UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 1964
TENTANG
DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa berhubung dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, sebagai langkah pertama menuju kesuatu sistim jaminan sosial (social security) sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. II/MPRS/1960, beserta lampiran-lampirannya, dianggap perlu untuk mengadakan dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang; |
||||
|
|
b. |
bahwa sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. II/MPRS/1960, iuran dana pertanggungan wajib yang terhimpun, yang tidak/belum akan digunakan dalam waktu dekat untuk membayar ganti rugi, dapat disalurkan penggunaannya untuk pembiayaan rencana-rencana pembangunan; |
||||
Mengingat |
: |
pasal-pasal 5 ayat 1, 20 ayat 1 dan 23 ayat 2 Undang-undang Dasar; |
|||||
|
|
Dengan Persetujuan |
|||||
|
|
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG |
|||||
|
|
MEMUTUSKAN : |
|||||
Menetapkan |
: |
Undang-undang tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. |
|||||
|
|
Istilah |
|||||
|
|
Pasal 1 |
|||||
|
|
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : |
|||||
|
|
a. |
„Menteri" ialah Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan. |
||||
|
|
b. |
,,Kendaraan bermotor umum" ialah kendaraan bermotor umum yang dipakai untuk mengangkut penumpang menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Raya. |
||||
|
|
c. |
„Dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang" ialah dana yang terhimpun dari iuran-iuran, terkecuali jumlah yang akan ditetapkan oleh Menteri untuk pembayaran ganti rugi akibat kecelakaan penumpang. |
||||
|
|
Dana dan iuran |
|||||
|
|
Pasal 2 |
|||||
|
|
Hubungan hukum pertanggungan wajib kecelakaan penumpang diciptakan antara iuran dana dan penguasa dana. |
|||||
|
|
Pasal 3 |
|||||
|
|
(1) |
a. |
Tiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta-api, pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan. |
|||
|
|
|
b. |
Penumpang kendaraan bermotor umum di dalam kota dibebaskan dari pembayaran iuran wajib. |
|||
|
|
|
c. |
Iuran wajib tersebut pada sub a diatas digunakan untuk mengganti kerugian berhubung dengan : |
|||
|
|
|
|
I. |
kematian, dan |
||
|
|
|
|
II. |
cacat tetap, |
||
|
|
|
|
akibat dari kecelakaan penumpang. |
|||
|
|
(2) |
Dengan Peraturan Pemerintah dapat diadakan pengecualian dari pembayaran iuran wajib seperti termaksud pada ayat (1) sub a di atas. |
||||
|
|
Pasal 4 |
|||||
|
|
(1) |
Hak atas pembayaran ganti rugi tersebut dalam pasal 3 dibuktikan semata-mata dengan surat bukti menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri. |
||||
(2) |
Surat bukti tersebut pada ayat (1) diberikan kepada setiap penumpang yang wajib membayar iuran bersama dengan pembelian tiket. |
||||||
Pasal 5 |
|||||||
|
|
Paling lambat pada tanggal 27 dari setiap bulan, pengusaha dari perusahaan-perusahaan kendaraan tersebut pada pasal 3 ayat (1) sub a sudah harus menyetorkan hasil penerimaan uang iuran wajib dari para penumpang kepada dana pertanggungan melalui bank atau badan asuransi yang ditunjuk oleh Menteri. |
|||||
Pasal 6 |
|||||||
Investasi dari dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang diatur oleh Menteri. |
|||||||
|
|
Ketentuan-ketentuan Pelaksanaan |
|||||
Pasal 7 |
|||||||
Jumlah besarnya uang iuran wajib dan besarnya jumlah ganti rugi tersebut dalam pasal 3 ayat (1) sub a serta ketentuan-ketentuan pelaksanaan lainnya dari Undang-undang ini diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah. |
|||||||
Ketentuan-ketentuan Hukum |
|||||||
Pasal 8 |
|||||||
Perusahaan angkutan tersebut pada pasal 3 ayat (1) sub a yang melakukan tindakan sebagai inkaso, bilamana ia melakukan kelalaian menjalankan kewajibannya tidak memungut iuran kepada penumpang dan atau tidak menyetorkan hasil pendapatannya pada waktu yang ditentukan menurut pasal 5 dikenakan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). |
|||||||
Pasal 9 |
|||||||
Undang-undang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa, Lembaran Negara tahun 1959 No. 63, dapat dinyatakan berlaku untuk penagihan denda yang diancamkan. |
|||||||
Penutup |
|||||||
Pasal 10 |
|||||||
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. |
|||||||
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
|||||||
Disahkan di Jakarta |
|||||||
pada tanggal 31 Desember 1964 |
|||||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
|||||||
SUKARNO |
|||||||
Diundangkan di Jakarta |
|||||||
pada tanggal 31 Desember 1964 |
|||||||
SEKRETARIS NEGARA, |
|||||||
MOHD. ICHSAN |
|||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1964 NOMOR 137 |