PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2012


TENTANG


TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PENGAWASAN, DAN
PEMBINAAN TEKNIS TERHADAP
KEPOLISIAN KHUSUS, PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL,
DAN BENTUK-BENTUK PENGAMANAN SWAKARSA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian
Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa;

Menimbang

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

   

2.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2', Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);

   

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PENGAWASAN, DAN PEMBINAAN TEKNIS TERHADAP KEPOLISIAN KHUSUS, PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL, DAN BENTUK-BENTUK PENGAMANAN SWAKARSA.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1

   

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

   

1.

Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

   

2.

Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

   

3.

Kepolisian Khusus yang selanjutnya disingkat Polsus adalah instansi dan/atau badan pemerintah yang oleh atau atas kuasa undang-undang diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi Kepolisian di bidang teknisnya masing-masing.

   

4.

Anggota Kepolisian Khusus adalah Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Tetap pada Badan Usaha Milik Negara yang oleh atau atas kuasa undang-undang diberi wewenang untuk melaksanakan Fungsi Kepolisian di bidang teknisnya masing-masing.

   

5.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

   

6.

Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa yang selanjutnya disingkat Pam Swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

   

7.

Koordinasi adalah suatu hubungan kerja yang menyangkut bidang fungsi kepolisian atas dasar sendi-sendi hubungan fungsional dengan  mengindahkan tugas dan kewenangan masing-masing.

   

8.

Pengawasan adalah proses pengamatan terhadap pelaksanaan fungsi kepolisian terbatas yang dilakukan Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia bersama instansi yang membawahi Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa.

   

9.

Pembinaan Teknis Kepolisian yang selanjutnya disebut dengan Pembinaan Teknis adalah segala upaya, kegiatan dan tindakan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan kemampuan teknis terhadap Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa.

 

Pasal 2

   

(1)

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

   

(2)

Polri melakukan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis terhadap Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa yang memiliki kewenangan kepolisian secara terbatas, bertujuan untuk meningkatkan kerjasama, menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, serta untuk menjamin agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

   

(3)

Koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap pengemban fungsi kepolisian terbatas dilaksanakan secara proporsional dan berjenjang mulai dari tingkat daerah sampai dengan tingkat pusat.

 

BAB II
TUGAS DAN FUNGSI


Pasal 3

   

Pengemban Fungsi Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh:

   

a.

Polsus;

   

b.

PPNS; dan/atau

   

c.

Pam Swakarsa.

 

Pasal 4

   

(1)

Polsus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, bertugas melaksanakan pengamanan, pencegahan, penangkalan, dan penindakan nonyustisiil sesuai dengan bidang teknisnya masing-masing yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.

   

(2)

Polsus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk melaksanakan Fungsi Kepolisian Khusus dan terbatas dalam rangka penegakan peraturan perundang-undangan di bidang masing-masing.

 

Pasal 5

   

PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi penyidikan tindak pidana yang termasuk dalam lingkup kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum masing-masing.

 

Pasal 6

   

(1)

Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya secara swakarsa.

   

(2)

Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi melaksanakan pengamanan di lingkungannya secara swakarsa guna mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban.

 

BAB III
KOORDINASI


Pasal 7

   

Polri melakukan koordinasi dengan:

   

a.

instansi, lembaga, atau badan pemerintah/BUMN yang memiliki dan/atau membawahi Anggota Kepolisian Khusus;

   

b.

instansi, lembaga, atau badan pemerintah yang memiliki PPNS; atau

   

c.

instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah yang memiliki Pam Swakarsa dan semua bentuk pengamanan swakarsa yang dilaksanakan oleh masyarakat.

 

Pasal 8

   

(1)

Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, dilaksanakan dalam bidang operasional pengamanan, pencegahan dan penangkalan, serta penindakan nonyustisiil.

   

(2)

Koordinasi operasional di bidang pengamanan, pencegahan dan penangkalan, serta penindakan nonyustisiil dilaksanakan dengan cara:

     

a.

mengkaji dan/atau merumuskan perencanaan di bidang pengamanan, pencegahan dan penangkalan, serta penindakan nonyustisiil; dan

     

b.

pelaksanaan kegiatan bersama.

 

Pasal 9

   

(1)

Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, dilaksanakan melalui kegiatan operasional penyidikan.

   

(2)

Koordinasi di bidang operasional penyidikan dilaksanakan dengan cara:

     

a.

menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari PPNS serta meneruskan kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

     

b.

merencanakan kegiatan dalam rangka pelaksanaan penyidikan bersama sesuai kewenangan masing-masing;

     

c.

memberikan bantuan teknis, taktis, tindakan upaya paksa, dan konsultasi penyidikan kepada PPNS;

     

d.

menerima berkas perkara hasil penyidikan dari PPNS dan meneruskan kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

     

e.

menghadiri atau menyelenggarakan gelar perkara yang ditangani oleh PPNS;

     

f.

menerima pemberitahuan mengenai penghentian penyidikan dari PPNS dan diteruskan ke Penuntut Umum;

     

g.

tukar menukar data dan informasi mengenai dugaan tindak pidana yang penyidikannya dilakukan oleh PPNS; dan

     

h.

menghadiri rapat berkala yang diselenggarakan oleh PPNS.

 

Pasal 10

   

(1)

Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dilaksanakan melalui kegiatan:

     

a.

pemberdayaan potensi Pam Swakarsa; dan

     

b.

pembinaan sistem Pam Swakarsa.

   

(2)

Pemberdayaan potensi Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan cara:

     

a.

merumuskan perencanaan pembentukan Pam Swakarsa;

     

b.

pelibatan Pam Swakarsa dalam kegiatan pengamanan;

     

c.

peningkatan aktivitas forum komunikasi Polri dengan Pam Swakarsa; dan

     

d.

optimalisasi Pemolisian Masyarakat (Polmas).

   

(3)

Pembinaan sistem Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan cara:

     

a.

peningkatan kemampuan Sistem Keamanan Lingkungan; dan

     

b.

peningkatan kemampuan pengamanan dan patroli lingkungan.

 

BAB IV
PENGAWASAN


Pasal 11

   

Polri melaksanakan pengawasan bersama dengan pimpinan:

   

a.

instansi, lembaga, atau badan pemerintah/BUMN yang memiliki Anggota Kepolisian Khusus;

   

b.

instansi, lembaga, atau badan pemerintah yang memiliki PPNS; dan

   

c.

instansi, badan, lembaga pemerintah atau non pemerintah yang memiliki Pam Swakarsa dan semua bentuk pengamanan swakarsa yang dilaksanakan oleh masyarakat.

 

Pasal 12

   

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan terhadap:

   

a.

pelaksanaan tugas dan Fungsi Kepolisian yang diemban oleh Polsus;

   

b.

kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

   

c.

program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pam Swakarsa dalam menjalankan Fungsi Kepolisian terbatas.

 

Pasal 13

   

(1)

Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan Fungsi Kepolisian yang diemban oleh Polsus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a meliputi:

     

a.

pengawasan di bidang teknis; dan

     

b.

pengawasan di bidang operasional.

   

(2)

Pengawasan di bidang teknis, meliputi:

     

a.

pendataan anggota Polsus;

     

b.

penerbitan kartu tanda anggota Polsus;

     

c.

pendataan senjata api dan amunisi yang digunakan Polsus; dan

     

d.

penggunaan dan penyimpanan senjata api dan amunisi.

   

(3)

Pengawasan di bidang operasional meliputi:

     

a.

evaluasi pelaksanaan tugas; dan

     

b.

supervisi bersama.

 

Pasal 14

   

Pengawasan terhadap kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, meliputi:

   

a.

pelaksanaan gelar perkara;

   

b.

pemantauan proses penyidikan dan penyerahan berkas perkara;

   

c.

melaksanakan supervisi bersama kementerian/instansi yang memiliki PPNS atas permintaan pimpinan instansi PPNS;

   

d.

pendataan penanganan perkara oleh PPNS; atau

   

e.

analisis dan evaluasi pelaksanaan tugas penyidikan secara berkala.

 

Pasal 15

   

(1)

Pengawasan Pam Swakarsa pada instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, meliputi:

     

a.

pendataan Pam Swakarsa;

     

b.

pemberian kartu tanda anggota dan penggunaan seragam serta atribut bagi personel satuan pengamanan;

     

c.

pendataan senjata api, amunisi dan kelengkapannya;

     

d.

izin operasional badan usaha di bidang jasa pengamanan; dan

     

e.

operasionalisasi jasa pengamanan.

   

(2)

Pengawasan Pam Swakarsa yang dilaksanakan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, meliputi:

     

a.

pengamatan pelaksanaan pengamanan lingkungan;

     

b.

pencatatan data dan kegiatan pengamanan lingkungan;

     

c.

penerapan sistem pengamanan lingkungan; dan

     

d.

penggunaan peralatan pengamanan lingkungan.

 

BAB V
PEMBINAAN TEKNIS


Pasal 16

   

Polri melaksanakan Pembinaan teknis dengan:

   

a.

instansi, lembaga, atau badan pemerintah/BUMN yang memiliki dan/atau membawahi Anggota Kepolisian Khusus;

   

b.

instansi, lembaga, atau badan pemerintah yang memiliki dan/atau membawahi PPNS; dan

   

c.

instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah yang memiliki Pam Swakarsa dan semua bentuk pengamanan swakarsa yang dilaksanakan oleh masyarakat.

 

Pasal 17

   

(1)

Pembinaan teknis terhadap Polsus dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi di bidang teknis kepolisian.

   

(2)

Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:

     

a.

pendidikan dan latihan calon anggota Polsus; dan

     

b.

peningkatan kemampuan anggota Polsus.

   

(3)

Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Pasal 18

   

(1)

Pembinaan teknis terhadap PPNS dilaksanakan dengan cara meningkatkan kemampuan operasional penyidikan kepada PPNS.

   

(2)

Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

     

a.

pendidikan dan latihan PPNS; dan

     

b.

peningkatan kemampuan PPNS.

   

(3)

Peningkatan kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilakukan melalui penyegaran, pelatihan lanjutan teknis dan taktis penyidikan, dan seminar/workshop bidang penyidikan.

 

Pasal 19

   

(1)

Pembinaan Teknis terhadap Pam Swakarsa yang ada pada instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah, melalui:

     

a.

pendidikan dan latihan personel Satuan Pengaman (Satpam);

     

b.

pelatihan Kelompok Masyarakat Sadar Keamanan Ketertiban Masyarakat;

     

c.

pendidikan dan latihan peningkatan kemampuan dan kompetensi petugas;

     

d.

pelatihan keterampilan penggunaan peralatan khusus pengamanan;

     

e.

penyegaran, dan seminar/workshop di bidang pengamanan, pencegahan dan penangkalan; dan

     

f.

bimbingan dan penyuluhan kesadaran hukum masyarakat.

   

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendidikan dan latihan peningkatan kemampuan dan kompetensi terhadap Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 20

   

Satuan atau kelompok pengamanan yang tidak berkedudukan sebagai Polsus, PPNS, dan/atau Bentuk-Bentuk Pam Swakarsa tidak berwenang menjalankan fungsi kepolisian dan/atau tindakan kepolisian.

 

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 21

   

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa yang ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti yang baru dengan Peraturan Pemerintah ini.

 

Pasal 22

   

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

   

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

           
         

Ditetapkan di Jakarta

         

pada tanggal 12 Maret 2012

         

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

         

Ttd.

         

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

           

Diundangkan di Jakarta

 

pada tanggal 12 Maret 2012

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

 

REPUBLIK INDONESIA,

 

Ttd.

 

AMIR SYAMSUDIN

 
   
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 74  

 

 

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2012
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PENGAWASAN, DAN
PEMBINAAN TEKNIS TERHADAP
KEPOLISIAN KHUSUS, PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL,
DAN BENTUK-BENTUK PENGAMANAN SWAKARSA
 

 

I.

UMUM

 

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua, Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000, keamanan dalam negeri dirumuskan sebagai format tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan secara konsisten dinyatakan dalam perincian tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Namun dalam penyelenggaraan Fungsi Kepolisian, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara fungsional dibantu oleh Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa melalui pengembangan asas subsidiaritas dan asas partisipasi.

 

Bahwa dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 14 ayat (1) huruf f menyatakan: melakukan Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan Teknis terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa, dan menurut Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah merupakan ketentuan yang memerlukan peraturan pelaksanaannya.

 

Untuk memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam wujud penegakan hukum secara profesional dan proporsional dengan senantiasa menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia menuju terwujudnya kepastian hukum dan rasa keadilan, maka perlu adanya kesamaan pandangan dalam melakukan Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan teknis terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 2

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "fungsi kepolisian terbatas" adalah kewenangan bersifat khusus dan terbatas dalam lingkungan kuasa soal-soal (zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.

 

Pasal 3

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 4

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 5

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 6

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "Pam Swakarsa" antara lain satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan.

 

 

 

Bidang jasa pengamanan antara lain berupa Pengamanan Industrial (Industrial Security) yang meliputi segala upaya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap instalasi, sumberdaya, kegunaan (utility), material dan informasi rahasia instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah dalam rangka mencegah kerugian, dan kehancuran.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 8

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "penindakan nonyustisiil" adalah tindakan pertama yang diambil secara nonyustisiil terhadap setiap gangguan yang terjadi pada proses penegakan, selanjutnya diserahkan/diselesaikan oleh masing-masing unsur penegak hukum yang berwenang sesuai dengan bidangnya masing-masing.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 9

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

Bantuan taktis dapat berupa dukungan personel dan/atau peralatan.

 

 

 

Huruf d

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf e

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf f

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf g

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

Huruf h

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 10

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 11

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 12

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 13

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 14

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 15

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 16

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 17

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 18

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 19

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 20

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 21

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 22

 

 

Cukup jelas.

         
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5298