MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 165/PMK.02/2014


TENTANG


TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN
DANA BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM
 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk Dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, Dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum;

 

 

 

Mengingat

:

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk Dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5438);

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM.

 

 Pasal 1

   

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

   

1.

Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang selanjutnya disingkat BOPTN Badan Hukum adalah bantuan Pemerintah untuk biaya operasional, biaya dosen dan biaya tenaga kependidikan.

   

2.

Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang selanjutnya disingkat PTN Badan Hukum adalah PTN yang didirikan oleh Pemerintah yang berstatus sebagai subyek hukum yang otonom.

   

3.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

 

 

4.

Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga.

 

 

5.

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.

 

 

6.

Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara.

 

 

7.

Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.

 

 

8.

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L, adalah dokumen rencana keuangan tahunan kementerian negara/lembaga yang disusun menurut bagian anggaran kementerian negara/lembaga.

 

 

9.

Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA/PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.

 

 

10.

Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan.

 

 

11.

Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 Pasal 2

 

 

(1)

Dalam rangka penyediaan anggaran dana BOPTN Badan Hukum, PTN Badan Hukum menyusun usulan kebutuhan alokasi dana BOPTN Badan Hukum.

 

 

(2)

Usulan kebutuhan alokasi dana BOPTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

 

 

 

a.

target kinerja;

 

 

 

b.

kebutuhan biaya operasional Tridharma Perguruan Tinggi di luar gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil pada PTN Badan Hukum; dan

 

 

 

c.

perhitungan satuan biaya operasional Perguruan Tinggi dan rencana penerimaan PTN Badan Hukum.

 

 

(3)

Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c merupakan anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaran operasional sebuah PTN Badan Hukum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dengan ruang lingkup sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga, di luar gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil pada PTN Badan Hukum.

 

 

(4)

Kebutuhan biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, termasuk perhitungan belanja untuk biaya dosen dan biaya tenaga kependidikan yang dibebankan pada BOPTN Badan Hukum dengan mengacu ketentuan dalam Undang-Undang mengenai pendidikan tinggi.

 

 

(5)

Biaya dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan anggaran yang dibutuhkan untuk pendidik profesional dan ilmuwan non PNS dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

 

 

(6)

Biaya tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan anggaran yang dibutuhkan untuk mendanai pegawai non PNS dari anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan pada PTN Badan Hukum.

 

 

 (7)

BOPTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perhitungan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan mempertimbangkan:

 

 

 

a.

perhitungan satuan biaya operasional Perguruan Tinggi PTN Badan Hukum;

 

 

 

b.

penerimaan PTN Badan Hukum; dan

 

 

 

c.

efisiensi dan mutu Perguruan Tinggi.

 

 

(8)

Rektor PTN Badan Hukum menyampaikan usulan kebutuhan alokasi dana BOPTN Badan Hukum kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selaku PA sesuai dengan jadwal dan tahapan penyusunan APBN.

 

 

(9)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan c.q. unit eselon I selaku penanggung jawab program meneliti usulan kebutuhan alokasi dana BOPTN Badan Hukum.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 3

 

 

(1)

Usulan kebutuhan alokasi dana BOPTN Badan Hukum dituangkan oleh unit eselon I selaku penanggung jawab program dalam bentuk rencana kerja dan anggaran setiap tahun dalam dokumen rencana kerja, RKA-K/L pagu anggaran, dan/atau RKA-K/L alokasi anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

   

(2)

Alokasi dana BOPTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh unit eselon I selaku penanggung jawab program kepada:

     

a.

Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk diteliti; dan

 

 

 

b.

Aparat Pengawasan Internal Pemerintah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk direviu.

   

(3)

Tata cara pencantuman alokasi dana BOPTN Badan Hukum pada RKA-K/L dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-K/L.

 

Pasal 4

   

(1)

Alokasi dana BOPTN Badan Hukum ditetapkan dalam APBN/APBN-Perubahan.

   

(2)

Berdasarkan alokasi dana BOPTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran.

 

Pasal 5

   

(1)

PTN Badan Hukum menyusun rencana kerja dan anggaran dengan memuat besaran dana BOPTN Badan Hukum yang telah ditetapkan dalam APBN/APBN-Perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

   

(2)

Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menyusun kontrak kinerja PTN Badan Hukum dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 6

 

 

(1)

Dalam rangka pelaksanaan anggaran dana BOPTN Badan Hukum, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selaku PA menunjuk KPA.

 

 

(2)

KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan keputusan untuk menetapkan PPK dan PPSPM.

 

 

(3)

Tata cara penunjukan KPA, PPK, dan PPSPM beserta tugas dan wewenangnya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.

 

Pasal 7

 

 

(1)

Pada awal tahun anggaran, Rektor PTN Badan Hukum menyampaikan kepada KPA dokumen paling sedikit sebagai berikut:

 

 

 

a.

nama dan spesimen tanda tangan pejabat yang diberi kewenangan untuk dan atas nama PTN Badan Hukum mengajukan dan menandatangani dokumen permintaan pencairan dana BOPTN Badan Hukum kepada KPA;

 

 

 

b.

nomor rekening, nama rekening, dan nama bank untuk menampung pencairan dana BOPTN Badan Hukum; dan

 

 

 

c.

rencana kebutuhan dana BOPTN Badan Hukum per triwulanan dalam tahun anggaran berkenaan.

 

 

(2)

Dalam hal terdapat perubahan pejabat yang diberi kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Rektor PTN Badan Hukum menyampaikan kembali nama dan spesimen tanda tangan pejabat pengganti yang diberi kewenangan tersebut kepada KPA.

 

 

(3)

Dalam hal terdapat perubahan nomor rekening, nama rekening, dan/atau nama bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Rektor PTN Badan Hukum menyampaikan perubahan tersebut dilampiri asli rekening koran.

 

Pasal 8

 

 

(1)

Pencairan dana BOPTN Badan Hukum dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung dalam bentuk transfer uang ke rekening PTN Badan Hukum.

 

 

(2)

Pencairan dana BOPTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara triwulanan, dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

a.

triwulan I pada awal Januari;  

 

 

 

b.

triwulan II pada awal April;

 

 

 

c.

triwulan III pada awal Juli; dan

 

 

 

d.

triwulan IV pada awal Oktober.

 

 

(3)

Pencairan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada besaran dana BOPTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan kontrak kinerja yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).

 

 

(4)

Pejabat yang diberi kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a menyampaikan permintaan pencairan dana BOPTN Badan Hukum kepada KPA dengan dilampiri:

 

 

 

a.

daftar perhitungan dana BOPTN Badan Hukum, yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Menteri ini;

 

 

 

b.

kuitansi/tanda terima senilai jumlah bruto dana BOPTN Badan Hukum, yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan

 

 

 

c.

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak, yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

 

(5)

Dalam rangka pencairan dana BOPTN Badan Hukum, PPK menerbitkan dan menyampaikan SPP Langsung (SPP-LS) kepada PPSPM dengan dilampiri:

 

 

 

a.

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja dari PPK, yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan

 

 

 

b.

kuitansi/tanda terima yang telah disetujui oleh PPK.

 

 

(6)

Berdasarkan SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (5), PPSPM menerbitkan dan menyampaikan SPM-LS kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja dari PPK.

 

 

(7)

Berdasarkan SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan SP2D untuk dana BOPTN Badan Hukum pada rekening PTN Badan Hukum.

 

 

(8)

Tata cara pengujian dan penerbitan SPP-LS, SPM-LS dan SP2D dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 9

 

 

Rektor PTN Bahan Hukum bertanggung jawab sepenuhnya atas penggunaan dana BOPTN Badan Hukum yang diterimanya.

                 
Pasal 10

 

 

KPA bertanggung jawab terhadap penyaluran dana BOPTN Badan Hukum.

 

Pasal 11

 

 

Dalam rangka pertanggungjawaban penggunaan dana BOPTN Badan Hukum, PTN Badan Hukum menyampaikan:

 

 

a.

laporan realisasi penggunaan dana BOPTN Badan Hukum kepada KPA dan majelis wali amanat setiap triwulan; dan

 

 

b.

laporan kinerja dan laporan keuangan PTN Badan Hukum yang telah diaudit kepada majelis wali amanat, Menteri Keuangan, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada setiap tahun anggaran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 12

 

 

Akuntansi dan pelaporan atas pencairan dana BOPTN Badan Hukum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 13

 

 

Terhadap penggunaan dana BOPTN Badan Hukum yang dilakukan oleh PTN Badan Hukum, KPA dapat meminta aparat pemeriksa yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 14

 

 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selaku PA menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian internal terhadap pelaksanaan BOPTN Badan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 15

 

 

Kementerian Keuangan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan BOPTN sesuai dengan kewenangannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pasal 16

 

 

Pendanaan dari APBN/APBN-Perubahan untuk PTN Badan Hukum yang semula berstatus satuan kerja badan layanan umum yang belum disesuaikan sebagai BOPTN Badan Hukum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, tetap dapat dilaksanakan berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran PTN bersangkutan sampai berakhirnya Tahun Anggaran 2014.

 

Pasal 17

 

 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

                 
               

Ditetapkan di Jakarta

               

pada tanggal 19 Agustus 2014

               

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

               
               

 

                                ttd.

               
               

               MUHAMAD CHATIB BASRI

 

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 19 Agustus 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                REPUBLIK INDONESIA,

 

                            ttd.

 

                AMIR SYAMSUDIN

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1163

Lampiran...........................