T A M B A H A N
L E M B A R A N - N E G A R A R.I.
No. 3209 | KEHAKIMAN. TINDAK PIDANA. Warganegara. Hukum Acara Pidana. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76). |
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1981
TENTANG
HUKUM ACARA PIDANA
I. PENJELASAN UMUM. |
1. | Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam
lingkungan peradilan umum sebelum undang-undang ini berlaku adalah "Reglemen
Indonesia yang dibaharui atau yang terkenal dengan nama "Het Herziene
Inlandsch Reglement" atau H.I.R. (Staatblads Tahun 1941 Nomor 44),
yang berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951,
seberapa mungkin harus diambil sebagai pedoman tentang acara perkara pidana
sipil oleh semua pengadilan dan kejaksaan negeri dalam wilayah Republik
Indonesia, kecuali atas beberapa perubahan dan tambahannya. Dengan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 itu dimaksudkan untuk mengadakan unifikasi hukum acara pidana, yang sebelumnya terdiri dari hukum acara pidana bagi landraad dan hukum acara pidana bagi raad van justitie. Adanya dua macam hukum acara pidana itu, merupakan akibat semata dari
perbedaan |
||
2. | Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas, bahwa Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka (machtsstaat). Hal itu berarti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum danpemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban warganegara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warganegara, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah yang perlu terwujud pula dalam dan dengan adanya hukum acara pidana ini. Selanjutnya sebagaimana tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978), maka wawasan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara yang dalam bidang hukum menyatakan dalam arti bahwa ada satu hukum nasional yang mengapdi pada kepentingan nasional. Untuk itu perlu diadakan pembangunan serta dilanjutkan dan ditingkatkan usaha kodifikasi dan unifikasi hukum dalam bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi tingkatan kemajuan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pinana bertujuan agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajiban dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai deng fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegakmantapnya hukum,keadilan dan perlingdungan yang merupakan pengayoman hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. |
||
3. | Oleh karena itu undng-undang ini yang mengatur tentang hukum acara
pidana nasional,wajib didasarkan pada falsafah/pandangan hidup bangsa dan
negara,maka sudah seharusnya di dalam ketentuan materi pasal atau ayat
tercermin perlindungan terhadap hak asasi manusia serta kewajiban warganegara
seperti telah diuraikan di muka, maupun asas yang akan disebutkan selanjutnya. Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia yang telah diletakkan di dalam Undang-Undang tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 harus ditegakan dalam dan dengan Undang-Undang ini. |
Adapun asas tersebut antara lain adalah | : |
a. | Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak
mengadakan pembedaan perlakuan. |
|||||
b. | Penangkapan penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan
berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang. |
|||||
c. | Setiap orang yang disangka ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan
di muka sidang, pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. |
|||||
d. | Kepada seorang yang ditangkap ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang dan karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkan wajib diberi ganti kerugian dan rahabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut,dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi. |
|||||
e. | Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan
serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan. |
|||||
f. | Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh
bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan dirinya. |
|||||
g. | Kepada seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan atau
penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasehat hukum. |
|||||
h. | Pengadilan pemeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa. | |||||
i. | Sidang pemeriksan pengadilan adalah terbuka utnuk umum kecuali dalam
hal yang diatur dalam undang-undang. |
|||||
j. | Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan
oleh ketua pengadilan negeri yang berdasarkan. |
4. | Dengan landasan sebagaimana telah diuraikan di dalam kebulatanya yang
utuh serta menyeluruh, diadakanlah pembaruan atas hukum acara pidana yang
sekaligus dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk menghimpun ketentuan acara
pidana yang dewasa ini masih terdapat dalam berbagai undang-undang ke dalam
satu undang-undang hukum acara pidana nasional sesuai dengan tujuan kodifikasi
dan unifikasi itu. Atas pertimbangan yang sedemikian itulah, undang-undang
hukum acara pidana ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
disingkat K.U.H.A.P. Kitab Undang-undang ini tidak saja memuat ketentuan tentang tatacara dari suatu proses pidana, tetapi kitab inipun juga memuat hak dan kewajiban dari mereka yang ada dalam suatu proses pidana dan memuat pula hukum acara pidana Mahkamah Agung setelah dicabutnya Undang- undang Mahkamah Agung (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1950)oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun1965. |
II. | PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. |
Pasal 1 |
Cukup jelas. |
Pasal 2 |
a. | Ruang lingkup undang-undang ini mengikuti asas-asas yang dianut oleh hukumpidana Indonesia. | |||||
b. | Yang dimaksud dengan "peradilan umum" termasuk pengkhususannya
sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) alinea terakhir undang-undang Nomor 14 Tahun 1970. |
Pasal 3 |
Cukup jelas. |
Pasal 4 |
Cukup jelas. |
Pasal 5 |
Ayat (1) |
|
Huruf a |
Yang dimaksud dengan "tindakan lain" adalah tidakan dari
penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat : |
a) | Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum. | |||||
b) | Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tidakan
jabatan. |
|||||
c) | Tindakan itu harus yang layak berdasarkan keadaan memaksa. | |||||
d) | atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa; | |||||
e) | Menghormati hak asasi manusia. |
Hurup b |
Cukup jelas. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Pasal 6 |
Ayat (1) |
Cukup jelas. |
Ayat (2) |
Kedudukan dan kepangkatan penyidik yang diatur dalam peraturan pemerintah
diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum. |
Pasal 7 |
Ayat (1) |
Huruf a s/d h |
Cukup jelas |
Huruf i |
Lihat pasal 109 ayat (2) |
Huruf j |
Lihat penjelasan Pasal 5 ayat(1) huruf a angka 4. |
Ayat (2) |
Yang dimaksud dengan "penyidik dalam ayat ini" adalah misalnya
pejabat bea cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan,yang melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. |
Ayat (3) |
Cukup jelas. |
Pasal 8
Cukup jelas. |
Pasal 9
Dalam keadaan yang mendesak dan perlu, untuk tugas tertentu demi kepentingan
penyidikan atas perintah tertulis Menteri Kehakiman, pejabat imigrasi dapat melakukan tugas sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. |
Pasal 10
Ayat (1) |
Yang dimaksud dengan "pejabat kepolisian negara Republik Indonesia" termasuk pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkungan kepolisian negara Republik Indonesia. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Pasal 11
Pelimpahan wewenang penahanan kepada penyidik pembantu hanya diberikan
apabila perintah dari penyidik tidak dimungkinkan karena hal dan dalam keadaan yang sangat diperlukan atau di mana terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil atau di tempat yang belum ada petugas penyidik dan atau dalam hal lain yang dapat diterima menurut kewajiban. |
Pasal 12
Cukup jelas. |
Pasal 13
Cukup jelas. |
Pasal 14
Huruf a s/d h. |
Cukup jelas. |
Huruf i |
Yang dimaksud dengan "tindakan lain" ialah antara lain meneliti
indentitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan. |
Huruf j |
cukup jelas. |
Pasal 15
Cukup jelas |
Pasal 16
Ayat (1) |
Yang dimaksud dengan "atas perintah penyidik" termasuk juga
penyidik pembantu sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 11. Perintah yang dimaksud berupa surat perintah yang dibuat secara tersendiri, dikeluarkan sebelum penangkapan dilakukan. |
Ayat (2) |
Cukup jelas |
Pasal 17
Yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti
permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana. |
Pasal 18
Ayat (1) |
Surat perintah penangkapan dikeluarkan oleh pejabat kepolisian negara
Republik Indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan di daerah hukumnya. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Ayat (3) |
Cukup jelas. |
Pasal 19
Cukup jelas. |
Pasal 20
Cukup jelas. |
Pasal 21
Ayat (1) |
Cukup jelas. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Ayat (3) |
Cukup jelas. |
Ayat (4) |
Huruf a |
Cukup jelas. |
Huruf b |
Tersangka atau terdakwa pecandu narkotika sejauh mungkin ditahan di
tempat tertentu yang sekaligus merupakan tempat perawatan. |
Pasal 22
Ayat (1) |
Selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang bersangkutan,
penahanan dapat dilakukan di kantor kepolisian negara, di kantor kejaksaan negeri, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa di tempat lain. |
Ayat (2) dan ayat (3) |
Tersangka atau terdakwa hanya boleh ke luar rumah atau kota dengan
izin dari penyidik, penuntut umum atau hakim yang memberi perintah penahanan. |
Ayat (4) |
Cukup jelas. |
Ayat (5) |
Cukup jelas. |
Pasal 23
Cukup jelas |
Pasal 24
Ayat (1) |
Cukup jelas. |
Ayat (2) |
Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat yang
berwenang untuk itu atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang diajukan kepadanya. |
Ayat (3) |
Cukup jelas. |
Ayat (4) |
Cukup jelas. |
Pasal 25
Ayat (1) |
Cukup jelas. |
Ayat (2) |
Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat yang
berwenang untuk itu atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang diajukan kepadanya. |
Ayat (3) |
Cukup jelas. |
Ayat (4) |
Cukup jelas. |
Pasal 26
Cukup jelas. |
Pasal 27
Cukup jelas. |
Pasal 28
Cukup jelas. |
Pasal 29
Ayat (1) |
Yang dimaksud dengan "kepentingan pemeriksaan" ialah pemeriksaan
yang belum dapat diselesaikan dalam waktu penahanan yang ditentukan. Yang dimaksud dengan "gangguan fisik atau mental yang berat" ialah keadaan tersangka atau terdakwa yang tidak memungkinkan untuk diperiksa karena alasan fisik atau mental. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Ayat (3) |
Cukup jelas. |
Ayat (4) |
Cukup jelas. |
Ayat (5) |
Cukup jelas. |
Ayat (6) |
Cukup jelas. |
Ayat (7) |
a. | Walaupun berkas perkara belum dilimpahkan ke pengadilan negeri keberatan
terhadap sah atau tidaknya penahanan pada tingkat penyidikan atau penuntutan yang diperpanjang berdasarkan Pasal 29, diajukan kepada ketua pengadilan tinggi untuk diperiksa dan diputus. |
||
b. | Terhadap perpanjangan penahan dalam tingkat pemeriksaan kasasi sebagaimana
tersebut pada ayat (2) dan ayat (3), tidak dapat diajukan keberatan karena Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat terakhir dan yang melakukan pengawasan tertinggi terhadap perbuatan pengadilan lain. |
Pasal 30
Cukup jelas. |
Pasal 31
Yang dimaksud dengan "syarat yang ditentukan" ialah wajib
lapor, tidak keluar rumah atau kota. Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau tedakwa tidak termasuk masa status tahanan. |
Pasal 32
Cukup jelas. |
Pasal 33
Ayat (1) |
Penyidik untuk melakukan penggeledahan rumah harus ada surat izin ketua
pengadilan negeri guna menjamin hak asasi seorang atas rumah kediamannya. |
Ayat (2) |
Jika yang kelakukan penggeledahan rumah itu bukan penyidik sendiri,
maka petugas kepolisian lainnya harus dapat menunjukan selain surat izin ketua pengadilan negeri juga surat perintah tertulis dari pengidik. |
Ayat (3) |
Cukup jelas. |
Ayat (4) |
Yang dimaksud dengan "dua orang saksi" adalah warga dari
lingkungan yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan "ketua lingkungan" adalah ketua atau wakil ketua rukun kampung, ketua atau wakil ketua rukun tetangga, ketua atau wakil ketua rukun warga, ketua atau wakil ketua lembaga yang sederajat. |
Ayat (5) |
Cukup jelas. |
Pasal 34
Ayat (1) |
"keadaan yang sangat perlu dan mendesak" ialah bilamana ditempat
yang akan digeledah diduga keras terdapat tersangka atau terdakwa yang patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan sedangkan surat izin dari ketua pengadilan negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Pasal 35
Cukup jelas. |
Pasal 36
Cukup jelas. |
Pasal 37
Penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan, yang wanita
dilakukan oleh pejabat wanita. Dalam hal penyidik berpendapat perlu dilakukan pemeriksaan rongga badan, penyidik minta bantuan kepada pejabat kesehatan. |
Pasal 38
Cukup jelas. |
Pasal 39
Cukup jelas. |
Pasal 40
Cukup jelas. |
Pasal 41
Yang dimaksud dengan "surat' termasuk surat kawat, surat teleks
dan lain sejenisnya yang mengandung suatu berita. |
Pasal 42
Cukup jelas. |
Pasal 43
Cukup jelas. |
Pasal 44
Ayat (1) |
Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang
bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor kepolisian negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap ditempat semula benda itu disita. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Pasal 45
Ayat (1) |
Yang dimaksud dengan benda yang dapat diamankan antara lain ialah benda
yang mudah terbakar, mudah meledak, yang untuk itu harus dijaga serta diberi tanda khusus atau benda yang dapat membahayakan kesehatan orang dan lingkungan. Pelaksanaan lelang dilakukan oleh kantor lelang negara setelah diadakan konsultasi dengan pihak penyidik atau penuntut umum setempat atau hakim yang bersangkutan sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan lembaga yang ahli dalam menentukan sifat benda yang mudah rusak. |
Ayat (2) dan ayat (3) |
Benda untuk pembuktian yang menurut sifatnya lekas rusak dapat di jual
lelang dan uang hasil pelelangan dipakai sebagai ganti untuk diajukan di sidang pengadilan sedangkan sebagian kecil dari benda itu disisihkan untuk dijadikan barang bukti. |
Ayat (4) |
Yang dimaksud dengan "benda yang dirampas untuk negara" ialah
benda yang harus diserahkan kepada departemen yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
Pasal 46
Ayat (1) |
Benda yang dikenakan penyitaan diperlukan bagi pemeriksaan sebagai
barang bukti. Selama pemeriksaan berlangsung, dapat diketahui benda itu masih diperlukan atau tidak. Dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat, benda yang disita itu tidak diperlukan lagi untuk pembuktian, maka benda tersebut dapat dikembalikan kepada yang berkepentingan atau pemiliknya. Dalam pengembalian benda sitaan hendaknya sejauh mungkin diperhatikan segi kemanusiaan, dengan mengutamakan pengembalian benda yang menjadi sumber kehidupan. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Pasal 47
Ayat (1) |
Yang dimaksud dengan "surat lain" adalah surat yang tidak
langsung mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang diperiksa akan tetapi dicurigai dengan alasan yang kuat. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Ayat (3) |
Cukup jelas. |
Pasal 48
Cukup jelas. |
Pasal 49
Cukup jelas. |
Pasal 50
Diberikannya hak kepada tersangka atau terdakwa dalam pasal ini adalah
untuk menjauhkan kemungkinan terkatung-katungnya nasib seorang yang disangka melakukan tindak pidana terutama mereka yang dikenakan penahanan, jangan sampai lama tidak mendapat pemeriksaan sehingga dirasakan tidak adanya kepastian hukum, adanya perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar. Selain itu juga untuk mewujudkan peradilan yang dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. |
Pasal 51
Huruf a |
Dengan diketahui serta dimengerti oleh orang yang disangka melakukan
tindak pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya, maka ia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan dalam usaha pembelaan. Dengan demikian ia akan mengetahui berat ringannya sangkaan terhadap dirinya sehingga selanjutnya ia akan dapat mempertimbangkan tingkat atau pembelaan yang dibutuhkan, misalnya perlu atau tidaknya ia mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan tersebut. |
Huruf b |
Untuk mengindari kemungkinan bahwa seorang tedakwa diperiksa serta
diadili di sidang pengadilan atas suatu tindakan yang didakwakan atas dirinya tidak dimengerti olehnya dan karena sidang pengadilan adalah tempat yang terpenting bagi terdakwa untuk pembelaan diri, sebab disanalah ia dengan bebas akan dapat mengemukakan segala sesuatu yang dibutuhkannya bagi pembelaan, maka untuk keperluan tesebut pengadilan menyediakan juru bahasa bagi terdakwa yang berkebangsaan asing atau yang tidak bisa menguasai bahasa Indonesia. |
Pasal 52
Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada
yang sebenarnya maka tesangka atau tedakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa. |
Pasal 53
Tidak semua tersangka atau terdakwa mengerti bahasa Indonesia dengan
baik, terutama orang asing, sehingga mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya disangkakan atau didakwakan. Oleh karena itu mereka berhak mendapat bantuan juru bahasa. |
Pasal 54
Cukup jelas. |
Pasal 55
Cukup jelas. |
Pasal 56
Ayat (1) |
Menyadari asas peradilan yang wajib dilaksanakan secara sederhana,
cepat dan dengan biaya ringan serta dengan pertimbangan bahwa mereka yang diancam dengan pidana kurang dari lima tahun tidak dikenakan penahanan kecuali tindak pidana tersebut dalam pasal 21 ayat (4) huruf b, maka untuk itu bagi mereka yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih, tetapi kurang dari lima belas tahun, penunjukan penasihat hukumnya disesuaikan dengan perkembangan dan keadaan tersedianya tenaga penasihat hukum di tempat itu. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Pasal 57
Cukup jelas. |
Pasal 58
Cukup jelas. |
Pasal 59
Cukup jelas. |
Pasal 60
Cukup jelas. |
Pasal 61
Cukup jelas. |
Pasal 62
Cukup jelas. |
Pasal 63
Cukup jelas. |
Pasal 64
Cukup jelas. |
Pasal 65
Cukup jelas. |
Pasal 66
Ketentuan ini adalah penjelmaan dari asas "praduga tak bersalah". |
Pasal 67
Cukup jelas. |
Pasal 68
Cukup jelas. |
Pasal 69
Cukup jelas. |
Pasal 70
Cukup jelas. |
Pasal 71
Cukup jelas. |
Pasal 72
Yang dimaksud dengan "untuk kepentingan pembelaannya" ialah
bahwa mereka wajib menyimpan isi berita acara tersebut untuk diri sendiri. Yang dimaksud dengan "turunan" ialah dapat berupa foto copy. Yang dimaksud dengan "pemeriksaan" dalam pasal ini ialah pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, hanya untuk pemeriksaan tersangka. Dalam tingkat penuntutan ialah semua berkas perkara termasuk surat dakwaan. Pemeriksaan di tingkat pengadilan adalah seluruh berkas perkara termasuk putusan hakim. |
Pasal 73
Apabila terbukti ada penyalahgunaan dalam pasal ini diberlakukan ketentuan
Pasal 70 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4). |
Pasal 74
Cukup jelas. |
Pasal 75
Cukup jelas. |
Pasal 76
Cukup jelas. |
Pasal 77
Yang dimaksud dengan "penghentian penuntutan" tidak termasuk
penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung. |
Pasal 78
Cukup jelas. |
Pasal 79
Cukup jelas. |
Pasal 80
Pasal ini bermaksud untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran
melalui sarana pengawasan secara horizontal. |
Pasal 81
Cukup jelas. |
Pasal 82
Cukup jelas. |
Pasal 83
Cukup jelas. |
Pasal 84
Cukup jelas. |
Pasal 85
Yang dimaksud dengan "keadaan daerah tidak mengizinkan" ialah
antara lain tidak amannya daerah atau adanya bencana alam. |
Pasal 86
Kitab Undang-undang Hukum Pidana kita menganut asas personalitas aktif
dan asas personalitas pasif, yang membuka kemungkinan tindak pidana yang dilakukan diluar negeri dapat diadili menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana Republik Indonesia. Dengan maksud agar jalannya peradilan terhadap perkara pidana tersebut dapat mudah dan lancar, maka ditunjuk Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang mengadilinya. |
Pasal 87
Cukup jelas. |
Pasal 88
Cukup jelas. |
Pasal 89
Cukup jelas. |
Pasal 90
Cukup jelas. |
Pasal 91
Cukup jelas. |
Pasal 92
Cukup jelas. |
Pasal 93
Cukup jelas. |
Pasal 94
Cukup jelas. |
Pasal 95
Ayat (1) |
Yang dimaksud dengan "kerugian karena dikenakan tindakan lain"
ialah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum. Termasuk penahanan tanpa alasan ialah penahanan yang lebih lama daripada pidana yang dijatuhkan. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Ayat (3) |
Cukup jelas. |
Ayat (4) |
Cukup jelas. |
Ayat (5) |
Cukup jelas. |
Pasal 96
Cukup jelas. |
Pasal 97
Cukup jelas. |
Pasal 98
Ayat (1) |
Maksud menggabungan perkara gugatan pada perkara pidana ini adalah
supaya perkara gugatan tersebut pada suatu ketika yang sama diperiksa serta diputus sekaligus dengan perkara pidana yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan "kerugian bagi orang lain" termasuk kerugian pihak korban. |
Ayat (2) |
Tidak hadirnya penuntut umum adalah dalam hal acara pemeriksaan cepat. |
Pasal 99
Cukup jelas. |
Pasal 100
Cukup jelas. |
Pasal 101
Cukup jelas. |
Pasal 102
Cukup jelas. |
Pasal 103
Cukup jelas. |
Pasal 104
Cukup jelas. |
Pasal 105
Cukup jelas. |
Pasal 106
Cukup jelas. |
Pasal 107
Ayat (1) |
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, diminta,
atau tidak diminta berdasarkan tanggung jawabnya wajib memberikan bantuan penyidikan kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b. Untuk itu penyidik sebagaimana tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b sejak awal wajib memberitahukan tentang penyidikan itu kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a. |
Ayat (2) |
Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dalam
melakukan penyidikan suatu perkara pidana wajib melaporkan hal itu kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a. Hal ini diperlukan dalam rangka koordinasi dan pengawasan. |
Ayat (3) |
Laporan dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
b kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a disertai dengan berita acara pemeriksaan yang dikirim kepada penuntut umum. Demikian juga halnya apabila perkara pidana itu tidak diserahkan kepada penuntut umum. |
Pasal 108
Cukup jelas. |
Pasal 109
Dalam hal pemberitahuan oleh penyidik sebagaimana tersebut pada Pasal
6 ayat (1) huruf b dilakukan melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a. |
Pasal 110
Cukup jelas. |
Pasal 111
Cukup jelas. |
Pasal 112
Ayat (1) |
Pemanggilan tersebut harus dilakukan dengan surat panggilan yang sah,
artinya, surat panggilan yang ditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Pasal 113
Cukup jelas. |
Pasal 114
Untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka sejak dalam taraf penyidikan
kepada tersangka sudah dijelaskan bahwa tersangka berhak didampingi penasihat hukum pada pemeriksaan di sidang pengadilan. |
Pasal 115
Ayat (1) |
Penasihat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Pasal 116
Ayat (1) |
Cukup jelas. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Ayat (3) |
Yang dimaksud dengan saksi yang dapat menguntungkan tersangka antara
lain adalah saksi a decharge. |
Ayat (4) |
Cukup jelas. |
Pasal 117
Cukup jelas. |
Pasal 118
Ayat (1) |
Cukup jelas. |
Ayat (2) |
Dalam hal saksi tidak mau menandatangani berita acara ia harus memberi
alasan yang kuat. |
Pasal 119
Apabila penyidikan di luar daerah hukum itu dilakukan oleh penyidik
semula, maka ia wajib didampingi oleh penyidik dari daerah hukum mana penyidikan itu dilakukan. |
Pasal 120
Cukup jelas. |
Pasal 121
Cukup jelas. |
Pasal 122
Cukup jelas. |
Pasal 123
Ayat (1) |
Atas penahanan tersangka oleh penyidik maka tersangka, keluarga atau
penasihat hukumnya dapat menyatakan keberatannya terhadap penahanan tersebut kepada penyidik, maupun kepada instansi yang bersangkutan, dengan disertai alasannya. |
Ayat (2) |
Cukup jelas. |
Ayat (3) |
Cukup jelas. |
Ayat (4) |
Cukup jelas. |
Ayat (5) |
Cukup jelas. |
Halaman berikutnya : |