DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 324/KMK.00/1993

T E N T A N G

PENETAPAN PEMBEBASAN SEBAGIAN CUKAI HASIL
TEMBAKAU BUATAN DALAM NEGERI


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 336/KMK.00/1991 tanggal 1 April 1991 tentang Penetapan Pembebasan Sebagian Cukai Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri, yang telah diperpanjang dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 364/KMK.00/1992 tanggal 31 Maret 1992, perlu diperbaharui;
b. bahwa dalam rangka mendorong perkembangan dan peningkatan produksi Perusahaan hasil tembakau, juga dalam rangka pertimbangan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, terutama bagi perusahaan-perusahaan hasil tembakau bermodal relatif lemah, dipandang perlu melanjutkan kebijaksanaan pemberian kemudahan, berupa pembebasan sebagian cukai hasil tembakau buatan dalam negeri;
c. bahwa untuk mencegah persaingan yang tidak sehat, dan dalam rangka usaha menciptakan iklim berusaha yang baik, serta untuk memberikan perlindungan bagi perusahaan-perusahaan hasil tembakau yang bermodal relatif lemah tersebut, maka pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud huruf b perlu disertai syarat-syarat tertentu;
Mengingat : 1. Ordonansi Cukai Tembakau (Staatsblad 1932 Nomor 517) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
2. Peraturan Pemerintah tentang Cukai Tembakau 1932 (Staatsblad 1936 Nomor 220 sebagaimana telah diubah dan ditambah;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : D.A.72a/7/23 tanggal 15 Agustus 1933 tentang Cukai Tembakau jo. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 397/KMK.05/1983 tanggal 14 Juni 1983, tentang Perubahan Bunyi Paragrap 59 Ayat (1) Dari Keputusan Cukai Tembakau;
4. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 1073/KMK.00/1992 tanggal 14 Oktober 1992, tentang Penetapan Pertimbangan Produksi Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri Jenis Sigaret Kretek Buatan Mesin terhadap Sigaret Kretek Buatan Tangan;

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENETAPAN PEMBEBASAN SEBAGIAN CUKAI HASIL TEMBAKAU BUATAN DALAM NEGERI.

          Pasal 1

Terhadap jenis hasil tembakau yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan yang berkedudukan di dalam negeri, diberikan pembebasan sebagian cukai, sehingga tarip cukainya menjadi seperti tertera pada Lampiran Keputusan ini.

          Pasal 2

Dalam hal sebuah perusahaan yang membuat lebih dari satu jenis hasil tembakau yang tarip cukainya berbeda-beda, maka yang dimaksud dengan "produksi total dalam 1 (satu) tahun takwim" pada Lampiran Keputusan ini, adalah jumlah total produksi berdasarkan pemesanan pita cukai dari semua jenis hasil tembakau yang dibuat selama satu tahun takwim 1992 termasuk rokok untuk karyawan dan pihak ketiga, oleh satu perusahaan yang memegang satu atau lebih Surat Izin Perusahaan.

          Pasal 3

Pabrikan hasil tembakau jenis sigaret kretek (SKT, SKM, KLB dan KLM) dikelompokkan berdasarkan produksi total dalam 1 (satu) tahun takwim, sebagai berikut :

Pabrikan : Produksi Total :
a. Besar - lebih dari 30.000 juta batang.
b. Menengah besar - lebih dari 5.000 juta batang s/d 30.000 juta
batang.
c. Menengah - lebih dari 750 juta batang s/d 5.000 juta batang.
d. Kecil - 750 juta batang atau kurang
e. K-1000 - sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 397/KMK.05/1983.

          Pasal 4

(1) Jumlah isi dalam setiap kemasan untuk hasil-hasil tembakau jenis SKT, SKM, KLB dan KLM yang diproduksi oleh pabrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan sebagai berikut :
Jenis Hasil
Tembakau
Golongan Pabrik Jumlah Isi
batang/bungkus
SKT - Besar
Menengah Besar;
Menengah,
Kecil dan
K-1000.
12, 16 dan 50

10,12,16 dan 50
SKM - Besar,
Menengah Besar;
Menengah,
Kecil dan
K-1000.
12 dan 16

10,12,16 dan 50
KLB,KLM - Besar,
Menengah Besar,
Menengah,
Kecil dan
K-1000
3,6,10,12,16 dan 50
(2) Jumlah ini setiap kemasan untuk hasil tembakau jenis SPM adalah 20 batang.
(3) Jumlah isi setiap kemasan untuk hasil tembakau jenis lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah tentang Cukai Tembakau 1932.

          Pasal 5

Untuk permintaan hasil-hasil tembakau yang dimaksud dalam Pasal 1, diperguna- kan pita-pita cukai dengan warna sebagai berikut :

a. Warna merah tua, untuk SKT pabrikan Besar dan Menengah Besar.....................................................18%, 16%, 14%, 12%
b. Warna merah setengah tua, untuk SKT pabrikan Menengah
............... .8%, 6%
c. Warna merah muda, untuk SKT pabrikan Kecil............................2%, 1%
d. Warna hijau tua, untuk SKM pabrikan Besar dan Menengah Besar ..........................................................................38%, 36%, 34%, 31%
e. Warna hijau setengah tua, untuk SKM pabrikan Menengah
.............. 28%, 24%
f. Warna hijau muda, untuk SKM pabrikan Kecil...............................20%
g. Warna biru tua, untuk SPM..............................................37,5%
h. Warna biru setengah tua, untuk SPM.......................................35%
i. Warna biru muda, untuk SPM.............................................22,5%
j. Warna kuning, untuk SKT pabrikan K-1000...................................1%
k. Warna jingga, untuk cerutu.............................................12,5%
l. Warna abu-abu, untuk KLM Pabrikan Non K-1000 dan K-1000 ................................18%, 16%, 14%, 12%, 8%, 6%, 2%, 1%
m. Warna hitam, untuk KLB Pabrikan Non K-1000 dan K-1000 ....................... .........................................18%, 16%, 14%, 12%, 8%, 6%, 2%, 1%
n. Warna coklat, untuk TIS............................. 12,5%, 6%, 2%, dan 0,5%

          Pasal 6

(1) Atas hasil-hasil tembakau yang diekspor tidak dikenakan cukai.
(2) Jumlah isi setiap kemasan hasil tembakau yang diekspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak dibatasi.
(3) Pada kemasan hasil tembakau yang diekspor dapat diber tanda khusus, dengan ketentuan bentuk dan desainnya tidak boleh sama atau menyerupai pita cukai.
(4) Direktur Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang untuk mengatur dan menetapkan pemberian tanda khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

          Pasal 7

(1) Pita-pita cukai dipesan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, dan pada setiap pemesanan harus dinyatakan tanggal dan nomor dari Keputusan ini pa- da dokumen pemesanan bersangkutan (CT.3).
(2) CT.3 untuk 2 (dua) bulan terakhir menjelang berakhirnya masa berlakunya Keputusan ini, setiap bulannya hanya dapat diajukan untuk pemesanan pita cukai sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali dari pemesanan pita cukai rata-rata tiap bulan, dihitung dari pemesanan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terakhir.

          Pasal 8

(1) Direktur Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang untuk :
a. Mengatur dan menetapkan jangka waktu pelunasan pembayaran utang cukai tembakau.
b. Menetapkan Harga Eceran hasil tembakau, guna menyesuaikan harga eceran atau harga pita dengan harga penjualannya.
(2) Pengusaha hasil tembakau wajib menyesuaikan harga eceran atau harga pitanya, dalam hal harga penjualan suatu hasil tembakau ternyata sudah melebihi harga eceran atau harga pita dimaksud.

          Pasal 9

(1) Pemberian kemudahan berupa pembebasan sebagian cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini, diberikan kepada perusahaan yang dalam menjual tidak melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. memasukkan juga barang atau uang ke dalam bungkusan atau slof, yang tidak termasuk dalam kalkulasi harga eceran;
b. membubuhkan tanda-tanda atau kode-kode tertentu pada bagian dalam atau luar bungkusan/slof, dengan maksud untuk memberikan hadiah;
c. memberikan barang dalam bentuk apapun atau uang, atas pembelian hasil tembakau dalam jumlah tertentu;
d. memberikan barang atau uang atas penyerahan kembali dan/atau pengumpulan bungkus-bungkus bekas hasil tembakau, atau bagiannya, dengan cara apapun dan dimanapun juga;
e. mengumumkan melalui media massa, atau sarana lain dalam segala bentuk dengan maksud menjanjikan hadiah, yang berkaitan dengan kegiatan promosi dalam penjualan hasil tembakaunya.
(2) Terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dikenakan sanksi berupa peninjauan kembali pemberian kemudahan pembebasan sebagian cukai hasil tembakau, sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

          Pasal 10

Yang dimaksud dengan harga eceran atau harga pita dalam Keputusan ini, adalah harga yang tercantum pada pita cukai.

          Pasal 11

(1) Pada saat mulai berlakunya Keputusan ini, Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat yang membawahi reksan cukap tembakau, diwajibkan melakukan pencacahan (stock opname) terhadap persediaan pita cukai yang berada di pabrik-pabrik hasil tembakau.
(2) Terhadap perusahaan hasil tembakau, yang masih mempunyai persediaan pita cukai berdasarkan keetentuan yang berlaku sebelum ditetapkan Keputusan ini, masih diperbolehkan menggunakan/melekatkan pita cukai tersebut pada hasil tembakau produksi-nya sampai batas waktu 1 (satu) bulan, dan diizinkan berada diperedaran bebas selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah masa pelekatannya berakhir.
(3) Untuk sisa pita cukai yang masih berada di pabrik, setelah berakhirnya batas waktu yang telah ditetapkan pada ayat (2) di atas, pabrikan diwajibkan untuk menukarkan sisa pita cukai tersebut dengan CT.13 dan untuk yang ditarik dari peredaran bebas, pabrikan dapat mengajukan permohonan pemusnahan pita cukai dengan CT.12 di Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat.
(4) Kepala Kantor Inspeksi DJBC setempat membuat rekomendasi untuk CT.13 dan CT.12 guna disampaikan kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai cq Direktur Cukai dengan perantaraan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang membawahinya.

          Pasal 12

Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengawasi dan mengatur lebih lanjut pelaksanaan teknis Keputusan ini.

          Pasal 13

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1993 sampai dengan tanggal 31 Maret 1994.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

                  Ditetapkan di : J A K A R T A
                  Pada tanggal : 27 Pebruari 1993

                  MENTERI KEUANGAN,

                  J.B. SUMARLIN