PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 52 TAHUN 2012


TENTANG


SERTIFIKASI KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI USAHA
DI BIDANG PARIWISATA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, perlu menetapkan Peraturan  Pemerintah tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata;

Mengingat 

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI USAHA DI BIDANG PARIWISATA.

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan profesionalitas kerja.

 

 

2.

Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata adalah proses pemberian sertifikat kompetensi di bidang kepariwisataan yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, standar internasional dan/atau standar khusus.

 

 

3.

Sertifikasi Usaha Pariwisata adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata melalui audit.

 

 

4.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia bidang pariwisata yang selanjutnya disingkat SKKNI bidang pariwisata adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

 

 

5.

Standar Usaha Pariwisata adalah rumusan kualifikasi usaha pariwisata dan/atau klasifikasi usaha pariwisata yang mencakup aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata.

 

 

6.

Sertifikat Kompetensi di Bidang Pariwisata adalah bukti tertulis yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi terlisensi yang menerangkan bahwa seseorang telah menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan SKKNI bidang pariwisata, standar internasional dan/atau standar khusus.

 

 

7.

Sertifikat Usaha Pariwisata adalah bukti tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi usaha pariwisata kepada usaha pariwisata yang telah memenuhi standar usaha pariwisata.

 

 

8.

Tenaga Kerja di Bidang Kepariwisataan yang selanjutnya disebut Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa dalam usaha pariwisata baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

 

 

9.

Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.

 

 

10.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi Kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor.

 

 

11.

Audit adalah pemeriksaan dan penilaian yang objektif dan sistematis berdasarkan bukti-bukti untuk mengambil kesimpulan sesuai Standar Usaha Pariwisata.

 

 

12.

Lembaga Sertifikasi Profesi Bidang Pariwisata yang selanjutnya disebut LSP Bidang Pariwisata adalah lembaga sertifikasi profesi di bidang pariwisata yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

13.

Lembaga Sertifikasi Usaha Bidang Pariwisata, yang selanjutnya disebut LSU Bidang Pariwisata adalah lembaga mandiri yang berwenang melakukan sertifikasi usaha di bidang pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

14.

Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disebut BNSP adalah lembaga independen yang bertugas melaksanakan Sertifikasi Kompetensi yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah.

 

 

15.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan.

 

 

Pasal 2

 

 

Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata bertujuan untuk:

 

 

a.

memberikan pengakuan terhadap Kompetensi yang dimiliki Tenaga Kerja; dan

 

 

b.

meningkatkan kualitas dan daya saing Tenaga Kerja.

 

 

Pasal 3

 

 

Sertifikasi Usaha Pariwisata bertujuan untuk meningkatkan:

 

 

a.

kualitas pelayanan kepariwisataan; dan

 

 

b.

produktivitas usaha pariwisata.

 

 

Pasal 4

 

 

Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh Sertifikat Kompetensi di Bidang Pariwisata.

 

 

Pasal 5

 

 

Sertifikasi Usaha Pariwisata berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh Sertifikat Usaha Pariwisata.

 

 

Pasal 6

 

 

Ruang lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata.

 

 

BAB II
PENGEMBANGAN SERTIFIKASI KOMPETENSI
DI BIDANG PARIWISATA

 

 

Bagian Kesatu
Umum

 

 

Pasal 7

 

 

Pengembangan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 meliputi:

 

 

a.

pengembangan standarkompetensi;

 

 

b.

pengembangan skema Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata;

 

 

c.

penerapan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata; dan

 

 

d.

harmonisasi dan pengakuan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata.

 

 

Bagian Kedua
Pengembangan Standar Kompetensi

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Pengembangan standar kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a merupakan SKKNI bidang pariwisata yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Pengembangan SKKNI bidang pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh instansi pemerintah di bidang pariwisata bersama-sama asosiasi usaha pariwisata, asosiasi profesi, dan akademisi.

 

 

(3)

Pengembangan SKKNI bidang pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) difasilitasi oleh Menteri.

 

 

(4)

Standar khusus dikembangkan oleh usaha pariwisata.

 

 

Bagian Ketiga
Pengembangan Skema Sertifikasi Kompetensi
di Bidang Pariwisata

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Pengembangan skema Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b mencakup KKNI, kualifikasi okupasi nasional, kelompok, unit kompetensi dan profisiensi.

 

 

(2)

Skema KKNI dan kualifikasi okupasi nasional bidang kepariwisataan diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

(3)

Skema kelompok, unit kompetensi dan profisiensi diatur dengan Peraturan Ketua BNSP.

 

 

Bagian Keempat
Penerapan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata

 

 

Pasal 10

 

 

Penerapan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c mencakup:

 

 

a.

pemberlakuan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata;

 

 

b.

pelaksana Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata; dan

 

 

c.

pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata.

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

Pemberlakuan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a bersifat wajib.

 

 

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberlakuan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Pasal 12

 

 

Pengusaha Pariwisata wajib mempekerjakan Tenaga Kerja yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi di Bidang Pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk tenaga kerja asing.

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Pelaksana Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b dilakukan oleh LSP Bidang Pariwisata.

 

 

(2)

LSP bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

 

 

 

a.

LSP pihak pertama;

 

 

 

b.

LSP pihak kedua; dan

 

 

 

c.

LSP pihak ketiga.

 

 

(3)

Ketentuan mengenai persyaratan pendirian LSP Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Ketua BNSP.

 

 

Pasal 14

 

 

Pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c dilakukan pada saat proses pembelajaran, hasil pembelajaran, atau hasil pengalaman kerja di usaha pariwisata.

 

 

Bagian Kelima
Harmonisasi dan Pengakuan Sertifikasi Kompetensi
di Bidang Pariwisata

 

 

Pasal 15

 

 

(1)

Harmonisasi dan pengakuan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d yang dilakukan antar kelembagaan dan/atau antar negara baik bersifat bilateral maupun multilateral harus ditujukan untuk membangun pengakuan terhadap Kompetensi pemegang Sertifikat Kompetensi di Bidang Pariwisata.

 

 

(2)

Harmonisasi dan pengakuan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri.

 

 

BAB III
PENGEMBANGAN SERTIFIKASI USAHA PARIWISATA

 

 

Bagian Kesatu
Umum

 

 

Pasal 16

 

 

Pengembangan Sertifikasi Usaha Pariwisata meliputi:

 

 

a.

standardisasi;

 

 

b.

kelembagaan;

 

 

c.

penunjukan dan penetapan LSU Bidang Pariwisata;

 

 

d.

tata cara Sertifikasi Usaha Pariwisata; dan

 

 

e.

Sertifikat Usaha Pariwisata.

 

 

Bagian Kedua
Standardisasi

 

 

Pasal 17

 

 

(1)

Setiap Pengusaha Pariwisata berkewajiban menerapkan Standar Usaha Pariwisata dalam menjalankan usaha pariwisata.

 

 

(2)

Usaha pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang usaha:

 

 

 

a.

daya tarik wisata;

 

 

 

b.

kawasan pariwisata;

 

 

 

c.

jasa transportasi wisata;

 

 

 

d.

jasa perjalanan wisata;

 

 

 

e.

jasa makanan dan minuman;

 

 

 

f.

penyediaan akomodasi;

 

 

 

g.

penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;

 

 

 

h.

penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;

 

 

 

i.

jasa informasi pariwisata;

 

 

 

j.

jasa konsultan pariwisata;

 

 

 

k.

jasa pramuwisata;

 

 

 

1.

wisata tirta; dan

 

 

 

m.

spa.

 

 

(3)

Menteri dapat menetapkan bidang usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang harus memiliki Standar Usaha Pariwisata.

 

 

(4)

Bidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat terdiri dari jenis usaha dan subjenis usaha.

 

 

Pasal 18

 

 

(1)

Penyusunan Standar Usaha Pariwisata untuk setiap bidang usaha, jenis usaha dan subjenis usaha pariwisata mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan usaha.

 

 

(2)

Penyusunan Standar Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersama-sama oleh instansi pemerintah terkait, asosiasi usaha pariwisata, asosiasi profesi, dan akademisi.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Ketiga
Kelembagaan

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Sertifikasi Usaha Pariwisata dilaksanakan oleh LSU Bidang Pariwisata.

 

 

(2)

LSU Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga mandiri yang berkedudukan di wilayah Republik Indonesia.

 

 

(3)

LSU Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaksanakan Sertifikasi Usaha Pariwisata mengacu pada Standar Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3).

 

 

(4)

LSU Bidang Pariwisata dapat memiliki cabang di daerah lain.

 

 

Pasal 20

 

 

LSU Bidang Pariwisata didirikan dengan memenuhi persyaratan:

 

 

a.

berbentuk badan usaha yang berbadan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

 

 

b.

memiliki perangkat kerja; dan

 

 

c.

memiliki auditor.

 

 

Pasal 21

 

 

(1)

LSU Bidang Pariwisata mempunyai tugas:

 

 

 

a.

melakukan Audit;

 

 

 

b.

memelihara kinerja auditor; dan

 

 

 

c.

mengembangkan skema Sertifikasi Usaha Pariwisata.

 

 

(2)

LSU Bidang Pariwisata mempunyai wewenang:

 

 

 

a.

menetapkan biaya pelaksanaan audit usaha;

 

 

 

b.

menerbitkan Sertifikat Usaha Pariwisata; dan

 

 

 

c.

mencabut Sertifikat Usaha Pariwisata.

 

 

Bagian Keempat
Penunjukan dan Penetapan LSU Bidang Pariwisata

 

 

Pasal 22

 

 

(1)

Menteri menunjuk dan menetapkan LSU Bidang Pariwisata.

 

 

(2)

Tata cara penunjukan dan penetapan LSU Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Kelima
Tata Cara Sertifikasi Usaha Pariwisata

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Sertifikasi Usaha Pariwisata dilakukan oleh LSU Bidang Pariwisata secara transparan, objektif, dan kredibel sesuai dengan tata cara Sertifikasi Usaha Pariwisata.

 

 

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Sertifikasi Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Keenam
Sertifikat Usaha Pariwisata

 

 

Pasal 24

 

 

Pengusaha Pariwisata wajib memiliki Sertifikat Usaha Pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Pasal 25

 

 

(1)

Sertifikat Usaha Pariwisata berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal diterbitkan.

 

 

(2)

Sertifikat Usaha Pariwisata yang masa berlakunya telah berakhir wajib diperbarui oleh Pengusaha Pariwisata.

 

 

(3)

Pembaruan Sertifikat Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan tata cara Sertifikasi Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).

 

 

BAB IV
PEMBIAYAAN

 

 

Pasal 26

 

 

(1)

Biaya yang diperlukan untuk uji kompetensi dalam Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata menjadi tanggung jawab Tenaga Kerja yang bersangkutan.

 

 

(2)

Pengusaha Pariwisata dapat membiayai pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata bagi tenaga kerjanya.

 

 

(3)

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat mendanai penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata.

 

 

Pasal 27

 

 

(1)

Biaya pelaksanaan Sertifikasi Usaha Pariwisata menjadi tanggung jawab Pengusaha Pariwisata yang disertifikasi.

 

 

(2)

Penetapan struktur biaya Sertifikasi Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri.

 

 

BAB V
PENGAWASAN

 

 

Bagian Kesatu
Pengawasan Penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi
di Bidang Pariwisata

 

 

Pasal 28

 

 

(1)

Pengawasan penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata dilakukan oleh Ketua BNSP bersama Menteri.

 

 

(2)

Pengawasan penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

 

 

 

a.

pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata;

 

 

 

b.

penggunaan Sertifikat Kompetensi di Bidang Pariwisata; dan

 

 

 

c.

kinerja LSP Bidang Pariwisata.

 

 

(3)

Tata cara pengawasan penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata diatur dengan Peraturan Ketua BNSP.

 

 

Bagian Kedua
Pengawasan Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata

 

 

Pasal 29

 

 

(1)

Pengawasan penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata dilakukan oleh Menteri.

 

 

(2)

Pengawasan penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

 

 

 

a.

pelaksanaan Sertifikasi Usaha Pariwisata;

 

 

 

b.

penggunaan Sertifikat Usaha Pariwisata; dan

 

 

 

c.

kinerja LSU Bidang Pariwisata.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan Sertifikasi Usaha Pariwisata diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

BAB VI
SANKSI ADMINISTRATIF

 

 

Pasal 30

 

 

(1)

Pelanggaran yang dilakukan Pengusaha Pariwisata terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 24 dikenai sanksi administratif berupa:

 

 

 

a.

teguran tertulis;

 

 

 

b.

pembatasan kegiatan usaha; dan

 

 

 

c.

pembekuan sementara kegiatan usaha.

 

 

(2)

Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenakan kepada Pengusaha Pariwisata paling banyak 3 (tiga) kali.

 

 

(3)

Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada Pengusaha Pariwisata yang tidak mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

(4)

Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepada Pengusaha Pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

 

 

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 31

 

 

Sertifikasi Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 paling lambat diberlakukan 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.

 

 

Pasal 32

 

 

Peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

 

 

Pasal 33

 

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

               
             

Ditetapkan di Jakarta

             

pada tanggal 23 April 2012

             

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

             

                         ttd.

             

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

               

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 23 April 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                REPUBLIK INDONESIA,

                               ttd.

                    AMIR SYAMSUDIN

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 105

Penjelasan.................