PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bagian Kedua
Pemeriksaan Bangunan dan Sarana Pengangkut

Pasal 35

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai.
(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk memeriksa Tempat Penjualan Eceran atau tempat-tempat lain yang bukan rumah tinggal yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai
(4) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil contoh Barang Kena Cukai.
(5) Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).



Pasal 37

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta Barang Kena Cukai yang berada di atasnya.
(2) Pengangkut wajib menunjukkan dokumen cukai dan /atau dokumen pelengkap cukai yang diwajibkan menurut Undang-undang ini.
(3) Sarana pengangkut yang disegel oleh dinas pos atau penegak hukum lain, dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengangkut yang tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).



Pasal 38

(1) Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal.
(2) Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan untuk melakukan :
a. pengejaran orang dan /atau Barang Kena Cukai yang memasuki bangunan;
b. pemeriksaan bangunan atau tempat lain oleh Pejabat Bea dan Cukai yang secara tetap ditunjuk untuk melakukan pengawasan atas bangunan atau tempat lain.



Pasal 39

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa buku, catatan atau dokumen yang diwajibkan oleh Undang-undang ini dan pembukuan perusahaan yang berkaitan dengan Barang Kena Cukai serta sediaan Barang Kena Cukai dari Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat- tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 untuk keperluan audit di bidang cukai.
(2) Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).



Bagian Ketiga
Penyegelan

Pasal 40

Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengamanan yang diperlukan pada bagian-bagian dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, tempat-tempat lain atau sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai guna pengamanan cukai.


BAB XI

KEBERATAN, BANDING, DAN LEMBAGA BANDING


Bagian Pertama
Keberatan dan Banding

Pasal 41

(1) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal atas hasil penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dalam jangka waktu tiga puluh hari setelah tanggal penutupan, dengan menyerahkan jaminan sebesar cukai yang kurang dibayar.
(2) Orang yang dikenai sanksi administrasi dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dengan menyerahkan jaminan sebesar sanksi administrasi yang ditetapkan.
(3) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam jangka waktu enam puluh hari sejak diterimanya keberatan.
(4) Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima dan jaminan dikembalikan.
(5) Apabila Direktur Jenderal memutuskan menerima keberatan yang diajukan, jaminan dikembalikan.
(6) Dalam hal jaminan berupa uang tunai, apabila pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilakukan setelah jangka waktu enam puluh hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah memberikan bunga dua persen sebulan untuk selama- lamanya dua puluh empat bulan.
(7) Apabila Direktur Jenderal memutuskan menolah keberatan diajukan, jaminan dicairkan dan cukai dan/atau sanksi administrasi yang ditetapkan dianggap telah dilunasi.



Pasal 42

Orang yang berkebaratan atas pencabutan izin bukan atas permohonan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, atau huruf h, atau atas keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dapat mengajukan banding dalam jangka waktu enam puluh hari sejak tanggal penetapan atau keputusan, setelah cukai dan/atau sanksi administrasi yang terutang teratasi.



Pasal 43

Permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diajukan hanya kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 9 Tahun 1994.



Pasal 44

(1) Sebelum badan peradilan pajak dibentuk, permohonan banding diajukan kepada lembaga banding yang putusannya bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dilampiri salinan dari penetapan atau keputusan pejabat administrasi yang dimohonkan banding.
(3) Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.



Bagian Kedua
Lembaga Banding

Pasal 45

(1) Lembaga banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) disebut Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai.
(2) Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai berkedudukan di Jakarta.
(3) Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang ketua dan beranggotakan unsur pemerintah, pengusaha swasta, dan pakar.



Pasal 46

(1) Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai menunjuk majelis untuk memutuskan permohonan banding yang diajukan.
(2) Setiap majelis terdiri dari tiga anggota, yakni satu dari unsur pemerintah, satu dari unsur pengusaha swasta, dan satu dari unsur pakar.



Pasal 47

(1) Persidangan majelis untuk memutuskan suatu permohonan banding bersifat tertutup.
(2) Putusan majelis diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(3) Dalam hal ini tidak dicapai permufakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), putusan didasarkan pada suara terbanyak.
(4) Putusan majelis diberitahukan kepada pemohon banding dan Direktur Jenderal selambat-lambatnya empat belas hari sejak tanggal ditetapkan putusan.



Pasal 48

Anggota majelis yang mempunyai kepentingan pribadi permasalahan yang diperiksa harus mengundurkan diri dari majelis.



Pasal 49

Susunan organisasi dan tata kerja serta urusan mengenai administrasi, tunjangan, pengeluaran, dan tata tertib Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


BAB XII

KETENTUAN PIDANA


Pasal 50

Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, menjalankan usaha Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.



Pasal 51

Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.



Pasal 52

Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan Barang Kena Cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.



Pasal 53

Barangsiapa membuat, menggunakan, atau menyerahkan buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19, atau dengan dokumen cukai yang palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).



Pasal 54

Barangsiapa menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual Barang Kena Cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), dipidana dengan pidana denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.



Pasal 55

Barang Siapa secara melawan humum :
a. membuat, meniru, atau memalsukan pita cukai; atau
b. membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai yang palsu atau dipalsukan atau dibuat secara melawan hukum; atau

mempergunakan ...