|
Bagian Ketiga
Barang yang Menjadi Milik Negara
Pasal 73
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Barang yang menjadi milik negara adalah: |
|
|
|
|
|
a. |
barang yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3) huruf
c; |
|
|
|
|
b. |
barang yang dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (3) huruf d yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu
enam puluh hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean; |
|
|
|
|
c. |
barang dan/atau sarana pengangkut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya
tidak dikenal; |
|
|
|
|
d. |
barang dan/atau sarana pengangkut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 ayat (1) huruf c yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2); |
|
|
|
|
e. |
barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf c; atau
|
|
|
|
|
f. |
barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan
hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) atau ayat (2). |
|
|
|
| (2) |
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kekayaan
negara dan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean. |
|
|
|
|
| (3) |
Ketentuan tentang penggunaan barang yang menjadi milik
negara ditetapkan oleh Menteri. |
|
|
|
|
|
BAB XII
WEWENANG KEPABEANAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 74
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Dalam melaksanakan tugas berdasarkan undang-undang ini
dan peraturan perundang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada
Direktorat Jenderal, Pejabat Bea dan Cukai untuk mengamankan hak-hak negara
berwenang mengambil tindakan yang diperlukan terhadap barang. |
|
|
|
|
| (2) |
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang
jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
|
|
|
|
|
Pasal 75
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Pejabat Bea dan Cukai dalam melaksanakan pengawasan terhadap
sarana pengangkut agar melalui jalur yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) serta untuk melaksanakan pemeriksaan sarana pengangkut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, menggunakan kapal patroli atau sarana
lainnya. |
|
|
|
|
| (2) |
Kapal patroli atau sarana lainnya yang digunakan oleh Pejabat
Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan
senjata api yang jumlah dan jenisnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. |
|
|
|
|
|
Pasal 76
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Dalam melaksanakan tugas berdasarkan undang-undang ini,
Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta bantuan angkatan bersenjata dan/atau
instansi lainnya. |
|
|
|
|
| (2) |
Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), angkatan
bersenjata dan/atau instansi lainnya berkewajiban untuk memenuhinya. |
|
|
|
|
|
Pasal 77
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Untuk dipenuhinya Kewajiban Pabean berdasarkan undang-undang
ini, Pejabat Bea dan Cukai berwenang menegah barang dan/atau sarana pengangkut. |
|
|
|
|
| (2) |
Ketentuan tentang tata cara penegahan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah |
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pengawasan dan Penyegelan
Pasal 78
Terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan
barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi menurut undang-undang
ini yang berada di sarana pengangkut atau di tempat penimbunan atau tempat
lain, Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau
melekatkan tanda pengaman yang diperlukan.
Pasal 79
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Segel dan/atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi
pabean di negara lain atau pihak lain dapat diterima sebagai pengganti
segel atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78. |
|
|
|
|
| (2) |
Persyaratan dapat diterimanya segel atau tanda pengaman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. |
|
|
|
|
|
Pasal 80
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Pemilik dan/atau yang menguasai sarana pengangkut atau
tempat-tempat yang dikunci, disegel, dan/atau dilekati tanda pengaman oleh
Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 wajib menjamin
agar semua kunci, segel, atau tanda pengaman tersebut tidak rusak, lepas,
atau hilang. ( |
|
|
|
|
| (2) |
Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 tidak boleh dibuka, dilepas, atau
dirusak tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai. |
|
|
|
|
|
Pasal 81
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Di atas sarana pengangkut atau di tempat lain yang berisi
barang dibawah pengawasan pabean dapat ditempatkan Pejabat Bea dan Cukai. |
|
|
|
|
| (2) |
Apabila di sarana pengangkut atau tempat lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia akomodasi, pengangkut atau pengusaha
yang bersangkutan wajib memberikan bantuan yang layak. |
|
|
|
|
| (3) |
Pengangkut atau pengusaha yang tidak memberikan bantuan
yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) |
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Paragraf 1
Pemeriksaan atas Barang
Pasal 82
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan barang
impor dan ekspor setelah Pemberitahuan Pabean diserahkan |
|
|
|
|
| (2) |
Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta importir, eksportir,
pengangkut, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan
Berikat, atau yang mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka
sarana pengangkut atau bagiannya dan membuka setiap bungkusan atau pengemas
yang akan diperiksa. |
|
|
|
|
| (3) |
Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
dipenuhi, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memenuhi keperluan tersebut atas
risiko dan biaya yang bersangkutan. |
|
|
|
|
| (4) |
Barangsiapa yang tidak memenuhi permintaan Pejabat Bea
dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). |
|
|
|
|
| (5) |
Barangsiapa yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah
barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Impor yang mengakibatkan kekurangan
pembayaran Bea Masuk dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak
lima ratus persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar dan paling sedikit
seratus persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar. |
|
|
|
|
| (6) |
Barangsiapa yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah
barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Ekspor dikenai sanksi administrasi
berupa denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). |
|
|
|
|
|
Pasal 83
Surat yang dicurigai berisi barang impor atau barang ekspor yang dikirim
melalui pos dapat dibuka di hadapan si alamat; atau jika si alamat tidak
dapat ditemukan, surat dapat dibuka oleh Pejabat Bea dan Cukai bersama
petugas kantor pos.
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 84
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta kepada importir
atau eksportir untuk menyerahkan buku, catatan, surat menyurat yang bertalian
dengan Impor atau Ekspor, dan mengambil contoh barang untuk pemeriksaan
Pemberitahuan Pabean. |
|
|
|
|
| (2) |
Pengambilan contoh barang dapat pula dilakukan atas permintaan
importir. |
|
|
|
|
|
Pasal 85
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Pejabat Bea dan Cukai memberikan persetujuan impor atau
ekspor setelah diterimanya Pemberitahuan Pabean yang telah memenuhi persyaratan
dan hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan Pemberitahuan Pabean. |
|
|
|
|
| (2) |
Pejabat Bea dan Cukai berwenang menunda pemberian persetujuan
impor atau ekspor dalam hal Pemberitahuan Pabean tidak memenuhi persyaratan. |
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Pemeriksaan Pembukuan
Pasal 86
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa buku, catatan,
surat-menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor, dan sediaan barang
dari Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 untuk kepentingan audit
di bidang Kepabeanan. |
|
|
|
|
| (2) |
Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang tidak memenuhi
permintaan Pejabat Bea dan Cukai untuk menyerahkan buku, catatan, dan surat-menyurat
yang bertalian dengan Impor atau Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50, atau tidak bersedia untuk diperiksa sediaan barangnya dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). |
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Pemeriksaan Bangunan dan Tempat Lain
Pasal 87
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas
bangunan dan tempat lain: |
|
|
|
|
|
a. |
yang penyelenggaraannya berdasarkan izin yang telah diberikan
menurut undang-undang ini; atau |
|
|
|
|
b. |
yang menurut Pemberitahuan Pabean berisi barang dibawah
pengawasan pabean. |
|
|
|
| (2) |
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas
bangunan dan tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan
dengan bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
|
|
|
|
|
Pasal 88
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan undang-undang
ini, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau
tempat yang bukan rumah tinggal selain yang dimaksud dalam Pasal 87 dan
dapat memeriksa setiap barang yang ditemukan. |
|
|
|
|
| (2) |
Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai, pemilik
atau yang menguasai bangunan atau tempat tersebut wajib menunjukkan surat
atau dokumen yang bertalian dengan barang yang berada di tempat tersebut. |
|
|
|
|
|
Pasal 89
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) atau Pasal 88 ayat (1) harus dengan surat
perintah dari Direktur Jenderal |
|
|
|
|
| (2) |
Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diperlukan untuk melakukan: |
|
|
|
|
|
a. |
pemeriksaan bangunan atau tempat yang menurut undang-undang
ini berada dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; |
|
|
|
|
b. |
pengejaran orang dan/atau barang yang memasuki bangunan
atau tempat lain. |
|
|
|
| (3) |
Pengelola bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 dan Pasal 88 tidak boleh menghalangi Pejabat Bea dan Cukai yang
masuk ke dalam bangunan atau tempat lain dimaksud, kecuali bangunan atau
tempat lain tersebut merupakan rumah tinggal. |
|
|
|
|
| (4) |
Barangsiapa yang menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak
dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal
88 dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah). |
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Pemeriksaan Sarana Pengangkut
Pasal 90
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan undang-undang
ini Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana
pengangkut serta barang di atasnya. |
|
|
|
|
| (2) |
Sarana pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain
atau dinas pos dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1). |
|
|
|
|
| (3) |
Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan Pemberitahuan Pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) berwenang untuk menghentikan
pembongkaran barang dari sarana pengangkut apabila ternyata barang yang
dibongkar tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. |
|
|
|
|
| (4) |
Barangsiapa yang tidak melaksanakan perintah penghentian
pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). |
|
|
|
|
|
Pasal 91
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 90 ayat (1) atas permintaan atau isyarat Pejabat Bea dan Cukai, pengangkut
wajib menghentikan sarana pengangkutnya. |
|
|
|
|
| (2) |
Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta agar sarana pengangkut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawa ke Kantor Pabean atau tempat
lain yang sesuai untuk keperluan pemeriksaan atas biaya yang bersalah. |
|
|
|
|
| (3) |
Pengangkut atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai wajib
menunjukkan semua dokumen pengangkutan serta Pemberitahuan Pabean yang
diwajibkan menurut undang-undang ini. |
|
|
|
|
| (4) |
Pengangkut yang menolak untuk memenuhi permintaan Pejabat
Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat
(3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah). |
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Pemeriksaan Badan
Pasal 92
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan undang-undang
ini atau peraturan perundang-undangan lain tentang larangan dan pembatasan
impor atau ekspor barang, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa badan
setiap orang: |
|
|
|
|
|
a. |
yang berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang
masuk ke dalam Daerah Pabean; |
|
|
|
|
b. |
yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya
adalah tempat di luar Daerah Pabean; |
|
|
|
|
c. |
yang sedang berada atau baru saja meninggalkan Tempat Penimbunan Sementara
atau Tempat Penimbunan Berikat; atau |
|
|
|
|
d. |
yang sedang berada di atau baru saja meninggalkan Kawasan
Pabean |
|
|
|
| (2) |
Orang yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai menuju tempat pemeriksaan. |
|
|
|
|
|
BAB XIII
KEBERATAN, BANDING, DAN LEMBAGA BANDING
Bagian Pertama
Keberatan dan Banding
Pasal 93
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Pejabat Bea
dan Cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk
dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal
dalam waktu tiga puluh hari sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan
jaminan sebesar Bea Masuk yang harus dibayar. |
|
|
|
|
| (2) |
Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam jangka waktu enam puluh hari sejak diterimanya keberatan. |
|
|
|
|
| (3) |
Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak
oleh Direktur Jenderal, jaminan dicairkan dan Bea Masuk yang terutang dianggap
telah dilunasi, dan apabila keberatan diterima, jaminan dikembalikan. |
|
|
|
|
| (4) |
Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan
yang bersangkutan dianggap diterima dan jaminan dikembalikan. |
|
|
|
|
| (5) |
Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
uang tunai dan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) dilakukan setelah jangka waktu enam puluh hari, Pemerintah
memberikan bunga sebesar dua persen setiap bulannya untuk selama-lamanya
dua puluh empat bulan. |
|
|
|
|
|
Pasal 94
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Orang yang dikenai sanksi administrasi dapat mengajukan
keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu
tiga puluh hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dengan menyerahkan
jaminan sebesar sanksi administrasi yang ditetapkan |
|
|
|
|
| (2) |
Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam jangka waktu enam puluh hari sejak diterimanya keberatan.
|
|
|
|
|
| (3) |
Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak
oleh Direktur Jenderal, jaminan dicairkan dan sanksi administrasi dianggap
telah dilunasi, dan apabila keberatan diterima, jaminan dikembalikan. |
|
|
|
|
| (4) |
Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan
yang bersangkutan dianggap diterima dan jaminan dikembalikan. |
|
|
|
|
| (5) |
Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
uang tunai dan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) dilakukan setelah jangka waktu enam puluh hari, Pemerintah
memberikan bunga sebesar dua persen setiap bulannya untuk selama-lamanya
dua puluh empat bulan. |
|
|
|
|
|
Pasal 95
|
|
|
|
|
|
| (1) |
Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal
atas tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
atau keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat
(2) atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
badan peradilan pajak dalam jangka waktu enam puluh hari sejak tanggal
penetapan atau tanggal keputusan, setelah Bea Masuk yang terutang dilunasi. |
|
|
|
|
| (2) |
Badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah badan peradilan pajak yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|