MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


NOMOR 69/PMK.02/2010


TENTANG


TATA CARA REVISI ANGGARAN
TAHUN ANGGARAN 2010


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN,

Menimbang 

:

a.

bahwa dalam rangka menyesuaikan anggaran belanja Pemerintah Pusat dengan perubahan keadaan, prioritas kebutuhan, dan percepatan pencapaian kinerja Kementerian Negara/Lembaga, perlu dilakukan revisi anggaran Tahun Anggaran 2010;

b.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2009 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2010, perubahan rincian anggaran belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2010 ditetapkan oleh Menteri Keuangan;

c.

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan, dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2010, tata cara revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2010 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri;

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2010;

Mengingat 

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

3.

Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5075);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);

5.

Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2009 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2010;

6.

Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;

7.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan, dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2010;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA REVISI ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2010.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:

1.

Revisi Anggaran adalah perubahan dan/atau pergeseran rincian anggaran belanja Pemerintah Pusat yang telah ditetapkan dalam Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) Tahun Anggaran 2010 dan/atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2010.

2.

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya disingkat RKA-KL, adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu Kementerian Negara/Lembaga dan sebagai penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.

3.

Satuan Anggaran Per Satuan Kerja, yang selanjutnya disingkat SAPSK, adalah alokasi anggaran yang ditetapkan untuk sebuah satuan kerja berdasarkan hasil penelaahan RKA-KL.

4.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

5.

Hasil Optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai dan/atau sisa dana dari penandatanganan kontrak suatu kegiatan.

6.

Perubahan Pagu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah perubahan pagu sebagai akibat kelebihan realisasi PNBP dari target yang direncanakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

7.

Luncuran Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri (PHDN) adalah penggunaan kembali sisa alokasi anggaran yang bersumber dari PHLN atau PHDN untuk mendanai kegiatan yang bersifat multiyears yang tidak terserap habis pada tahun anggaran sebelumnya.

8.

Biaya Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah satuan kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang meliputi antara lain pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat dengan gaji, kebutuhan sehari-hari perkantoran, langganan daya dan jasa, dan pemeliharaan kantor (Kegiatan 0001 dan Kegiatan 0002).

9.

Target Kinerja adalah hasil yang ditetapkan/diharapkan dapat dicapai baik kuantitas, kualitas, jenis dan satuan dari pelaksanaan sebuah program atau kegiatan.

10.

Sasaran Program adalah hasil (outcome) yang diharapkan dapat dicapai dari pelaksanaan sebuah program yang mencerminkan berfungsinya keluaran (output) dari pelaksanaan kegiatan.

11.

Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan atas pelaksanaan dari satu atau beberapa paket pekerjaan yang tergabung dalam subkegiatan/kegiatan yang merupakan komponen input.

12.

Komponen Input adalah anggaran yang dialokasikan untuk mendanai satu atau beberapa paket pekerjaan dalam rangka menghasilkan sebuah Keluaran (output) yang dirinci dalam akun-akun belanja.

BAB II
REVISI ANGGARAN

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Revisi Anggaran

Pasal 2

(1)

Revisi Anggaran terdiri atas:

a.

Perubahan berupa penambahan pagu anggaran belanja; dan/atau

b.

Perubahan atau pergeseran rincian anggaran belanja dalam hal pagu anggaran tetap atau berkurang.

(2)

Perubahan berupa penambahan pagu anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai akibat dari adanya hal-hal sebagai berikut:

a.

Anggaran Belanja Tambahan (ABT);

b.

kelebihan realisasi PNBP dari target yang direncanakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);

c.

luncuran PHLN atau PHDN termasuk Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan Agreement/SLA);

d.

percepatan penarikan pinjaman LN/DN termasuk Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan Agreement/SLA);

e.

penerimaan Hibah LN/DN termasuk hibah yang diterushibahkan setelah APBN Tahun Anggaran 2010 dan/atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 ditetapkan;

f.

perubahan kurs sepanjang perubahan tersebut terjadi setelah kontrak ditandatangani dan untuk pembayaran utang;

g.

luncuran penyelenggaraan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) tahun 2009; dan/atau

h.

perubahan parameter dalam penghitungan subsidi.

(3)

Perubahan atau pergeseran rincian anggaran belanja dalam hal pagu anggaran tetap atau berkurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi perubahan atau pergeseran:

a.

dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN), khususnya BA 999.08 (Belanja Lainnya) ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (BA K/L);

b.

antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;

c.

antarkegiatan dalam satu program sebagai Hasil Optimalisasi;

d.

antarjenis belanja dalam satu kegiatan;

e.

dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan dalam rangka dekonsentrasi;

f.

antarprovinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan operasional termasuk pengadaan bahan makanan untuk tahanan/narapidana yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah; dan/atau

g.

penyelesaian kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2009.

Pasal 3

(1)

Perubahan anggaran belanja karena adanya kelebihan realisasi PNBP dari target yang direncanakan dalam APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

dapat digunakan oleh Kementerian Negara/Lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan izin penggunaan yang berlaku;

b.

termasuk untuk Satuan Kerja Perguruan Tinggi Bukan Badan Hukum Milik Negara (PT Bukan BHMN) dan Satuan Kerja Badan Layanan Umum (BLU);

c.

termasuk adanya jenis PNBP baru yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah dan penerimaan serta penggunaan dari jenis PNBP dimaksud belum tercantum dalam APBN; atau

d.

termasuk adanya Keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan penggunaan sebagian dana yang berasal dari PNBP yang baru, atau tambahan besaran (persentase) persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP.

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Revisi Anggaran yang dananya bersumber dari PNBP untuk Satuan Kerja PT Bukan BHMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Revisi Anggaran yang dananya bersumber dari PNBP untuk Satuan Kerja BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

Pasal 4

(1)

Perubahan anggaran belanja karena adanya luncuran PHLN atau PHDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c tidak termasuk pinjaman proyek baru dan penerusan pinjaman baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2010 serta pinjaman yang bersumber dari pinjaman komersial dan fasilitas kredit ekspor yang bukan merupakan kelanjutan proyek multiyears.

(2)

Perubahan anggaran belanja karena adanya penerimaan Hibah LN/DN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e meliputi:

a.

Hibah LN/DN yang dilaksanakan secara langsung oleh Pemberi Hibah;

b.

Hibah LN/DN yang diterima secara langsung oleh Kementerian Negara/Lembaga;

c.

Hibah LN/DN yang diterima oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan dan dilaksanakan oleh satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.

(3)

Perubahan anggaran belanja karena adanya penerimaan Hibah LN/DN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan setelah mendapat nomor register.

Pasal 5

(1)

Perubahan anggaran belanja karena adanya luncuran penyelenggaraan PNPM tahun 2009 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf g dapat dilaksanakan sampai dengan akhir April 2010.

(2)

Luncuran penyelenggaraan PNPM tahun 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK).

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara luncuran penyelenggaraan PNPM tahun 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

Pasal 6

(1)

Perubahan atau pergeseran rincian anggaran belanja dari BA BUN khususnya BA 999.08 (Belanja Lainnya) ke BA K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a bersifat on-top namun tidak menjadi dasar perhitungan untuk penetapan alokasi anggaran tahun berikutnya.

(2)

Perubahan atau pergeseran rincian anggaran belanja antarkegiatan dalam satu program sebagai Hasil Optimalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

Hasil Optimalisasi yang berasal dari Kegiatan Prioritas Nasional atau Prioritas Kementerian Negara/Lembaga, hanya dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya untuk kegiatan dan program yang sama atau sebagai kegiatan baru (new initiative) yang merupakan bagian dari reward system; atau

b.

dapat digunakan pada tahun anggaran yang sama untuk hal-hal yang bersifat prioritas, mendesak, kedaruratan atau yang tidak dapat ditunda setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

(3)

Perubahan atau pergeseran rincian anggaran belanja untuk penyelesaian kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2009 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf g, pendanaannya bersumber dari pagu anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan Tahun Anggaran 2010.

Bagian Kedua
Batasan Revisi Anggaran

Pasal 7

(1)

Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan alokasi anggaran terhadap:

a.

kebutuhan Biaya Operasional satuan kerja (Kegiatan 0001 dan Kegiatan 0002) kecuali untuk memenuhi Biaya Operasional pada satuan kerja lain;

b.

pembayaran berbagai tunggakan;

c.

kebutuhan pengadaan bahan makanan untuk tahanan/narapidana kecuali untuk memenuhi kebutuhan pengadaan bahan makanan untuk tahanan/narapidana pada satuan kerja lain;

d.

Rupiah Murni pendamping PHLN;

e.

kegiatan yang bersifat multi years; dan

f.

kelompok pengeluaran/subkegiatan/kegiatan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus.

(2)

Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah Target Kinerja dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

tidak mengubah sasaran program;

b.

tidak mengubah jenis dan satuan Keluaran (output) kegiatan; atau

c.

tidak mengurangi volume Keluaran (output) Kegiatan Prioritas Nasional atau Prioritas Kementerian Negara/Lembaga.

BAB III
TATA CARA REVISI ANGGARAN
DAN PENGESAHAN REVISI DIPA

Bagian Kesatu
Revisi Anggaran Pada Direktorat Jenderal Anggaran

Pasal 8

(1)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran meliputi perubahan berupa penambahan dan/atau perubahan atau pergeseran rincian anggaran belanja sebagai akibat dari adanya hal-hal sebagai berikut:

a.

Anggaran Belanja Tambahan (ABT);

b.

kelebihan realisasi PNBP yang melampaui target APBN;

c.

luncuran PHLN atau PHDN termasuk Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan Agreement/SLA);

d.

percepatan penarikan PHLN atau PHDN termasuk Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan Agreement/SLA);

e.

penerimaan Hibah LN/DN termasuk hibah yang diterushibahkan setelah APBN Tahun Anggaran 2010 dan/atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 ditetapkan khusus untuk Hibah LN/DN yang diterima oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan dan dilaksanakan oleh satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga;

f.

pergeseran dari BA 999.08 (Belanja Lainnya) ke BA K/L;

g.

pergeseran antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;

h.

pergeseran antarkegiatan dalam satu program sebagai Hasil Optimalisasi;

i.

penyelesaian kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam tahun 2009;

j.

pencairan blokir/tanda bintang (*) yang dicantumkan oleh Direktur Jenderal Anggaran;

k.

perubahan pagu PHLN sebagai akibat perubahan kurs sepanjang perubahan tersebut terjadi setelah kontrak ditandatangani dan untuk pembayaran utang;

l.

perubahan nomenklatur satuan kerja sepanjang kode satuan kerja berubah; dan/atau

m.

perubahan parameter dalam penghitungan subsidi.

(2)

Usulan Revisi Anggaran yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling sedikit dilampiri dengan dokumen sebagai berikut:

a.

surat persetujuan dari DPR (Komisi Mitra Kerja Terkait) atas rincian penggunaan anggaran dalam hal perubahan anggaran karena adanya ABT.

b.

Formulir 1.5 RKA-KL yang memuat usulan perubahan atau pergeseran rincian anggaran belanja beserta perubahan Arsip Data Komputer (ADK) RKA-KL dan dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:

1)

perhitungan anggaran yang diusulkan untuk dilakukan perubahan atau pergeseran, termasuk penyediaan dana pendamping untuk PHLN yang mensyaratkan adanya dana Rupiah Murni pendamping;

2)

Rincian sisa dana PHLN yang ditandatangani oleh kepala satuan kerja dan diketahui oleh Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat, khusus untuk perubahan pagu PHLN sebagai akibat dari luncuran PHLN;

3)

surat keterangan dari pengelola kegiatan dan Annual Work Plan (AWP) yang telah disetujui lender dalam hal percepatan penarikan PHLN;

4)

Naskah Perjanjian Hibah dan nomor register dalam hal penerimaan hibah setelah APBN Tahun Anggaran 2010 dan/atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 ditetapkan;

5)

surat persetujuan Menteri Keuangan dalam hal perubahan parameter untuk penghitungan subsidi; dan

6)

Kerangka Acuan Kerja, Rincian Anggaran Biaya dan Revisi DIPA terakhir.

c.

Formulir 1.4 RKA-KL dalam hal perubahan anggaran karena PNBP yang melampaui target.

Pasal 9

(1)

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian Negara/Lembaga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan tembusan kepada Kepala KPPN Pembayar.

(2)

Direktur Jenderal Anggaran menelaah dan menetapkan Revisi Anggaran yang dituangkan dalam perubahan SAPSK paling lambat dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.

(3)

Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan perubahan SAPSK kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan beserta ADK dan Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian Negara/Lembaga selaku Kuasa Pengguna Anggaran.

(4)

Berdasarkan perubahan SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I/ Kepala Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga selaku Kuasa Pengguna Anggaran menyusun dan menandatangani revisi DIPA untuk selanjutnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

(5)

Perubahan SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar pengesahan Revisi DIPA oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan.

Bagian Kedua
Revisi Anggaran pada Kantor Pusat/
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Pasal 10

(1)

Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Pusat/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan meliputi:

a.

perubahan/ralat karena kesalahan administrasi termasuk ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama termasuk yang mengakibatkan perubahan jenis belanja dan sudah direalisasikan;

b.

perubahan kantor bayar (KPPN);

c.

perubahan nomenklatur satuan kerja sepanjang kode satuan kerja tetap;

d.

pergeseran antarjenis belanja dalam satu kegiatan sepanjang tidak mengubah Target Kinerja;

e.

pergeseran dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan dalam rangka dekonsentrasi sepanjang tidak mengubah Target Kinerja;

f.

pergeseran antarprovinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan operasional termasuk pengadaan bahan makanan untuk tahanan/narapidana yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah sepanjang tidak mengubah Target Kinerja;

g.

pencairan dana yang diblokir/bertanda bintang (*) sepanjang dicantumkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, apabila persyaratan telah dipenuhi;

h.

penerimaan Hibah LN/DN termasuk hibah yang diterushibahkan setelah APBN Tahun Anggaran 2010 dan/atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 ditetapkan khusus untuk Hibah LN/DN yang dilaksanakan secara langsung oleh Pemberi Hibah atau Hibah LN/DN yang diterima langsung oleh Kementerian Negara/Lembaga;

i.

perubahan anggaran belanja sebagai akibat penggunaan kelebihan realisasi PNBP di atas target yang direncanakan dalam APBN untuk Satuan Kerja PT Bukan BHMN dan Satuan Kerja BLU; dan/atau

j.

perubahan rincian belanja sebagai akibat dari penyelesaian tunggakan tahun yang lalu sepanjang dalam kegiatan yang sama, dananya masih tersedia dan tidak mengubah Target Kinerja.

(2)

Usulan Revisi Anggaran yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling sedikit dilampiri dengan dokumen sebagai berikut:

a.

Naskah Perjanjian Hibah atau dokumen lain yang dipersamakan dan nomor register dalam hal penerimaan hibah setelah APBN Tahun Anggaran 2010 dan/atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 ditetapkan;

b.

Konsep Revisi DIPA yang telah ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran; dan

c.

surat persetujuan dari Pejabat Eselon I yang bersangkutan khusus untuk usulan Revisi Anggaran dalam rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Pasal 11

(1)

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I/Kepala Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga selaku Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan tembusan kepada KPPN Pembayar.

(2)

Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan menelaah usulan Revisi Anggaran dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 7.

(3)

Berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan Revisi Anggaran yang dituangkan dalam pengesahan Revisi DIPA paling lambat dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.

Bagian Ketiga
Revisi Anggaran Pada Pengguna Anggaran/
Kuasa Pengguna Anggaran

Pasal 12

(1)

Revisi Anggaran dapat dilaksanakan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

tidak mengurangi belanja gaji dan tunjangan lainnya yang melekat pada gaji;

b.

tidak mengurangi/merelokasi anggaran belanja mengikat;

c.

pergeseran Komponen Input untuk kebutuhan Biaya Operasional;

d.

pergeseran Komponen Input dalam satu Keluaran (output) sepanjang tidak menambah komponen honorarium dan dalam jenis belanja yang sama; dan/atau

e.

pergeseran komponen Input antar Keluaran (output) dalam satu kegiatan sepanjang dalam jenis belanja yang sama.

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengubah Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) dan ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran dan mengubah ADK RKA-KL berkenaan dengan menggunakan aplikasi RKA-KL.

(3)

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran wajib menyampaikan setiap perubahan ADK RKA-KL kepada Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur Sistem Penganggaran.

Bagian Keempat
Pengesahan dan Penyampaian Revisi DIPA

Pasal 13

(1)

Pengesahan Revisi DIPA dilaksanakan oleh:

a.

Direktur Jenderal Perbendaharaan; atau

b.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

(2)

Pengesahan Revisi DIPA yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan meliputi:

a.

Revisi DIPA Satuan Kerja Pusat yang berlokasi di DKI Jakarta;

b.

Revisi DIPA yang bersifat antarprovinsi; dan

c.

Revisi DIPA dalam rangka DIPA Pengesahan untuk penerimaan Hibah LN/DN yang dilaksanakan secara langsung oleh Pemberi Hibah dan yang diterima langsung oleh Kementerian Negara/Lembaga.

(3)

Pengesahan Revisi DIPA yang dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan meliputi:

a.

Revisi DIPA untuk:

1)

DIPA Satuan Kerja Pusat yang berlokasi di daerah (di luar DKI Jakarta);

2)

DIPA Satuan Kerja Vertikal;

3)

DIPA Dekonsentrasi;

4)

DIPA Tugas Pembantuan; dan

5)

DIPA Urusan Bersama.

b.

Revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada huruf a, baik untuk DIPA yang awalnya disahkan di pusat maupun di daerah.

Pasal 14

(1)

Penyampaian Revisi DIPA yang telah disahkan diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

Revisi DIPA yang disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), disampaikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran yang bersangkutan dan KPPN terkait, dengan tembusan kepada:

1)

Menteri/Ketua Lembaga;

2)

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

3)

Gubernur Propinsi;

4)

Direktur Jenderal Anggaran;

5)

Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan

6)

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait.

b.

Revisi DIPA yang disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), disampaikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran yang bersangkutan dan KPPN terkait dan tembusan kepada:

1)

Menteri/Ketua Lembaga;

2)

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

3)

Gubernur Propinsi;

4)

Direktur Jenderal Anggaran;

5)

Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q.:

a)

Direktur Pelaksanaan Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharan, dan

b)

Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

(2)

Revisi DIPA yang disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran setiap bulan baik yang dilaporkan revisinya maupun yang tidak direvisi.

Pasal 15

Dalam rangka memperoleh data yang akurat, Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Sistem Penganggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Sistem Perbendaharaan melakukan pemutakhiran data anggaran (rekonsiliasi) berdasarkan revisi DIPA yang telah disahkan dan dilaksanakan paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali.

Bagian Kelima
Revisi Anggaran Yang Memerlukan Persetujuan DPR-RI

 Pasal 16

(1)

Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR-RI diajukan oleh Kementerian Negara/Lembaga kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran untuk selanjutnya dimintakan persetujuan dari DPR-RI.

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

pergeseran rincian anggaran belanja yang mengakibatkan perubahan sasaran program;

b.

pergeseran anggaran antarprogram;

c.

penggunaan anggaran yang harus mendapat persetujuan DPR-RI terlebih dahulu;

d.

pencairan blokir/tanda bintang (*) yang dicantumkan oleh DPR-RI; atau

e.

pergeseran rincian anggaran belanja yang digunakan untuk program/kegiatan tidak sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah dan/atau kesepakatan DPR.

(3)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Keenam
Revisi Anggaran Yang Memerlukan Persetujuan Menteri Keuangan

Pasal 17

(1)

Revisi Anggaran berupa pergeseran anggaran antarkegiatan yang tidak berasal dari Hasil Optimalisasi diajukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk selanjutnya dimintakan persetujuan dari Menteri Keuangan.

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

(3)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 18

(1)

Revisi Anggaran yang mengakibatkan berkurangnya alokasi pinjaman luar negeri (drop loan) diajukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk selanjutnya dimintakan persetujuan dari Menteri Keuangan.

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

(3)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4)

Dana Rupiah Murni Pendamping yang telah dialokasikan tidak dapat digunakan atau direlokasi untuk mendanai kegiatan yang lain.

Pasal 19

(1)

Revisi Anggaran berupa realokasi rincian anggaran belanja tanggap darurat atau bencana alam dari satuan kerja pusat kepada satuan kerja di daerah dalam rangka penanganan tanggap darurat atau bencana alam diajukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk selanjutnya dimintakan persetujuan dari Menteri Keuangan.

(2)

Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

(3)

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 berlaku mutatis mutandis dalam pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Ketujuh
Batas Akhir Penerimaan Usul Revisi Anggaran

Pasal 20

(1)

Batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran untuk APBN Tahun Anggaran 2010 dan/atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebagai berikut:

a.

tanggal 15 Oktober 2010, untuk Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran;

b.

tanggal 29 Oktober 2010, untuk Revisi Anggaran pada Kantor Pusat/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan baik dengan perubahan SAPSK maupun tanpa perubahan SAPSK.

(2)

Pada saat penerimaan usul Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruh dokumen telah diterima secara lengkap termasuk surat persetujuan dari Menteri Keuangan dan/atau DPR-RI.

(3)

Batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran untuk APBN Tahun Anggaran 2010 dan/atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 untuk BA BUN (BA 999) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Anggaran dan/atau Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

BAB IV
PELAPORAN REVISI ANGGARAN KEPADA DPR-RI

Pasal 21

(1)

Setiap Revisi Anggaran yang ditetapkan dalam perubahan SAPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) tembusannya disampaikan kepada DPR-RI oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan.

(2)

Seluruh Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada DPR-RI dalam APBN-Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

(3)

Revisi Anggaran yang dilaporkan dalam APBN-Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Revisi Anggaran yang dilakukan sebelum APBN-Perubahan diajukan kepada DPR-RI.

(4)

Revisi Anggaran yang dilaporkan dalam LKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan seluruh Revisi Anggaran yang dilakukan sepanjang Tahun Anggaran 2010.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

Ketentuan teknis pelaksanaan Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2010 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perbendaharaan baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 23

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 06/PMK.02/2009 tentang Tata Cara Perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Perubahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2009, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 24

Ketentuan mengenai Tata Cara Revisi Anggaran yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini tetap berlaku sebagai acuan tata cara Revisi Anggaran untuk Tahun Anggaran 2011, sampai dengan ditetapkannya pengganti Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 25

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 23 Maret 2010

MENTERI KEUANGAN,

 

 

SRI MULYANI INDRAWATI

 

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 23 Maret 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

 

 

PATRIALIS AKBAR

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 147