T A M B A H A N
L E M B A R A N - N E G A R A R.I.


No. 3209 KEHAKIMAN. TINDAK PIDANA. Warganegara. Hukum Acara Pidana. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76).

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1981
TENTANG
HUKUM ACARA PIDANA

I. PENJELASAN UMUM.
1. Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam lingkungan peradilan umum sebelum undang-undang ini berlaku adalah "Reglemen Indonesia yang dibaharui atau yang terkenal dengan nama "Het Herziene Inlandsch Reglement" atau H.I.R. (Staatblads Tahun 1941 Nomor 44), yang berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951, seberapa mungkin harus diambil sebagai pedoman tentang acara perkara pidana sipil oleh semua pengadilan dan kejaksaan negeri dalam wilayah Republik Indonesia, kecuali atas beberapa perubahan dan tambahannya.

Dengan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 itu dimaksudkan untuk mengadakan
unifikasi hukum acara pidana, yang sebelumnya terdiri dari hukum acara pidana bagi landraad dan hukum acara pidana bagi raad van justitie.

Adanya dua macam hukum acara pidana itu, merupakan akibat semata dari perbedaan
peradilan bagi golongan penduduk Bumiputera dan peradilan bagi golongan bangsa Eropa di Jaman Hindia Belanda yang masih tetap dipertahankan, walaupun Reglemen Indonesia yang lama (Staatblad Tahun 1848 Nomor 16) telah diperbaharui dengan Reglemen Indonesia yang dibaharui (R.I.B.), karena tujuan dari pembaharuan itu bukanlah dimaksudkan untuk mencapai satu kesatuan hukum acara pidana, tetapi justeru ingin meningkatkan hukum acara pidana bagi raad van justitie.

Meskipun Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 telah menetapkan, bahwa hanya ada
satu hukum acara pidana yang berlaku untuk seluruh Indonesia, yaitu R.I.B., akan tetapi ketentuan yang tercantum di dalamnya ternyata belum memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia sebagaimana wajarnya dimiliki oleh suatu negara hukum. Khususnya mengenai bantuan hukum di dalam pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum tidak diatur dalam R.I.B., sedangkan mengenai hak pemberian ganti kerugian juga tidak terdapat ketentuannya.

Oleh karena itu demi pembangunan dalam bidang hukum dan sehubungan dengan hal sebagaimana telah dijelaskan di muka, maka "Het Herziene Inlandsch Reglement"
(Staatblad Tahun 1941 Nomor 44), berhubungan dengan dan undang-undang Nomor 1
Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 81) serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana, perlu dicabut karena tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional dan diganti dengan undang-undang hukum acara pidana baru yang mempunyai ciri kodifikatif dan unifikatif berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas, bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(machtsstaat).
Hal itu berarti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum danpemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban warganegara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warganegara, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah yang perlu terwujud pula dalam dan dengan adanya hukum acara pidana ini.

Selanjutnya sebagaimana tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara
(Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978),
maka wawasan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara
yang dalam bidang hukum menyatakan dalam arti bahwa ada satu hukum nasional yang
mengapdi pada kepentingan nasional.

Untuk itu perlu diadakan pembangunan serta dilanjutkan dan ditingkatkan usaha kodifikasi dan unifikasi hukum dalam bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi tingkatan kemajuan pembangunan di segala bidang.

Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pinana bertujuan agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajiban dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai deng fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegakmantapnya hukum,keadilan dan perlingdungan yang merupakan pengayoman hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Oleh karena itu undng-undang ini yang mengatur tentang hukum acara pidana nasional,wajib didasarkan pada falsafah/pandangan hidup bangsa dan negara,maka sudah seharusnya di dalam ketentuan materi pasal atau ayat tercermin perlindungan terhadap hak asasi manusia serta kewajiban warganegara seperti telah diuraikan di muka, maupun asas yang akan disebutkan selanjutnya.

Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia yang telah diletakkan di dalam Undang-Undang tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 harus ditegakan dalam dan dengan Undang-Undang ini.
Adapun asas tersebut antara lain adalah :
a. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak
mengadakan pembedaan perlakuan.
b. Penangkapan penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan
perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya
dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang.
c. Setiap orang yang disangka ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di
muka sidang, pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
d. Kepada seorang yang ditangkap ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan
yang berdasarkan undang-undang dan karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang ditetapkan wajib diberi ganti kerugian dan rahabilitasi sejak tingkat
penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena
kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut,dipidana dan atau
dikenakan hukuman administrasi.
e. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta
bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh
tingkat peradilan.
f. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh
bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan
pembelaan dirinya.
g. Kepada seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan
selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan
kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan
minta bantuan penasehat hukum.
h. Pengadilan pemeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
i. Sidang pemeriksan pengadilan adalah terbuka utnuk umum kecuali dalam hal yang
diatur dalam undang-undang.
j. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh
ketua pengadilan negeri yang berdasarkan.
4. Dengan landasan sebagaimana telah diuraikan di dalam kebulatanya yang utuh serta menyeluruh, diadakanlah pembaruan atas hukum acara pidana yang sekaligus dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk menghimpun ketentuan acara pidana yang dewasa ini masih terdapat dalam berbagai undang-undang ke dalam satu undang-undang hukum acara pidana nasional sesuai dengan tujuan kodifikasi dan unifikasi itu. Atas pertimbangan yang sedemikian itulah, undang-undang hukum acara pidana ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, disingkat K.U.H.A.P.

Kitab Undang-undang ini tidak saja memuat ketentuan tentang tatacara dari suatu proses pidana, tetapi kitab inipun juga memuat hak dan kewajiban dari mereka yang ada dalam suatu proses pidana dan memuat pula hukum acara pidana Mahkamah Agung setelah dicabutnya Undang- undang Mahkamah Agung (Undang-undang Nomor 1 Tahun
1950)oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun1965.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
a. Ruang lingkup undang-undang ini mengikuti asas-asas yang dianut oleh hukumpidana Indonesia.
b. Yang dimaksud dengan "peradilan umum" termasuk pengkhususannya sebagaimana
tercantum dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) alinea terakhir undang-undang Nomor
14 Tahun 1970.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
     
Huruf a
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kedudukan dan kepangkatan penyidik yang diatur dalam peraturan pemerintah
diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum
dan hakim peradilan umum.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a s/d h
Cukup jelas
Huruf i
Lihat pasal 109 ayat (2)
Huruf j
Lihat penjelasan Pasal 5 ayat(1) huruf a angka 4.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penyidik dalam ayat ini" adalah misalnya pejabat bea cukai,
pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan,yang melakukan tugas penyidikan sesuai
dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Dalam keadaan yang mendesak dan perlu, untuk tugas tertentu demi kepentingan
penyidikan atas perintah tertulis Menteri Kehakiman, pejabat imigrasi dapat
melakukan tugas sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Pasal 10

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pejabat kepolisian negara Republik Indonesia"
termasuk pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkungan kepolisian negara
Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 11

Pelimpahan wewenang penahanan kepada penyidik pembantu hanya diberikan apabila
perintah dari penyidik tidak dimungkinkan karena hal dan dalam keadaan yang
sangat diperlukan atau di mana terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil
atau di tempat yang belum ada petugas penyidik dan atau dalam hal lain yang
dapat diterima menurut kewajiban.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Huruf a s/d h.
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "tindakan lain" ialah antara lain meneliti indentitas
tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan
fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan.
Huruf j
cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "atas perintah penyidik" termasuk juga penyidik pembantu
sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 11. Perintah yang dimaksud berupa
surat perintah yang dibuat secara tersendiri, dikeluarkan sebelum penangkapan
dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 17

Yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan untuk
menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal ini
menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan
tindak pidana.

Pasal 18

Ayat (1)
Surat perintah penangkapan dikeluarkan oleh pejabat kepolisian negara Republik
Indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan di daerah hukumnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Tersangka atau terdakwa pecandu narkotika sejauh mungkin ditahan di tempat
tertentu yang sekaligus merupakan tempat perawatan.

Pasal 22

Ayat (1)
Selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang bersangkutan, penahanan
dapat dilakukan di kantor kepolisian negara, di kantor kejaksaan negeri, di
lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa di tempat
lain.
Ayat (2) dan ayat (3)
Tersangka atau terdakwa hanya boleh ke luar rumah atau kota dengan izin dari
penyidik, penuntut umum atau hakim yang memberi perintah penahanan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang
untuk itu atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang diajukan
kepadanya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 25

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang
untuk itu atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang diajukan
kepadanya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kepentingan pemeriksaan" ialah pemeriksaan yang belum
dapat diselesaikan dalam waktu penahanan yang ditentukan. Yang dimaksud dengan
"gangguan fisik atau mental yang berat" ialah keadaan tersangka atau terdakwa
yang tidak memungkinkan untuk diperiksa karena alasan fisik atau mental.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
a. Walaupun berkas perkara belum dilimpahkan ke pengadilan negeri keberatan
terhadap sah atau tidaknya penahanan pada tingkat penyidikan atau penuntutan
yang diperpanjang berdasarkan Pasal 29, diajukan kepada ketua pengadilan tinggi
untuk diperiksa dan diputus.
b. Terhadap perpanjangan penahan dalam tingkat pemeriksaan kasasi sebagaimana
tersebut pada ayat (2) dan ayat (3), tidak dapat diajukan keberatan karena
Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat terakhir dan yang melakukan
pengawasan tertinggi terhadap perbuatan pengadilan lain.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Yang dimaksud dengan "syarat yang ditentukan" ialah wajib lapor, tidak keluar
rumah atau kota. Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau tedakwa
tidak termasuk masa status tahanan.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Ayat (1)
Penyidik untuk melakukan penggeledahan rumah harus ada surat izin ketua
pengadilan negeri guna menjamin hak asasi seorang atas rumah kediamannya.
Ayat (2)
Jika yang kelakukan penggeledahan rumah itu bukan penyidik sendiri, maka petugas
kepolisian lainnya harus dapat menunjukan selain surat izin ketua pengadilan
negeri juga surat perintah tertulis dari pengidik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "dua orang saksi" adalah warga dari lingkungan yang
bersangkutan. Yang dimaksud dengan "ketua lingkungan" adalah ketua atau wakil
ketua rukun kampung, ketua atau wakil ketua rukun tetangga, ketua atau wakil
ketua rukun warga, ketua atau wakil ketua lembaga yang sederajat.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 34

Ayat (1)
"keadaan yang sangat perlu dan mendesak" ialah bilamana ditempat yang akan
digeledah diduga keras terdapat tersangka atau terdakwa yang patut dikhawatirkan
segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita
dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan sedangkan surat izin dari
ketua pengadilan negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam
waktu yang singkat.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan, yang wanita dilakukan
oleh pejabat wanita. Dalam hal penyidik berpendapat perlu dilakukan pemeriksaan
rongga badan, penyidik minta bantuan kepada pejabat kesehatan.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Yang dimaksud dengan "surat' termasuk surat kawat, surat teleks dan lain
sejenisnya yang mengandung suatu berita.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Ayat (1)
Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang
bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor
kepolisian negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor
pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa di tempat
penyimpanan lain atau tetap ditempat semula benda itu disita.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 45

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan benda yang dapat diamankan antara lain ialah benda yang
mudah terbakar, mudah meledak, yang untuk itu harus dijaga serta diberi tanda
khusus atau benda yang dapat membahayakan kesehatan orang dan lingkungan.
Pelaksanaan lelang dilakukan oleh kantor lelang negara setelah diadakan
konsultasi dengan pihak penyidik atau penuntut umum setempat atau hakim yang
bersangkutan sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan
lembaga yang ahli dalam menentukan sifat benda yang mudah rusak.
Ayat (2) dan ayat (3)
Benda untuk pembuktian yang menurut sifatnya lekas rusak dapat di jual lelang
dan uang hasil pelelangan dipakai sebagai ganti untuk diajukan di sidang
pengadilan sedangkan sebagian kecil dari benda itu disisihkan untuk dijadikan
barang bukti.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "benda yang dirampas untuk negara" ialah benda yang harus
diserahkan kepada departemen yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 46

Ayat (1)
Benda yang dikenakan penyitaan diperlukan bagi pemeriksaan sebagai barang bukti.
Selama pemeriksaan berlangsung, dapat diketahui benda itu masih diperlukan atau
tidak.
Dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat, benda yang disita itu tidak
diperlukan lagi untuk pembuktian, maka benda tersebut dapat dikembalikan kepada
yang berkepentingan atau pemiliknya.
Dalam pengembalian benda sitaan hendaknya sejauh mungkin diperhatikan segi
kemanusiaan, dengan mengutamakan pengembalian benda yang menjadi sumber
kehidupan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 47

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "surat lain" adalah surat yang tidak langsung mempunyai
hubungan dengan tindak pidana yang diperiksa akan tetapi dicurigai dengan alasan
yang kuat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Diberikannya hak kepada tersangka atau terdakwa dalam pasal ini adalah untuk
menjauhkan kemungkinan terkatung-katungnya nasib seorang yang disangka melakukan
tindak pidana terutama mereka yang dikenakan penahanan, jangan sampai lama tidak
mendapat pemeriksaan sehingga dirasakan tidak adanya kepastian hukum, adanya
perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar.
Selain itu juga untuk mewujudkan peradilan yang dilakukan dengan sederhana,
cepat dan biaya ringan.

Pasal 51

Huruf a
Dengan diketahui serta dimengerti oleh orang yang disangka melakukan tindak
pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya,
maka ia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan dalam
usaha pembelaan.
Dengan demikian ia akan mengetahui berat ringannya sangkaan terhadap dirinya
sehingga selanjutnya ia akan dapat mempertimbangkan tingkat atau pembelaan yang
dibutuhkan, misalnya perlu atau tidaknya ia mengusahakan bantuan hukum untuk
pembelaan tersebut.
Huruf b
Untuk mengindari kemungkinan bahwa seorang tedakwa diperiksa serta diadili di
sidang pengadilan atas suatu tindakan yang didakwakan atas dirinya tidak
dimengerti olehnya dan karena sidang pengadilan adalah tempat yang terpenting
bagi terdakwa untuk pembelaan diri, sebab disanalah ia dengan bebas akan dapat
mengemukakan segala sesuatu yang dibutuhkannya bagi pembelaan, maka untuk
keperluan tesebut pengadilan menyediakan juru bahasa bagi terdakwa yang
berkebangsaan asing atau yang tidak bisa menguasai bahasa Indonesia.

Pasal 52

Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang
sebenarnya maka tesangka atau tedakwa harus dijauhkan dari rasa takut.
Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka
atau terdakwa.

Pasal 53

Tidak semua tersangka atau terdakwa mengerti bahasa Indonesia dengan baik,
terutama orang asing, sehingga mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya
disangkakan atau didakwakan. Oleh karena itu mereka berhak mendapat bantuan juru
bahasa.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Ayat (1)
Menyadari asas peradilan yang wajib dilaksanakan secara sederhana, cepat dan
dengan biaya ringan serta dengan pertimbangan bahwa mereka yang diancam dengan
pidana kurang dari lima tahun tidak dikenakan penahanan kecuali tindak pidana
tersebut dalam pasal 21 ayat (4) huruf b, maka untuk itu bagi mereka yang
diancam dengan pidana lima tahun atau lebih, tetapi kurang dari lima belas
tahun, penunjukan penasihat hukumnya disesuaikan dengan perkembangan dan keadaan
tersedianya tenaga penasihat hukum di tempat itu.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Ketentuan ini adalah penjelmaan dari asas "praduga tak bersalah".

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Yang dimaksud dengan "untuk kepentingan pembelaannya" ialah bahwa mereka wajib
menyimpan isi berita acara tersebut untuk diri sendiri.
Yang dimaksud dengan "turunan" ialah dapat berupa foto copy.
Yang dimaksud dengan "pemeriksaan" dalam pasal ini ialah pemeriksaan dalam
tingkat penyidikan, hanya untuk pemeriksaan tersangka.
Dalam tingkat penuntutan ialah semua berkas perkara termasuk surat dakwaan.
Pemeriksaan di tingkat pengadilan adalah seluruh berkas perkara termasuk putusan
hakim.

Pasal 73

Apabila terbukti ada penyalahgunaan dalam pasal ini diberlakukan ketentuan Pasal
70 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4).

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Yang dimaksud dengan "penghentian penuntutan" tidak termasuk penyampingan
perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Pasal ini bermaksud untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui
sarana pengawasan secara horizontal.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Yang dimaksud dengan "keadaan daerah tidak mengizinkan" ialah antara lain tidak
amannya daerah atau adanya bencana alam.

Pasal 86

Kitab Undang-undang Hukum Pidana kita menganut asas personalitas aktif dan asas
personalitas pasif, yang membuka kemungkinan tindak pidana yang dilakukan diluar
negeri dapat diadili menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana Republik
Indonesia.
Dengan maksud agar jalannya peradilan terhadap perkara pidana tersebut dapat
mudah dan lancar, maka ditunjuk Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang
mengadilinya.

Pasal 87

Cukup jelas.

Pasal 88

Cukup jelas.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Cukup jelas.

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92

Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kerugian karena dikenakan tindakan lain" ialah kerugian
yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak
sah menurut hukum. Termasuk penahanan tanpa alasan ialah penahanan yang lebih
lama daripada pidana yang dijatuhkan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 96

Cukup jelas.

Pasal 97

Cukup jelas.

Pasal 98

Ayat (1)
Maksud menggabungan perkara gugatan pada perkara pidana ini adalah supaya
perkara gugatan tersebut pada suatu ketika yang sama diperiksa serta diputus
sekaligus dengan perkara pidana yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan
"kerugian bagi orang lain" termasuk kerugian pihak korban.
Ayat (2)
Tidak hadirnya penuntut umum adalah dalam hal acara pemeriksaan cepat.

Pasal 99

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas.

Pasal 101

Cukup jelas.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103

Cukup jelas.

Pasal 104

Cukup jelas.

Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

Pasal 107

Ayat (1)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, diminta, atau
tidak diminta berdasarkan tanggung jawabnya wajib memberikan bantuan penyidikan
kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b. Untuk itu
penyidik sebagaimana tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b sejak awal wajib
memberitahukan tentang penyidikan itu kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat
(1) huruf a.
Ayat (2)
Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dalam melakukan
penyidikan suatu perkara pidana wajib melaporkan hal itu kepada penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a. Hal ini diperlukan dalam
rangka koordinasi dan pengawasan.
Ayat (3)
Laporan dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b kepada
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a disertai dengan
berita acara pemeriksaan yang dikirim kepada penuntut umum. Demikian juga halnya
apabila perkara pidana itu tidak diserahkan kepada penuntut umum.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Dalam hal pemberitahuan oleh penyidik sebagaimana tersebut pada Pasal 6 ayat (1)
huruf b dilakukan melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Ayat (1)
Pemanggilan tersebut harus dilakukan dengan surat panggilan yang sah, artinya,
surat panggilan yang ditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 113

Cukup jelas.

Pasal 114

Untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka sejak dalam taraf penyidikan
kepada tersangka sudah dijelaskan bahwa tersangka berhak didampingi penasihat
hukum pada pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pasal 115

Ayat (1)
Penasihat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 116

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan saksi yang dapat menguntungkan tersangka antara lain adalah
saksi a decharge.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal saksi tidak mau menandatangani berita acara ia harus memberi alasan
yang kuat.

Pasal 119

Apabila penyidikan di luar daerah hukum itu dilakukan oleh penyidik semula, maka
ia wajib didampingi oleh penyidik dari daerah hukum mana penyidikan itu
dilakukan.

Pasal 120

Cukup jelas.

Pasal 121

Cukup jelas.

Pasal 122

Cukup jelas.

Pasal 123

Ayat (1)
Atas penahanan tersangka oleh penyidik maka tersangka, keluarga atau penasihat
hukumnya dapat menyatakan keberatannya terhadap penahanan tersebut kepada
penyidik, maupun kepada instansi yang bersangkutan, dengan disertai alasannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Halaman berikutnya :