PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65 TAHUN 2005
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR
PELAYANAN MINIMAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; |
||||
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
|||
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); |
|||
|
|
MEMUTUSKAN : |
||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL. |
||||
|
BAB I |
|||||
|
|
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : |
||||
|
|
1. |
Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
|||
|
|
2. |
Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
|||
|
|
3. |
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
|||
|
|
4. |
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. |
|||
|
|
5. |
Urusan Wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan kepada Daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, serta ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. |
|||
|
|
6. |
Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. |
|||
|
|
7. |
Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan. |
|||
|
|
8. |
Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. |
|||
|
|
9. |
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah selanjutnya disingkat DPOD adalah dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden terhadap kebijakan otonomi daerah. |
|||
|
BAB II
|
|||||
|
|
(1) |
Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM menjadi acuan dalam penyusunan SPM oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan dalam penerapannya oleh Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota. |
|||
|
|
(2) |
SPM disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
|||
|
BAB III
|
|||||
|
|
(1) |
SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. |
|||
|
|
(2) |
SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. |
|||
|
|
(3) |
Penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pelayanan dasar nasional. |
|||
|
|
(4) |
SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian. |
|||
|
|
(5) |
SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan. |
|||
|
BAB IV
Pasal 4 |
|||||
|
|
(1) |
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun SPM sesuai dengan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). |
|||
|
|
(2) |
Penyusunan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur urusan wajib. |
|||
|
|
(3) |
Dalam penyusunan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM. |
|||
|
Pasal 5 |
|||||
|
|
(1) |
Penyusunan SPM oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dilakukan melalui konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. |
|||
|
|
(2) |
Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dengan tim konsultasi yang terdiri dari unsur-unsur Departemen Dalam Negeri, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dengan melibatkan Menteri/ Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan. |
|||
|
|
(3) |
Tim konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. |
|||
|
Pasal 6 |
|||||
|
|
(1) |
Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 5 ayat (2) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, dalam hal ini Direktur Jenderal Otonomi Daerah, kepada DPOD melalui Sekretariat DPOD untuk mendapatkan rekomendasi bagi Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bersangkutan dalam rangka penyusunan SPM. |
|||
|
|
(2) |
SPM yang disusun oleh masing-masing Menteri setelah memperoleh dan mengakomodasi rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang bersangkutan. |
|||
|
|
(3) |
SPM yang disusun oleh masing-masing Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen setelah memperoleh dan mengakomodasi rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. |
|||
|
Pasal 7 |
|||||
|
|
(1) |
Dalam penyusunan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : |
|||
|
|
|
a. |
keberadaan sistem informasi, pelaporan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjamin pencapaian SPM dapat dipantau dan dievaluasi oleh pemerintah secara berkelanjutan; |
||
|
|
|
b. |
standar pelayanan tertinggi yang telah dicapai dalam bidang yang bersangkutan di daerah; |
||
|
|
|
c. |
keterkaitan antar SPM dalam suatu bidang dan antara SPM dalam suatu bidang dengan SPM dalam bidang lainnya; |
||
|
|
|
d. |
kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan; dan |
||
|
|
|
e. |
pengalaman empiris tentang cara penyediaan pelayanan dasar tertentu yang telah terbukti dapat menghasilkan mutu pelayanan yang ingin dicapai. |
||
|
|
(2) |
Pertimbangan-pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. |
|||
|
Pasal 8 |
|||||
|
|
(1) |
Untuk mendukung penerapan SPM, Menteri yang bersangkutan menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri. |
|||
|
|
(2) |
Untuk mendukung penerapan SPM, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri terkait. |
|||
|
BAB V
|
|||||
|
|
(1) |
Pemerintahan Daerah menerapkan SPM sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri. |
|||
|
|
(2) |
SPM yang telah ditetapkan Pemerintah menjadi salah satu acuan bagi Pemerintahan Daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. |
|||
|
|
(3) |
Pemerintahan Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri. |
|||
|
|
(4) |
Rencana pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). |
|||
|
|
(5) |
Target tahunan pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. |
|||
|
Pasal 10 |
|||||
|
|
Penyusunan rencana pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) dan anggaran kegiatan yang terkait dengan pencapaian SPM dilakukan berdasarkan analisis kemampuan dan potensi daerah dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. |
||||
|
Pasal 11 |
|||||
|
|
Rencana pencapaian target tahunan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) serta realisasinya diinformasikan kepada masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. |
||||
|
Pasal 12 |
|||||
|
|
Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
||||
|
Pasal 13 |
|||||
|
|
(1) |
Dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dan/atau untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya sesuai peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
(2) |
Dalam pengelolaan pelayanan dasar secara bersama sebagai bagian dari pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rencana pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) perlu disepakati bersama dan dijadikan sebagai dasar dalam merencanakan dan menganggarkan kontribusi masing-masing daerah. |
|||
|
|
(3) |
Dalam upaya pencapaian SPM, Pemerintahan Daerah dapat bekerjasama dengan pihak swasta. |
|||
|
BAB VI
Pasal 14 |
|||||
|
|
(1) |
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan pembinaan kepada Pemerintahan Daerah dalam penerapan SPM. |
|||
|
|
(2) |
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya yang mencakup : |
|||
|
|
|
a. |
perhitungan sumber daya dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM, termasuk kesenjangan pembiayaannya; |
||
|
|
|
b. |
penyusunan rencana pencapaian SPM dan penetapan target tahunan pencapaian SPM; |
||
|
|
|
c. |
penilaian prestasi kerja pencapaian SPM; dan |
||
|
|
|
d. |
pelaporan prestasi kerja pencapaian SPM. |
||
|
|
(3) |
Pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Provinsi dilakukan oleh Pemerintah, dan pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah di Daerah. |
|||
|
Pasal 15 |
|||||
|
|
(1) |
Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat. |
|||
|
|
(2) |
Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
(3) |
Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan : |
|||
|
|
|
a. |
Pemerintah untuk Pemerintahan Daerah Provinsi; dan |
||
|
|
|
b. |
Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah untuk Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. |
||
|
Pasal 16 |
|||||
|
|
(1) |
Pemerintah wajib mendukung pengembangan kapasitas Pemerintahan Daerah yang belum mampu mencapai SPM. |
|||
|
|
(2) |
Pemerintah dapat melimpahkan tanggungjawab pengembangan kapasitas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang belum mampu mencapai SPM kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah. |
|||
|
|
(3) |
Ketidakmampuan Pemerintah Daerah dalam mencapai SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan Pemerintah berdasarkan pelaporan dan hasil evaluasi pcnyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
(4) |
Dukungan pengembangan kapasitas Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
(5) |
Fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempertimbangkan kemampuan kelembagaan, personil dan keuangan negara serta keuangan daerah. |
|||
|
Pasal 17 |
|||||
|
|
(1) |
Menteri Dalam Negeri bertanggungjawab atas pengawasan umum penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah. |
|||
|
|
(2) |
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen bertanggungjawab atas pengawasan teknis penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah. |
|||
|
|
(3) |
Menteri Dalam Negeri dapat melimpahkan tanggungjawab pengawasan umum penerapan SPM oleh Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah. |
|||
|
|
(4) |
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dapat melimpahkan tanggung jawab pengawasan teknis penerapan SPM yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah. |
|||
|
Pasal 18 |
|||||
|
|
Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada Pemerintahan Daerah yang berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah. |
||||
|
Pasal 19 |
|||||
|
|
(1) |
Pemerintah dapat memberikan sanksi kepada Pemerintahan Daerah yang tidak berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dengan mempertimbangkan kondisi khusus Daerah yang bersangkutan. |
|||
|
|
(2) |
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-undangan. |
|||
|
BAB VII
Pasal 20 |
|||||
|
|
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan SPM dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. |
||||
|
BAB VIII
|
|||||
|
|
(1) |
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan SPM dan tidak sesuai lagi dengan Peraturan Pemerintah ini wajib diadakan penyesuaian paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. |
|||
|
|
(2) |
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun SPM paling lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang bersangkutan. |
|||
|
Pasal 22 |
|||||
|
|
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
|
pada tanggal 28 Desember 2005 |
|
|
|
|
|
|
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
|
|
||||||
|
|
|
|
|
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
|
|
|
Diundangkan di Jakarta |
|
|||
|
|
pada tanggal 28 Desember 2005 |
|
|||
|
|
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |
|
|||
REPUBLIK INDONESIA |
||||||
AD INTERIM, |
||||||
|
||||||
YUSRIL IHZA MAHENDERA |
||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 150 |