PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2013

TENTANG

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

I.

UMUM

 

Sektor keuangan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam mendorong peningkatan perekonomian nasional dan ekonomi masyarakat. Perkembangan dan kemajuan pada sektor keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan bukan bank perlu dipertahankan. Dalam aspek kelembagaan, organisasi, regulasi (kebijakan), dan sumber daya manusia (SDM) perlu adanya peningkatan dan perbaikan, khususnya pada lembaga keuangan bukan bank.

 

Di Indonesia banyak berkembang lembaga keuangan bukan bank yang melakukan kegiatan usaha bidang keuangan yang banyak membantu kepada masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut perlu dikembangkan terutama secara kelembagaan dan legalitasnya karena telah banyak membantu peningkatan perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

 

Perkembangan dalam masyarakat saat ini, lembaga keuangan yang menyediakan dana atau modal bagi usaha skala mikro dan usaha skala kecil sangatlah penting dan urgent. Lembaga keuangan skala mikro ini memang hanya difokuskan kepada usaha-usaha masyarakat yang bersifat mikro. Lembaga keuangan berskala mikro ini dikenal dengan sebutan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 33 ayat (1) menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

 

LKM pada dasarnya dibentuk berdasarkan semangat yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (2) serta Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945. Keberadaan LKM pada prinsipnya sebagai lembaga keuangan yang menyediakan jasa Simpanan dan Pembiayaan skala mikro, kepada masyarakat, memperluas lapangan kerja, dan dapat berperan sebagai instrumen pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

 

Berdasarkan hal tersebut, untuk memenuhi kebutuhan layanan keuangan terhadap masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, perlu disusun suatu undang-undang tentang lembaga keuangan mikro untuk memberikan landasan hukum dan kepastian hukum terhadap kegiatan lembaga keuangan mikro.

 

Penyusunan Undang-Undang ini bertujuan:

 

1.

mempermudah akses masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah untuk memperoleh Pinjaman/Pembiayaan mikro;

 

2.

memberdayakan ekonomi dan produktivitas masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah; dan

 

3.

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

 

Undang-Undang ini memuat substansi pokok mengenai ketentuan lingkup LKM, konsep Simpanan dan Pinjaman/Pembiayaan dalam definisi LKM, asas dan tujuan. Undang-Undang ini juga mengatur kelembagaan, baik yang mengenai pendirian, bentuk badan hukum, permodalan, maupun kepemilikan. Bentuk badan hukum LKM menurut Undang-Undang ini adalah Koperasi dan Perseroan Terbatas. LKM yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, kepemilikan sahamnya mayoritas dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan.

 

Selain itu, Undang-Undang ini mengatur juga mengenai kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha, serta cakupan wilayah usaha suatu LKM yang berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota sesuai dengan perizinannya (multi-licensing). Untuk memberikan kepercayaan kepada para penyimpan, dapat dibentuk lembaga penjamin simpanan LKM yang didirikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan/atau LKM. Dalam hal diperlukan, Pemerintah dapat pula ikut mendirikan lembaga penjamin simpanan LKM bersama Pemerintah Daerah dan LKM.

 

Undang-Undang ini mengatur pula ketentuan mengenai tukar-menukar informasi antar-LKM. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai penggabungan, peleburan, dan pembubaran. Di dalam Undang-Undang ini, perlindungan kepada pengguna jasa LKM, pembinaan dan pengawasan LKM, diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dengan didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan. Agar implementasi Undang-Undang ini dapat terlaksana dengan baik, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, termasuk Pemerintah Daerah, kementerian yang membidangi urusan perkoperasian, dan kementerian yang membidangi fiskal, perlu bekerja sama untuk melakukan sosialisasi Undang-Undang ini.

 

Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak diundangkan. Jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut dimaksudkan antara lain untuk menyiapkan infrastruktur yang diperlukan seperti sumber daya manusia Otoritas Jasa Keuangan selaku pembina dan pengawas LKM dan sumber daya manusia Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota selaku pihak yang menerima pendelegasian wewenang pembinaan dan pengawasan LKM, peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan pedoman teknis pembinaan, pengawasan LKM, dan teknologi informasi.

 

Selanjutnya, LKM yang belum berbadan hukum tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dan wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 2

 

 

Huruf a

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah untuk mendapatkan pelayanan dari LKM.

 

 

Huruf b

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk kepentingan bersama.

 

 

Huruf c

 

 

 

yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah suatu kegiatan yang dilakukan tanpa banyak tergantung kepada pihak lain, baik dari aspek sumber daya manusia maupun permodalan.

 

 

Huruf d

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas kemudahan" adalah bahwa prosedur pembiayaan dan penyimpanan dana dalam LKM dibuat sesederhana mungkin.

 

 

Huruf e

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah suatu kegiatan usaha yang proses pengelolaannya dapat diketahui oleh masyarakat.

 

 

Huruf f

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas pemerataan" adalah pemberian Pinjaman atau Pembiayaan yang menjangkau seluruh masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

 

 

Huruf g

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas keberlanjutan" adalah suatu usaha yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu.

 

 

Huruf h

 

 

 

Yang dimaksud dengan "asas kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah suatu kegiatan pemberdayaan sekaligus mendayagunakan usaha dan layanan keuangan mikro untuk masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

 

Pasal 3

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 4

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 5

   

Ayat (1)

     

Huruf a

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan "koperasi" adalah koperasi jasa.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 6

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 8

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 9

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 10

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 11

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 12

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 13

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 14

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 15

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 16

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 17

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 18

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 19

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 20

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 21

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "pihak terafiliasi" adalah:

 

 

 

a.

pemegang saham, anggota, dan pihak yang memberikan jasanya kepada LKM, antara lain akuntan publik, penilai, dan konsultan hukum; dan

 

 

 

b.

pihak yang turut serta mempengaruhi pengelolaan LKM, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, atau keluarga pengurus.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 22

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 23

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 24

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 25

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 26

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 27

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 28

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 29

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 30

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 31

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 32

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 33

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 34

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 35

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 36

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 37

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 38

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 39

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 40

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 41

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 42

 

 

Cukup jelas.

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5394