Pasal 25

(1) Koperasi yang telah memiliki unit usaha yang mampu menjadi rekanan, dan perusahaan golongan ekonomi lemah, diikutsertakan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
(2) Bupati/walikota madya kepala daerah tingkat II menyusun daftar rekanan golongan ekonomi lemah di daerah masing-masing, bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Daerah (Kadinda).
(3) Daftar golongan ekonomi lemah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) diteruskan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk diteliti/disusun dalam DRM.
(4) Dalam mengutamakan rekanan golongan ekonomi lemah dan rekanan setempat harus tetap diperhatikan syarat-syarat bonafiditas.
(5) Terhadap daftar golongan ekonomi lemah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) diadakan peninjauan kembali secara berkala.

Pasal 26

(1) Pengadaan barang/jasa harus dilaksanakan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Tempat lokasi pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur sebagai berikut :
a. Pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp. 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) dilakukan di tempat lokasi kantor, satuan kerja, proyek, atau,bagian proyek;
b. Pengadaan barang/jasa dengan nilai di atas Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dilakukan di tempat lokasi kantor, satuan kerja, proyek, bagian proyek, atau di ibukota kabupaten/kotamadya;
c. Pengadaan barang/jasa di atas Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dilakukan di tempat lokasi kantor, satuan kerja, proyek, bagian proyek di ibukota kabupaten/kotamadya, atau di ibukota propinsi.

Pasal 27

(1) Pengadaan barang dan jasa dilakukan di antara rekanan yang tercatat dalam DRM, kecuali untuk hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (2) dan Ayat (7) huruf a dan huruf b.
(2) Rekanan golongan ekonomi lemah yang tercatat dalam DRM harus juga tercatat dalam daftar rekanan golongan ekonomi lemah yang disusun oleh bupati/walikota madya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Ayat (2).
(3) Di setiap daerah dibentuk panitia prakualifikasi yang diketuai oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bertugas menyelenggarakan prakualifikasi untuk menyusun DRM.
(4) DRM berlaku untuk seluruh departemen/lembaga/kantor/satuan kerja proyek/bagian proyek, yang ada di daerah bersangkutan.
(5) Dalam melakukan proses prakualifikasi diikuti petunjuk yang ditetapkan dalam Lampiran III Keputusan Presiden ini.
(6) Terhadap DRM diadakan peninjauan kembali secara berkala.

Pasal 28

(1) Biaya pengadaan tanah untuk keperluan proyek sektoral yang dilaksanakan oleh departemen/ lembaga disediakan dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan.
(2) Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pembangunan gedung negara untuk keperluan dinas seperti kantor dinas, rumah dinas, gudang, gedung rumah sakit, gedung sekolah, dan lain-lain dilaksanakan dengan mengikuti pedoman teknis yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

Pasal 29

(1) Pekerjaan perencanaan/perancangan, pelaksanaan pekerjaan, dan pengawasan harus dilakukan oleh rekanan yang kompeten, dan pelaksana pekerjaan dilarang merangkap sebagai pengawas terhadap pelaksanaan pekerjaan pemborongannya.
(2) Biaya perencanaan/perancangan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan diatur sebagai berikut :
a. untuk bangunan yang ada standarnya harus diikuti ketentuan standar yang berlaku;
b. untuk bangunan yang menggunakan rancangan yang sama secara berulang seluruh atau sebagian (parsial) diberikan biaya perencanaan dengan tarif menurun sesuai dengan pedoman yang ditentukan oleh Menteri Pekerjaan Umum;
c. untuk bangunan yang belum ada standarnya, diatur oleh Departemen Pekerjaan Umum dan/atau Departemen/Lembaga yang bersangkutan.
(3) Ketentuan mengenai studi analisis dan pekerjaan konsultasi lainnya diatur lebih lanjut oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pasal 30

Perjanjian/kontrak pelaksanaan pekerjaan atas beban anggaran belanja negara yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari satu tahun, anggaran dilakukan atas persetujuan dari Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pasal 31

(1) Selambat-lambatnya pada tanggal 10 setiap bulan :
a. kepala kantor/satuan kerja harus sudah menyampaikan laporan keadaan kredit anggaran rutin (LKKAR) dan laporan keadaan kas rutin (LKKR) pada akhir bulan yang baru lalu kepada :
i. sekretariat jenderal untuk perhatian kepala biro keuangan departemen/lembaga bersangkutan
ii. KPKN.
b. pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek harus sudah menyampaikan laporan keadaan kredit anggaran pembangunan (LKKAP) dan laporan keadaan kas pembangunan (LKKP) akhir bulan yang baru lalu kepada :
i. direktur jenderal atau pejabat setingkat pada departemen/lembaga bersangkutan;
ii. inspektur jenderal/pemimpin unit pengawasan pada lembaga yang bersangkutan;
iii. kepala biro keuangan pada departemen/lembaga yang bersangkutan;
iv. KPKN.
(2) Setiap LKKAR/LKKAP harus dilampirkan dengan LKKR dan LKKP yang dibuat oleh bendaharawan yang bersangkutan.
(3) Selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan SPM lembar kedua yang dilampiri bukti pengeluaran asli kepada sekretariat jenderal departemen/lembaga yang bersangkutan.
(4) Apabila pada Bendaharawan terdapat UYHD/sisa UYHD yang tidak diperlukan lagi untuk pelaksanaan kegiatan/proyek, dana/sisa tersebut paling lambat dalam waktu sepuluh hari setelah kegiatan/proyek selesai harus sudah disetorkan ke rekening Kas Negara.

Pasal 32

(1) Apabila LKKAR/LKKAP belum diterima oleh KPKN pada tanggal 10 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Ayat (1) dan Ayat (2), paling lambat tanggal 15 KPKN mengirimkan surat permintaan perhatian, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk anggaran rutin dikirimkan kepada kepala kantor/satuan kerja bersangkutan, yang tembusannya disampaikan kepada sekretaris jenderal atau pejabat setingkat dan inspektur jenderal/ pimpinan unit pengawasan pada lembaga bersangkutan.
b. Untuk anggaran pembangunan dikirimkan kepada pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek, yang tembusannya disampaikan kepada direktur jenderal atau pejabat setingkat dan inspektur jenderal atau pimpinan unit pengawasan pada Departemen/Lembaga yang bersangkutan.
(2) Apabila LKKAR/LKKAP tersebut belum juga disampaikan pada tanggal 20 berikutnya, maka paling lambat tanggal 25 KPKN mengirimkan surat peringatan/teguran yang tembusannya disampaikan kepada direktur jenderal atau pejabat setingkat dan kepada Inspektur Jenderal departemen atau pimpinan unit pengawasan pada Departemen/Lembaga yang bersangkutan;
(3) Untuk setiap triwulan KPKN membuat daftar ketertiban penerimaan LKKAR/LKKAP paling lambat satu bulan setelah berakhirnya triwulan yang lalu, dan menyampaikannya kepada atasan kepala kantor/satuan kerja dan pemimpin proyek/bagian proyek bersangkutan, dan tembusannya disampaikan kepada kepala kantor/satuan kerja, pemimpin proyek/bagian proyek yang bersangkutan. inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada Lembaga yang bersangkutan.
(4) Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada departemen/lembaga mengambil langkah-langkah penyelesaian keterlambatan penyampaian LKKAR/LKKAP tersebut.

Pasal 33

(1) Atas beban anggaran belanja negara tidak di perkenankan pengeluaran untuk keperluan :
a. perayaan atau peringatan hari besar, hari raya, hari ulang tahun/hari jadi departemen lembaga dan sebagainya;
b. pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga, dan sebagainya untuk pelbagai peristiwa;
c. iklan ucapan selamat dan sebagainya;
d. pesta untuk pelbagai peristiwa pada Departemen/Lembaga:
e. pekan olah raga pada pelbagai departemen/lembaga;
f. pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan yang sejenis/ serupa dengan yang tersebut di atas.
(2) Penyelenggaraan rapat kerja, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian kantor proyek, dan penyambutan pejabat serta sejenisnya, dibatasi sampai pada hal-hal yang sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin.
(3) Departemen/Lembaga membatasi pembentukan panitia dan tim sampai hal-hal yang sangat perlu, dan pembentukan panitia atau tim yang dananya tidak tercantum dalam DIK/DIP dan dokumen lainnya yang disamakan memerlukan persetujuan tertulis Menteri Keuangan apabila akan membebani anggaran belanja negara.
(4) Departemen/Lembaga, kantor, satuan kerja, dan proyek/bagian proyek wajib mengadakan pengawasan terhadap penggunaan alat telekomunikasi. penggunaan air, pemakaian gas, pemakaian listrik, dan pemakaian alat elektronik lainnya.
(5) Kerja lembur hanya dilakukan untuk pekerjaan yang sifatnya sangat penting atau mendesak, sehingga penyelesaiannya tidak dapat ditangguhkan.
(6) Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) bersama dengan Departemen Keuangan mengusahakan keseragaman honorarium dan tunjangan ikatan dinas.
(7) Ikatan dinas atas beban Anggaran Belanja Negara hanya diperkenankan apabila dana untuk keperluan tersebut telah tersedia dalam DIK/DIP atau dokumen yang dipersamakan, bagi :
a. pendidikan yang diperlukan untuk kepentingan negara dan sifatnya kurang menarik;
b. siswa/mahasiswa yang luar biasa kecakapannya akan tetapi tidak mampu melanjutkan pelajarannya atas biaya sendiri;
(8) Pemberian ikatan dinas ditetapkan dengan surat keputusan Menteri/ Ketua lembaga yang bersangkutan untuk jangka waktu satu tahun, dan dapat diperpanjang.
(9) Pemberian tugas belajar dalam atau luar negeri bagi pegawai negeri ditetapkan oleh Menteri/Ketua lembaga yang bersangkutan sepanjang dananya telah tersedia dalam DIK/DIP atau dokumen yang dipersamakan.
(10) Pemberian darmasiswa (tugas belajar) dalam negeri bagi warga negara asing atas beban anggaran belanja negara memerlukan persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Keuangan, dan Menteri Luar Negeri.
(11) Uang lembur, honorariurn, dan tunjangan ikatan dinas, dibayarkan dalam balas anggaran yang tersedia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keempat

Penatausahaan dan Pengawasan Anggaran

Pasal 34

(1) Kepala kantor, satuan kerja, pemimpin proyek/bendaharawan proyek, pemimpin bagian proyek/bendaharawan bagian proyek, dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang negara wajib menyelenggarakan pembukuan.
(2) Departemen/Lembaga menyelenggarakan tata buku anggaran mengenai bagian anggaran yang dikuasainya.
(3) Kepala kantor, satuan kerja, pemimpin proyek/bendaharawan proyek, pemimpin bagian proyek/ bendaharawan bagian proyek, orang atau badan yang menerima atau menguasai barang/kekayaan milik negara wajib menyelenggarakan pembukuan.
(4) Departmen/Lembaga menyelenggarakan penatausahaan barang dan kekayaan/milik negara yang ada dalam pengurusannya.
(5) Departemen, lembaga, kantor, satuan kerja, proyek/bagian proyek, menyimpan secara lengkap dan teratur dokumen yang menyangkut keuangan negara/barang milik negara.
(6) Pelaksanaan dan penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) mengikuti pedoman/petunjuk yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 35

(1) Kantor/satuan kerja/proyek/bagian proyek menyampaikan bahan/laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (1) dan dokumen lain yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara kepada biro keuangan Departemen/Lembaga yang menguasai bagian anggaran yang bersangkutan, yang selanjutnya melakukan verifikasi atas bahan/ laporan/dokumen tersebut.
(2) Jika dalam bahan/laporan tersebut dijumpai kekeliruan, biro keuangan Departemen/Lembaga yang bersangkutan segera mernberitahukannya kepada kantor, satuan kerja. atau proyek yang mengirimkan bahan/ laporan tersebut dan menyelenggarakan tata buku anggaran dan menyusun perhitungan anggaran.
(3) Kantor, satuan kerja, proyek, bagian proyek menyampaikan bahan keterangan/laporan mengenai barang milik negara (daftar inventaris) secara tertib dan teratur kepada Departemen/Lembaga yang membawahkan kantor/satuan kerja/proyek/bagian proyek yang bersangkutan.
(4) Menteri/Ketua lembaga yang menguasai suatu bagian anggaran menyampaikan bahan guna perhitungan anggaran dan penyusunan neraca kekayaan Negara secara tertib dan teratur kepada Menteri Keuangan.
(5) Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri menyampaikan laporan bulanan ,mengenai penerimaan dan pengeiuaran negara yang telah dilakukan kepada :
a. Menteri Keuangan untuk perhatian Direktur Jenderal Anggaran dan Kepala Badan Akuntansi Keuangan Negara untuk seluruh penerimaan dan pengeluaran;
b. Menteri/Ketua lembaga bersangkutan sepanjang menyangkut Departemen/Lembaga tersebut;
c. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk seluruh penerimaan dan pengeluaran.
(6) Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran dan Kepala Badan Akuntansi Keuangan Negara menetapkan jenis serta waktu penyampaian bahan keterangan/laporan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) sampai dengan Ayat (4).
(7) Direksi Bank Indonesia menyampaikan kepada Menteri Keuangan untuk perhatian Direktur Jenderal Anggaran :
a. rekening koran uang muka kepada Pemerintah disertai nota debet/kredit yang bersangkutan setiap bulan;
b. rekening koran Bendahara Umum Negara (BUN) disertai nota debet/kredit yang bersangkutan setiap hari;
c. rekening koran Direktur Jenderal Anggaran setiap minggu disertai nota debet/kredit yang bersangkutan setiap hari;
d. tembusan rekening-rekening koran lainnya milik Pemerintah setiap minggu;
e. laporan mingguan mengenai bantuan luar negeri dan rekening tembusan kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan orang yang bersangkutan disertai nota debet/kreditnya, dengan Nasional Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tanpa disertai rekening koran dan nota debet/kreditnya.
(8) Direksi Bank Indonesia dan bank pemerintah lainnya setiap bulan menyampaikan laporan kepada Menteri Keuangan dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengcnai saldo pada tiap akhir bulan dari rekening bendaharawan yang ada padanya.

Pasal 36

Menteri Keuangan mengatur :

a. pembukaan rekening pemerintah pada Bank Indonesia dan bank pemerintah lainnya;
b. jenis penerimaan dan pengeluaran yang harus dibukukan pada rekening tersebut;
c. penunjukan pejabat yang bertanggung jawab atas rekening-rekening tersebut;
d. cara penatausahaan rekening tersebut.

Pasal 37

Departemen Keuangan mengadakan pengolahan menyeluruh bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan menuangkannya dalam perhitungan anggaran negara.

Pasal 38

(1) Sekretaris Jenderal Departemen. sekretaris jenderal Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panitera Mahkamah Agung. Jaksa Agung.Sekretaris Negara. dan pimpinan lembaga pemerintah non-departemen yang selanjulnya dalam Keputusan Presiden ini disebut sekretaris jenderal Departemen/Lembaga bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembukuan dan pelaporan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden ini.
(2) Inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga berkewajiban mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan pembukuan dan pelaksanaan pelaporan sebagaimana ditectapkan dalarn Keputusan Prcsiden ini.
(3) Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melakukan koordinasi atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 39

(1) Kepala kantor, satuan kerja, pemimpin proyek/bagian proyck. alasan langsung bendaharawan harus meneliti kebenaran dan sahnya sesuatu tagihan sebelum memerintahkan bendaharawan untuk melakukan pembayaran atau mengajukan SPPR/SPPP bersangkutan kepada KPKN, berdasarkan SKO atau DIK/DIP atau dokumen yang dipersamakan yang diterimanya.
(2) Barangsiapa menandatangani dan/atau mengesahkan sesuatu surat bukti yang dapai digunakan sebagai dasar untuk memperoleh hak dan/atau pembayaran dari negara, bertanggung jawab atas kebenaran dan sahnya surat bukti tersebut.
(3) Terhadap pejabat, orang atau badan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) yang karena kelalaian/kesalahannya menimbulkan kerugian bagi negara dikenakan tuntutan ganti rugi dan/atau tuntutan lainnya rnenurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Terhadap orang atau badan yanag menerima pembayaran dari negara tanpa hak dan/atau berdasarkan bukti-bukli yang tidak sah dan/atau tidak sesuai dengan kebenaran, dapat dituntut menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 40

Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran rutin dilakukan sebagai berikut :

a. atasan dari kepala kantor/satuan kerja menyelenggarakan pengawasan melekat terhadap pelaksanaan anggaran yang dilakukan oleh kepala kantor/satuan kerja dalam lingkungannya;
b. atasan langsung bendaharawan mengadakan pemeriksaan kas terhadap bendaharawan sedikitnya 3 (tiga) bulan sekali;
c. direktur jenderal atau pejabat yang setingkat pada departemen/lembaga mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan DIK oleh kantor/satuan kerja dalam lingkungan unit organisasinya;
d. biro keuangan departemen/lembaga mengadakan verifikasi terhadap SPM dan LKKAR mengenai kantor/satuan Kerja dalam lingkungan departemen/lembaga bersangkutan;
e. sekretaris jenderal departemen/lembaga mengadakan pengawasan terhadap dipatuhinya DIK yang telah ditandatanganinya dalam pelaksanaan anggaran oleh kantor/satuan kerja dalam lingkungan departemen/lembaga yang bersangkutan;
f. inspektur jenderal departemen/unit pengawasan pada lembaga mengadakan pemeriksaan atas pelaksanaan anggaran yang dilakukan oleh kantor/satuan kerja dalam lingkungan departemen/ lembaga yang bersangkutan, dan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan tersebut kepada Menteri/Ketua lembaga yang membawahkan kantor/satuan kerja bersangkutan dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
g. KPKN mengadakan pengujian serta penelitian terhadap SPPR mengenai tersedianya anggaran, ketepatan tujuan pengeluaran. ketepatan pembebanan mata anggaran serta kebenaran tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

Pasal 41

Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran pembangunan dilakukan sebagai berikut :

a. pemimpin proyek/bagian proyek mengadakan pemeriksaan kas terhadap bendaharawan sedikitnya 3 (tiga) bulan sekali;
b. atasan langsung dari pemimpin proyek menyelenggarakan pengawasan melekat terhadap pelaksanaan anggaran yang dilakukan oleh pemimpin proyek/bagian proyek yang bersangkutan;
c. direktur jenderal/pejabat yang setingkat pada Departemen/Lembaga selaku atasan dari pemimpin proyek melakukan pengawasan umum terhadap pelaksanaan proyek, terutama terhadap pelaksanaan petunjuk operasional (PO) dalam rangka pelaksanaan DIP atau dokumen lainnya yang disamakan;
d. biro keuangan Deparlemen/Lembaga rncngadakan verifikasi terhadap SPM mengenai proyek dalam lingkungan departemen/lembaga bersangkutan;
e. inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga mengadakan pemeriksaan atas pelaksanaan anggaran oleh pemimpin proyek, dengan cara :
(i) mengadakan pengujian terhadap efektivitas, efisiensi pelaksanaan operasional, efisiensi penggunaan dana dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(ii) mengadakan pemeriksaan terhadap pelaksanaan penggadaan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri.
f. Hasil pemeriksaan inspektur jenderal departemen/lembaga/ pimpinan unit pengawasan pada lembaga tersebut disampaikan kepada Menteri/Ketua lembaga yang mcmbawahkan proyek yang bersangkutan, dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
g. KPKN dalam mengadakan pengujian atas SPPP yang diajukan oleh bendaharawan, memperhatikan batas biaya tolok ukur dan batas biaya jenis pengeluaran dalam tiap tolok ukur yang tercantum dalam DIP atau dokumcn lainnya yang disamakan, kelengkapan pembuktian dan kebenaran tagihan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 69.

Pasal 42

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan anggaran negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pcngawasan pada lembaga ditingkat pusat, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan gubernur/kepala daerah tingkat I dan bupati/kepala daerah tingkat II menampung pengaduan dari masyarakat/dunia usaha mengenai masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan mengambil langkah-langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya.

BAB II

PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA RUTIN

Pasal 44

(1) Anggaran belanja rutin dibagi dalam sektor, subsektor, program, kegiatan, dan jenis pengeluaran serta dalam bagian anggaran (Departemen/Lembaga).
(2) Menteri/ketua lembaga bertanggung jawab atas program/kegiatan pada kantor/satuan kerja di lingkungan Departemen/Lembaga yang bersangkutan.

Pasal 45

(1) Untuk pelaksanaan anggaran belanja rutin, Departemen/Lembaga mengisi DIK sesuai dengan contoh dan petunjuk pengisian yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(2) DIK lembaga tertinggi/tinggi negara ditandatangani oleh sekretaris jenderal lembaga/Panitera Mahkamah Agung sedangkan DIK departemen/lembaga ditandatangani oleh Menteri/Ketua lembaga atau oleh Sekretaris Jenderal Departemen/Lembaga atas nama Menteri.
(3) Penandatanganan DIK oleh direktur jenderal atau pejabat yang setingkat, memerlukan surat kuasa menteri/ketua lembaga dengan tembusan kepada Menteri Keuangan.
(4) DIK berlaku sebagai dasar pelaksanaan anggaran belanja rutin setelah mendapal pengesahan dari Menteri Keuangan atau pejabat yang dikuasakan.

Pasal 46

(1) Departemen Keuangan menyampaikan DIK yang telah disahkan kepada :

a. departemen/lembaga;

b. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN);

c. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

(2) Departemen/Lembaga menyampaikan DIK kepada :

a. direktorat jenderal dan kantor/satuan kerja;

b. inspektorat jenderal departemen/unit pengawasan pada lembaga.

Pasal 47

(1) Kepala kantor/satuan kerja bertanggung jawab, baik terhadap segi keuangan maupun fisik serta efisiensi dan efektivifas pelaksanaan kegiatan yang menurut DIK menjadi tugas kantor/satuan kerja bersangkutan.
(2) Kepala kantor/satuan kerja dilarang mengadakan ikatan yang akan membawa akibat dilampauinya batas anggaran yang tersedia bagi kantor/satuan kerjanya sebagaimana tercantum dalam DIK yang bersangkutan.

Pasal 48

(1) Batas pembiayaan triwulanan bagi setiap kantor/satuan kerja untuk jenis pengeluaran nonpegawai adalah sebesar dua puluh lima persen dari jumlah dana yang bersangkutan dalam DIK.
(2) Penyediaan biaya yang melebihi batas pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (I) dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan.

Pasal 49

(1) Usul perubahan/pergeseran biaya dalam satu DIK beserta penjelasan dan bahan-bahan yang lengkap, diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran untuk mendapatkan penilaian atau keputusan, oleh :
a. kepala kantor/satuan kerja bersangkutan apabila meliputi satu kantor/satuan kerja;
b. kepala kantor wilayah departemen, kepala kantor wilayah direktorat jenderal bersangkutan apabila meliputi lebih dari satu kantor/satuan kerja.
(2) Usul perubahan/pergeseran biaya dalam satu DIK diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran untuk mendapatkan keputusan, apabila menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a. antar mata anggaran pengeluaran (mak) belanja nonpegawai dalam satu kegiatan/antarkegiatan dalam suatu program pada satu kantor/satuan kerja atau lebih;
b. yang akan berakibat mengubah catatan dalam DIK yang bersangkutan;
c. perubahan karena adanya kesalahan teknis administratif, baik angka maupun huruf, serta perubahan KPKN dalam hal lokasi kantor/satuan kerja berada di dalam wilayah pembayaran KPKN lain dari pada yang ditentukan di dalam DIK.
(3) Setelah dilakukan perubahan/pergeseran:
a. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran melaporkannya kepada Menteri Keuangan untuk perhatian Direktur Jenderal Anggaran;
b. kepala kantor/satuan kerja/kantor wilayah departemen/kantor wilayah direktorat jenderal yang bersangkutan melaporkannya kepada menteri/ketua lembaga yang membawahkannya dengan tembusan kepada inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga yang bersangkutan.
(4) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran memberikan keputusan mengenai usul sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua minggu setelah diterimanya usul tersebut.
(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (4) kepala kantor wilayah direktorat jenderal anggaran belum dapat memberikan keputusan, maka hal ini segera diberitahukan secara tertulis kepada kepala kantor/satuan kerja dan kepala kantor wilayah departemen/kantor wilayah direktorat jenderal yang bersangkutan.
(6) Usul perubahan/pergeseran diajukan kepada Menteri Keuangan untuk perhatian Direktur Jenderal Anggaran untuk mendapatkan keputusan, apabila menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a. yang menyangkut kantor/satuan kerja tingkat pusat Departemen/ Lembaga;
b. mengenai dana yang menurut catatan dalam DIK penggunaannya memerlukan persetujuan tersendiri dari menteri keuangan atau pejabat yang ditunjuk; c. antar program dalam satu subsektor dan/atau antar DIK.
(7) Menteri Keuangan untuk perhatian Direktur Jenderal Anggaran memberikan keputusan terhadap usul perubahan/pergeseran biaya sebagaimana dimaksud dalam Ayat (6), selambat-lambatnya dalam waktu dua minggu setelah diterima usul yang bersangkutan yang beserta bahan-bahannya secara lengkap.
(8) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (7) belum.dapat diberikan keputusan, Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran memberitahukan hal tersebut secara tertulis kepada menteri/ketua lembaga yang bersangkutan.
(9) Perubahan/pergeseran biaya tidak dapat dilakukan :
a. dari biaya untuk gaji dan tunjangan beras ke biaya lainnya dalam belanja pegawai;
b. dari belanja pegawai ke belanja no npegawai;
c. dari dana yang disediakan untuk Perwakilan Republik Indonesia termasuk perwakilan Departemen/Lembaga di luar negeri untuk keperluan pembiayaan kegiatan kantor/satuan kerja di dalam negeri.
(10) Peninjauan kembali lerhadap ketentuan dalam Ayat (2) dan Ayat (6) ini dilakukan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 50

(1) Departemen/Lembaga pada tiap awal tahun anggaran, menyusun daftar susunan kekuatan pegawai (formasi) dalam dan luar negeri bagi tiap unit organisasi sampai pada tiap kantor/satuan kerja dalam batas belanja pegawai dalam anggaran belanja masing-masing dan selambat-lambatnya tanggal 30 April menyampaikannya kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
(2) Formasi tersebut disahkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara setelah mendengar pertimbangan Menteri Keuangan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara selambat-lambatnya tanggal 31 Mei berikutnya, dan dalam hal menyangkut formasi pegawai di luar negeri didengar pula pertimbangan Menteri Luar Negeri.
(3) Pengadaan pegawai hanya diperkenankan dalam batas formasi yang telah disahkan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) dengan memberikan prioritas kepada:
a. pegawai pelimpahan dari departemen/lembaga yang kelebihan pegawai;
b. siswa/mahasiswa ikatan dinas, setelah lulus dari pendidikannya;
c. pegawai tidak tetap (PTT) yang telah menyelesaikan masa baktinya dengan baik.
(4) Pengadaan pegawai dalam batas formasi yang telah disahkan menurut ketentuan Ayat (2) dilakukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Kenaikan pangkat pegawai dilaksanakan dalam batas formasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2), dengan ketentuan kenaikan pangkat sampai dengan golongan IV/a dilaksanakan setelah mendapat persetujuan lebih dahulu dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN).
(6) Selambat-lambatnya pada tiap tanggal 30 April, menteri/ketua lembaga telah menetapkan/ menetapkan kembali pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangi surat keputusan kepegawaian.
(7) Salinan surat keputusan penetapan/penetapan kembali sebagaimana dimaksud Ayat (6) beserta contoh (spesimen) tanda tangan pejabat yang diberi wewenang segera dikirimkan kepada BAKN dan KPKN, dan dalam hal tidak ada perubahan, penetapan kembali pejabat tersebut dapat dilakukan dengan surat pemberitahuan oleh menteri/ketua lembaga yang bersangkutan.
(8) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada daerah otonom, perusahaan atau badan yang anggarannya tidak/tidak sepenuhnya diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, menjadi beban pemerintah daerah otonom/perusahaan/ beban yang bersangkutan selama perbantuan tersebut.
(9) Perbantuan pegawai negeri untuk tugas-tugas di luar pemerintahan dengan membebani Anggaran Belanja Negara tidak diperkenankan, kecuali dengan izin Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Keuangan yang sekaligus menetapkan batas lamanya perbantuan tersebut.
(10) Selama perbantuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (7) dan Ayat (8), formasi bagi pegawai tersebut tidak boleh diisi, dan setelah penentuan berakhir, pegawai yang bersangkutan ditempatkan kembali pada departemen/lembaga asalnya.
(11) KPKN hanya diperkenankan melakukan pembayaran upah pegawai harian/tenaga honorer, apabila untuk keperluan tersebut telah tersedia dananya dalam DIK/SKO yang bersangkutan.
(12) Penghasilan pegawai yang ditempatkan di iuar negeri diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 51

(1) Pemberian kenaikan gaji berkala dilakukan dengan surat pemberitahuan oleh kepala kantor/satuan kerja setempat atas nama Pejabat yang berwenang.
(2) Pemberian kenaikan gaji berkala tidak dapat berlaku surut lebih dari 2 (dua) tahun.
(3) Penundaan kenaikan gaji berkala ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Ayat (6).
(4) Di bawah koordinasi Menreri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara menyelenggarakan tata usaha kepegawaian.

Pasal 52

(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil beserta keluarganya diberikan tunjangan beras dalam bentuk natura atau uang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tunjangan beras sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) tidak diberikan rangkap.
(3) Pemberian tunjangan beras dalam bentuk natura, dilaksanakan oleh Badan Urusan Logistik (BULOG) sesuai dcngan surat keterangan yang diberikan oleh KPKN berdasarkan daftar gaji departemen, lembaga, kantor, atau satuan kerja yang bersangkutan.
(4) Menteri Dalam Negeri berdasarkan usul gubernur/kepala daerah tingkat I dan setelah mcmperhatikan pendapat Kepala BULOG, dapat menetapkan daerah-daerah tempat tinggal pegawai negeri sipil yang diberi tunjangan beras dalam bentuk uang.
(5) Menteri Keuangan menetapkan harga beras sebagai dasar pemberian tunjangan pangan dalam bentuk uang.
(6) Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran mengatur lebih lanjut pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) dan Ayat (5).

Pasal 53

(1) Tunjangan anak dan tunjangan beras untuk anak yang diberikan kepada pegawai negeri dibatasi hingga sebanyak-banyaknya untuk dua orang anak.
(2) Dalam hal pegawai pada tanggal 1 Maret 1994 telah memperoleh tunjangan anak dan tunjangan beras untuk lebih dari dua orang anak, kepadanya tetap diberikan tunjangan untuk jumlah menurut keadaan pada tanggal tersebut.
(3) Apabila setelah tanggal tersebut jumlah anak yang memperoleh tunjangan anak berkurang karena menjadi dewasa, kawin atau meninggal, pengurangan tersebut tidak dapat diganti, kecuali jumlah anak menjadi kurang dari dua.

Pasal 54.......