Pelayaran lokal, pelayaran rakyat, pelayaran penundaan laut,

pelayaran pedalaman, terusan dan sungai.

Pasl 19

Ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan pelayaran lokal, pelayaran rakyat, pelayaran penundaan laut,pelayaran pedalaman, terusan dan sungai akan diatur lebih lanjut oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

BAB III.

PELAYARAN LUAR NEGERI.

Pelayaran Samudera Dekat.

Pasal 20

(1) Izin penyelenggaraan pelayaran samudera dekat diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
(2) Untuk mendapatkan izin penyelenggaraan pelayaraan samudera dekat harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. merupakan perusahaan pelayaran nusantara atau perusahaan pelayaran nsamudera yang memiliki izin usaha berdasarkan peraturan ini;
b. memiliki kapal-kapal yang memenuhi syarat nautis tehnis seperti termaksud pasal 5 (b);
c. adanya kebutuhan angkutan yang nyata;
d. melaksanakan kebijaksanaan umum Pemerintah di bidang penyelenggaraan pelayaran samudera dekat.
(3) Hal-hal lain mengenai persyaratan pelayaran samudera dekat ditetapkan oleh pejabat yang ditujnuk untuk itu.

Pelayaran Samudera.

Pasal 21.

(1) izin pengusahaan pelayaran samudera dilakukan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
(2) Untuk mendapatkan izin pengusahaan pelayaran samudera harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. i. merupakan perusahaan pelayaran milik Negara atau
ii. merupakan perusahaan milik Daerah menururt ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau
iii. merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
b. memiliki satauan kapal lebih dari satu unit dengan jumlah minimal 28.000 m3 (10.000 BRT) isi kotor dengan memperhatikan syarat-syarat nautis/teknis dan perhitungan untung rugi;
c. tersedianya modal kerja yang cukup untuk kelancaran usaha yang bersangkutan atas dasar norma-norma ekonomi perusahaan;
d. melaksanakan kebijaksanaan umum Pemerintah di bidang penyelenggaraan pelayaran luar negeri.
(3) Hal-hal lain mengenai persyaratan pelayaran luar negeri ditetapkan oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu.

Pasal 22

Perusahaan pelayaran yang mendapat izin penyelenggaraan pelayaran samudera dekat menurut pasal 20, dan perusahaan pelayaran samudera yang telah mendapatkan izin usaha menurut pasal 21 wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini :
a. melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam surat izin;
b. memgumumkan kepada umum peraturan perjalanan kapal dan tarif pengangkutan;
c. menerima pengangkutan penumpang, barang, hewan dan pos, satu dan lain sesuai dengan persyaratan tenis kapal;
d. memberitahukan pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri tarif pengangkutan yang dipergunakan, manifest dan keanggotaan conferences atau bentuk kerjasama lainnya serta bahan-bahan informasi lainnya yang dianggap perlu;
e. hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

Pasal 23

Izin penyelenggaraan pelayaran samudera dekat dan izin pengusahaan pelayaran samudera dicabut oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya atas pertimbangn-pertimbangan tersebut di bawah ini :
a. tidak menjalankan usaha dengan nyata dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya setelah memperoleh izin;
b tidak memberikan jasa-jasa pengangkutan dan lain-lain sesuai dengan yang disyaratkan atau diwajibkan kepada pemegang izin;
c. tidak memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai disyaratakan dalam surat izin;
d. keadaan perusahaan tidak memungkinkan kelangsungan usahanya secara wajar;
e. perusahaan jatuh pailit;
f. pengurus perusahaan dihukum karena suatu tindak pidana ekonomi;
g. cara yang tidak dibenarkan dalam memperoleh izin.

Pasal 24

Untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan pelayaran luar negeri Indonesia, dapat diadakan kerjasama dengan luar negeri atas dasar ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV.

PELAYARAN KHUSUS.

Pasal 25

Ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan pelayaran khusus akan diatur lebih lanjut oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

BAB V.

PERWAKILAN PERUSAHAAN PELAYARAN.

Pasal 26

(1) Kapal-kapal asing yang berlayar ke/dari pelabuhan Indonesia harus menunjuk perusahaan pelayaran nusantara atau perusahaan pelayaran samudera nasional sebagai wakilnya yang bertindak sebagai agen umum.
(2) Agen umum kapal asing harus mendaftarkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri atau oleh pejabat yang ditunjuknya, tarif pengangkutan yang dipergunakan, manifest dan keanggotaan conference atau bentuk kerjasama lainnya serta hal-hal lain yang disyaratkan oleh Menteri atau oleh pejabat yang ditunjuknya.

Pasla 27

(1) Pemilik perusahan pelayaran asing dapat menunjuk wakilnya di Indonesia.
(2) Wakil pemilik perusahaan pelayaran asing termaksud ayat 1 pasal ini harus mendaftarkan pada pejabat yang ditunjuknya oleh Menteri.
(3) Wakil pemilik perusahaan pelayaran asing harus menyerahkan segala pekerjaan bongkar muat, dan pekerjaan pelayanan kapal-kapalnya kepada perusahaan pelayaran nasional.

BAB VI.

PER-VEEM-AN.

Pasal 28

(1) Ketentuan-ketentuan tentang persyaratan usaha per-veem-an dan prosedur memperoleh izin ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.
(2) Izin usaha per-veem-an dalam wilayah pelabuhan dikeluarkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

Pasal 29

Perusahaan per-veem-an yang telah mendapat izizn menurut pasal 28 wajib melaksanakan ketentaun-ketantuan sebagai berikut :
a. melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan dan izin usaha;
b. ikut aktif mendorong proses arus barang.

Pasal 30

Izin usaha per-veem-an dicabut oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. tidak melaksanakan ketentuan tentang persyaratan usaha per-veem-an sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat (1);
b. tidak menjalankan usaha dengan nyata dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya setelah memperoleh izin;
c. tidak memberikan jasa-jasa dan lain-lain sesuai dengan yang disyaratkan atau yang diwajibkan kepada pemeganng izin;
d. tidak memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai yang disayaratkan dalam surat izin;
e. keadaan perusahaan tidak memungkinkan kelangsungan usahanya secara wajar;
f. perusahaan jatuh pailit;
g. perusahaan dihukum karena suatu tindak pidana ekonomi;
h. cara yang tidak dibenarkan dalam memperoleh izin.

Pasal 31

Untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan per-veem-an dapat diadakan kerjasama dengan luar negeri atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII.

EKSPEDISI MUATAN KAPAL LAUT.

Pasal 32

(1) Izin penyelenggaraan dan pengusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
(2) Izin Penyelenggaraan dan Pengusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut dapat diberikan kepada :
a. perusahaan pelayaran atau perusahaan per-veem-an yang memiliki izin usaha berdasarkan peraturan ini;
b. perusahaan-perusahaan milik Warga Negara Indonesia yang memiliki izin impor/ekspor, perusahaan perdagangan antar pulau berdasarkan rekomendasi dari Menteri Perdagangan.
(3) Untuk mendapatkan izin Penyelenggaraan dan Pengusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut harus dipenuhi syarta-syarat sebagai bereikut :
a. memiliki cukup keahlian;
b. tersedianya fasilitas dari alat-alat kerja.
c. modal kerja yang dipandang cukup untuk kelancaran usaha atas norma-norma Ekonomi Perusahaan.
(4) Hal-hal lain mengenai persyaratan penyelenggaraan dan pengusahaan ekspedisi muatan kapal laut ditetapkan oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu.Hal-hal lain mengenai persyaratan penyelenggaraan dan pengusahaan ekspedisi muatan kapal laut ditetapkan oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu.

Pasal 33

Kegiatan dari perusahaan ekspedisi muatan kapal laut yang telah mendapatkan izin menurut pasal 32 wajib :
a. melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin;
b. ikut aktif mendorong proses arus barang.

Pasal 34

Izin penyelenggaraan dan pengusahaan ekspedisi muatan kapal laut dicabut oleh Menteri atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. tidak menjalankan kegiatan/usaha dengan nyata dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Menteri setelah memperoleh izin;
b. tidak memberikan jasa sesuai dengan yang disyaratkan atau diwajibkan kepada pemegang izin;
c. tidak memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai yang disyaratkan dalam surat izin;
d. keadaan perusahaan tidak memungkinkan kelangsungan usahanya secara wajar;
e. perusahaan jatuh pailit;
f. perusahaan dihukum karena suatu tindak pidana ekonomi;
g. cara yang tidak dibenarkan dalam memperoleh izin.

BAB VIII

PROSEDUR PERIZINAN

Pasal 35

(1) Ketentuan-ketentuan tentang cara mengajukan izin, bentuk izin, pemberian dan pencabutan izin diatur oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
(2) Untuk mengganti biaya yang bersangkutan dengan pelaksanaan peraturan ini dan peraturan-peraturan pelaksanaannya, yang berkepentingan dikenakan biaya administrasi yang cara pemungutannya serta jumlahnya ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

BAB IX

KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36

(1) Ketentuan-ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1964 yang berlaku pada waktu ditetapkan Peraturan Pemerintah ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini sampai diadakan pencabutan, perubahan, penambahan atau penyesuaian menurut dan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Perusahaan pelayaran dan perusahaan ekspedisi muatan kapal laut yang memiliki izin usaha berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1964 dapat melanjutkan usahanya sampai waktu yang ditentukan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya untuk penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 38

Peraturan Pemerintah ini dapat disebut Peraturan Angkutan Laut.

Pasal 39

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                Ditetapkan di Jakarta

                pada tanggal 18 Januari 1969

                Presiden Republik Indonesia,

                SOEHARTO

                Jenderal TNI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 18 Januari 1969

Sekretaris Negara Republik Indonesoa,

ALAMSYAH

Mayor Jenderal TNI

Penjelasan.......