Pengujuan UU no. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11 ayat (2) ...
Relevan terhadap 30 lainnya
suatu hubungan atau permulaan yang baru. Oleh karenanya tidak berlebihan apabila kebijakan-kebijakan strategis Pengampunan Pajak, memberikan manfaat yang luas baik sebagai penerimaan, repatriasi harta, media pembaharuan sosial, administrasi perpajakan, atau bahkan rekonsiliasi perpajakan nasional. Pelaksanaan kebijakan pengampunan pajak atau pengampunan pajak memiliki peranan yang strategis dan memberikan manfaat terhadap pembangunan.Pengampunan pajak dapat digunakan sebagai sarana untuk menghimpun pendapatan atau penerimaan negara dari sektor pajak secara cepat dalam jangka waktu yang relatif singkat. Di sisi lain, kebijakan pengampunan pajak dapat memberikan manfaat perolehan dana milik warga Negara Indonesia yang disimpan di luar negeri atau mendorong repatriasi harta yang berada di luar negeri. Dalam pengampunan pajak dapat dibuat suatu insentif atas harta yang direpatriasi.Insentif ini dapat berupa tarif tebusan yang lebih rendah bila harta direpatriasi, dibandingkan bila harta hanya dideklarasikan saja. Repatriasi harta dapat menjadi tambahan modal bagi sektor keuangan dan sektor riil di dalam negeri. Tambahan modal di sektor keuangan akan mengurangi cost of capital , sedangkan tambahan modal disektor riil akan dapat digunakan untuk ekspansi bisnis, mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi, melalui pengalihan harta, yang diharapkan akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi. Manfaat lain dari Pengampunan Pajak ditataran yang lebih filosofis adalah munculnya harapan akan dimulainya suatu hubungan yang baru antara fiskus dengan Wajib Pajak, yang pada akhirnya akan memperluas basis data perpajakan dan memberikan manfaat yang luas baik sebagai penerimaan, media pembaharuan sosial, administrasi perpajakan, atau bahkan rekonsiliasi perpajakan nasional. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
produknya (dalam bentuk uji materi). Karenanya, tindakan hukum yang pas harus dilihat berdasarkan pada beban kesalahan yang seharusnya dikoreksi pada wilayah mana. Tinggal dapat dilihat dan dibedakan secara mendetail, sanksi apa yang akan dijatuhkan pada saat adanya pelanggaran dalam melaksanakan suatu kebijakan tersebut. Tanggung jawab yang diukur berdasar pada derajat kesalahan. Pasal 22 UU Pengampunan Pajak mengatur bahwa 'Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut balk secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". Konsep ini pada dasarnya diberikan kepada pelaksana kebijakan yang diperintahkan di dalam UU sebagai pelaksana dari suatu ketentuan perundangundangan. Hal ini dapat dilihat secara dua hal. Pertama , Pasal 22 itu lama sekall tidak melakukan perlindungan menyeluruh, akan tetapi memberikan perlindungan terbatas terhadap pengambilan pelaksanaan kebijakan hukum yang kompleks tersebut sepanjang ketika diambil tidak berdasar pada itikad buruk dan secara melawan perundang-undangan. Artinya tidak ada imunitas absolut. Kedua , dapat dipahami bahwa perlindungan ini dalam kaitan dengan melaksanakan UU. Maka jika dalam kaitan melaksanakan UU, sudah selayaknya pelaksana yang bersifat hanya sebagai pengeksekusi dari kebijakan yang diperintahkan oleh negara dilindungi dari kemungkinan dipersalahkan dari kesalahan yang diperintahkan negara. Kesimpulan Pada hakikatnya, dalam hal yang telah diterangkan di atas, dapat dikatakan bahwa; Pertama , UU Pengampunan Pajak adalah bagian dari cita- cita besar negara dalam melakukan perbaikan sistem perpajakan dan menguatkan pendanaan bagi keperluan negara sebagai cita-cita yang besar untuk membuat para pembayar pajak menjadi lebih taat. Kedua , UU Pengampunan Pajak adalah merupakan bagian dari open legal policy pembentuk UU dalam hal membuat kebijakan publik yang berkaitan dengan perpajakan. Ketiga , perlindungan hukum yang diberikan terhadap pelaksana 7 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
āData dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.ā Ketentuan ini sesungguhnya memiliki dampak yang luas bukan hanya dalam penegakan hukum dibidang perpajakan tetapi penegakan hukum terutama hukum pidana secara keseluruhan. Harus disadari bahwa penegakan hukum dibidang perpajakan adalah terutama harus dimaknai sebagai bentuk penegakan hukum di bidang administrasi. Karena Undang-Undang Pajak adalah Undang-Undang Administratif yang bersanksi pidana. Tujuan dari penegakan hukum pajak adalah untuk mendapatkan pendapatan negara semaksimal mungkin dari sektor pajak. Sehingga hal ini menjadi berbeda dari tujuan penegakan hukum utamanya dalam hukum pidana yaitu menjaga ketertiban umum dan ketentraman dalam masyarakat. Dalam konteks kebijakan tentang Tax Amnesty , maka hal ini dapat dimaklumi manakala adanya pembatasan kewenangan penuntutan oleh Jaksa penuntut umum. Filosofi dalam hukum pidana sebagai ā ultimum remedium ā sesungguhnya memberikan pesan bahwa penggunaan sarana hukum pidana selayaknya digunakan dengan hati-hati. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pajak pada dasarnya sudah memberikan jalan adanya mekanisme administratif yang dapat menyebabkan kewenangan penyidikan menjadi hapus manakala dengan itikad baik wajib pajak ādengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasanā, yang artinya tanpa suatu kebijakan tentang Tax Amnesty , sutau penghentian proses peradilan pidana dalam bidang perpajakan sudah merupakan mekanisme kebijakan yang dipilih dengan mengedepankan filosofi hukum pidana sebagai ultimum remedium . Akan tetapi, kebijakan ini agak menjadi suatu semangat yang āberlebihan, ketika dirumuskan dalam bentuk rumusan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 20 tersebut di atas. Harus dipahami bahwa sesungguhnya ranah penegakan hukum pidana dibidang perpajakan tidak hanya berjalan sendirian. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Penyusunan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Lanjutan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Tahun Anggaran 2012 de ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang selanjutnya disebut PNPM Mandiri adalah Program Nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
PNPM Mandiri Perdesaan adalah Program Nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program- program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat di perdesaan.
PNPM Mandiri Perkotaan adalah Program Nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program- program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan di kelurahan perkotaan.
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus yang selanjutnya disebut P2DTK adalah Program Nasional untuk membantu pemerintah daerah dalam mempercepat pemulihan dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah tertinggal dan khusus dengan meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam memfasilitasi pembangunan partisipatif, memberdayakan masyarakat dan lembaga- lembaga masyarakat dalam perencanaan pembangunan partisipatif terutama bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi, melembagakan pelaksanaan pembangunan partisipatif untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sosial dasar pendidikan, kesehatan, infrastruktur, penguatan hukum, capacity building , serta penciptaan iklim investasi dan usaha, memperbesar akses masyarakat terhadap keadilan, meningkatkan kemudahan hidup masyarakat terutama keluarga miskin melalui penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sosial ekonomi.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Lanjutan yang selanjutnya disebut DIPA Lanjutan adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang berisi sisa anggaran PNPM Mandiri Tahun Anggaran 2011 yang dilanjutkan pada Tahun Anggaran 2012.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut Kuasa PA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang disamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara kepada Bank Operasional/Kantor Pos dan Giro untuk memindahbukukan sejumlah uang dari Kas Negara ke rekening pihak yang ditunjuk dalam SPM berkenaan.
Tata Cara Pengelolaan Dana Darurat.
Relevan terhadap
Penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara menghitung selisih antara penerimaan umum APBD dengan pengeluaran umum APBD. Pasal 9 (1) Penerimaan umum APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 merupakan penerimaan yang belum di earmark yang terdiri atas:
Pendapatan Asli Daerah;
Dana Alokasi Umum; dan
Dana Bagi Hasil non-earmark . (2) Pengeluaran umum APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 merupakan belanja yang bersifat wajib. (3) Belanja yang bersifat wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan belanja pegawai dan belanja anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Paragraf 4 Besaran Dana Darurat Pasal 10 (1) Besaran Dana Darurat dihitung berdasarkan selisih antara hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja dengan penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD. (2) Dalam hal nilai hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja lebih besar dari pada penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD, maka selisih tersebut merupakan kebutuhan Dana Darurat Pemerintah Daerah. (3) Dalam hal nilai hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja sama dengan atau lebih kecil dari pada penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD, maka Pemerintah Daerah tidak akan memperoleh alokasi Dana Darurat. (4) Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama-sama menentukan indikasi awal kebutuhan Dana Darurat. (5) Indikasi awal kebutuhan Dana Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan mekanisme APBN. (6) Menteri menetapkan kebijakan besaran Dana Darurat pada Transfer ke Daerah bagian Transfer Lainnya. Bagian ketiga Penetapan Alokasi Pasal 11 (1) Anggaran Dana Darurat ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai APBN. (2) Menteri menetapkan alokasi Dana Darurat per daerah. Bagian keempat Penganggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah.
Relevan terhadap
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.05/2011 tentang Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.05/2013 tentang Jurnal Akuntansi Pemerintah Pada Pemerintah Pusat;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, Dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri;
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. ...
Relevan terhadap
Pengalokasian anggaran Dana Desa dalam APBN dilakukan secara bertahap, yang dilaksanakan sebagai berikut:
Tahun Anggaran 2015 paling sedikit sebesar 3% (tiga per seratus);
Tahun Anggaran 2016 paling sedikit sebesar 6% (enam per seratus); dan
Tahun Anggaran 2017 dan seterusnya sebesar 10% (sepuluh per seratus), dari anggaran Transfer ke Daerah.
Dalam hal APBN belum dapat memenuhi alokasi anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), alokasi anggaran Dana Desa ditentukan berdasarkan alokasi anggaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya atau kemampuan keuangan Negara.
Untuk memenuhi anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, serta menteri teknis/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait menyusun peta jalan kebijakan pemenuhan anggaran Dana Desa. __ (4) Ketentuan mengenai peta jalan kebijakan pemenuhan anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan Pasal 31 dihapus.
Ketentuan Pasal 32 dihapus.
Ketentuan Pasal 33 dihapus.
Di antara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 33A yang berbunyi sebagai berikut:
bahwa dalam rangka pelaksanaan kebijakan Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam implementasinya belum menjamin pengalokasian Dana Desa secara lebih merata dan berkeadilan sesuai dengan kemampuan keuangan negara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
Pinjaman Daerah.
Relevan terhadap
Gubernur, bupati, atau walikota menyelenggarakan publikasi informasi mengenai Obligasi Daerah secara berkala mengenai:
kebijakan penerbitan Obligasi Daerah;
rencana penerbitan Obligasi Daerah yang meliputi perkiraan jumlah dan jadwal waktu penerbitan;
pengelolaan Obligasi Daerah;
jumlah Obligasi Daerah yang beredar beserta komposisinya, struktur jatuh tempo, dan tingkat bunga;
laporan keuangan Pemerintah Daerah;
laporan penggunaan dana yang diperoleh melalui penerbitan Obligasi Daerah dan alokasi dana cadangan; dan
kewajiban publikasi data dan/atau informasi lainnya yang diwajibkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pengujian Pasal 27 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ...
Relevan terhadap
Penilai Internal di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Direktorat Jenderal, adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal, adalah salah satu pejabat unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.
Direktur Penilaian, yang selanjutnya disebut Direktur, adalah pejabat unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Penilaian.
Dewan Kepatuhan Penilai Direktorat Jenderal, yang selanjutnya disebut Dewan Kepatuhan, adalah dewan yang dibentuk oleh Direktur Jenderal untuk masa kerja tertentu.
Tim Pemeriksa Kepatuhan adalah Tim yang dibentuk oleh Direktur Penilaian atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk masa kerja tertentu.
Penilaian adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai yang didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu atas objek tertentu pada saat tanggal Penilaian.
Penilai Internal Di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Penilai Direktorat Jenderal, adalah penilai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal yang diangkat oleh kuasa Menteri yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian secara independen.
Kantor Pusat adalah kantor pusat Direktorat Jenderal.
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal.
Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. ...
Relevan terhadap 16 lainnya
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat terdiri atas:
Pendahuluan Kebijakan Akuntansi;
Kebijakan Pelaporan Keuangan;
Kebijakan Akuntansi Kas dan Setara Kas;
Kebijakan Akuntansi Investasi;
Kebijakan Akuntansi Piutang;
Kebijakan Akuntansi Persediaan;
Kebijakan Akuntansi Aset Tetap;
Kebijakan Akuntansi Aset Lainnya;
Kebijakan Akuntansi Kewajiban/Utang; J. Kebijakan Akuntansi Ekuitas;
Kebijakan Akuntansi Pendapatan;
Kebijakan Akuntansi Behan, Belanja, dan Transfer;
Kebijakan Akuntansi Pembiayaan;
Kebijakan Akuntansi SiLPA/ SiKPA/ SAL; dan
Kebijakan Akuntansi Transitoris.
Kebijakan Akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. v www.jdih.kemenkeu.go.id
Monitoring Kinerja dan Evaluasi Kinerja atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara
Relevan terhadap
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksucl dalam Pasal 1 9 disusun rekomendasi.
Rekomendasi sebagaimana climaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
masukan atas kebijakan perencanaan program atau kegiatan tahun anggaran berikutnya; dan / a tau b. solusi yang akan diambil pada tahun anggaran berikutnya untuk mengantisipasi atau mengatasi kendala yang mungkin timbul dalam capaian Kinerja masing-masing indikator. Paragraf 6 La po ran Pasal 2 1 (1) KPA BUN menyampaikan laporan hasil Evaluasi Kinerja atas aspek implementasi untuk setiap kegiatan kepada Pemimpin PPA BUN paling lambat pacla tanggal 1 Februari pada tahun anggaran berikutnya untuk dievaluasi lebih lanjut.
Dalam hal tanggal 1 Februari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hari libur, laporan Evaluasi Kinerja atas aspek implementasi harus diterima oleh Pemimpin PPA BUN pada hari kerja terakhir sebelum hari libur tersebut.
Pemimpin PPA BUN menyampaikan laporan hasil Evaluasi Kinerja atas aspek implementasi untuk setiap program kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran paling lambat pada tanggal 1 Maret pacla tahun anggaran berikutnya.
Dalam hal tanggal 1 Maret sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan hari libur, laporan Evaluasi Kinerja atas aspek implementasi berkenaan harus diterima oleh Menteri Keuangan pada hari kerja terakhir sebelum hari libur tersebut.
Laporan Evaluasi Kinerja atas aspek implementasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) paling sedikit memuat informasi:
hasil analisis atas pengukuran indikator dalam Evaluasi Kine1ja;
penjelasan atas nilai Kinerja yang diperoleh;
masalah atau kendala yang timbul pada masingĀ masing indikator Kinerja;
faktor pendukung dalam capaian Kinerja;
masalah atau kendala dalam proses Evaluasi Kinerja; dan
rekomendasi.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga. 3 . Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat nncian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran BUN.
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggungjawab atas program BA BUN dan bertindak untuk menandatangani daftar 1sian pelaksanaan anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 8 . Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Kinerja adalah prestasi kerja berupa keluaran dari suatu kegiatan atau hasil dari suatu program dengan kuantitas dan kuali tas terukur.
Monitoring Kinerja atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Monitoring Kinerja adalah proses pemantauan yang /Vt-i I berkesinambungan atas perkembangan capaian Kinerja penggunaan dana BUN yang telah ditetapkan dalam dokumen RKA BUN. 1 1. Evaluasi Kinerja atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Evaluasi Kinerja adalah proses penilaian yang objektif dan sistematis atas Kinerja penggunaan dana BUN dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam dokumen RKA BUN.
Keluaran (Output) adalah barang atau Jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. 13 . Hasil (Outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya Keluaran (Output) dari kegiatan dalam satu program.