DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

P E N J E L A S A N
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1983

TENTANG

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA
DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


UMUM.
Pembangunan nasional yang berlandaskan Garis-garis Besar Haluan Negara, yang telah dan akan terus dilaksanakan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengakibatkan tidak saja keadaan kehidupan ekonomi dan sosial yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia, tetapi juga menimbulkan dorongan dan tuntutan untuk mengadakan modernisasi disegala bidang kehidupan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut diatas diperlukan investasi dalam jumlah yang besar, yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri. Oleh karena itu sudah waktunya diletakkan suatu landasan yang dapat lebih menjamin tersedianya dana itu dari sumber-sumber didalam negeri sebagai pencerminan kegotongroyongan nasional luar negeri, sehingga bantuan luar negeri hanya merupakan pelengkap yang makin lama makin kecil peranannya.

Disamping itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menyerahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor, sehingga pada akhirnya mampu membiayai sendiri seluruh pembangunan nasional.

Sistem Perpajakan yang berlaku dewasa ini, khususnya Pajak Penjualan 1951, tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan Negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.

Dalam rangka itulah dengan dilandasi pertimbangan yang seksama tentang kemampuan rakyat, rasa keadilan dan kebutuhan pembangunan serta untuk mendorong dan meningkatkan daya saing komoditi ekspor non minyak di pasaran luar negeri, dengan dukungan kondisi dan kemampuan aparat perpajakan yang terus berkembang, pajak penjualan dengan sistem pengenaan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah ini diberlakukan untuk menggantikan pajak penjualan yang sekarang berlaku.

Dengan mengingat pada sistemnya, undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah untuk memperlihatkan bahwa dua macam pajak yang diatur disini merupakan satu kesatuan sebagai pajak atas konsumsi di dalam negeri.

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dipungut satu kali pada sumbernya yaitu pada tingkat pabriknya, atau pada waktu impor. Pajak Pertambahan Nilai dapat dipungut beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur perusahaan.Kendatipun dipungut beberapa kali, tetapi karena pengenaannya hanya terhadap pertambahan nilai yang timbul pada setiap penyerahan barang atau jasa pada jalur perusahaan berikutnya, maka beban pajak ini pada akhirnya tidaklah lebih berat.

Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa tanah, upah kerja, dan laba pengusaha adalah merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Tarif yang berlaku atas Penyerahan Barang dan Jasa Kena Pajak dibuat lebih sederhana dengan menerapkan tarif seragam, artinya, satu macam tarif untuk semua jenis Barang Kena Pajak.Dengan demikian pelaksanaannya menjadi lebih mudah tidak memerlukan daftar penggolongan barang dengan tarif yang berbeda.

Atas barang mewah, selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan sebagai suatu upaya nyata untuk menegakkan keadilan dalam pembebanan pajak yang sekaligus pula merupakan upaya untuk mengurangi pola konsumsi tinggi yang tidak produktif dalam masyarakat.Sebaliknya atas semua barang yang merupakan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan dan hasil agraria lainnya yang tidak diproses, bukan merupakan sasaran pengenaan pajak.

Selanjutnya atas ekspor barang dikenakan pajak dengan tarif 0%(nol persen) atau dengan kata lain, dibebaskan dari pajak, bahkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah termasuk dalam harga barang yang diekspor, dapat dikembalikan. Pembebasan dan pengembaliak pajak yang telah dibayar atas barang yang dieksporini adalah sesuai dengan prinsip pengenaan pajak atas konsumsi (pemakaian umum) barang dan jasa didalam negeri atau di dalam Daerah Pabean. Karenanya atas barang yang tidak dikonsumsi di dalam negerri(diekspor), tidak dikenakan pajak. Dasar pertimbangan lain adalah agar dalam harga barang yang diekspor itu tidak termasuk beban pajak sehingga dengan demikian membantu menekan harga pokok barang ekspor dan meningkatkan daya saingnya di pasaran internasional.
Sebaliknya atas impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri.

Semua orang atau badan yang menghasilkan, mengimpor, memperdagangkan barang atau memberikan jasa dapat dikenakan pajak. Namun demikian undang-undang memberikan pengaturan untuk mengenakan pajak atas penyerahan barang oleh pengusaha yang menjadi agen atau penyalur dan/atau pedagang eceran serta jasa-jasa tertentu bila berdasarkan pertimbangan kepentingan pembangunan nasional, kesiapan pelaksanaannya telah dicapai.

Pengusaha kecil yang menghasilkan dan menjual barang atau memberikan jasa dibebaskan dari pengenaan pajak. Jadi hanya pengusaha yang menghasilkan (pabrikan) dan memperdagangkan barang yang tergolong besar saja yang dikenakan pajak.Dengan demikian dalam undang-undang ini telah diatur secara tegas dan jelas tentang Pengusaha, Barang, Jasa dan Penyerahan Barang atau Penyerahan Jasa yang dikenakan pajak.

Atas Penyerahan Barang atau Jasa wajib dibuat faktur Pajak sebagai bukti
transaksi Penyerahan Barang yang terhutang pajak. Faktur Pajak ini merupakan ciri khas dari Pajak Pertambahan Nilai, karena Faktur Pajak ini merupakan bukti pungutan yang bagi Pengusaha yang dipungut dapat diperhitungkan(dikredit-kan) dengan jumlah pajak yang terhutang.

Kebijaksanaan khusus mengenai pajak yang dapat dikreditkan diberlakukan
terhadap Pengusaha yang disamping menyerahkan Barang kepada Pengusaha Kena Pajak juga menyerahkan Barang kepada orang atau badan lainnya yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, serta terhadap pengusaha yang dikenakan pajak dengan pedoman norma penghitungan Pajak Masukan atas Penyerahan Barang. Dengan demikian efek berganda dari pungutan pajak dapat dihilangkan karena Pengusaha hanya diharuskan membayar selisih antara pajak yang harus dipungut dan jumlah pajak yang telah dibayarnya.
Efek berganda hanya terjadi pada Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan hal ini dilakukan secara sadar untuk menegakkan prinsip keadilan dalam pembebanan pajak.

Disamping itu undang-undang ini mengandung unsur mendidik dan membina kesadaran serta tanggungjawab Pengusaha dengan memberikan kepercayaan untuk memungut dan menyetorkan sendiri pajak yang terhutang kepada negara.

Dalam rangka ini pulalah hendaknya dilihat ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan seperti pemeriksaan, ketetapan pajak, ketetapan pajak tambahan, sanksi administrasi dan pidana, serta perlindungan terhadap hak-hak pengusaha dengan memberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan dan banding kepada Badan Peradilan Pajak yang dewasa ini disebut Majelis Pertimbangan Pajak yang diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dana Tata Cara Perpajakan.

Dalam kaitan inilah Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ini, karena Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan memuata ketentuan tentang prosedur atau tata cara pelaksa naan dan sanksi perpajakan sebagai pelengkap ketentuan-ketentuan material yang dimuat dalam Undang- undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ini.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Huruf a
Wilayah Republik Indonesia yang tidak termasuk dalam Pabean adalah pelabuhan bebas, bonded area, dan daerah lain yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Huruf b
Barang yang dimaksud disini adalah barang bergerak dan barang tidak bergerak yang berwujud sesuai dengan ketentuan dalam kitab Undang - undang Hukum Perdata.
Huruf c
Barang yang kena pajak adalah Barang sebagai hasil brikasi.
Barang yang bukan berasal dari hasil pabrikasi, asalnya barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan hasil agraria lainnya tidak diolah lebih lanjut, tidak termasuk dalam pengertian Barang Kena Pajak.
Huruf d
1) Yang termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak :
a) perjanjian yang dimaksud dalam ketentuan meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas Barang;
b) selain dengan cara dimaksud pada huruf a) diatas, Penyerahan Barang juga dapat terjadi melalui perjanjian sewa beli dan leasing. Penyerahan Barang dianggap telah terjadi pada saat barang dipindahkan penguasaannya dari penjual atau lessor kepada pembeli atau lessee, meskipun pembayaran dalam bentuk
ansuran sewa beli dilakukan secara bertahab;
c) pengalihan barang dalam keadaan bergerak yang perpindahan barang karena suatu pesanan permintaan untuk menghasilkan barang dengan bahan dan atas petunjuk dari si pemesan;
d) yang dimaksud dengan pedagang perantara ini orang atau badan yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisionir. Yang dimaksud dengan juru lelang disini adalah juru lelang Pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah;
e) pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan Pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran, antara lain pemberian contoh
barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

f) persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan disamakan dengan pemakaian sendiri, oleh karena itu dianggap sebagai penyerahan barang yang dikenakan pajak.
2) Yang tidak termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana tersebut dalam angka 2 sebagai berikut :
a) cukup jelas ;
b) cukup jelas ;
c) yang dimaksud dengan perusahaan atau bagian-bagiannya adalah aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk dijual.
Huruf e
Semua kegiatan pelayanan dan pekerjaan jasa, antara lain jasa angkutan, borongan, persewaan barang bergerak, persewaan barang tidak bergerak, hiburan, biro perjalanan, perhotelan, jasa notaris, pengacara, akuntan, konsultan, kantor administrasi, dan komosioner, termasuk dalam pengertian jasa.
Huruf f
Jasa Kena Pajak diartikan sebagai Jasa yang dikenakan pajak berdasarkan Pasal 4 (1) huruf d dan ayat (2) huruf b.
Huruf g
Lihat penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf d dan ayat (2) huruf b.
Huruf h
Kegiatan memasukkan barang dari pelabuhan bebas atau bonded area ke Daerah Pabean termasuk pula dalam pengertian impor.
Huruf i
Kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean ke pelabuhan bebas atau bonded area termasuk pula dalam pengertian ekspor.
Huruf J
Dalam pengertian perdagangan termasuk kegiatan tukar menukar barang.
Huruf K
Pengusaha dapat berbentuk usaha perorangan atau badan yang terdiri dari perseorangan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha milik Negara dan Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan, atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga, dan bentuk usaha tetap.

Orang atau badan tersebut melakukan kegiatan :

1) menghasilkan Barang seperti dimaksud dalam huruf m.
Pengusahanya disebut Pabrikan atau Produsen ;
2) Usaha Perdagangan.Pengusahanya disebut Pedagang ;
3) Usaha Perdagangan.Pengusahanya disebut Pedagang ;
4) Impor. Pengusahanya disebut Importir.

Untuk menjaga kemungkinan penafsiran yang sangat luas, maka pengertian Pengusaha dibatasi pada orang atau badan yang melakukan kegiatan tersebut di atas dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya. Bila unsur ini tidak dipenuhi maka orang atau badan dimaksud tidak merupakan Pengusaha.

Huruf l
Pengertian " dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini " adalah dikenakan pajak berdasarkan pasal 4 dan pasal 5. Pada dasarnya semua Pengusaha Kena Pajak dikenakan pajak, akan tetapi undang-undang ini memberikan pengecualian terhadap Pengusaha Kena Pajak yang tergolong sebagai pengusaha kecil meskipun melakukan Penyerahan barang Kena Pajak, Pembebasan ini bertujuan untuk mendorong pengembangan pengusaha kecil.
Huruf m
Perubahan bentuk atau sifat barang terjadi karena adanya atau dilakukannya suatu proses pengolahan yang menggunakan satu faktor produksi atau lebih, termasuk kegiatan :
- merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi seperti merakit mobil, barang elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya ;
- memasak : mengolah Barang dengan cara memanaskan.
Pengertian memanaskan termasuk merebus, membakar, mengasap, memanggang, dan menggoreng baik dicampur dengan bahan lain atau tidak.
- mencampur : mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain ;
- mengemas : menempatkan suatu Barang ke dalam suatu benda yang melindunginya dari kerusakan dan/atau untuk meningkatkan kekuatan pemasarannya ;
- membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu ;
- menambang : mengambil hasil sumber kekayaan alam dari permukaan atau dari dalam tanah, baik di darat maupun di laut ;

dan kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan kegiatan itu, atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
Ketentuan ini mengatur pula kegiatan tertentu yang hasilnya tidak dikenakan pajak menurut undang-undang ini seperti tersebut pada angka 1) sampai dengan angka 5) yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

- angka 1) dan angka 2) adalah kegiatan di bidang usaha yang bersifat agraria (pertanian, perkebunan dan kehutanan, peternakan dan perikanan) yang hasilnya diperoleh melalui proses pertumbuhan dan populasi (bukan pabrikasi) serta banyak dipengaruhi oleh faktor alam ;
- angka 3) adalah kegiatan melalui proses mengeringkan dan menggarami makanan dari barang yang dihasilkan bidang usaha tersebut pransangka 1) dan 2) dengan cara sederhana, misalnya mengeringkan atau menggarami ikan menjadi ikan asin ;
- angka 4) adalah kegiatan membungkus atau mengepak Barang sebagai kegiatan pelayanan lebih lanjut dari suatu kegiatan penjualan Barang yang dilakukan oleh pedagang besar atau pengecer, yang berbeda dengan pengertian mengemas ;
- angka 5) Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Semua biaya seperti biaya pemasangan, asuransi, biaya bantuan teknik, biaya pemeliharaan, biaya pengiriman, komisi, biaya garansi, bunga, dan biaya lain sepanjang berkaitan dengan penyerahan Barang, merupakan unsur Harga Jual yang dikenakan pajak.

Yang dapat dikurangkan dari Harga Jual adalah :

1) Potongan harga seperti potongan tunai atau rabat sepanjang masih dalam batas adat kebiasaan pedagang yang baik, dapat dikurangkan dari Harga Jual asalkan tercantum dalam Faktur Pajak.
Tidak termasuk dalam pengertian potongan harga, adalah bonus, komisi, premi, atau balas jasa lainnya yang diberikan dalam rangka menjualkan barang ;
2) Barang yang dikembalikan karena rusak, perbedaan mutu, jenis atau tipe, dan Barang yang hilang dalam perjalanan.
Huruf p
Cukup jelas
Huruf q
Nilai Impor yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah Harga Patokan Impor (HPI) atau Cost Insurance and Freight (CIF) sebagai dasar penghitungan bea masuk ditambah dengan semua biaya dan pungutan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Pabean.
Huruf r
Pengertian Pembeli dalam undang-undang ini lebih luas dari pengertian pembeli pada umumnya, karena didalamnya termasuk orang atau badan yang menerima atau dianggap menerima Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d.
Huruf s
Cukup jelas
Huruf t
Cukup jelas
Huruf u
Pembeli, Penerima Jasa atau Importir wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai dan menerima bukti pungutan pajak pada saat menerima Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak atau pada saat Impor Barang Kena Pajak. Pajak yang dibayar inilah yang dinamakan Pajak Masukan.
Huruf v
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak wajib memungut Pajak pertambahan Nilai. Pajak yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak inilah yang dinamakan Pajak Keluaran.
Huruf w
Ketentuan ini dimaksud untuk memberikan kepastian bagi Pengusaha Kena Pajak bahwa Pajak terhutang atas seluruh penyerahan Barang Kena pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan selama satu bulan takwim. Namun demikian, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menentukan Masa Pajak lain dari satu bulan takwim guna memudahkan instansi lain membantu pemungutan pajak, misalnya dalam hal Impor.


PASAL 2 ........