembayaran imbalan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan berdasarkan Kontrak;

 

 

f.

penggunaan tenaga kerja, bahan/barang dan/atau peralatan dicatat setiap hari dalam laporan harian;

 

 

g.

kemajuan fisik dicatat setiap hari dan dievaluasi setiap minggu yang disesuaikan dengan penyerapan dana oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola;

 

 

h.

kemajuan non fisik atau perangkat lunak dicatat dan dievaluasi setiap bulan yang disesuaikan dengan penyerapan dana oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola; dan

 

 

i.

pengawasan pekerjaan fisik di lapangan dilaksanakan oleh pihak yang ditunjuk PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran, berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.

Pasal 31

 

 

Pengadaan secara Swakelola oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

a.

pelaksanaan Swakelola oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dilakukan berdasarkan Kontrak antara PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran dengan Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola;

 

 

b.

pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa hanya diserahkan kepada Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola yang mampu melaksanakan pekerjaan;

 

 

c.

pengadaan Pekerjaan Konstruksi hanya dapat berbentuk rehabilitasi, renovasi dan konstruksi sederhana;

 

 

d.

konstruksi bangunan baru yang tidak sederhana, dibangun oleh K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran untuk selanjutnya diserahkan kepada kelompok masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

 

 

e.

pengadaan bahan/barang, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengadaan dan etika pengadaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini;

 

 

f.

penyaluran dana kepada Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dilakukan secara bertahap dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

1)

40% (empat puluh perseratus) dari keseluruhan dana Swakelola, apabila Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola telah siap melaksanakan Swakelola;

 

 

 

2)

30% (tiga puluh perseratus) dari keseluruhan dana Swakelola, apabila pekerjaan telah mencapai 30% (tiga puluh perseratus); dan

 

 

 

3)

30% (tiga puluh perseratus) dari keseluruhan dana Swakelola, apabila pekerjaan telah mencapai 60% (enam puluh perseratus).

 

 

g.

pencapaian kemajuan pekerjaan dan dana Swakelola yang dikeluarkan, dilaporkan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola secara berkala kepada PPK;

 

 

h.

pengawasan pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola; dan

 

 

i.

pertanggungjawaban pekerjaan/kegiatan Pengadaan disampaikan kepada K/L/D/I pemberi dana Swakelola sesuai ketentuan perundang- undangan.

 

Bagian Ketiga

Pelaporan, Pengawasan dan Pertanggungjawaban Swakelola

 

Pasal 32

 

 

(1)

Pelaksanaan Swakelola diawasi oleh Penanggung Jawab Anggaran atau oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola.

 

 

(2)

Kemajuan pelaksanaan pekerjaan dan penggunaan keuangan dilaporkan oleh pelaksana lapangan/Pelaksana Swakelola kepada PPK secara berkala.

 

 

(3)

Laporan kemajuan realisasi fisik dan keuangan dilaporkan setiap bulan secara berjenjang oleh Pelaksana Swakelola sampai kepada PA/KPA.

 

 

(4)

APIP pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran melakukan audit terhadap pelaksanaan Swakelola.

 

BAB VI
PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI PENYEDIA BARANG/JASA


Bagian Pertama

Persiapan Pengadaan

 

Pasal 33

Persiapan pemilihan Penyedia Barang/Jasa terdiri atas kegiatan:

a.

perencanaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa;

b.

pemilihan sistem pengadaan;

c.

penetapan metode penilaian kualifikasi;

d.

penyusunan jadwal pemilihan Penyedia Barang/Jasa;

e.

penyusunan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa; dan

f.

penetapan HPS.

 

Bagian Kedua
Perencanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa


Pasal 34

(1)

Perencanaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa terdiri atas kegiatan:

a.

pengkajian ulang paket pekerjaan; dan

b.

pengkajian ulang jadwal kegiatan pengadaan.

 

 

(2)

Perencanaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh:

a.

PPK; dan/atau

b.

ULP/Pejabat Pengadaan.

(3)

Perencanaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa dilakukan dengan:

 

 

 

a.

menyesuaikan dengan kondisi nyata di lokasi/lapangan pada saat akan melaksanakan pemilihan Penyedia Barang/Jasa;

b.

mempertimbangkan kepentingan masyarakat;

 

 

 

c.

mempertimbangkan jenis, sifat dan nilai Barang/Jasa serta jumlah Penyedia Barang/Jasa yang ada; dan

 

 

 

d.

memperhatikan ketentuan tentang pemaketan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3).

(4)

Apabila terjadi perubahan paket pekerjaan maka:

a.

PPK mengusulkan perubahan paket pekerjaan kepada PA/KPA untuk ditetapkan; atau

 

 

 

b.

ULP/Pejabat Pengadaan mengusulkan perubahan paket pekerjaan melalui PPK untuk ditetapkan oleh PA/KPA.

 

Bagian Ketiga

Pemilihan Sistem Pengadaan

 

Paragraf Pertama

Penetapan Metode Pemilihan

Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya

 

Pasal 35

 

 

(1)

ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemilihan Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.

(2)

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya dilakukan dengan:

a.

Pelelangan yang terdiri atas Pelelangan Umum dan Pelelangan Sederhana;

b.

Penunjukan Langsung;

c.

Pengadaan Langsung; atau

d.

Kontes/Sayembara.

(3)

Pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi dilakukan dengan:

a.

Pelelangan Umum;

b.

Pelelangan Terbatas;

c.

Pemilihan Langsung;

d.

Penunjukan Langsung; atau

e.

Pengadaan Langsung.

 

 

(4)

Kontes/Sayembara dilakukan khusus untuk pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya yang merupakan hasil Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.

Pasal 36

 

 

(1)

Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya pada prinsipnya dilakukan melalui metode Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi.

(2)

Khusus untuk Pekerjaan Konstruksi yang bersifat kompleks dan diyakini jumlah penyedianya terbatas, pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi dilakukan dengan Pelelangan Terbatas.

(3)

Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya melalui Metode Pelelangan Umum diumumkan paling kurang di website K/L/D/I, dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.

(4)

Dalam Pelelangan Umum tidak ada negosiasi teknis dan harga.

Pasal 37

(1)

Pengadaan pekerjaan yang tidak kompleks dan bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dapat dilakukan dengan:

a.

Pelelangan Sederhana untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya; atau

b.

Pemilihan Langsung untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi.

(2)

Pelelangan Sederhana atau Pemilihan Langsung dilakukan melalui proses pascakualifikasi.

(3)

Pelelangan Sederhana atau Pemilihan Langsung diumumkan sekurang-kurangnya di website K/L/D/I, dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.

(4)

Dalam Pelelangan Sederhana atau Pemilihan Langsung tidak ada negosiasi teknis dan harga.

Pasal 38

(1)

Penunjukan Langsung terhadap 1 (satu) Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dapat dilakukan dalam hal:

a.

keadaan tertentu; dan/atau

b.

pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/Jasa Lainnya yang bersifat khusus.

(2)

Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang dinilai mampu melaksanakan pekerjaan dan/atau memenuhi kualifikasi.

(3)

Penunjukan Langsung dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

(4)

Kriteria keadaan tertentu yang memungkinkan dilakukan Penunjukan Langsung terhadap Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a.

penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda untuk:

1)

pertahanan negara;

2)

keamanan dan ketertiban masyarakat;

3)

keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera, termasuk:

a.

akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial;

b.

dalam rangka pencegahan bencana; dan/atau

c.

akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik.

b.

pekerjaan penyelenggaraan penyiapan konferensi yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional dan dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden;

c.

kegiatan menyangkut pertahanan negara yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau

d.

Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa Lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin dari pemerintah.

(5)

Kriteria Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/Jasa Lainnya yang bersifat khusus yang memungkinkan dilakukan Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a.

Barang/Jasa Lainnya berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah;

b.

Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya (unforeseen condition);

c.

Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bersifat kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan hanya ada 1 (satu) Penyedia yang mampu;

d.

Pekerjaan Pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan habis pakai dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang kesehatan;

e.

Pengadaan kendaraan bermotor dengan harga khusus untuk pemerintah yang telah dipublikasikan secara luas kepada masyarakat;

f.

sewa penginapan/hotel/ruang rapat yang tarifnya terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat; atau

g.

lanjutan sewa gedung/kantor dan lanjutan sewa ruang terbuka atau tertutup lainnya dengan ketentuan dan tata cara pembayaran serta penyesuaian harga yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 39

(1)

Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I;

b.

teknologi sederhana;

c.

risiko kecil; dan/atau

d.

dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orang-perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil.

(2)

Pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.

(3)

Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) Pejabat Pengadaan.

(4)

PA/KPA dilarang menggunakan metode Pengadaan Langsung sebagai alasan untuk memecah paket Pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari pelelangan.

Pasal 40

(1)

Sayembara digunakan untuk Pengadaan Jasa Lainnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a.

merupakan proses dan hasil dari gagasan, kreatifitas, inovasi, budaya dan metode pelaksanaan tertentu; dan

b.

tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.

(2)

Kontes digunakan untuk Pengadaan Barang yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a.

tidak mempunyai harga pasar; dan

b.

tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.

(3)

ULP/Pejabat Pengadaan menetapkan persyaratan administratif dan teknis bagi:

a.

Penyedia Barang yang akan mengikuti Kontes;

b.

Penyedia Jasa Lainnya yang akan mengikuti Sayembara.

(4)

Dalam menetapkan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ULP/Pejabat Pengadaan dapat menetapkan syarat yang lebih mudah dari persyaratan Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.

(5)

Persyaratan teknis disusun oleh tim yang ahli dibidangnya.

(6)

Penyusunan metode evaluasi dan pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh tim yang ahli dibidangnya.

 

Paragraf Kedua

Penetapan Metode Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi

Pasal 41

(1)

ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi.

(2)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dilakukan melalui negosiasi teknis dan biaya sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

(3)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dilakukan dengan:

a.

Seleksi yang terdiri atas Seleksi Umum dan Seleksi Sederhana;

b.

Penunjukan Langsung;

c.

Pengadaan Langsung; atau

d.

Sayembara.

Pasal 42

(1)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi pada prinsipnya dilakukan melalui Metode Seleksi Umum.

(2)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi melalui Metode Seleksi Umum diumumkan sekurang-kurangnya di website K/L/D/I, dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat serta memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.

(3)

Daftar pendek dalam Seleksi Umum berjumlah 5 (lima) sampai 7 (tujuh) Penyedia Jasa Konsultansi.

Pasal 43

(1)

Seleksi Sederhana dapat dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultansi dalam hal Seleksi Umum dinilai tidak efisien dari segi biaya seleksi.

(2)

Seleksi Sederhana dapat dilakukan untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang:

a.

bersifat sederhana; dan

b.

bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(3)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi melalui Metode Seleksi Sederhana diumumkan paling kurang di website K/L/D/I dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.

(4)

Daftar pendek dalam Seleksi Sederhana berjumlah 3 (tiga) sampai 5 (lima) Penyedia Jasa Konsultansi.

Pasal 44

(1)

Penunjukan Langsung terhadap 1 (satu) Penyedia Jasa Konsultansi dapat dilakukan dalam keadaan tertentu.

(2)

Kriteria keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a.

penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda untuk:

1)

pertahanan negara;

2)

keamanan dan ketertiban masyarakat;

3)

keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera, termasuk:

a.

akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial;

b.

dalam rangka pencegahan bencana; dan/atau

c.

akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik;

b.

kegiatan menyangkut pertahanan negara yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

c.

pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) Penyedia Jasa Konsultansi; dan

d.

pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) pemegang hak cipta yang telah terdaftar atau pihak yang telah mendapat izin pemegang hak cipta.

(3)

Penunjukan Langsung dilakukan dengan melalui proses prakualifikasi terhadap 1 (satu) Penyedia Jasa Konsultansi.

Pasal 45

(1)

Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultansi yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a.

merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I; dan/atau

b.

bernilai paling tinggi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2)

Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) Pejabat Pengadaan.

(3)

PA/KPA dilarang menggunakan metode Pengadaan Langsung sebagai alasan untuk memecah paket pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari Seleksi.

Pasal 46

(1)

Sayembara dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultansi yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a.

merupakan proses dan hasil dari gagasan, kreatifitas, inovasi dan metode pelaksanaan tertentu; dan

b.

tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.

(2)

ULP/Pejabat Pengadaan menetapkan persyaratan administratif bagi Penyedia Jasa Konsultansi yang akan mengikuti Sayembara.

(3)

Dalam menetapkan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ULP/Pejabat Pengadaan dapat menetapkan syarat yang lebih mudah dari persyaratan Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.

(4)

Persyaratan dan metode evaluasi teknis ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan setelah mendapat masukan dari tim yang ahli dibidangnya.

(5)

Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh tim yang ahli dibidangnya.

Paragraf Ketiga

Penetapan Metode Penyampaian Dokumen

Pasal 47

(1)

ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemasukan Dokumen Penawaran.

(2)

Metode pemasukan Dokumen Penawaran terdiri atas:

a.

metode satu sampul;

b.

metode dua sampul; atau

c.

metode dua tahap.

(3)

Metode satu sampul digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana dan memiliki karakteristik sebagai berikut:

a.

Pengadaan Barang/Jasa yang standar harganya telah ditetapkan pemerintah;

b.

Pengadaan Jasa Konsultansi dengan KAK yang sederhana; atau

c.

Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifikasi teknis atau volumenya dapat dinyatakan secara jelas dalam Dokumen Pengadaan.

(4)

Selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), metode satu sampul digunakan dalam Penunjukan Langsung/Pengadaan Langsung/ Kontes/Sayembara.

(5)

Metode dua sampul digunakan untuk:

a.

Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan evaluasi sistem nilai atau sistem biaya selama umur ekonomis.

b.

Pengadaan Jasa Konsultansi yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1)

dibutuhkan penilaian yang terpisah antara persyaratan teknis dengan harga penawaran, agar penilaian harga tidak mempengaruhi penilaian teknis; atau

2)

pekerjaan bersifat kompleks sehingga diperlukan evaluasi teknis yang lebih mendalam.

(6)

Metode dua tahap digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a.

Pekerjaan bersifat kompleks;

b.

memenuhi kriteria kinerja tertentu dari keseluruhan sistem, termasuk pertimbangan kemudahan atau efisiensi pengoperasian dan pemeliharan peralatannya; dan/atau

c.

mempunyai beberapa alternatif penggunaan sistem dan desain penerapan teknologi yang berbeda.

Paragraf Keempat

Penetapan Metode Evaluasi

Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya

Pasal 48

(1)

Metode evaluasi penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas:

a.

sistem gugur;

b.

sistem nilai; dan

c.

sistem penilaian biaya selama umur ekonomis.

(2)

Metode evaluasi penawaran untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya pada prinsipnya menggunakan penilaian sistem gugur.

(3)

Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (2), Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bersifat kompleks, dapat menggunakan metode evaluasi sistem nilai atau metode evaluasi penilaian biaya selama umur ekonomis.

(4)

Sistem nilai dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

besaran bobot biaya antara 70% (tujuh puluh perseratus) sampai dengan 90% (sembilan puluh perseratus) dari total bobot keseluruhan;

b.

unsur yang dinilai harus bersifat kuantitatif atau yang dapat dikuantifikasikan; dan

c.

tata cara dan kriteria penilaian harus dicantumkan dengan jelas dan rinci dalam Dokumen Pengadaan.

(5)

Dalam melakukan evaluasi ULP/Pejabat Pengadaan dilarang mengubah, menambah dan/atau mengurangi kriteria serta tata cara evaluasi setelah batas akhir pemasukan Dokumen Penawaran.

Paragraf Kelima

Metode Evaluasi Penawaran dalam Pengadaan Jasa Konsultansi

Pasal 49

(1)

Metode evaluasi penawaran dalam pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dapat dilakukan dengan menggunakan:

a.

metode evaluasi berdasarkan kualitas;

b.

metode evaluasi berdasarkan kualitas dan biaya;

c.

metode evaluasi berdasarkan Pagu Anggaran; atau

d.

metode evaluasi berdasarkan biaya terendah.

(2)

Metode evaluasi berdasarkan kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, digunakan untuk pekerjaan yang:

a.

mengutamakan kualitas penawaran teknis sebagai faktor yang menentukan terhadap hasil/manfaat (outcome) secara keseluruhan; dan/atau

b.

lingkup pekerjaan yang sulit ditetapkan dalam KAK.

(3)

Metode evaluasi berdasarkan kualitas dan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, digunakan untuk pekerjaan yang:

a.

lingkup, keluaran (output), waktu penugasan dan hal-hal lain dapat diperkirakan dengan baik dalam KAK; dan/atau

b.

besarnya biaya dapat ditentukan dengan mudah, jelas dan tepat.

(4)

Metode evaluasi berdasarkan Pagu Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, digunakan untuk pekerjaan yang:

a.

sudah ada aturan yang mengatur (standar);

b.

dapat dirinci dengan tepat; atau

c.

anggarannya tidak melampaui pagu tertentu.

(5)

Metode evaluasi berdasarkan biaya terendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, digunakan untuk pekerjaan yang bersifat sederhana dan standar.

(6)

Dalam evaluasi berdasarkan kualitas dan biaya, pembobotan nilai teknis dan biaya diatur dengan ketentuan:

a.

bobot penawaran teknis antara 0,60 sampai 0,80;

b.

bobot penawaran biaya antara 0,20 sampai 0,40.

(7)

Semua evaluasi penawaran Pekerjaan Jasa Konsultansi harus diikuti dengan klarifikasi dan negosiasi, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

Harga Satuan yang dapat dinegosiasikan yaitu biaya langsung non-personil yang dapat diganti (reimburseable cost) dan/atau biaya langsung personil yang dinilai tidak wajar;

b.

aspek biaya yang perlu diklarifikasi atau negosiasi terutama:

1)

kesusian rencana kerja dengan jenis pengeluaran biaya;

2)

volume kegiatan dan jenis pengeluaran; dan

3)

biaya satuan dibandingkan dengan biaya yang berlaku dipasaran/kewajaran biaya;

c.

klarifikasi dan/atau negosiasi terhadap unit biaya langsung personil dilakukan berdasarkan daftar gaji yang telah diaudit dan/atau bukti setor Pajak Penghasilan tenaga ahli konsultan yang bersangkutan;

d.

biaya satuan dari biaya langsung personil paling tinggi 3,2 (tiga koma dua) kali gaji dasar yang diterima tenaga ahli tetap dan paling tinggi 2,5 (dua koma lima) kali penghasilan gaji yang diterima tenaga ahli tidak tetap; dan

e.

unit biaya langsung personil dihitung berdasarkan satuan waktu yang telah ditetapkan.

Paragraf Keenam

Penetapan Jenis Kontrak

Pasal 50

(1)

ULP/Pejabat Pengadaan menetapkan jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

(2)

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa meliputi :

a.

Kontrak berdasarkan cara pembayaran;

b.

Kontrak berdasarkan pembebanan Tahun Anggaran;

c.

Kontrak berdasarkan sumber pendanaan; dan

d.

Kontrak berdasarkan jenis pekerjaan.

(3)

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan cara pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas:

a.

Kontrak Lump Sum;

b.

Kontrak Harga Satuan;

c.

Kontrak gabungan Lump Sum dan Harga Satuan;

d.

Kontrak Persentase; dan

e.

Kontrak Terima Jadi (Turnkey).

(4)

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan pembebanan Tahun Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas:

a.

Kontrak Tahun Tunggal; dan

b.

Kontrak Tahun Jamak.

(5)

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, terdiri atas:

a.

Kontrak Pengadaan Tunggal;

b.

Kontrak Pengadaan Bersama; dan

c.

Kontrak Payung (Framework Contract).

(6)

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan jenis pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, terdiri atas:

a.

Kontrak Pengadaan Pekerjaan Tunggal; dan

b.

Kontrak Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi.

Pasal 51

(1)

Kontrak Lump Sum merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

jumlah harga pasti dan tetap serta tidak dimungkinkan penyesuaian harga;

b.

semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Barang/Jasa;

c.

pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi Kontrak;

d.

sifat pekerjaan berorientasi kepada keluaran (output based);

e.

total harga penawaran bersifat mengikat; dan

f.

tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang.

(2)

Kontrak Harga Satuan merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

Harga Satuan pasti dan tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu;

b.

volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat Kontrak ditandatangani;

c.

pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa; dan

d.

dimungkinkan adanya pekerjaan tambah/kurang berdasarkan hasil pengukuran bersama atas pekerjaan yang diperlukan.

(3)

Kontrak gabungan Lump Sum dan Harga Satuan adalah Kontrak yang merupakan gabungan Lump Sum dan Harga Satuan dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan.

(4)

Kontrak Persentase merupakan Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

Penyedia Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya menerima imbalan berdasarkan persentase dari nilai pekerjaan tertentu; dan

b.

pembayarannya didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi Kontrak.

(5)

Kontrak Terima Jadi (Turnkey) merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan

b.

pembayaran dilakukan berdasarkan hasil penilaian bersama yang menunjukkan bahwa pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.

Pasal 52

(1)

Kontrak Tahun Tunggal merupakan Kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) Tahun Anggaran.

(2)

Kontrak Tahun Jamak merupakan Kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran atas beban anggaran, yang dilakukan setelah mendapatkan persetujuan:

a.

Menteri Keuangan untuk kegiatan yang nilainya diatas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

b.

Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan untuk kegiatan yang nilai kontraknya sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bagi kegiatan: penanaman benih/bibit, penghijauan, pelayanan perintis laut/udara, makanan dan obat di rumah sakit, makanan untuk narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, pengadaan pita cukai, layanan pembuangan sampah dan pengadaan jasa cleaning service.

(3)

Kontrak Tahun Jamak pada pemerintah daerah disetujui oleh Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 53

(1)

Kontrak Pengadaan Tunggal merupakan Kontrak yang dibuat oleh 1 (satu) PPK dengan 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu.

(2)

Kontrak Pengadaan Bersama merupakan Kontrak antara beberapa PPK dengan 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu tertentu, sesuai dengan kebutuhan masing-masing PPK yang menandatangani Kontrak.

(3)

Kontrak Payung (Framework Contract) merupakan Kontrak Harga Satuan antara Pemerintah dengan Penyedia Barang/Jasa yang dapat dimanfaatkan oleh K/L/D/I, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

diadakan untuk menjamin harga Barang/Jasa yang lebih efisien, ketersediaan Barang/Jasa terjamin dan sifatnya dibutuhkan secara berulang dengan volume atau kuantitas pekerjaan yang belum dapat ditentukan pada saat Kontrak ditandatangani; dan

b.

pembayarannya dilakukan oleh setiap PPK/Satuan Kerja yang didasarkan pada hasil penilaian/pengukuran bersama terhadap volume/kuantitas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa secara nyata.

(4)

Pembebanan anggaran untuk Kontrak Pengadaan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dalam kesepakatan pendanaan bersama.

Pasal 54

(1)

Kontrak Pengadaan Pekerjaan Tunggal merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang hanya terdiri dari 1 (satu) pekerjaan perencanaan, pelaksanaan atau pengawasan.

(2)

Kontrak Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi merupakan Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang bersifat kompleks dengan menggabungkan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan/atau pengawasan.

Paragraf Ketujuh

Tanda Bukti Perjanjian

Pasal 55

(1)

Tanda bukti perjanjian terdiri atas:

a.

bukti pembelian;

b.

kuitansi;

c.

Surat Perintah Kerja (SPK); dan

d.

surat perjanjian.

(2)

Bukti pembelian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang nilainya sampai dengan Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(3)

Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang nilainya sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(4)

SPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, digunakan untuk Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan untuk Jasa Konsultansi dengan nilai sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(5)

Surat Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai diatas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan untuk Jasa Konsultansi dengan nilai diatas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Bagian Keempat
Penetapan Metode Penilaian Kualifikasi


Pasal 56

(1)

Kualifikasi merupakan proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari Penyedia Barang/Jasa.

(2)

Kualifikasi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu prakualifikasi atau pascakualifikasi.

(3)

Prakualifikasi merupakan proses penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan penawaran.

(4)

Prakualifikasi dilaksanakan untuk Pengadaan sebagai berikut:

a.

pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi;

b.

pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bersifat kompleks melalui Pelelangan Umum; atau

c.

pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang menggunakan Metode Penunjukan Langsung, kecuali untuk penanganan darurat.

(5)

Proses penilaian kualifikasi untuk Penunjukan Langsung dalam penanganan darurat dilakukan bersamaan dengan pemasukan Dokumen Penawaran.

(6)

Proses prakualifikasi menghasilkan:

a.

daftar calon Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; atau

b.

daftar pendek calon Penyedia Jasa Konsultansi.

(7)

Dalam proses prakualifikasi, ULP/Pejabat Pengadaan segera membuka dan mengevaluasi Dokumen Kualifikasi paling lama 2 (dua) hari kerja setelah diterima.

(8)

Pascakualifikasi merupakan proses penilaian kualifikasi yang dilakukan setelah pemasukan penawaran.

(9)

Pascakualifikasi dilaksanakan untuk Pengadaan sebagai berikut:

a.

Pelelangan Umum, kecuali Pelelangan Umum untuk Pekerjaan Kompleks;

b.

Pelelangan Sederhana/Pemilihan Langsung; dan

c.

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Perorangan.

(10)

ULP/Pejabat Pengadaan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang bertujuan diskriminatif serta diluar yang telah ditetapkan dalam ketentuan Peraturan Presiden ini.

(11)

ULP/Pejabat Pengadaan wajib menyederhanakan proses kualifikasi dengan ketentuan:

a.

meminta Penyedia Barang/Jasa mengisi formulir kualifikasi; dan

b.

tidak meminta seluruh dokumen yang disyaratkan kecuali pada tahap pembuktian kualifikasi.

(12)

Penilaian kualifikasi dilakukan dengan metode:

a.

Sistem Gugur, untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya;

b.

Sistem nilai untuk Pengadaan Jasa Konsultansi.

Bagian Kelima

Penyusunan Jadwal Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

 

Paragraf Pertama

Tahapan Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya

 

Pasal 57

(1)

Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan metode Pelelangan Umum meliputi tahapan sebagai berikut:

a.

Pelelangan Umum untuk pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya dengan prakualifikasi, metode dua sampul yang meliputi kegiatan:

1)

pengumuman prakualifikasi;

2)

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi;

3)

pemasukan dan evaluasi Dokumen Kualifikasi;

4)

pembuktian kualifikasi dan pembuatan Berita Acara Pembuktian Kualifikasi;

5)

penetapan hasil kualifikasi;

6)

pengumuman hasil kualifikasi;

7)

sanggahan kualifikasi;

8)

undangan;

9)

pengambilan Dokumen Pemilihan;

10)

pemberian penjelasan;

11)

pemasukan Dokumen Penawaran;

12)

pembukaan Dokumen Penawaran sampul I;

13)

evaluasi Dokumen Penawaran sampul I;

14)

pemberitahuan/pengumuman peserta yang lulus evaluasi sampul I;

15)

pembukaan Dokumen Penawaran sampul II;

16)

evaluasi Dokumen Penawaran sampul II;

17)

pembuatan Berita Acara Hasil Pelelangan;

18)

penetapan pemenang;

19)

pengumuman pemenang;

20)

sanggahan;

21)

sanggahan banding (apabila diperlukan); dan

22)

penunjukan Penyedia Barang/Jasa.

b.

Pelelangan Umum untuk pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan prakualifikasi atau Pelelangan Terbatas untuk pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi, metode dua tahap yang meliputi kegiatan:

1)

pengumuman prakualifikasi;

2)

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi;

3)

pemasukan dan evaluasi Dokumen Kualifikasi;

4)

pembuktian kualifikasi;

5)

penetapan hasil kualifikasi;

6)

pengumuman hasil kualifikasi;

7)

sanggahan kualifikasi;

8)

undangan;

9)

pengambilan Dokumen Pemilihan;

10)

pemberian penjelasan;

11)

pemasukan Dokumen Penawaran tahap I;

12)

pembukaan Dokumen Penawaran tahap I;

13)

evaluasi Dokumen Penawaran tahap I;

14)

penetapan peserta yang lulus evaluasi tahap I;

15)

pemberitahuan/pengumuman peserta yang lulus evaluasi tahap I;

16)

pemasukan Dokumen Penawaran tahap II;

17)

pembukaan Dokumen Penawaran tahap II;

18)

evaluasi Dokumen Penawaran tahap II;

19)

pembuatan Berita Acara Hasil Pelelangan;

20)

penetapan pemenang;

21)

pengumuman pemenang;

22)

sanggahan;

23)

sanggahan banding (apabila diperlukan); dan

24)

penunjukan Penyedia Barang/Jasa.

c.

Pelelangan Umum untuk pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan pascakualifikasi yang meliputi kegiatan:

1)

pengumuman;

2)

pendaftaran dan Pengadaan;

3)

pemberian penjelasan;

4)

pemasukan Dokumen Penawaran;

5)

pembukaan Dokumen Penawaran;

6)

evaluasi penawaran;

7)

evaluasi kualifikasi;

8)

pembuktian kualifikasi;

9)

pembuatan Berita Acara HasiI PeIeIangan;

10)

penetapan pemenang;

11)

pengumuman pemenang;

12)

sanggahan;

13)

sanggahan banding (apabila diperlukan); dan

14)

penunjukan Penyedia Barang/Jasa.

(2)

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya dengan metode Pelelangan Sederhana atau Pemilihan Langsung untuk Pekerjaan Konstruksi, meliputi tahapan sebagai berikut:

a.

pengumuman;

b.

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Pengadaan;

c.

pemberian penjelasan;

d.

pemasukan Dokumen Penawaran;

e.

pembukaan Dokumen Penawaran;

f.

evaluasi penawaran;

g.

evaluasi kualifikasi;

h.

pembuktian kualifikasi;

i.

pembuatan Berita Acara Hasil Pelelangan;

j.

penetapan pemenang;

k.

pengumuman pemenang;

l.

sanggahan;

m.

sanggahan banding (apabiia diperlukan); dan

n.

penunjukan Penyedia Barang/Jasa.

(3)

Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk penanganan darurat dengan metode Penunjukan Langsung, meliputi tahapan sebagai berikut:

a.

PPK dapat menerbitkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) kepada:

1)

Penyedia terdekat yang sedang melaksanakan pekerjaan sejenis; atau

2)

Penyedia lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, bila tidak ada Penyedia sebagaimana dimaksud pada angka 1).

b.

Proses dan administrasi Penunjukan Langsung dilakukan secara simultan, sebagai berikut :

1)

opname pekerjaan di lapangan;

2)

penetapan jenis, spesifikasi teknis dan volume pekerjaan, serta waktu penyelesaian pekerjaan;

3)

penyusunan Dokumen Pengadaan;

4)

penyusunan dan penetapan HPS;

5)

penyampaian Dokumen Pengadaan kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya;

6)

penyampaian Dokumen Penawaran;

7)

pembukaan Dokumen Penawaran;

8)

klarifikasi dan negosiasi teknis serta harga;

9)

penyusunan Berita Acara Hasil Penunjukan Langsung;

10)

penetapan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya;

11)

pengumuman Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; dan

12)

Penunjukan Penyedia Barang/Jasa.

(4)

Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk bukan penanganan darurat dengan Metode Penunjukan Langsung meliputi tahapan sebagai berikut:

a.

undangan kepada peserta terpilih dilampiri Dokumen Pengadaan;

b.

pemasukan Dokumen Kualifikasi;

c.

evaluasi kualifikasi;

d.

pemberian penjelasan;

e.

pemasukan Dokumen Penawaran;

f.

evaluasi penawaran serta klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga;

g.

penetapan pemenang;

h.

pengumuman pemenang; dan

i.

penunjukan Penyedia Barang/Jasa.

(5)

Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan metode Pengadaan Langsung meliputi paling kurang tahapan sebagai berikut:

a.

survei harga pasar dengan cara membandingkan minimal dari 2 (dua) Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang berbeda;

b.

membandingkan harga penawaran dengan HPS; dan

c.

klarifikasi teknis dan negosiasi harga/biaya.

(6)

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya dengan metode Kontes/Sayembara meliputi paling kurang tahapan sebagai berikut:

a.

pengumuman;

b.

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kontes/Sayembara;

c.

pemberian penjelasan;

d.

pemasukan proposal;

e.

pembukaan proposal;

f.

pemeriksaan administrasi dan penilaian proposal teknis;

g.

pembuatan Berita Acara Hasil Kontes/Sayembara;

h.

penetapan pemenang;

i.

pengumuman pemenang; dan

j.

penunjukan pemenang.

Paragraf Kedua

Tahapan Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi

 

Pasal 58

(1)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan metode Seleksi Umum meliputi tahapan sebagai berikut:

a.

metode evaluasi kualitas, metode dua sampul yang meliputi kegiatan:

1)

pengumuman prakualifikasi;

2)

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi;

3)

pemberian penjelasan (apabila diperlukan);

4)

pemasukan dan evaluasi Dokumen Kualifikasi;

5)

pembuktian kualifikasi;

6)

penetapan hasil kualifikasi;

7)

pemberitahuan/pengumuman hasil kualifikasi;

8)

sanggahan kualifikasi;

9)

undangan;

10)

pengambilan Dokumen Pemilihan;

11)

pemberian penjelasan;

12)

pemasukan Dokumen Penawaran;

13)

pembukaan dokumen sampul I;

14)

evaluasi dokumen sampul I;

15)

penetapan peringkat teknis;

16)

pemberitahuan/pengumuman peringkat teknis;

17)

sanggahan;

18)

sanggahan banding (apabila diperlukan);

19)

undangan pembukaan dokumen sampul II;

20)

pembukaan dan evaluasi dokumen sampul II;

21)

undangan klarifikasi dan negosiasi;

22)

klarifikasi dan negosiasi;

23)

pembuatan Berita Acara Hasil Seleksi; dan

24)

penunjukan Penyedia Jasa Konsultansi.

b.

metode evaluasi kualitas dan biaya, metode dua sampul yang meliputi kegiatan:

1)

pengumuman prakualifikasi;

2)

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi; 

3)

pemberian penjelasan (apabila diperlukan);

4)

pemasukan dan evaluasi Dokumen Kualifikasi;

5)

pembuktian kualifikasi;

6)

penetapan hasil kualifikasi;

7)

pemberitahuan/pengumuman hasil kualifikasi;

8)

sanggah kualifikasi;

9)

undangan;

10)

pengambilan Dokumen Pemilihan;

11)

pemberian penjelasan;

12)

pemasukan Dokumen Penawaran;

13)

pembukaan dokumen sampul I;

14)

evaluasi dokumen sampul I;

15)

penetapan peringkat teknis;

16)

pemberitahuan/pengumuman peringkat teknis;

17)

undangan pembukaan dokumen sampul II;

18)

pembukaan dan evaluasi sampul II;

19)

penetapan pemenang;

20)

pemberitahuan/pengumuman pemenang;

21)

sanggahan;

22)

sanggahan banding (apabila diperlukan);

23)

undangan klarifikasi dan negosiasi;

24)

klarifikasi dan negosiasi;

25)

pembuatan Berita Acara Hasil Seleksi; dan

26)

penunjukan Penyedia Jasa Konsultansi.

c.

metode evaluasi biaya terendah, metode 1 (satu) sampul yang meliputi kegiatan:
pendaftaran KUalifikasi;

1)

pengumuman prakualifikasi;

2)

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi; 

3)

pemberian penjelasan (apabila diperlukan);

4)

pemasukan dan evaluasi Dokumen Kualifikasi;

5)

pembuktian kualifikasi;

6)

penetapan hasil kualifikasi;

7)

pemberitahuan/pengumuman hasil kualifikasi;

8)

sanggahan kualifikasi;

9)

undangan;

10)

pemberian penjelasan;

11)

pemasukan Dokumen Penawaran;

12)

pembukaan Dokumen Penawaran serta koreksi aritmatik;

13)

evaluasi administrasi, teknis dan biaya;

14)

penetapan pemenang;

15)

pemberitahuan/pengumuman pemenang;

16)

sanggahan;

17)

sanggahan banding (apabila diperlukan);

18)

undangan klarifikasi dan negosiasi;

19)

klarifikasi dan negosiasi;

20)

pembuatan Berita Acara Hasil Seleksi; dan

21)

penunjukan Penyedia Jasa Konsultansi.

(2)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan Metode Seleksi Sederhana dengan metode evaluasi Pagu Anggaran atau metode biaya terendah, metode 1 (satu) sampul meliputi tahapan sebagai berikut:

a.

pengumuman prakualifikasi;

b.

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi;

c.

pemberian penjelasan (apabila diperlukan);

d.

pemasukan dan evaluasi Dokumen Kualifikasi;

e.

pembuktian kualifikasi;

f.

penetapan hasil kualifikasi;

g.

pemberitahuan/pengumuman hasil kualifikasi;

h.

sanggahan kualifikasi;

i.

undangan;

j.

pemberian penjelasan;

k.

pemasukan Dokumen Penawaran;

l.

pembukaan Dokumen Penawaran serta koreksi aritmatik;

m.

evaluasi administrasi, teknis dan biaya;

n.

penetapan pemenang;

o.

pemberitahuan/pengumuman pemenang;

p.

sanggahan;

q.

sanggahan banding (apabila diperlukan);

r.

undangan klarifikasi dan negosiasi;

s.

klarifikasi dan negosiasi;

t.

pembuatan Berita Acara Hasil Seleksi; dan

u.

penunjukan Penyedia Jasa Konsultansi.

(3)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan Metode Penunjukan Langsung untuk penanganan darurat meliputi tahapan sebagai berikut:

a.

PPK dapat menerbitkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) kepada :

1)

Penyedia Jasa Konsultansi terdekat yang sedang melaksanakan pekerjaan sejenis di lokasi penanganan darurat; atau 

2)

Penyedia Jasa Konsultansi lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, bila tidak ada Penyedia Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud pada angka 1).

b.

Proses dan administrasi Penunjukan Langsung dilakukan secara simultan, sebagai berikut :

1)

opname pekerjaan di lapangan;

2)

penetapan ruang lingkup, jumlah dan kualifikasi tenaga ahli serta waktu penyelesaian pekerjaan;

3)

penyusunan Dokumen Pengadaan;

4)

penyusunan dan penetapan HPS;

5)

penyampaian Dokumen Pengadaan;

6)

penyampaian Dokumen Penawaran;

7)

pembukaan dan evaluasi Dokumen Penawaran;

8)

klarifikasi dan negosiasi;

9)

penyusunan Berita Acara Hasil Penunjukan Langsung;

10)

penetapan penyedia Jasa Konsultansi;

11)

pengumuman Penyedia Jasa Konsultansi; dan

12)

penunjukan Penyedia Jasa Konsultansi.

(4)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan Metode Penunjukan Langsung untuk bukan penanganan darurat meliputi tahapan sebagai berikut:

a.

undangan kepada Penyedia Jasa Konsultansi terpilih dilampiri Dokumen Pengadaan;

b.

pemasukan, evaluasi dan pembuktian kualifikasi;

c.

pemberian penjelasan;

d.

pemasukan Dokumen Penawaran;

e.

pembukaan dan evaluasi penawaran;

f.

klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya;

g.

pembuatan Berita Acara Hasil Penunjukan Langsung;

h.

penetapan PenyediaJasa Konsultansi;

i.

pengumuman; dan

j.

penunjukan Penyedia Jasa Konsultansi.

(5)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan Metode Pengadaan Langsung, meliputi paling kurang tahapan sebagai berikut:

a.

survei harga pasar untuk memilih calon Penyedia Jasa Konsultansi;

b.

membandingkan harga penawaran dengan nilai biaya langsung personil sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 49 ayat (7) huruf c dan huruf d; dan

c.

klarifikasi teknis dan negosiasi biaya.

(6)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan metode Sayembara meliputi paling kurang tahapan sebagai berikut:

a.

pengumuman;

b.

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Sayembara;

c.

pemberian penjelasan;

d.

pemasukan proposal;

e.

pembukaan proposal;

f.

pemeriksaan administrasi dan penilaian proposal teknis;

g.

pembuatan Berita Acara Hasil Sayembara;

h.

penetapan pemenang;

i.

pengumuman pemenang; dan

j.

penunjukan pemenang.

(7)

Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Perorangan menggunakan tahapan Pelelangan Umum pascakualifikasi satu sampul, dengan menambahkan tahapan klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya setelah tahapan sanggah.

Paragraf Ketiga

Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Baranbg/Jasa

 

Pasal 59

(1)

ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan jadwal pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa.

(2)

Penyusunan jadwal pelaksanaan Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan alokasi waktu yang cukup untuk semua tahapan proses Pengadaan, termasuk waktu untuk:

a.

pengumuman Pelelangan/Seleksi;

b.

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi atau Dokumen Pengadaan;

c.

pemberian penjelasan;

d.

pemasukan Dokumen Penawaran;

e.

evaluasi Penawaran;

f.

penetapan pemenang; dan

g.

sanggahan dan sanggahan banding.

Pasal 60

(1)

Pelelangan Umum dengan prakualifikasi, Pelelangan Terbatas atau Seleksi Umum dilakukan dengan ketetapan waktu sebagai berikut:

a.

penayangan pengumuman prakualifikasi paling kurang 7 (tujuh) hari kerja;

b.

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi dimulai sejak tanggal pengumuman sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan Dokumen Kualifikasi;

c.

batas akhir pemasukan Dokumen Kualifikasi paling kurang 3 (tiga) hari kerja setelah berakhirnya penayangan pengumuman kualifikasi;

d.

masa sanggah terhadap hasil kualifikasi dilakukan selama 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman hasil kualifikasi dan tidak ada sanggahan banding;

e.

undangan lelang/seleksi kepada peserta yang lulus kualifikasi disampaikan 1 (satu) hari kerja setelah selesainya masalah sanggah;

f.

pengambilan Dokumen Pemilihan dilakukan sejak dikeluarkannya undangan lelang/ seleksi sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan Dokumen Penawaran;

g.

pemberian penjelasan dilaksanakan paling cepat 4 (empat) hari kerja sejak tanggal undangan lelang/seleksi;

h.

pemasukan Dokumen Penawaran dimulai 1 (satu) hari kerja setelah pemberian penjelasan sampai dengan paling kurang 7 (tujuh) hari kerja setelah ditandatanganinya Berita Acara Pemberian Penjelasan;

i.

masa sanggah terhadap hasil lelang/seleksi selama 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang/seleksi dan masa sanggah banding selama 5 (lima) hari kerja setelah menerima jawaban sanggahan;

j.

Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) diterbitkan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang lelang/seleksi apabila tidak ada sanggahan, atau setelah sanggahan dijawab dalam hal tidak ada sanggahan banding;

k.

dalam hal sanggahan banding tidak diterima, SPPBJ diterbitkan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah adanya jawaban sanggahan banding dari Menteril Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi; dan

l.

Kontrak ditandatangani paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterbitkannya SPPBJ.

(2)

Pengaturan jadwal/waktu diluar proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l, diserahkan sepenuhnya kepada ULP.

(3)

Dalam hal Pelelangan Umum dengan prakualifikasi, Pelelangan Terbatas atau Seleksi Umum dilakukan mendahului Tahun Anggaran, SPPBJ hanya diterbitkan setelah DIPA/DPA disahkan.

Pasal 61

(1)

Pelelangan Umum dan Seleksi Umum Perorangan dengan pascakualifikasi dilakukan dengan ketetapan waktu sebagai berikut:

a.

penayangan pengumuman lelang/seleksi dilaksanakan paling kurang 7 (tujuh) hari kerja;

b.

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Pengadaan (Dokumen Kualifikasi dan Dokumen Pemilihan) dimulai sejak tanggal pengumuman sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan Dokumen Penawaran;

c.

pemberian penjelasan dilaksanakan paling cepat 4 (empat) hari kerja sejak tanggal pengumuman lelang/seleksi;

d.

pemasukan Dokumen Penawaran dimulai 1 (satu) hari kerja setelah pemberian penjelasan;

e.

batas akhir pemasukan Dokumen Penawaran paling kurang 2 (dua) hari kerja setelah penjelasan dengan memperhitungkan waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan Dokumen Penawaran sesuai dengan jenis, kompleksitas dan lokasi pekerjaan;

f.

evaluasi Penawaran dapat dilakukan sesuai denga :

1)

waktu yang diperlukan; atau

2)

jenis dan kompleksitas pekerjaan;

g.

masa sanggah terhadap hasil lelang/seleksi selama 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang/seleksi dan masa sanggah banding selama 5 (lima) hari kerja setelah menerima jawaban sanggahan;

h.

SPPBJ diterbitkan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang lelang/seleksi apabila tidak ada sanggahan, atau setelah sanggahan dijawab dalam hal tidak ada sanggahan banding;

i.

dalam hal sanggahan banding tidak diterima, SPPBJ diterbitkan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah adanya jawaban sanggahan banding dari Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi; dan

j.

Kontrak ditandatangani paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterbitkannya SPPBJ.

(2)

Pengaturan jadwal/waktu diluar proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf j, diserahkan sepenuhnya kepada ULP.

(3)

Dalam hal Pelelangan Umum dan Seleksi Umum Perorangan dengan pascakualifikasi dilakukan mendahului Tahun Anggaran, SPPBJ diterbitkan setelah DIPA/DPA disahkan.

Pasal 62

(1)

Pelelangan Sederhana, Pemilihan Langsung atau Seleksi Sederhana Perorangan dilakukan dengan ketetapan waktu sebagai berikut:

a.

penayangan pengumuman dilakukan paling kurang 3 (tiga) hari kerja;

b.

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Pengadaan dimulai sejak tanggal pengumuman sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan Dokumen Penawaran;

c.

pemberian penjelasan dilaksanakan paling cepat 4 (empat) hari kerja sejak tanggal pengumuman;

d.

pemasukan Dokumen Penawaran dimulai 1 (satu) hari kerja setelah pemberian penjelasan sampai dengan paling kurang 2 (dua) hari kerja setelah ditandatanganinya Berita Acara Pemberian Penjelasan;

e.

masa sanggah terhadap hasil lelang/seleksi sederhana perorangan selama 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang/seleksi sederhana perorangan dan masa sanggah banding selama 5 (lima) hari kerja setelah menerima jawaban sanggahan;

f.

SPPBJ diterbitkan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang lelang/seleksi sederhana perorangan apabila tidak ada sanggahan, atau setelah sanggahan dijawab dalam hal tidak ada sanggahan banding;

g.

dalam hal sanggahan banding tidak diterima, SPPBJ diterbitkan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah adanya jawaban sanggahan banding dari Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi; dan

h.

Kontrak ditandatangani paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterbitkannya SPPBJ.

(2)

Seleksi Sederhana dengan prakualifikasi dilakukan dengan ketetapan waktu sebagai berikut:

a.

penayangan pengumuman prakualifikasi paling kurang 3 (tiga) hari kerja;

b.

pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi dimulai sejak tanggal pengumuman sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan Dokumen Kualifikasi;

c.

batas akhir pemasukan Dokumen Kualifikasi paling kurang 3 (tiga) hari kerja setelah berakhirnya penayangan pengumuman kualifikasi;

d.

masa sanggah terhadap hasil kualifikasi dilakukan selama 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman hasil kualifikasi dan tidak ada sanggahan banding;

e.

undangan kepada peserta yang masuk daftar pendek disampaikan 1 (satu) hari kerja setelah masa sanggah atau setelah selesainya masalah sanggah;

f.

pengambilan Dokumen Pemilihan dilakukan sejak dikeluarkannya undangan seleksi sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan Dokumen Penawaran;

g.

pemberian penjelasan dilaksanakan paling cepat 4 (empat) hari kerja sejak tanggal undangan seleksi;

h.

pemasukan Dokumen Penawaran dimulai 1 (satu) hari kerja setelah pemberian penjelasan sampai dengan paling kurang 3 (tiga) hari kerja setelah ditandatanganinya Berita Acara Pemberian Penjelasan;

i.

masa sanggah terhadap hasil seleksi selama 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman hasil seleksi dan masa sanggah banding selama 5 (lima) hari kerja setelah menerima jawaban sanggahan;

j.

SPPBJ diterbitkan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang seleksi apabila tidak ada sanggahan, atau setelah sanggahan dijawab dalam hal tidak ada sanggahan banding;

k.

dalam hal sanggahan banding tidak diterima, SPPBJ diterbitkan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah adanya jawaban sanggahan banding dari Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi; dan

l.

Kontrak ditandatangani paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterbitkannya SPPBJ.

(3)

Pengaturan jadwal/waktu diluar proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf h, dan pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf l, diserahkan sepenuhnya kepada ULP.

(4)

Dalam hal Pelelangan Sederhana atau Pemilihan Langsung atau Seleksi Sederhana dilakukan mendahului Tahun Anggaran, SPPBJ hanya diterbitkan setelah DIPA/DPA disahkan.

Pasal 63

Pengaturan jadwal/waktu Penunjukan Langsung/Pengadaan Langsung/Kontes/Sayembara diserahkan sepenuhnya kepada ULP/Pejabat Pengadaan. I

Bagian Keenam
Penyusunan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa


Pasal 64

(1)

ULP/Pejabat Pengadaan menyusun Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang terdiri atas:

a.

Dokumen Kualifikasi; dan

b.

Dokumen Pemilihan.

(2)

Dokumen Kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, paling kurang terdiri atas:

a.

petunjuk pengisian formulir isian kualifikasi;

b.

formulir isian kualifikasi;

c.

instruksi kepada peserta kualifikasi;

d.

lembar data kualifikasi;

e.

Pakta Integritas; dan

f.

tata cara evaluasi kualifikasi.

(3)

Dokumen Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling kurang terdiri atas:

a.

undangan/pengumuman kepada calon Penyedia Barang/Jasa;

b.

instruksi kepada peserta Pengadaan Barang/Jasa;

c.

syarat-syarat umum Kontrak;

d.

syarat-syarat khusus Kontrak;

e.

daftar kuantitas dan harga;

f.

spesifikasi teknis, KAK dan/atau gambar;

g.

bentuk surat penawaran;

h.

rancangan Kontrak;

i.

bentuk Jaminan; dan

j.

contoh-contoh formulir yang perlu diisi.

(4)

PPK menetapkan bagian dari rancangan Dokumen Pengadaan yang terdiri atas:

a.

rancangan SPK; atau

b.

rancangan surat perjanjian termasuk:

1)

syarat-syarat umum Kontrak;

2) 

syarat-syarat khusus Kontrak;

3)

spesifikasi teknis, KAK dan/atau gambar;

4)

daftar kuantitas dan harga; dan

5)

dokumen lainnya.

c.

HPS.

Pasal 65

(1)

PPK menyusun rancangan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4) huruf a dan huruf b.

(2)

Rancangan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa disusun dengan berpedoman pada Standar Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Kontrak Pengadaan Barang/Jasa serta pedoman penyusunan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa diatur dengan peraturan Kepala LKPP.

Bagian Ketujuh
Penetapan Harga Perkiraan Sendiri


Pasal 66

(1)

PPK menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Barang/Jasa, kecuali untuk Kontes/Sayembara.

(2)

ULP/Pejabat Pengadaan mengumumkan nilai total HPS berdasarkan HPS yang ditetapkan oleh PPK.

(3)

Nilai total HPS bersifat terbuka dan tidak rahasia.

(4)

HPS disusun paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran.

(5)

HPS digunakan sebagai:

a.

alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;

b.

dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dan Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran; dan

c.

dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawarari yang nilainya lebih rendah dari 80% (delapan puluh perseratus) nilai total HPS.

(6)

HPS bukan sebagai dasar untuk menentukan besaran kerugian negara.

(7)

Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya Pengadaan, dengan mempertimbangkan informasi yang meliputi:

a.

informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);

b.

informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;

c.

daftar biaya/tarif Barang/Jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;

d.

biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;

e.

inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;

f.

hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;

g.

perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer's estimate);

h.

norma indeks; dan/atau

i.

informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

(8)

HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar.

Bagian Kedelapan
Jaminan Pengadaan Barang/Jasa


Pasal 67

(1)

Penyedia Barang/Jasa menyerahkan Jaminan kepada Pengguna Barang/Jasa untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dipersyaratkan dalam Dokumen Pengadaan/Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

(2)

Jaminan atas Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:

a.

Jaminan Penawaran;

b.

Jaminan Pelaksanaan;

c.

Jaminan Uang Muka;

d.

Jaminan Pemeliharaan; dan

e.

Jaminan Sanggahan Banding.

(3)

Jaminan atas Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat dicairkan tanpa syarat (unconditional) sebesar nilai Jaminan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja, setelah surat pernyataan wanprestasi dari PPK/ULP diterima oleh Penerbit Jaminan.

(4)

ULP/Pejabat Pengadaan atau PPK melakukan klarifikasi tertulis terhadap keabsahan Jaminan yang diterima.

(5)

Jaminan dari Bank Umum, Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Asuransi dapat digunakan untuk semua jenis Jaminan.

(6)

Perusahaan Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah Perusahaan Penjaminan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan.

(7)

Perusahaaan Asuransi penerbit Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah Perusahaan Asuransi Umum yang memiliki izin untuk menjual produk jaminan (suretyship) sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 68

(1)

Jaminan Penawaran diberikan oleh Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya pada saat memasukkan penawaran, yang besarnya antara 1 % (satu perseratus) hingga 3% (tiga perseratus) dari total HPS.

(2)

Jaminan Penawaran dikembalikan kepada Penyedia Baran;?;!
Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya setelah PPK menerima Jaminan Pelaksanaan untuk penandatanganan Kontrak.

(3)

Jaminan Penawaran tidak diperlukan dalam hal Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilaksanakan dengan Penunjukan Langsung, Pengadaan Langsung atau Kontes/ Sayembara.

Pasal 69

(1)

Penyedia Jasa Konsultansi dapat diberikan Uang Muka.

(2)

Jaminan Uang Muka diberikan oleh Penyedia Barang/Jasa terhadap pembayaran Uang Muka yang diterimanya.

(3)

Besarnya Jaminan Uang Muka adalah senilai Uang Muka yang diterimanya.

(4)

Pengembalian Uang Muka diperhitungkan secara proporsional pada setiap tahapan pembayaran.

Pasal 70

(1)

Jaminan Pelaksanaan diberikan oleh Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi untuk Kontrak bernilai diatas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2)

Jaminan Pelaksanaan dapat diberikan oleh Penyedia Jasa Lainnya untuk Kontrak bernilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3)

Jaminan Pelaksanaan diberikan setelah diterbitkannya SPPBJ dan sebelum penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.

(4)

Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan adalah sebagai berikut:

a.

untuk nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh perseratus) sampai dengan 100% (seratus perseratus) dari nilai total HPS, ]aminan Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak; atau

b.

untuk nilai penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai total HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS.

(5)

Jaminan Pelaksanaan berlaku sejak tanggal Kontrak sampai serah terima Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi.

(6)

Jaminan Pelaksanaan dikembalikan setelah:

a.

penyerahan Barang/Jasa Lainnya dan Sertifikat Garansi; atau

b.

penyerahan Jaminan Pemeliharaan sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak khusus bagi Penyedia Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.

Pasal 71

(1)

Jaminan Pemeliharaan wajib diberikan oleh Penyedia Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya setelah pelaksanaan pekerjaan dinyatakan selesai 100% (seratus perseratus).

(2)

Jaminan Pemeliharaan sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak harus diberikan kepada PPK untuk menjamin pemeliharaan Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang telah diserahkan.

(3)

Jaminan Pemeliharaan dikembalikan setelah 14 (empat belas) hari kerja setelah masa pemeliharaan selesai.

(4)

Penyedia Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dapat memilih untuk memberikan Jaminan Pemeliharaan atau memberikan retensi.

(5)

Jaminan Pemeliharaan atau retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), besarnya 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.

Bagian Kesembilan
Sertifikat Garansi


Pasal 72

(1)

Dalam Pengadaan Barang modal, Penyedia Barang menyerahkan Sertifikat Garansi.

(2)

Sertifikat Garansi diberikan terhadap kelaikan penggunaan Barang hingga jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.

(3)

Sertifikat Garansi diterbitkan oleh Produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh Produsen.

Bagian Kesepuluh
Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

Paragraf Pertama
Pengumuman Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

Pasal 73

(1)

ULP mengumumkan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara luas kepada masyarakat pada saat:

a.

rencana kerja dan anggaran K/L/D/I telah disetujui oleh DPR/DPRD; atau

b.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) telah disahkan.

(2)

Dalam hal ULP akan melakukan Pelelangan/Seleksi setelah rencana kerja dan anggaran K/L/D/I disetujui DPR/DPRD tetapi DIPA/DPA belum disahkan, pengumuman dilakukan dengan mencantumkan kondisi DIPA/DPA belum disahkan.

(3)

Pelaksanaan Pelelangan/Seleksi diumumkan secara terbuka dengan mengumumkan secara luas sekurang-kurangnya melalui:

a.

Website K/L/D/I;

b.

papan pengumuman resmi untuk masyarakat; dan

c.

Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE.

(4)

Pengumuman atas penetapan Penyedia Barang/Jasa diumumkan secara terbuka dengan mengumumkan secara luas pada:

a.

Website K/L/D/I; dan

b.

papan pengumuman resmi untuk masyarakat.

Pasal 74

(1)

Dalam hal pengumuman untuk Pelelangan Terbatas, ULP harus mencantumkan nama calon Penyedia Barang/Jasa yang dianggap mampu.

(2)

Dalam hal K/L/D/I menggunakan surat kabar untuk mengumumkan Pengadaan Barang/Jasa, pemilihannya harus berdasarkan daftar surat kabar yang beroplah besar dan memiliki peredaran luas.

Paragraf Kedua
Penilain Kualifikasi

Pasal 75

(1)

Dalam proses prakualifikasi/pascakualifikasi, ULP/Pejabat Pengadaan tidak boleh melarang, menghambat dan membatasi keikutsertaan calon Penyedia Barang/Jasa dari luar Propinsil Kabupaten/Kota.

(2)

Penyedia Barang/Jasa menandatangani surat pernyataan diatas meterai yang menyatakan bahwa semua informasi yang disampaikan dalam formulir isian kualifikasi adalah benar.

(3)

K/L/D/I dilarang melakukan prakualifikasi massal yang berlaku untuk Pengadaan dalam kurun waktu tertentu dengan menerbitkan tanda daftar lulus prakualifikasi atau sejenisnya.

Paragraf Ketiga
Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen

Pasal 76

(1)

Penyedia Barang/Jasa yang berminat mengikuti pemilihan Penyedia Barang/Jasa, mendaftar untuk mengikuti Pelelangan/ Seleksi/Pemilihan Langsung kepada ULP.

(2)

Penyedia Barang/Jasa yang mengikuti Pengadaan Barang/Jasa melalui Penunjukan Langsung/ Pengadaan Langsung diundang oleh ULP/Pejabat Pengadaan.

(3)

Penyedia Barang/Jasa mengambil Dokumen Pengadaan dari ULP/Pejabat Pengadaan atau mengunduh dari website yang digunakan oleh ULP.

Paragraf Keempat
Pemberian Penjelasan

Pasal 77

(1)

Untuk memperjelas Dokumen Pengadaan Barang/Jasa, ULP/Pejabat Pengadaan mengadakan pemberian penjelasan.

(2)

ULP/Pejabat Pengadaan dapat memberikan penjelasan lanjutan dengan cara melakukan peninjauan lapangan.

(3)

Pemberian penjelasan harus dituangkan dalam Berita Acara Pemberian Penjelasan yang ditandatangani oleh ULP/Pejabat Pengadaan dan minimal 1 (satu) wakil dari peserta yang hadir.

(4)

ULP memberikan salinan Berita Acara Pemberian Penjelasan dan Adendum Dokumen Pengadaan kepada seluruh peserta, baik yang menghadiri atau tidak menghadiri pemberian penjelasan.

(5)

Apabila tidak ada peserta yang hadir atau yang bersedia menandatangani Berita Acara Pemberian Penjelasan, maka Berita Acara Pemberian Penjelasan cukup ditandatangani oleh anggota ULP yang hadir.

(6)

Perubahan rancangan Kontrak dan/atau spesifikasi teknis dan/atau gambar dan/atau nilai total HPS, harus mendapat persetujuan PPK sebelum dituangkan dalam Adendum Dokumen Pengadaan.

(7)

Dalam hal PPK tidak menyetujui usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka :

a.

ULP menyampaikan keberatan PPK kepada PA/KPA untuk diputuskan;

b.

Jika PA/KPA sependapat dengan PPK, tidak dilakukan perubahan; atau

c.

Jika PA/KPA sependapat dengan ULP, PA/KPA memutuskan perubahan dan bersifat final, serta memerintahkan ULP untuk membuat dan mengesahkan Adendum Dokumen Pengadaan.

(8)

Ketidakhadiran peserta pada saat pemberian penjelasan tidak dapat dijadikan dasar untuk menolak/menggugurkan penawaran.

Paragraf Kelima
Pemasukan Dokumen Penawaran

Pasal 78

(1)

Penyedia Barang/Jasa memasukkan Dokumen Penawaran dalam jangka waktu dan sesuai persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan.

(2)

Dokumen Penawaran yang disampaikan melampaui batas akhir pemasukan penawaran tidak dapat diterima oleh ULP /Pejabat Pengadaan.

(3)

Penyedia Barang/Jasa dapat mengubah, menambah dan/atau mengganti Dokumen Penawaran sebelum batas akhir pemasukan penawaran.

Paragraf Keenam
Evaluasi Penawaran

Pasal 79

(1)

Dalam melakukan evaluasi penawaran, ULP/Pejabat Pengadaan harus berpedoman pada tata cara/kriteria yang ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan.

(2)

Dalam evaluasi penawaran, ULP/Pejabat Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa dilarang melakukan tindakan post bidding.

Paragraf Ketujuh
Penetapan dan Pengumuman Pemenang

Pasal 80

(1)

ULP/Pejabat Pengadaan menetapkan hasil pemilihan Penyedia Barang/Jasa.

(2)

ULP/Pejabat Pengadaan mengumumkan hasil pemilihan Penyedia Barang/Jasa setelah ditetapkan melalui website K/L/D/I dan papan pengumuman resmi.

Paragraf Kedelapan
Sanggahan

Pasal 81

(1)

Peserta pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang merasa dirugikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lainnya dapat mengajukan sanggahan secara tertulis apabila menemukan:

a.

penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang diatur dalam Peraturan Presiden ini dan yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan Barang/Jasa;

b.

adanya rekayasa yang mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat; dan/atau

c.

adanya penyalahgunaan wewenang oleh ULP dan/atau Pejabat yang berwenang lainnya.

(2)

Surat sanggahan disampaikan kepada ULP dan ditembuskan kepada PPK, PA/KPA dan APIP K/L/D/I yang bersangkutan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman pemenang.

(3)

ULP wajib memberikan jawaban tertulis atas semua sanggahan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah surat sanggahan diterima.

Pasal 82

(1)

Penyedia Barang/Jasa yang tidak puas dengan jawaban sanggahan dari ULP dapat mengajukan sanggahan banding kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi paling lambat 5 (lima) hari kerja sete1ah diterimanya jawaban sanggahan.

(2)

Penyedia Barang/Jasa yang mengajukan sanggahan banding wajib menyerahkan Jaminan Sanggahan Banding yang berlaku 20 (dua puluh) hari kerja sejak pengajuan Sanggahan Banding.

(3)

Jaminan Sanggahan Banding ditetapkan sebesar 2‰ (dua perseribu) dari nilai total HPS atau paling tinggi sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(4)

Sanggahan Banding menghentikan proses Pelelangan/Seleksi.

(5)

LKPP dapat memberikan saran, pendapat dan rekomendasi untuk penyelesaian sanggahan banding atas permintaan Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi.

(6)

Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi memberikan jawaban atas semua sanggahan banding kepada penyanggah banding paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah surat sanggahan banding diterima.

(7)

Dalam hal sanggahan banding dinyatakan benar, Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/ Pimpinan Institusi memerintahkan ULP/Pejabat Pengadaan melakukan evaluasi ulang atau Pengadaan Barang/Jasa ulang.

(8)

Dalam hal sanggahan banding dinyatakan salah, Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/ Pimpinan Institusi memerintahkan agar ULP melanjutkan proses Pengadaan Barang/Jasa ulang.

(9)

Dalam hal sanggahan banding dinyatakan benar, Jaminan Sanggahan Banding dikembalikan kepada penyanggah.

(10)

Dalam hal sanggahan banding dinyatakan salah, Jaminan Sanggahan Banding disita dan disetorkan ke kas Negara/Daerah.

Paragraf Kesembilan
Pemilihan Gagal

Pasal 83

(1)

ULP menyatakan Pelelangan/Pemilihan Langsung gagal apabila :

a.

jumlah peserta yang lulus kualifikasi pada proses prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta;

b.

jumlah peserta yang memasukan Dokumen Penawaran untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya kurang dari 3 (tiga) peserta;

c.

sanggahan dari peserta terhadap hasil prakualifikasi ternyata benar;

d.

tidak ada penawaran yang lulus evaluasi penawaran;

e.

dalam evaluasi penawaran ditemukan bukti/indikasi terjadi persaingan tidak sehat;

f.

harga penawaran terendah terkoreksi untuk Kontrak Harga satuan dan Kontrak gabungan Lump Sum dan Harga Satuan lebih tinggi dari HPS;

g.

seluruh harga penawaran yang masuk untuk Kontrak Lump Sum diatas HPS;

h.

sanggahan hasil Pelelangan dari peserta ternyata benar; atau

i.

calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 dan 2, setelah dilakukan evaluasi dengan sengaja tidak hadir dalam klarifikasi dan/atau pembuktian kualifikasi.

(2)

ULP menyatakan Seleksi gagal apabila:

a.

peserta yang lulus kualifikasi pada proses prakualifikasi kurang dari 5 (lima) untuk Seleksi Umum atau kurang dari 3 (tiga) untuk Seleksi Sederhana;

b.

sanggahan dari peserta terhadap hasil prakualifikasi dinyatakan benar;

c.

tidak ada penawaran yang memenuhi persyaratan dalam evaluasi penawaran;

d.

dalam evaluasi penawaran ditemukan bukti/indikasi terjadi persaingan tidak sehat;

e.

calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 dan 2 tidak hadir dalam klarifikasi dan negosiasi dengan alasan yang tidak dapat diterima;

f.

tidak ada peserta yang menyetujui/menyepakati hasil negosiasi teknis dan harga;

g.

sanggahan hasil Seleksi dari peserta ternyata benar;

h.

penawaran biaya terendah terkoreksi untuk Kontrak Harga Satuan dan Kontrak gabungan Lump Sum dan Harga Satuan lebih tinggi dari Pagu Anggaran; atau

i.

seluruh penawaran biaya yang masuk untuk Kontrak Lump Sum diatas Pagu Anggaran.

(3)

PA/KPA menyatakan Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung gagal apabila:

a.

PA/KPA sependapat dengan PPK yang tidak bersedia menandatangani SPPBJ karena proses Pelelangan/Seleksii Pemilihan Langsung tidak sesuai dengan Peraturan Presiden ini;

b.

pengaduan masyarakat adanya dugaan KKN yang melibatkan ULP dan/atau PPK ternyata benar;

c.

dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pelelangan/ Seleksi/Pemilihan Langsung dinyatakan benar oleh pihak berwenang;

d.

sanggahan dari Penyedia Barang/Jasa atas kesalahan prosedur yang tercantum dalam Dokumen Pengadaan Penyedia Barang/Jasa ternyata benar;

e.

Dokumen Pengadaan tidak sesuai dengan Peraturan Presiden ini;

f.

pelaksanaan Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung tidak sesuai atau menyimpang dari Dokumen Pengadaan;

g.

calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 dan 2 mengundurkan diri; atau

h.

pelaksanaan Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung melanggar Peraturan Presiden ini.

(4)

PA/KPA/PPK/ULP dilarang memberikan ganti rugi kepada peserta Pelelangan/Seleksi/ Pemilihan Langsung bila penawarannya ditolak atau Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung dinyatakan gagal.

(5)

Menteri/Pimpinan Lembaga/Pimpinan Institusi menyatakan Pelelangan/Seleksi/ Pemilihan Langsung gagal apabila:

a.

sanggahan banding dari peserta ternyata benar; atau

b.

pengaduan masyarakat adanya dugaan KKN yang melibatkan KPA ternyata benar.

(6)

Kepala Daerah menyatakan Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung gagal apabila:

a.

sanggahan banding dari peserta ternyata benar; atau

b.

pengaduan masyarakat adanya dugaan KKN yang melibatkan PA dan/atau KPA ternyata benar.

Pasal 84

(1)

Dalam hal Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung dinyatakan gagal, maka ULP segera melakukan:

a.

evaluasi ulang;

b.

penyampaian ulang Dokumen Penawaran;

c.

Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung ulang; atau

d.

penghentian proses Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung.

(2)

Dalam hal Pelelangan/Seleksi ulang jumlah Penyedia Barang/Jasa yang lulus prakualifikasi hanya 2 (dua) peserta, proses Pelelangan/Seleksi dilanjutkan.

(3)

Dalam hal Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung ulang jumlah Penyedia Barang/Jasa yang memasukkan penawaran hanya 2 (dua) peserta, proses Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung dilanjutkan.

(4)

Dalam hal Pelelangan/Seleksi ulang jumlah Penyedia Barang/Jasa yang lulus prakualifikasi hanya 1 (satu) peserta, Pelelangan/Seleksi ulang dilakukan seperti proses Penunjukan Langsung.

(5)

Dalam hal Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung ulang jumlah Penyedia Barang/Jasa yang memasukkan penawaran hanya 1 (satu) peserta, Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung ulang dilakukan seperti halnya proses Penunjukan Langsung.

Paragraf Kesepuluh
Penunjukan Penyedia Barang/Jasa

Pasal 85

(1)

PPK menerbitkan SPPBJ dengan ketentuan:

a.

tidak ada sanggahan dari peserta;

b.

sanggahan dan/atau sanggahan banding terbukti tidak benar; atau

c.

masa sanggah dan/atau masa sanggah banding berakhir.

(2)

Dalam hal Penyedia Barang/Jasa yang telah menerima SPPBJ mengundurkan diri dan masa penawarannya masih berlaku, pengunduran diri tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan yang dapat diterima secara obyektif oleh PPK.

(3)

Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan bahwa Jaminan Penawaran peserta lelang yang bersangkutan dicairkan dan disetorkan pada Kas Negara/Daerah.

(4)

Dalam hal Penyedia Barang/Jasa yang ditunjuk sebagai pelaksana pekerjaan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima dan masa penawarannya masih berlaku, maka:

a.

Jaminan Penawaran yang bersangkutan dicairkan dan disetorkan pada Kas Negara/Daerah; dan

b.

Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi berupa larangan untuk mengikuti kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di instansi pemerintah selama 2 (dua) tahun.

(5)

Dalam hal tidak terdapat sanggahan, SPPBJ harus diterbitkan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang dan segera disampaikan kepada pemenang yang bersangkutan.

(6)

Dalam hal terdapat sanggahan dan/atau sanggahan banding, SPPBJ harus diterbitkan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah semua sanggahan dan/atau sanggahan banding dijawab, serta segera disampaikan kepada pemenang.

Paragraf Kesebelas
Penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 86

(1)

PPK menyempurnakan rancangan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa untuk ditandatangani.

(2)

Penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa dilakukan setelah DIPA/DPA disahkan.

(3)

Para pihak menandatangani Kontrak setelah Penyedia Barang/Jasa menyerahkan Jaminan Pelaksanaan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya SPPBJ.

(4)

Penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang kompleks dan/atau bernilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah memperoleh pendapat ahli hukum Kontrak.

(5)

Pihak yang berwenang menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas nama Penyedia Barang/Jasa adalah Direksi yang disebutkan namanya dalam Akta Pendirian/Anggaran Dasar Penyedia Barang/Jasa, yang telah didaftarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(6)

Pihak lain yang bukan Direksi atau yang namanya tidak disebutkan dalam Akta Pendirian/ Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa, sepanjang mendapat kuasa/pendelegasian wewenang yang sah dari Direksi atau pihak yang sah berdasarkan Akta Pendirian/Anggaran Dasar untuk menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

Bagian Kesebelas

Pelaksanaan Kontrak

 

Paragraf Pertama

Perubahan Kontrak

 

Pasal 87

(1)

Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam Dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan Kontrak yang meliputi:

a.

menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak;

b.

menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;

c.

mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan; atau

d.

mengubah jadwal pelaksaan.

(2)

Pekerjaan tambah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:

a.

tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam perjanjian/Kontrak awal; dan

b.

tersedianya anggaran.

(3)

Penyedia Barang/Jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan Kontrak, dengan melakukan subkontrak kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama kepada penyedia Barang/Jasa spesialis.

(4)

Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Dokumen Kontrak.

(5)

Perubahan kontrak yang disebabkan masalah administrasi, dapat dilakukan sepanjang disepakati kedua belah pihak.

Paragraf Kedua

Uang Muka dan Pembayaran Prestasi Kerja

 

Pasal 88

(1)

Uang Muka dapat diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa untuk:

a.

mobilisasi alat dan tenaga kerja;

b.

pembayaran uang tanda jadi kepada pemasok barang/material; dan/atau

c.

persiapan teknis lain yang diperlukan bagi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

(2)

Uang Muka dapat diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

untuk Usaha Kecil paling tinggi 30% (tiga puluh perseratus) dari nilai Kontrak Pengadaan Barang/Jasa; atau

b.

untuk usaha non kecil paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari nilai Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

(3)

Besarnya Uang Muka untuk Kontrak Tahun Jamak adalah nilai yang paling kecil diantara 2 (dua) pilihan, yaitu:

a.

20% (dua puluh perseratus) dari Kontrak tahun pertama; atau

b.

15% (lima belas perseratus) dari nilai Kontrak.

(4)

Nilai Jaminan Uang Muka secara bertahap dapat dikurangi secara proporsional sesuai dengan pencapaian prestasi pekerjaan.

Pasal 89

(1)

Pembayaran prestasi pekerjaan dapat diberikan dalam bentuk:

a.

pembayaran bulanan;

b.

pembayaran berdasarkan tahapan penyelesaian pekerjaan (termin); atau

c.

pembayaran secara sekaligus setelah penyelesaian pekerjaan.

(2)

Pembayaran prestasi kerja diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa setelah dikurangi angsuran pengembalian Uang Muka dan denda apabila ada, serta pajak.

(3)

Permintaan pembayaran kepada PPK untuk Kontrak yang menggunakan subKontrak, harus dilengkapi bukti pembayaran kepada seluruh subkontraktor sesuai dengan perkembangan (progress) pekerjaannya.

(4)

Pembayaran bulanan/termin untuk Pekerjaan Konstruksi, dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang.

(5)

PPK dapat menahan sebagian pembayaran prestasi pekerjaan sebagai uang retensi untuk Jaminan Pemeliharaan Pekerjaan Konstruksi.

Paragraf Ketiga

Pelaksanaan Kontrak untuk

Pengadaan Barang/Jasa dalam Keadaan Tertentu

 

Pasal 90

Dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 44, Penunjukan Langsung untuk pekerjaan penanggulangan bencana alam dilaksanakan sebagai berikut:

a.

PPK menerbitkan SPMK setelah mendapat persetujuan dari PA/KPA dan salinan pernyataan bencana alam dari pihak/instansi yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

b.

opname pekerjaan di lapangan dilakukan bersama antara PPK dan Penyedia Barang/Jasa, sementara proses dan administrasi pengadaan dapat dilakukan secara simultan;

c.

penanganan darurat yang dananya berasal dari dana penanggulangan bencana alam adalah:

1)

penanganan darurat yang harus segera dilaksanakan dan diselesaikan dalam waktu yang paling singkat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat dan/atau untuk menghindari kerugian negara atau masyarakat yang lebih besar;

2)

konstruksi darurat yang harus segera dilaksanakan dan diselesaikan dalam waktu yang paling singkat, untuk keamanan dan keselamatan masyarakat dan/atau menghindari kerugian negara/masyarakat yang lebih besar;

3)

bagi kejadian bencana alam yang masuk dalam cakupan wilayah suatu Kontrak, pekerjaan penanganan darurat dapat dimasukan kedalam Contract Change Order (CCO) dan dapat melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari nilai awal Kontrak.

Paragraf Keempat

Keadaan Kahar

 

Pasal 91

(1)

Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.

(2)

Yang dapat digolongkan sebagai Keadaan Kahar dalam Kontrak Pengadaan Barang/]asa meliputi:

a.

bencana alam;

b.

bencana non alam;

c.

bencana sosial;

d.

pemogokan;

e.

kebakaran; dan/atau

f.

gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis terkait.

(3)

Dalam hal terjadi Keadaan Kahar, Penyedia Barang/Jasa memberitahukan tentang terjadinya Keadaan Kahar kepada PPK secara tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak terjadinya Keadaan Kahar, dengan menyertakan salinan pernyataan Keadaan Kahar yang dikeluarkan oleh pihak/instansi yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)

Tidak termasuk Keadaan Kahar adalah hal-hal merugikan yang disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian para pihak.

(5)

Keterlambatan pelaksanaan pekerjaan yang diakibatkan oleh terjadinya Keadaan Kahar tidak dikenakan sanksi.

(6)

Setelah terjadinya Keadaan Kahar, para pihak dapat melakukan kesepakatan, yang dituangkan dalam perubahan Kontrak.

Paragraf Kelima

Penyesuaian Harga

 

Pasal 92

(1)

Penyesuaian Harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

penyesuaian harga diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak berbentuk Kontrak Harga Satuan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pengadaan dan/ atau perubahan Dokumen Pengadaan;

b.

tata cara perhitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pengadaan;

c.

penyesuaian harga tidak diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Tunggal dan Kontrak Lump Sum serta pekerjaan dengan Harga Satuan timpang.

(2)

Persyaratan penggunaan rumusan penyesuaian harga adalah sebagai berikut:

a.

penyesuaian harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang masa pelaksanaannya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan diberlakukan mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan;

b.

penyesuaian Harga Satuan berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali komponen keuntungan dan Biaya Operasional sebagaimana tercantum dalam penawaran;

c.

penyesuaian Harga Satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam Kontrak awal/adendum Kontrak;

d.

penyesuaian Harga Satuan bagi komponen pekerjaan yang berasal dari luar negeri, menggunakan indeks penyesuaian harga dari negara asal barang tersebut;

e.

jenis pekerjaan baru dengan Harga Satuan baru sebagai akibat adanya adendum Kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak adendum Kontrak tersebut ditandatangani; dan

f.

Kontrak yang terlambat pelaksanaannya disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/Jasa diberlakukan penyesuaian harga berdasarkan indeks harga terendah antara jadwal awal dengan jadwal realisasi pekerjaan.

(3)

Penyesuaian Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:

Hn

= Ho (a+b.Bn/Bo+c.Cn/Co+d.Dn/Do+.......)

Hn

=

Harga Satuan Barang/Jasa pada saat pekerjaan dilaksanakan;

Ho

=

Harga Satuan Barang/Jasa pada saat harga penawaran;

a

=

Koefisien tetap yang terdiri atas keuntungan dan overhead;

Dalam hal penawaran tidak mencantumkan besaran komponen keuntungan dan overhead maka a = 0,15.

b,c,d

=

Koefisien komponen Kontrak seperti tenaga kerja, bahan, alat kerja, dsb;

Penjumlahan a+b+c+d+.......dst adalah 1,00.

Bn, Cn,Dn

=

Indeks harga komponen pada saat pekerjaan dilaksanakan;

Bo, Co,Do

=

Indeks harga komponen pada bulan ke-12 setelah penandatanganan Kontrak.

(4)

Penetapan koefisien Kontrak pekerjaan dilakukan oleh menteri teknis yang terkait.

(5)

Indeks harga yang digunakan bersumber dari penerbitan BPS.

(6)

Dalam hal indeks harga tidak dimuat dalam penerbitan BPS, digunakan indeks harga yang dikeluarkan oleh instansi teknis.

(7)

Rumusan penyesuaian nilai Kontrak ditetapkan sebagai berikut:

Pn

= (Hn1 x V1) + (Hn2xV2) + (Hn3 x V3) + ...... dst

Pn

=

Nilai Kontrak setelah dilakukan penyesuaian Harga Satuan Barang/Jasa;

Hn

=

Harga Satuan baru setiap jenis komponen pekerjaan setelah dilakukan penyesuaian harga menggunakan rumusan penyesuaian Harga Satuan;

V

=

Volume setiap jenis komponen pekerjaan yang dilaksanakan.

Paragraf Keenam

Pemutusan Kontrak

 

Pasal 93

(1)

PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak apabila:

a.

denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan Penyedia Barang/Jasa sudah melampaui 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak;

b.

Penyedia Barang/Jasa lalai/ cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;

c.

Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/ atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/ atau

d.

pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/ atau pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.

(2)

Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa:

a.

Jaminan Pelaksanaan dicairkan;

b.

sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan;

c.

Penyedia Barang/Jasa membayar denda; dan/atau

d.

Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam.

Paragraf Ketujuh

Penyelesaian Perselisihan

 

Pasal 94

(1)

Dalam hal terjadi perselisihan antara para pihak dalam Penyediaan Barang/Jasa Pemerintah, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan tersebut melalui musyawarah untuk mufakat.

(2)

Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf Kedelapan

Serah Terima Pekerjaan

 

Pasal 95

(1)

Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus perseratus) sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Kontrak, Penyedia Barang/Jasa mengajukan permintaan secara tertulis kepada PA/KPA melalui PPK untuk penyerahan pekerjaan.

(2)

PA/KPA menunjuk Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan untuk melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan yang telah diselesaikan.

(3)

Apabila terdapat kekurangan dalam hasil pekerjaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan melalui PPK memerintahkan Penyedia Barang/Jasa untuk memperbaiki dan/atau melengkapi kekurangan pekerjaan sebagaimana yang disyaratkan dalam Kontrak.

(4)

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan menerima penyerahan pekerjaan setelah seluruh hasil pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Kontrak.

(5)

Khusus Pekerjaan Kontrak/Jasa lainnya;

a.

Penyedia Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya melakukan pemeliharaan atas hasil pekerjaan selama masa yang ditetapkan dalam Kontrak, sehingga kondisinya tetap seperti pada saat penyerahan pekerjaan;

b.

masa pemeliharaan paling singkat untuk pekerjaan permanen selama 6 (enam) bulan, sedangkan untuk pekerjaan semi permanen selama 3 (tiga) bulan; dan

c.

masa pemeliharaan dapat melampaui Tahun Anggaran.

(6)

Setelah masa pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir, PPK mengembalikan Jaminan Pemeliharaan/uang retensi kepada Penyedia Barang/Jasa.

(7)

Khusus Pengadaan Barang, masa garansi diberlakukan sesuai kesepakatan para pihak dalam Kontrak.

(8)

Penyedia Barang/Jasa menandatangani Berita Acara Serah Terima Akhir Pekerjaan pada saat proses serah terima akhir (Final Hand Over).

(9)

Penyedia Barang/Jasa yang tidak menandatangani Berita Acara Serah Terima Akhir Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dimasukkan dalam Daftar Hitam.

BAB VII

PENGGUNAAN BARANG/JASA PRODUKSI DALAM NEGERI

 

Bagian Kesatu

Peningkatan Penggunaan Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri

 

Pasal 96

(1)

Dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, K/L/D/I wajib:

a.

memaksimalkan Penggunaan Barang/Jasa hasil produksi dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional dalam Pengadaan Barang/Jasa;

b.

memaksimalkan penggunaan Penyedia Barang/Jasa nasional; dan

c.

memaksimalkan penyediaan paket-paket pekerjaan untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.

(2)

Kewajiban K/L/D/I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada setiap tahapan Pengadaan Barang/Jasa, mulai dari persiapan sampai dengan berakhirnya Perjanjian/Kontrak.

(3)

Perjanjian/Kontrak wajib mencantumkan persyaratan penggunaan:

a.

Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang berlaku dan/atau standar internasional yang setara dan ditetapkan oleh instansi terkait yang berwenang;

b.

produksi dalam negeri sesuai dengan kemampuan industri nasional; dan

c.

tenaga ahli dan/atau Penyedia Barang/Jasa dalam negeri.

(4)

Pendayagunaan produksi dalam negeri pada proses Pengadaan Barang/Jasa dilakukan sebagai berikut:

a.

ketentuan dan syarat penggunaan hasil produksi dalam negeri dimuat dalam Dokumen Pengadaan dan dijelaskan kepada semua peserta;

b.

dalam proses evaluasi Pengadaan Barang/Jasa harus diteliti sebaik-baiknya agar benar-benar merupakan hasil produksi dalam negeri dan bukan Barang/Jasa impor yang dijual di dalam negeri;

c.

dalam hal sebagian bahan untuk menghasilkan Barang/Jasa produksi dalam negeri berasal dari impor, dipilih Barang/Jasa yang memiliki komponen dalam negeri paling besar; dan

d.

dalam mempersiapkan Pengadaan Barang/Jasa, sedapat mungkin digunakan standar nasional dan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

(5)

Dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa diupayakan agar Penyedia Barang/Jasa dalam negeri bertindak sebagai Penyedia Barang/Jasa utama, sedangkan Penyedia Barang/Jasa asing dapat berperan sebagai sub-Penyedia Barang/Jasa sesuai dengan kebutuhan.

(6)

Penggunaan tenaga ahli asing yang keahliannya belum dapat diperoleh di Indonesia, harus disusun berdasarkan keperluan yang nyata dan diusahakan secara terencana untuk semaksimal mungkin terjadinya pengalihan keahlian pada tenaga kerja Indonesia.

(7)

Pengadaan Barang yang terdiri atas bagian atau komponen dalam negeri dan bagian atau komponen yang masih harus diimpor, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

pemilahan atau pembazian komponen harus benar-benar mencerminkan bazian atau komponen yanz telah dapat diproduksi di dalam nezeri dan bazian atau komponen yang masih harus diimpor; dan

b.

peserta Penzadaan diwajibkan membuat daftar Baranz yanz diimpor yanz dilenzkapi denzan spesifikasi teknis, jumlah dan harza yanz dilampirkan pada Dokumen Penawaran.

(8)

Penzadaan Pekerjaan Terintezrasi yanz terdiri atas bazian atau komponen dalam nezeri dan bazian atau komponen yanz masih harus diimpor, dilakukan denzan ketentuan sebazai berikut:

a.

pemilahan atau pembazian komponen harus benar-benar mencerminkan bazian atau komponen yanz te1ah dapat diproduksi di dalam nezeri dan bazian atau komponen yanz masih harus diimpor;

b.

pekerjaan pemasanzan, pabrikasi, penzujian dan lainnya sedapat munzkin dilakukan di dalam nezeri; dan

c.

peserta Penzadaan diwajibkan membuat daftar Baranz yanz diimpor yanz dilenzkapi denzan spesifikasi teknis, jumlah dan harza yanz dilampirkan pada Dokumen Penawaran.

(9)

Pengadaan barang impor dimungkinkan dalam hal:

a.

Barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri;

b.

spesifikasi teknis Barang yang diproduksi di dalam negeri belum memenuhi persyaratan; dan/atau

c.

volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan.

(10)

Penyedia Barang/Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang diimpor langsung, semaksimal mungkin menggunakan jasa pelayanan yang ada di dalam negeri.

Pasal 97

(1)

Penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) huruf a, dilakukan sesuai besaran komponen dalam negeri pada setiap Barang/Jasa yang ditunjukkan dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

(2)

Produk Dalam Negeri wajib digunakan jika terdapat Penyedia Barang/Jasa yang menawarkan Barang/Jasa dengan nilai TKDN ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40% (empat puluh perseratus).

(3)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya diberlakukan dalam Pengadaan Barang/ Jasa diikuti oleh paling sedikit 3 (tiga) peserta Pengadaan Barang/Jasa produk dalam negeri.

(4)

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya dapat diikuti oleh Barang/Jasa produksi dalam negeri sepanjang Barang/Jasa tersebut sesuai dengan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan, harga yang wajar dan kemampuan penyerahan hasil Pekerjaan dari sisi waktu maupun jumlah.

(5)

TKDN mengacu pada Daftar Inventarisasi Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri yang diterbitkan oleh Kementerian yang membidangi urusan perindustrian.

(6)

Ketentuan dan tata cara penghitungan TKDN merujuk pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi urusan perindustrian dengan tetap berpedoman pada tata nilai Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini.

Bagian Kedua

Preferensi Harga

 

Pasal 98

(1)

Preferensi Harga untuk Barang/Jasa dalam negeri diberlakukan pada Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai pinjaman luar negeri melalui Pelelangan Internasional.

(2)

Preferensi Harga untuk Barang/Jasa dalam negeri diberlakukan pada Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai rupiah murni tetapi hanya berlaku untuk Pengadaan Barang/Jasa bernilai diatas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3)

Preferensi Harga hanya diberikan kepada Barang/Jasa dalam negeri dengan TKDN lebih besar atau sama dengan 25% (dua puluh lima perseratus).

(4)

Barang produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tercantum dalam Daftar Barang Produksi Dalam Negeri yang dikeluarkan oleh Menteri yang membidangi urusan perindustrian.

(5)

Preferensi harga untuk Barang produksi dalam negeri paling tinggi 15% (lima belas perseratus).

(6)

Preferensi harga untuk Pekerjaan Konstruksi yang dikerjakan oleh Kontraktor nasional adalah 7,5% (tujuh koma lima perseratus) diatas harga penawaran terendah dari Kontraktor asing.

(7)

Harga Evaluasi Akhir (HEA) dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

preferensi terhadap komponen dalam negeri Barang/Jasa adalah tingkat komponen dalam negeri dikalikan preferensi harga;

b.

preferensi harga diperhitungkan dalam evaluasi harga penawaran yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis, termasuk koreksi aritmatik;

c.

perhitungan Harga Evaluasi Akhir (HEA) adalah sebagai berikut:

HEA=    1          x HP               

                                                                       1 + KP

HEA

=

Harga Evaluasi Akhir

KP

=

Koefisien Preferensi (Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dikali Preferensi tertinggi Barang/Jasa).  

HP

=

Harga Penawaran (Harga Penawaran yang memenuhi persyaratan lelang dan telah dievaluasi).

(8)

Dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan HEA yang sama, penawar dengan TKDN terbesar adalah sebagai pemenang.

(9)

Pemberian Preferensi Harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mengubah Harga Penawaran dan hanya digunakan oleh ULP untuk keperluan perhitungan HEA guna menetapkan peringkat pemenang Pelelangan/Seleksi.

Bagian Ketiga

Pengawasan Penggunaan Produksi dalam Negeri

 

Pasal 99

(1)

APIP melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan penggunaan produksi dalam negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa untuk keperluan instansinya masing-masing.

(2)

APIP segera melakukan langkah serta tindakan yang bersifat kuratif/perbaikan, dalam hal terjadi ketidaksesuaian dalam penggunaan produksi dalam negeri, termasuk audit teknis (technical audit) berdasarkan Dokumen Pengadaan dan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang bersangkutan.

(3)

Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyatakan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri, Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Presiden ini.

(4)

PPK yang menyimpang dari ketentuan ini dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII

PERAN SERTA USAHA KECIL

 

Pasal 100

(1)

Dalam Pengadaan Barang/Jasa, PA/KPA wajib memperluas peluang Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.

(2)

Dalam proses perencanaan dan penganggaran kegiatan, PA/KPA mengarahkan dan menetapkan besaran Pengadaan Barang/Jasa untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.

(3)

Nilai paket pekerjaan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksil Jasa Lainnya sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), diperuntukan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.

(4)

Perluasan peluang Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil melalui Pengadaan Barang/ Jasa ditetapkan sebagai berikut:

a.

setiap awal Tahun Anggaran, PA/KPA membuat rencana Pengadaan Barang/Jasa dengan sebanyak mungkin menyediakan paket-paket pekerjaan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil; dan

b.

PA/KPA menyampaikan paket pekerjaan kepada instansi yang membidangi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil disetiap provinsi/kabupaten/kota.

(5)

Pembinaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil meliputi upaya untuk meningkatkan pelaksanaan kemitraan antara usaha non-kecil dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil di lingkungan instansinya.

BAB IX

PENGADAAN BARANG/JASA

MELALUI PELELANGAN/SELEKSI INTERNASIONAL

 

Pasal 101

(1)

Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan melalui Pelelangan/Seleksi internasional harus memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Penyedia Barang/Jasa nasional.

(2)

Dokumen Pengadaan melalui Pelelangan/Seleksi internasional ditulis dalam 2 (dua) bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

(3)

Dalam hal terjadi penafsiran arti yang berbeda terhadap Dokumen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka dokumen yang berbahasa Indonesia dijadikan acuan.

(4)

Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai dengan kredit ekspor, kredit lainnya dan/atau hibah:

a.

dilakukan melalui persaingan usaha yang sehat;

b.

dilaksanakan dengan persyaratan yang paling menguntungkan negara, dari segi teknis dan harga; dan

c.

dilakukan dengan memaksimalkan penggunaan komponen dalam negeri dan Penyedia Barang/Jasa nasional.

(5)

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dibiayai dengan kredit ekspor, kredit lainnya dan/atau hibah, dilakukan di dalam negeri.

(6)

Dalam Dokumen Pengadaan yang diikuti oleh Penyedia Barang/Jasa asing memuat hal-hal sebagai berikut:

a.

adanya kerja sama antara Penyedia Barang/Jasa asing dengan industri dalam negeri;

b.

adanya ketentuan yang jelas mengenai tata cara pelaksanaan pengalihan kemampuan, pengetahuan, keahlian dan keterampilan; dan

c.

ketentuan bahwa seluruh proses pengadaan sedapat mungkin dilaksanakan di wilayah Indonesia.

BAB X

PENGADAAN BARANG/JASA YANG DIBIAYAI

DENGAN DANA PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI

 

Pasal 102

(1)

Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) terdiri dari kegiatan:

a.

perencanaan Pengadaan Barang/Jasa dengan PHLN; dan

b.

pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dengan PHLN.

(2)

PA/KPA merencanakan Pengadaan Barang/Jasa dengan memperhatikan penggunaan spesifikasi teknis, kualifikasi, standar nasional dan kemampuan/potensi nasional.

(3)

Dalam merencanakan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri sesuai dengan kemampuan/potensi nasional dan standar nasional dalam hal:

a.

studi kelayakan dan rancang bangun proyek;

b.

penyiapan Dokumen Pengadaan/KAK; dan

c.

Penyusunan HPS.

(4)

Kriteria dan tata cara evaluasi dalam Dokumen Pengadaan mencantumkan rumusan peran serta Penyedia Barang/Jasa nasional dan preferensi harga yang ditetapkan.

(5)

Dalam penyusunan rancangan Kontrak, perlu dicantumkan kewajiban penggunaan produksi dalam negeri.

Pasal 103

(1)

PPK dalam melaksanakan pekerjaan yang dibiayai dari PHLN, wajib memahami:

a.

Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN)/Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri (NPHLN) atau dokumen kesepahaman; dan

b.

ketentuan-ketentuan pelaksanaan proyek Pengadaan Barang/Jasa setelah NPPLN/NPHLN disepakati Pemerintah Republik Indonesia dan pemberi pinjaman/hibah.

(2)

Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh Lembaga Penjamin Kredit Ekspor/Kredit Swasta Asing dilakukan melalui Pelelangan/Seleksi internasional.

(3)

Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus merupakan proyek prioritas yang tercantum dalam Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Hibah Luar Negeri (DRPPHLN).

(4)

Dalam Pengadaan Barang/Jasa yang dananya bersumber dari Lembaga Penjamin Kredit Ekspor, peserta Pelelangan/Seleksi internasional memasukkan penawaran administratif, teknis, harga dan sumber pendanan beserta persyaratannya sesuai dengan ketentuan dan norma yang berlaku secara internasional.

(5)

Evaluasi penawaran sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan dengan metode perhitungan biaya efektif.

BAB XI

KEIKUTSERTAAN PERUSAHAAN ASING

DALAM PENGADAAN BARANG/JASA

 

Pasal 104

(1)

Perusahaan asing dapat ikut serta dalam Pengadaan Barang/Jasa dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

b.

untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai diatas Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah); dan

c.

untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai diatas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2)

Perusahaan asing yang melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melakukan kerja sama usaha dengan perusahaan nasional dalam bentuk kemitraan, subKontrak dan lain-lain, dalam hal terdapat perusahaan nasional yang memiliki kemampuan dibidang yang bersangkutan.

BAB XII

KONSEP RAMAH LINGKUNGAN

 

Pasal 105

(1)

Konsep Ramah Lingkungan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan Barang/Jasa K/L/D/I, sehingga keseluruhan tahapan proses Pengadaan dapat memberikan manfaat untuk K/L/D/I dan masyarakat serta perekonomian, dengan meminimalkan dampak kerusakan lingkungan.

(2)

Konsep Pengadaan Ramah Lingkungan dapat diterapkan dalam Dokumen Pemilihan berupa persyaratan-persyaratan tertentu, yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan mendukung pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai dengan karakteristik pekerjaan.

(3)

Pengadaan Barang/Jasa yang Ramah Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas pengadaan (value for money).

BAB XIII

PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK

 

Bagian Pertama

Ketentuan Umum Pengadaan Secara Elektronik

 

Pasal 106

(1)

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat dilakukan secara elektronik.

(2)

Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik dilakukan dengan cara e-tendering atau e-purchasing.

Pasal 107

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara elektronik bertujuan untuk:

a.

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;

b.

meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;

c.

memperbaiki tingkat efisiensi proses Pengadaan;

d.

mendukung proses monitoring dan audit; dan

e.

memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

Pasal 108

(1)

LKPP mengembangkan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara elektronik.

(2)

LKPP menetapkan arsitektur sistem informasi yang mendukung penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara elektronik.

Bagian Kedua

E-Tendering

 

Pasal 109

(1)

Ruang lingkup e-tendering meliputi proses pengumuman Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan pengumuman pemenang.

(2)

Para pihak yang terlibat dalam e-tendering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah PPK, ULP/Pejabat Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa.

(3)

E-tendering dilaksanakan dengan menggunakan sistem pengadaan secara elektronik yang diselenggarakan oleh LPSE.

(4)

Aplikasi e-tendering sekurang-kurangnya memenuhi unsur perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual dan kerahasian dalam pertukaran dokumen, serta tersedianya sistem keamanan dan penyimpanan dokumen elektronik yang menjamin dokumen elektronik tersebut hanya dapat dibaca pada waktu yang telah ditentukan.

(5)

Sistem e-tendering yang diselenggarakan oleh LPSE wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

mengacu pada standar yang meliputi interoperabilitas dan integrasi dengan sistem Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik;

b.

mengacu pada standar proses pengadaan secara elektronik; dan

c.

tidak terikat pada lisensi tertentu (free license)

(6)

ULP/Pejabat Pengadaan dapat menggunakan sistem Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik yang diselenggarakan oleh LPSE terdekat.  

Bagian Ketiga

E-Purchasing

 

Pasal 110

(1)

Dalam rangka E-Purchasing, sistem katalog elektronik (E-Catalogue) sekurang-kurangnya memuat informasi teknis dan harga Barang/Jasa.

(2)

Sistem katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh LKPP.

(3)

Dalam rangka pengelolaan sistem katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LKPP melaksanakan Kontrak Payung dengan Penyedia Barang/Jasa untuk Barang/Jasa tertentu.

Bagian Keempat

Layanan Pengadaan Secara Elektronik

 

Pasal 111

(1)

Gubernur/Bupati/Walikota membentuk LPSE untuk memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.

(2)

K/L/I dapat membentuk LPSE untuk memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.

(3)

ULP/Pejabat Pengadaan pada Kementerian/Lembaga/Perguruan Tinggi/BUMN yang tidak membentuk LPSE, dapat melaksanakan Pengadaan secara elektronik dengan menjadi pengguna dari LPSE terdekat.

(4)

Fungsi pelayanan LPSE paling kurang meliputi:

a.

administrator sistem elektronik;

b.

unit registrasi dan verifikasi pengguna; dan

c.

unit layanan pengguna.

(5)

LPSE wajib menyusun dan melaksanakan standar prosedur operasional serta menandatangani kesepakatan tingkat pelayanan (Service Level Agreement) dengan LKPP.

(6)

LKPP melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik. 

Bagian Kelima

Portal Pengadaan Nasional

 

Pasal 112

(1)

LKPP membangun dan mengelola Portal Pengadaan Nasional.

(2)

K/L/D/I wajib menayangkan rencana Pengadaan dan pengumuman Pengadaan di website K/L/D/I masing-masing dan Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE.

(3)

Website masing-masing K/L/D/I wajib menyediakan akses kepada LKPP untuk memperoleh informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

BAB XIV

PENGADAAN KHUSUS DAN PENGECUALIAN

 

Bagian Pertama

Pengadaan Tentara Nasional Indonesia dan

Kepolisian Negara Republik Indonesia

 

Pasal 113

(1)

Alat utama sistem senjata (alutsista) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang digunakan untuk kepentingan pertahanan Negara ditetapkan oleh Menteri Pertahanan berdasarkan masukan dari Panglima TNI.

(2)

Alat material khusus (almatsus) Kepolisian Negara Republik Indonesia yang digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3)

Pengadaan alutsista dan almatsus dilakukan oleh industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri.

(4)

Dalam hal alutsista dan almatsus belum dapat dibuat di dalam negeri, Pengadaan alutsista dan almatsus sedapat mungkin langsung dari pabrikan yang terpercaya.

(5)

Pabrikan Penyedia alutsista dan almatsus di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sedapat mungkin bekerja sama dengan industri dan/atau lembaga riset dalam negeri.

(6)

Ketentuan lebih lanjut tentang pedoman dan tata cara Pengadaan alutsista diatur oleh Menteri Pertahanan dengan tetap berpedoman pada tata nilai pengadaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini.

(7)

Dalam melaksanakan Pengadaan alutsista sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini, Menteri Pertahanan dapat membentuk tim koordinasi yang terdiri dari unsur-unsur Kementerian Pertahanan, Mabes TNII Angkatan, kementerian yang membidangi industri, riset dan teknologi serta unsur lain terkait.

(8)

Ketentuan lebih lanjut tentang pedoman dan tata cara Pengadaan almatsus diatur oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tetap berpedoman pada tata nilai pengadaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini.

(9)

Dalam melaksanakan Pengadaan almatsus sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat membentuk tim koordinasi yang terdiri dari unsur-unsur kementerian yang membidangi industri, riset dan teknologi serta unsur lain terkait.

(10)

Penyusunan pedoman dan tata cara Pengadaan alutsista dan almatsus sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (8) dikonsultasikan kepada LKPP.

Bagian Kedua

Pengadaan Brang/Jasa di Luar Negeri

 

Pasal 114

(1)

Pengadaan Barang/Jasa untuk kepentingan Pemerintah Republik Indonesia di Luar Negeri pada prinsipnya berpedoman pada ketentuan Peraturan Presiden ini.

(2)

Dalam hal Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, maka pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dapat menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara setempat dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.

(3)

Ketentuan lebih lanjut tentang pedoman dan tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur oleh Menteri Luar Negeri dengan tetap berpedoman pada tata nilai Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini.

(4)

Penyusunan pedoman dan tata cara Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikonsultasikan kepada LKPP.

BAB XV

PENGENDALIAN, PENGAWASAN, PENGADUAN DAN SANKSI

 

Bagian Pertama

Pengendalian

 

Pasal 115

(1)

K/L/D/I dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

(2)

Pimpinan K/L/D/I wajib melaporkan secara berkala realisasi Pengadaan Barang/Jasa kepada LKPP.

Bagian Kedua

Pengawasan

 

Pasal 116

K/L/D/I wajib melakukan pengawasan terhadap PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan di lingkungan K/L/D/I masing masing, dan menugaskan aparat pengawasan intern yang bersangkutan untuk melakukan audit sesuai dengan ketentuan.

Bagian Ketiga

Pengaduan

 

Pasal 117

(1)

Dalam hal Penyedia Barang/Jasa atau masyarakat menemukan indikasi penyimpangan prosedur, KKN dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan/atau pelanggaran persaingan yang sehat dapat mengajukan pengaduan atas proses pemilihan Penyedia Barang/Jasa.

(2)

Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditujukan kepada APIP K/L/D/I yang bersangkutan dan/atau LKPP, disertai bukti-bukti kuat yang terkait langsung dengan materi pengaduan.

(3)

APIP K/L/D/I dan LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangannya menindaklanjuti pengaduan yang dianggap beralasan.

(4)

Hasil tindak lanjut pengaduan yang dilakukan oleh APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan institusi, dan dapat dilaporkan kepada instansi yang berwenang dengan persetujuan Menteri/Pimpinan Lembaga/ Kepala Daerah/Pimpinan Institusi, dalam hal diyakini terdapat indikasi KKN yang akan merugikan keuangan negara, dengan tembusan kepada LKPP dan BPKP.

(5)

Instansi yang berwenang dapat menindaklanjuti pengaduan setelah Kontrak ditandatangani dan terdapat indikasi adanya kerugian negara.

Bagian Keempat

Sanksi

 

Pasal 118

(1)

Perbuatan atau tindakan Penyedia Barang/Jasa yang dapat dikenakan sanksi adalah:

a.

berusaha mempengaruhi ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;

b.

melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur Harga Penawaran diluar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, sehingga mengurangi/ menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain;

c.

membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan;

d.

mengundurkan diri dari pelaksanaan Kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan;

e.

tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak secara bertanggungjawab; dan/atau

f.

berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3), ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri.

(2)

Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa:

a.

sanksi administratif;

b.

sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam;

c.

gugatan secara perdata; dan/atau

d.

pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang.

(3)

Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan oleh PPK/ULP/ Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan.

(4)

Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan oleh PA/KPA setelah mendapat masukan dari PPK/ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan.

(5)

Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(6)

Apabila ditemukan penipuan/pemalsuan atas informasi yang disampaikan Penyedia Barang/ Jasa, dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon pemenang dan dimasukkan dalam Daftar Hitam.

(7)

Apabila terjadi pelanggaran dan/atau kecurangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa, maka ULP:

a.

dikenakan sanksi administratif;

b.

dituntut ganti rugi; dan/atau

c.

dilaporkan secara pidana.

Pasal 119

Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf f, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) huruf a dan huruf b, dikenakan sanksi finansial.

Pasal 120

Selain perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1), Penyedia Barang/Jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak, dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari harga Kontrak atau bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan dan tidak melampaui besarnya Jaminan Pelaksanaan.

Pasal 121

Konsultan perencana yang tidak cermat dan mengakibatkan kerugian negara, dikenakan sanksi berupa keharusan menyusun kembali perencanaan dengan beban biaya dari konsultan yang bersangkutan, dan/atau tuntutan ganti rugi.

Pasal 122

PPK yang melakukan cidera janji terhadap ketentuan yang termuat dalam Kontrak, dapat dimintakan ganti rugi dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar, berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia; atau

b.

dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam Kontrak.

Pasal 123

Dalam hal terjadi kecurangan dalam pengumuman Pengadaan, sanksi diberikan kepada anggota ULP/ Pejabat Pengadaan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 124

(1)

K/L/D/I dapat membuat Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) huruf b, yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi oleh K/L/D/I.

(2)

Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat daftar Penyedia Barang/Jasa yang dilarang mengikuti Pengadaan Barang/Jasa pada K/L/D/I yang bersangkutan.

(3)

K/L/D/I menyerahkan Daftar Hitam kepada LKPP untuk dimasukkan dalam Daftar Hitam Nasional.

(4)

Daftar Hitam Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dimutakhirkan setiap saat dan dimuat dalam Portal Pengadaan Nasional.

BAB XVI

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

DALAM ORGANISASI PENGADAAN

 

Bagian Pertama

Pelatihan

 

Pasal 125

(1)

Untuk pemenuhan dan peningkatan Sumber Daya Manusia dibidang Pengadaan Barang/Jasa dilakukan pelatihan Pengadaan Barang/Jasa.

(2)

Program pelatihan Sumber Daya Manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan standar kompetensi dan dapat dilakukan secara berjenjang.

Bagian Kedua

Sertifikasi Sumber Daya Manusia

 

Pasal 126

(1)

LKPP melakukan Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

(2)

LKPP dapat bekerja sama dengan lembaga sertifikasi profesi yang memenuhi persyaratan akreditasi untuk melakukan Sertifikasi Keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)

Pengaturan mengenai jenjang Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ditetapkan oleh Kepala LKPP.

Bagian Ketiga

Masa Pemberlakuan Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa

 

Pasal 127

Ketentuan masa transisi Pemberlakuan Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa diatur sebagai berikut:

a.

PPK pada Kementerian/Lembaga/Instansi lain wajib memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sejak Peraturan Presiden ini berlaku;

b.

PPK pada Kementerian/Lembaga/Instansi lain yang ditugaskan di Unit Pelaksana Teknis (UIT) Pusat/Kabupaten/Kota, wajib memiliki sertifikat keahlian Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 1 Januari 2012; dan

c.

PPK pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota wajib memiliki sertifikat keahlian Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 1 Januari 2012.

Bagian Keempat

Pengembangan Profesi

 

Pasal 128

(1)

Pegawai negeri yang ditugaskan sebagai PPK atau anggota ULP/Pejabat Pengadaan, memperoleh jenjang karir sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2)

Pegawai negeri yang ditugaskan sebagai PPK, anggota ULP/Pejabat Pengadaan, memperoleh tunjangan profesi yang besarnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XVII

KETENTUAN LAIN-LAIN

 

Pasal 129

(1)

Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan melalui pola kerja sama pemerintah dan badan usaha swasta dalam rangka Pengadaan Barang/Jasa publik, diatur dengan Peraturan Presiden tersendiri.

(2)

Ketentuan Pengadaan tanah diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.

(3)

Pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai APBN, apabila ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga/Institusi lain Pengguna APBN, harus tetap berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden ini.

(4)

Pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai APBD, apabila ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah/Keputusan Kepala Daerah/Pimpinan Institusi lainnya pengguna APBD, harus tetap berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden ini.

BAB XVIII

KETENTUAN PERALIHAN

 

Pasal 130

(1)

ULP wajib dibentuk K/L/D/I paling lambat pada Tahun Anggaran 2014.

(2)

Dalam hal ULP belum terbentuk atau belum mampu melayani keseluruhan kebutuhan Pengadaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, PA/KPA menetapkan Panitia Pengadaan untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.

(3)

Panitia Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memiliki persyaratan keanggotaan, tugas pokok dan kewenangan sebagaimana persyaratan keanggotaan, tugas pokok dan kewenangan Kelompok Kerja ULP.

Pasal 131

(1)

K/L/D/I wajib melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh paket-paket pekerjaan pada Tahun Anggaran 2012.

(2)

K/L/D/I mulai menggunakan e-Procurement dalam Pengadaan Barang/Jasa disesuaikan dengan kebutuhan, sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan.

Pasal 132

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:

1.

Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sebelum tanggal 1 Januari 2011 tetap dapat berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.

2.

Pengadaan Barang/Jasa yang sedang dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, dilanjutkan dengan tetap berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.

3.

Perjanjian/Kontrak yang telah ditandatangani berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Perjanjian/Kontrak.

4.

Penayangan pengumuman Pengadaan Barang/Jasa di surat kabar nasional dan/atau provinsi, tetap dilakukan oleh ULP/Pejabat Pengadaan di surat kabar nasional dan/atau provinsi yang telah ditetapkan, sampai dengan berakhirnya perjanjian/Kontrak penayangan pengumuman Pengadaan Barang/Jasa.

BAB XVIII

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 133

Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden ini, dan merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

Pasal 134

(1)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Dokumen Pengadaan (Standard Bidding Document) diatur dengan Peraturan Kepala LKPP paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan.

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis operasional tentang Daftar Hitam, pengadaan secara elektronik, dan sertifikasi keahlian Pengadaan Barang/Jasa, diatur oleh Kepala LKPP paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan.

Pasal 135

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Januari 2011.

Pasal 136

Peraturan Presiden ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Bogor, Jawa Barat

pada tanggal 6 Agustus 2010

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


 

Penjelasan................