|
Pasal 54 |
||||||||
| (1) | Tiap Departemen/Lembaga mengadakan tata usaha kepegawaian dan pensiun agar setiap saat dapat diketahui pegawai yang akan mencapai batas usia pension yang akan dan telah diselesaikan oleh Badan Administrasi Kepegawaian Negara. | |||||||
| (2) | Selambat-lambatnya pada tanggal 30 April menteri/ketua lembaga telah menetapkan/menetapkan kembali pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani surat keputusan penetapan pensiun. | |||||||
| (3) | Kepada penerima pensiun diberikan tunjangan beras dalam bentuk uang dan tunjangan anak menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53. | |||||||
|
Pasal 55 |
||||||||
| (1) | Untuk belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas serta subsidi dan bantuan diusahakan penghematan dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan sebagaimana tercantum dalam DIK yang bersangkutan serta ketentuan tentang penggunaan jenis pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam petunjuk pengisian DIK. | |||||||
| (2) | Biaya untuk pakaian seragam/pakaian kerja hanya dapat dibebankan pada Anggaran Belanja Negara atas persetujuan Menteri Keuangan setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. | |||||||
|
Pasal 56 |
||||||||
| (1) | Pejabat. yang berwenang wajib membatasi pelaksanaan perjalanan dinas untuk hal-hal yang mempunyai prioritas tinggi dan penting serta mengadakan penghematan dengan mengurangi frekuensi jumlah orang dan lamanya perjalanan. | |||||||
| (2) | Biaya perjalanan dinas dalam negeri dibayarkan dalam satu jumlah (lumpsum) kepada pejabat/pegawai yang diperintahkan untuk melakukan perjalanan dinas sebelum perjalanan tersebut dimulai. | |||||||
| (3) | Kepada pegawai negeri yang karena jabatannya harus melakukan perjalanan dinas tetap dalarn daerah jabatannya, diberikan tunjangan perjalanan tetap. | |||||||
| (4) | Menteri Keuangan mengatur lebih lanjut pedoman dan ketentuan pelaksanaan urusan perjalanan dinas dalam negeri. | |||||||
|
Pasal 57 |
||||||||
| (1) | Perjalanan dinas luar negeri terlebih dahulu memerlukan izin Presiden, yang diartikan pula izin yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara/Sekretariat Kabinet. | |||||||
| (2) | Permohonan izin perjalanan dinas ke luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Ayat (l) diajukan selambat-lambatnya satu minggu sebelum keberangkatan yang direncanakan, dan harus dilengkapi dengan : | |||||||
| a. | penjelasan mengenai urgensi/alasan perjalanan dan rincian programnya dengan menyertakan undangan, konfirmasi, dan dokumen yang berkaitan; | |||||||
| b. | izin tertulis dari instansi bersangkutan apabila seorang pejabat diajukan instansi lain; | |||||||
| c. | pernyataan atas biaya anggaran instansi mana perjalanan dinas tersebut akan dibebankan. | |||||||
| (3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), yaitu : | |||||||
| a. | perjalanan dinas pegawai yang ditempatkan di luar negeri dan dipanggil kembali dari luar negeri; | |||||||
| b. | perjalanan dinas pegawai antartempat di luar negeri. | |||||||
| (4) | Izin perjalanan dinas sebagaimana dimaksud dalam Ayal (3) Huruf b adalah wewenang Menteri Luar Negeri serta Kepala Perwakilan Republik Indonesia yang bersangkutan, dan diberikan apabila pembiayaan untuk keperluan tersebut telah tersedia dalam DIK bersangkutan. | |||||||
| (5) | Perjalanan dinas luar negeri hanya dilakukan untuk hal-hal yang sangat penting, dan perjalanan dinas untuk menghadiri seminar, lokakarya, simposium, konferensi dan melaksanakan peninjauan, studi perbandingan serta inspeksi harus diteliti dan dibatasi dengan ketat. | |||||||
| (6) | Perjalanan dinas luar negeri dilaksanakan dengan mengutamakan perusahaan penerbangan nasional atau perusahaan pengangkutan nasional lainnya. | |||||||
| (7) | Dalam tiap surat kepulusan mengenai perjalanan dinas luar negeri dinyatakan atas biaya anggaran instansi mana perjalanan pejabat yang bersangkutan akan dibebankan. | |||||||
| (8) | Biaya perjalanan dinas luar negeri termasuk biaya angkutan barang pindahan, dibayarkan dalam satu jumlah (lumpsum). | |||||||
| (9) | Menteri Keuangan mengatur lebih lanjut pedoman dan ketentuan pelaksanaan urusan perjalanan dinas luar negeri. | |||||||
|
Pasal 58 |
||||||||
| (1) | Kepada pegawai yang dipindahkan dan di tempat baru tidak mendapat perumahan, diberikan uang pesangon pindah | |||||||
| (2) | Pembayaran uang pesangon pindah tersebut dilakukan atas dasar SKO atau DIK. | |||||||
| (3) | Pegawai yang dipindahkan/ditempatkan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sebelum mendapatkan perumahan diizinkan tinggal di hotel tidak termasuk makan untuk waktu selama-lamanya tiga bulan. | |||||||
| (4) | Menteri Keuangan mengatur lebih lanjut pedoman dan ketentuan pelaksanaan mengenai pemberian uang pesangon pindah. | |||||||
|
Pasal 59 |
||||||||
| (1) | Pembukaan dan atau peningkatan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Presiden. | |||||||
| (2) | Pembukaan perwakilan Departemen/Lembaga di luar negeri hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan. | |||||||
|
Pasal 60 |
||||||||
| (1) | Setiap perubahan/penyempurnaan organisasi dan atau pembentukan Kantor/satuan kerja dalam lingkungan Departemen/Lembaga harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. | |||||||
| (2) | Biaya sehubungan dengan pelaksanaan perubahan/penyempurnaan organisasi departemen/ lembaga dan/atau pembentukan kantor/satuan kerja dalam lingkungan Departemen/Lembaga yang mengakibatkan pergeseran anggaran/revisi dari Departemen/ Lembaga tersebut, harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan. | |||||||
|
Pasal 61 |
||||||||
| (1) | Subsidi/pertimbangan keuangan kepada daerah otonom yang untuk selanjutnya disebut subsidi daerah otonom (SDO) diberikan setiap tahun kepada daerah otonom sebagai bantuan pembiayaan rutin, atas beban Bagian Anggaran 16 Pembiayaan dan Perhitungan. | |||||||
| (2) | Dalam batas anggaran yang telah disediakan melalui SDO serta pendapatan asli daerah (PAD), setiap daerah otonom wajib mengusahakan agar segala pengeluaran dapat dibiayai sendiri. | |||||||
| (3) | Gubernur kepala daerah tingkat I/bupati/walikota madya kepala daerah tingkat II mengusahakan intensifikasi PAD. | |||||||
| (4) | Gubernur kepala daerah tingkat I dan bupati/walikotamadya kepala daerah tingkat II setiap triwulan menyampaikan laporan penggunaan SDO kepada Menteri Dalarn Negeri dan Menteri Keuangan, dan tembusannya disampaikan kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran. | |||||||
| (5) | Gubernur kepala daerah tingkat I dan bupati/walikota madya kepala daerah tingkat II menyampaikan informasi yang diperlukan mengenai keuangan daerah kepada Departemen Keuangan. | |||||||
|
BAB III PEDOMAN PELAKSANAAN ANCGARAN BELANJA PEMBANGUNAN Pasal 62 |
||||||||
| (1) | Anggaran belanja pembangunan dibagi dalam sektor, subsektor program. proyek dan dalam bagian anggaran (Departemen/Lembaga) | |||||||
| (2) | Penyusunan anggaran belanja pembangunan sesuai dengan rincian sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1). diselenggarakan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas bersama Menteri Keuangan. | |||||||
| (3) | Menteri/ketua lembaga bertanggung jawab atas program yang ada dalam lingkungan Departemen/Lembaga yang bersangkutan. | |||||||
| (4) | Pejabat eselon I (sekretaris jenderal, direktur jenderal, deputi, dan pejabat lain yang setingkat) merupakan penanggung jawab dan pembina program/proyek pembangunan dalam lingkungan organisasi instansi yang dipimpinnya. | |||||||
| (5) | Pejabat eselon II (direktur, sekretaris ditjen, kepala biro, kepala pusat, inspektur, kepala kanlor wilayah, sekretaris wilayah daerah dan pejabat lainnya yangsetingkat) merupakan penanggung jawab dan pembina sehari-hari kegiatan pelaksanaan proyek pembangunan dalam lingkungan organisasi yang dipimpinnya | |||||||
|
Pasal 63 |
||||||||
| (1) | Untuk program yang bersifat lintas sektoral dan/atau bersifat lintas lembaga serta merupakan satu kesatuan program yang tahapan pekerjaannya dilaksanakan secara berurutan atau bersamaan, ditunjuk seorang penanggung jawab program ditingkat pusat oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. | |||||||
| (2) | Penanggung jawab program yang dimaksud Ayat (1) mempunyai tugas melakukan koordinasi dengan instansi/proyek terkait dalam menyusun rencana kegiatan pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaannya, serta bertanggung jawab atas keberhasilan program. | |||||||
|
Pasal 64 |
||||||||
| (1) | Pemimpin dan bendaharawan proyek ditetapkan oleh menteri/ketua lembaga yang bersangkutan dengan mencantumkan namanya dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan dan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku umum bagi pegawai negeri. | |||||||
| (2) | Pejabat eselon I dan eselon II serta kepala kantor tidak diperkenankan ditunjuk sebagai pemimpin proyek dan/atau bendaharawan proyek. | |||||||
| (3) | Bila dipandang perlu pemimpin proyek dan bendaharawan proyek dapat dibantu oleh pemimpin bagian proyek dan bendaharawan bagian proyek serta bendaharawan pemegang uang muka cabang (BPUMC) yang ditetapkan oleh menteri/ketua lembaga yang bersangkutan. | |||||||
| (4) | Perubahan pemimpin proyek/bagian proyek bendaharawan proyek/bagian proyek yang tercantum dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan ditetapkan oleh menteri/ketua lembaga dengan surat keputusan yang disampaikan kepada KPKN yang bersangkutan dengan tembusan kepada inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga bersangkutan. | |||||||
| (5) | Pemimpin dan bendaharawan proyek berkedudukan di lokasi proyek atau di ibukota kabupaten/ kota madya yang terdekat. | |||||||
|
Pasal 65 |
||||||||
| (1) | Untuk pelaksanaan anggaran belanja pembangunan, Departemen/ Lembaga yang bersangkutan mengisi DIP atau dokumen lain yang disamakan beserta petunjuk operasional (PO) untuk setiap proyek sesuai dengan contoh dan petunjuk pengisian yang ditetapkan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. | |||||||
| (2) | Anggaran belanja pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) termasuk anggaran belanja pembangunan yang terdapat dalam Bagian Anggaran 16 Pembiayaan dan Perhitungan. | |||||||
| (3) | DIP atau dokumen lainnya yang disamakan ditandatangani oleh Menteri/Ketua Lembaga atau atas namanya oleh Sekretaris Jenderal/ Panitera Mahkamah Agung, atau oleh Direktur Jenderal atau pejabat lain yang setingkat berdasarkan surat kuasa menteri/ketua lembaga yang bersangkutan. | |||||||
| (4) | DIP atau dokumen lain yang disamakan berlaku sebagai dasar pelaksanaan proyek sesudah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. | |||||||
| (5) | Menteri Keuangan menyampaikan DIP atau dokumen lain yang disamakan yang telah disahkan kepada : | |||||||
| a. | Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; | |||||||
| b. | Menteri/ketua lembaga yang bersangkutan; | |||||||
| c. | Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara; | |||||||
| d. | Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; | |||||||
| e. | Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; | |||||||
| f. | Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; | |||||||
| g. | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan; | |||||||
| h. | Pemimpin Proyek/Bagian Proyek. | |||||||
| (6) | Menteri/ketua lembaga menyampaikan DIP atau dokumen lain yang disamakan yang telah disahkan kepada : | |||||||
| a. | Direktur jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga yang membawahkan proyek yang bersangkutan; | |||||||
| b. | Inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga. | |||||||
|
Pasal 66 |
||||||||
| (1) | Berdasarkan DIP atau dokumen lain yang disamakan yang telah disahkan, direktur jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen /Lembaga yang membawahkan proyek menyusun petunjuk operasional (PO) bagi setiap proyek yang memuat : | |||||||
| a. | uraian dan rincian lebih lanjut dari DIP atau dokumen lain yang disamakan yang bcrsangkutan; | |||||||
| b. | petunjuk khusus dari pimpinan departemen/lembaga yang perlu diperhatikan oleh pemimpin proyek dalam pelaksanaan proyek yang bersangkutan. | |||||||
| (2) | PO merupakan petunjuk pelaksanaan operasional dari pimpinan Departemen/Lembaga, dan ditandatangani oleh direktur jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga yang membawahkan proyek yang bersangkutan. | |||||||
| (3) | Departemen/Lembaga menyampaikan PO kepada :
a. Pemimpin Proyek; b. Inspektorat Jenderal Departemen/Unit Pengawasan pada Lembaga; c. Sekretariat Jenderal Departemen/Lembaga; d. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional: e. Direktorat Jenderal Anggaran; f. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan: g. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; h. Kantor Wilayah Direktorat Jendcral Anggaran. |
|||||||
|
Pasal 67 |
||||||||
| (1) | Pemimpin proyek bertanggung jawab, balk dari segi keuangan maupun dari segi fisik untuk proyek yang dipimpinnya sesuai dengan DIP atau dokumen lain yang disamakan dan PO untuk Proyek tersebut. | |||||||
| (2) | Pemimpin proyek dilarang mengadakan ikatan yang akan membawa akibat dilampauinya batas anggaran yang tersedia dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan. | |||||||
| (3) | Pemimpin proyek bertanggung jawab atas penyampaian laporan-laporan yang ditentukan dalam Keputusan Prcsiden ini pada waktunya kepada pejabat-pejabat yang bersangkutan. | |||||||
| (4) | Pemimpin proyek bertanggung jawab atas penyelesaian proyek tepat pada waktunya. | |||||||
|
Pasal 68 |
||||||||
| (1) | Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan anggaran Pembangunan
disalurkan melalui :
a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara; b. perbankan. |
|||||||
| (2) | Penentuan KPKN yang membiayai proyek didasarkan atas efisiensi pembiayaan dengan memperhatikan lokasi proyek dalam hubungannya dengan wilayah pembayaran dari suatu KPKN. | |||||||
| (3) | Pemindahan pembiayaan sesuatu proyek dari satu KPKN ke KPKN lain dilaksanakan dengan persetujuan Departemen Keuangan. | |||||||
|
Pasal 69 |
||||||||
| (1) | Dalam hal pembiayaan yang disalurkan melalui KPKN, maka Bendaharawan Proyek atas perintah Pemimpin Proyek mengajukan SPPP kepada KPKN sesuai dengan contoh (formulir) yang ditetapkan Menteri Keuangan dengan memperhatikan Pasal 17, Pasal 18 serta Ayat (2) sampai dengan Ayat (7) Pasal ini, sedangkan mengenai pembiayaan yang disalurkan melalui bank diatur lebih lanjut oleh Departemen Keuangan. | |||||||
| (2) | Pada SPPP untuk pembayaran penyediaan dana UYHD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (3) huruf b dilampirkan : | |||||||
| a. | surat pernyataan dari Pemimpin Proyek bahwa uang yang dimintakan adalah untuk keperluan 1 (satu) bulan dan tidak untuk keperluan pembayaran yang menurut ketentuan yang berlaku harus dengan pembayaran langsung; | |||||||
| b. | daftar rincian rencana pengeluatan dan kelerangan yang jelas. | |||||||
| (3) | SPPP untuk pembayaran langsung yang berkaitan dengan surat perintah kerja (SPK) dan/arau surat perjanjian/kontrak disertai dengan bukti yang sah dan memenuhi syarat, sebagai berikut : | |||||||
| a. | surat perintah kerja (SPK)/kontrak pengadaan barang dan jasa; | |||||||
| b. | kuitansi; | |||||||
| c. | berita acara prestasi pekerjaan/penyerahan barang;. | |||||||
| d. | faktur pajak pertambahan nilai; | |||||||
| e. | surat pernyataan dari pemimpin proyek/bagian proyek bahwa penetapan rekanan bersangkutan telah dilakukan (melalui pelelangan umum, pelelangan terbatas, atau pemilihan langsung) menurut ketentuan yang berlaku untuk pekerjaan/pembelian barang diatas Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). | |||||||
| (4) | SPPP untuk pcmbayaran langsung tidak berkaitan dcngan surat perintah kerja (SPK) dan/atau surat pcrjanjian/kontrak. maka tanda bukti yang sah adalah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) Huruf b, c, dan d. | |||||||
| (5) | SPPP untuk UYHD harus disertai dokumen-dokumen yang sah dan memenuhi syaral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (4) dan (5). | |||||||
| (6) | Dokumen-dokumen pembuktian lainnya seperti risalah lelang, dan sebagainya tidak perlu disertakan dan tetap berada pada proyek. | |||||||
| (7) | Setelah SPPP sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) sampai dengan Ayat (5) dibayar olch KPKN, pemimpin proyek segera menyampaikan rekaman SPM kcpada direktur jenderal atau pejabat setingkat. | |||||||
|
Pasal 70 |
||||||||
| (1) | KPKN melakukan pembayaran dcngan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 17 dan Pasal 18. | |||||||
| (2) | KPKN hanya melakukan pembayaran apabila pembiayaan yang diminta masih berada dalam batas anggaran yang tersedia untuk jenis pcngeluaran dalam tolok ukur yang bersangkutan. | |||||||
|
Pasal 71 |
||||||||
| (1) | Sisa SPK dan/atau surat perjanjian/kontrak yang belum dibayar sampai dengan akhir tahun anggaran dibiayai dengan anggaran yang tersedia dalam tahun anggaran berikutnya dalam batas anggaran dari proyek yang bersangkutan. | |||||||
| (2) | Dalam hal sumber pembiayaan berasal dari bantuan luar negeri, sisa SPK dan/atau surat perjanjian/kontrak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) masih tetap dapat dibiayai dari sisa dana bantuan luar negeri yang bersangkutan. | |||||||
|
Pasal 72 |
||||||||
| (1) | Pemimpin proyek/bagian proyek dan bendaharawan proyek/bagian proyek wajib menyelenggarakan pembukuan/pencalatan secara tertib sehingga setiap saat dapat diketahui : | |||||||
| a. | bahwa ikatan (komitmen) yang telah dibuatnya tidak melampaui batas anggaran yang tersedia dalam tolok ukur dan/atau jenis pengeluaran; | |||||||
| b. | jumlah uang/dana anggaran yang masih tersisa: | |||||||
| c. | keadaan/perkembangan proyek balk fisik maupun keuangan; | |||||||
| d. | perbandingan antara rencana dan pelaksanaannya; | |||||||
| e. | penggunaan dana bagi pengadaan barang/jasa produksi dalam dan luar negeri. | |||||||
| (2) | Dalam pekerjaan pemborongan, pemimpin proyek/bagian proyek wajib menyelenggarakan buku harian secara tertib dan teratur. | |||||||
|
Pasal 73 |
||||||||
| (1) | Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan menyampaikan laporan realisasi anggaran belanja pembangunan kepada menteri/ketua lembaga setiap bulan dengan tembusan kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. | |||||||
| (2) | Pemimpin proyek menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan proyek kepada : | |||||||
| a. | menteri/ketua lembaga yang bersangkutan; | |||||||
| b. | Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; | |||||||
| c. | Menteri Sekretaris Negara untuk perhatian Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan; | |||||||
| d. | gubernur kepala daerah tingkat I yang bersangkutan untuk perhatian ketua badan perencanaan pembangunan daerah tingkat I dan bupati/walikota madya dati II untuk perhatian badan perencanaan pembangunan daerah tingkat II; | |||||||
| e. | kantor wilayah Departemen/Lembaga yang bersangkutan; | |||||||
| selambat-lambatnya dua minggu setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. | ||||||||
| (3) | Departemen/Lembaga berkewajiban melakukan pemantauan secara tertib dan teratur, membuat laporan konsolidasi pelaksanaan proyek yang memuat realisasi kemajuan pelaksanaan fisik, dan penyebab hambatan /ketidak lancaran pelaksanaan proyek berdasarkan laporan pemimpin proyek sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2), dan disampaikan selambat-lambatnya tiga minggu selelah berakhirnya triwulan yang bersangkulan kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. | |||||||
| (4) | Ketua badan perencanaan pembangunan daerah tingkat I menyampaikan laporan triwulan mengenai konsolidasi seluruh proyek yang ada di daerahnya kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. selambat-lambatnya tiga minggu setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. | |||||||
| (5) | Gubernur kepala Daerah Tingkat I mengikuti dan mengawasi perkembangan seluruh proyek yang ada di daerahnya baik berdasarkan laporan dari pemimpin proyek dan ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I rnaupun dengan melakukan penelitian serta dengan mengadakan pertemuan berkala dengan para pemimpin proyek/bendaharawan proyek dalam wilayahnya, dan selanjutnya melaporkan secara berkala ataupun insidental mengenai keadaan suatu proyek atau proyek-proyek yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. | |||||||
| (6) | Atas dasar laporan-laporan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) sampai dengan (4), Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memberitahukan kepada Menteri/Ketua Lembaga yang membawahkan proyek-proyek bersangkutan mengenai proyek-proyek yang realisasinya mengalami kelambatan/ketidaklancaran, dengan tembusan kepada pemimpin proyek, kanwil departemen/ lembaga yang bersangkutan dan gubernur kepala daerah tingkat I untuk perhatian Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I, untuk pelaksanaan tindak lanjut yang diperlukan. | |||||||
| (7) | Ketentuan mengenai sistem pemantauan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) sampai dengan Ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. | |||||||
| (8) | Perkembangan pelaksanaan anggaran pembangunan dilaporkan secara berkala kepada Presiden dan Wakil Presiden oleh Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pengawasan Pembangunan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. | |||||||
|
Pasal 74 |
||||||||
| (1) | Perubahan/pergeseran biaya dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan yang mcmpunyai pagu sampai dengan Rp 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah). diputuskan oleh kepala kantor wilayah direktorat jenderal anggaran. kepala kantor wilayah departemen/kepala kantor wilayah direktorat jenderal yang bersangkutan dan ketua badan perencanaan pembangunan daerah tingkat 1 sepanjang tidak akan berakibat : | |||||||
| a. | pergantian target; | |||||||
| b. | adanya keperluan tambahan dana untuk DIP atau dokumen lain yang disamakan; | |||||||
| c. | adanya tarnbahan biaya untuk gaji/upah. honorarium. Dan perjalanan dinas; | |||||||
| d. | pencairan dana yang menurut catatan dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan penggunaannya memerlukan persetujuan dari menteri atau pejabat yang diterapkan dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan; | |||||||
| e. | kenaikan standar/norma/tarif menurut peraturan yang berlaku. | |||||||
| (2) | Perubahan/pergeseran biaya dalam batas yang disediakan dalam satu DIP atau dokumen lain yang disamakan untuk proyek-proyek yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), dapat diputuskan oleh: | |||||||
| a. | pemimpin proyek, untuk : | |||||||
| (i) | perubahan berupa penurunan volume tolok ukur.yang terjadi karena adanya perubahan harga standar, sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk keperluan itu; | |||||||
| (ii) | pengadaan lanah yang lebih luas daripada yang tercantum dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk keperluan itu dan sesuai dengan fungsinya dalam mendukung pelaksanaan proyek; | |||||||
| (iii) | perubahan sampai setinggi-tingginya (dua puluh persen) di atas atau di bawah volume tolok ukur yang tercantum dalam DOP atau dokumen lain yang disamakan sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk keperluan itu. | |||||||
| b. | pemimpin proyek dengan persetujuan kepala kantor wilayah direktorat jenderal anggaran setempat, untuk : | |||||||
| (i) | perubahan sampai selinggi-tingginya tiga puluh persen di atas atau di bawah volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk keperluan itu; | |||||||
| (ii) | perubahan sampai setinggi-tingginya (tiga puluh persen) di atas atau di bawah biaya untuk tolok ukur sepanjang tidak melampaui volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan; | |||||||
| (iii) | perubahan karena adanya kesalahan teknis administrastif, baik angka maupun huruf; | |||||||
| (iv) | perubahan KPKN jika lokasi proyek nyata-nyata berada dalam suatu wilayah pembayaran KPKN lain dati yang ditentukan dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan. | |||||||
| (c) | menteri/ketua lembaga yang bersangkutan, untuk: | |||||||
| (i) | perubahan berupa kenaikan volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk keperluan itu; | |||||||
| (ii) | perubahan sampai setinggi-tingginya lima puluh persen di bawah volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk keperluan itu; | |||||||
| (iii) | perubahan sampai setinggi-tingginya lima puluh persen di atas atau di bawah biaya untuk tolok ukur yang tercantum dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan sepanjang tidak melampaui batas volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan; | |||||||
| (iv) | perubahan lokasi kegiatan bagian proyek di dalam satu propinsi. | |||||||
| (3) | Dalam perubahan/pergeseran sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2), dilarang mengadakan perubahan/pergeseran : | |||||||
| a. | yang akan berakibat menurunkan kualitas, volume atau harga yang telah ditetapkan dalam srandar yang bersangkutan; | |||||||
| b. | yang akan berakibat menambah dana yang disediakan untuk gaji dan honorarium; | |||||||
| c. | yang akan berakibat pengurangan dana yang disediakan untuk keperluan bea masuk dan pajak; | |||||||
| d. | dalam hal perkiraan sasaran tahunan tidak jelas diuraikan dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan karena antara lain tidak dapat diukur/dihitung; | |||||||
| e. | yang mengakibatkan penggunaan dana yang menurut catatan dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan penggunaannya memerlukan persetujuan tersendiri dari Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; | |||||||
| f. | yang akan menimbulkan bagian proyek/tolok ukur baru yang semula tidak tercantum dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan; | |||||||
| g. | yang akan berakibat mengubah fungsi sasaran kegiatan yang akan dilaksanakan. | |||||||
| (4) | Perubahan/pergeseran biaya sebagaimana dimaksud daiam Ayat (2) huruf 3 baru dapat dilaksanakan setelah pemimpin proyek memberitahukan hal tersebut kepada KPKN dan kantor wilayah direktorat jenderal anggaran. | |||||||
| (5) | Perubahan/pergeseran biaya sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) hurur b dan huruf c disertai dengan penjelasan dan bahan yang lengkap diusulkan oleh pemimpin proyek kepada pejabat yang berwenang mengambil keputusan, dan usul tersebut diputuskan selambat-lambatnya dalam waktu dua minggu setelah diterima usul yang bersangkutan. | |||||||
| (6) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) kepala kantor wilayah direktorat jenderal anggaran dan menteri/ketua lembaga yang bersangkutan belum memberikan keputusan, pejabat tersebut segera memberitahukan hal itu kepada pemimpin proyek. | |||||||
| (7) | Segera setelah perubahan/pergeseran biaya dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan dalam : | |||||||
| a. | Ayat (1), maka : | |||||||
| (i) | kepala kantor wilayah direktorat jenderal anggaran melaporkan kepada Menteri Keuangan untuk perhatian Direktur Jenderal Anggaran dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk perhatian Deputi Bidang Pembiayaan dan Pengendalian Pelaksanaan Bappenas; | |||||||
| (ii) | kepala kantor wilayah departemen/kepala kantor wilayah direktorat jenderal melaporkan kepada menteri/direktur jenderal yang bersangkutan; | |||||||
| (iii) | ketua badan perencanaan pembangunan daerah melaporkan kepada gubernur kepala daerah tingkat I yang bersangkutan. | |||||||
| b. | Ayat (2) huruf a, maka :
pemimpin proyek melaporkan perubahan DIP atau dokumen lain yang disamakan dan kepada direktur jenderal atau pejabat setingkat pada departemen/lembaga yang membawahkan proyek yang bersangkutan, inspektur jenderai departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga, kepala kantor wilayah direktorat jenderal anggatan, Direktur Jenderal Anggaran dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk perhatian Deputi Bidang Pembiayaan dan Pengendalian Bappenas. |
|||||||
| c. | Ayat (2) huruf b, maka : | |||||||
| (i) | kepala kantor wilayah direktorat jenderal anggaran melaporkan kepada Menteri Keuangan untuk perhatian Direktur Jenderal Anggaran dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk perhatian Deputi Bidang Pembiayaan dan Pengendalian Bappenas; | |||||||
| (ii) | pemimpin proyek meIaporkan kepada direktur jenderal atau pejabat setingkat pada departemen/ lembaga yang membawahkan proyek tersebut serta menyampaikan tembusan laporannya kepada inspektur jenderal pada departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga. | |||||||
| d. | Ayat (2) huruf c, maka : | |||||||
| (i) | menteri/ketua lembaga memberitahukan kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan; | |||||||
| (ii) | tembusan pemberitahuan tersebut disampaikan kepada inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga, kepala kantor wilayah direktorat jenderal anggaran dan KPKN dan kantor wilayah departemen yang bersangkutan. | |||||||
| (8) | berdasarkan perubahan/pergeseran yang telah diselesaikan menurut ketentuan Ayat (1) dan Ayat (2) huruf a dan huruf b, pemimpin proyek telah dapat melaksanakan proyek yang bersangkutan sesuai dengan perubahan/pergeseran tersebut. | |||||||
|
Pasal 75 |
||||||||
| (1) | Perubahan/pergeseran biaya/ pergantian target di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 diputuskan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan. | |||||||
| (2) | Keputusan terhadap usul sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diberikan selambat-lambatnya dalam waktu dua minggu setelah diterimaya usul tersbeut. | |||||||
| (3) | Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Ayat (2) belum dapat diberikan keputusan. Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional segera memberitahukan hal tersebut kepada menteri/ketua lembaga yang bersangkutan. | |||||||
|
Pasal 76 |
||||||||
| (1) | Penyesuaian PO proyek berdasarkan perubahan/pergeseran biaya dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 Ayat (1). Ayat (2) hurub a dan Ayat (2) hurub b. dilakukan oleh kepala kantor wilayah departemen/kepala kantor wilayah direktorat jenderal/kepala kantor/satuan kerja yang bersangkutan. | |||||||
| (2) | Penyesuaian PO proyek berdasarkan perubahan/pergeseran biaya dalam DIP atau dokumen lain yang disamakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 Ayat (2) huruf c dan Pasal 75 Ayat 1, dilakukan oleh eselon 1 yang bersangkutan. | |||||||
|
Pasal 77 |
||||||||
| (1) | Proyek-proyek bantuan untuk pembangunan daerah serta proyek-proyek tertentu dapat ditetapkan dengan Instruksi Presiden. | |||||||
| (2) | Program bantuan untuk pembangunan daerah pada tiap tahun ditetapkan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan. | |||||||
|
|
(3) | Penyaluran dana dan tata cara pencairan dana untuk program/proyek-proyek sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan. | ||||||
| (4) | Sisa uang pada proyek-proyek sebagaimana dimaksud dalam
Ayat (1) yang tidak diperlukan lagi atau yang terdapat pada akhir masa
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) disetorkan kembali ke rekening Kas
Negara, kecuali sisa uang proyek bantuan pembangunan desa, bantuan desa
tertinggal, bantuan pembangunan daerah tingkat II, dan bantuan pembangunan
daerah Tingkat I.
|
|||||||