PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSAN
UMUM
Pelunasan utang pajak oleh Penanggung Pajak merupakan salah satu tujuan penting dari pemberlakuan Undang-undang ini. Untuk menambah ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan tertentu terhadap Penanggung Pajak tertentu secara sangat selektif dan hati-hati berdasarkan keputusan Menteri Keuangan, dapat dilakukan tindakan pencegahan dan dengan seizin Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dapat dilakukan penyanderaan. Namun, perlindungan hak untuk memperoleh keadilan bagi Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan pencegahan dan atau penyanderaan dimaksud tetap diberikan oleh Undang-undang ini.
Beberapa pokok peraturan yang terkandung dalam Undang-undang ini adalah sebagai berikut :
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
Dalam hal lelang telah dilaksanakan dan Wajib Pajak memperoleh keputusan keberatan atau putusan banding yang mengakibatkan utang pajak menjadi berkurang sehingga menimbulkan kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak tidak dapat meminta atau tidak berhak menuntut pengembalian barang yang telah dilelang, tetapi Pejabat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak dalam bentuk uang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. | |||||||||||
| Dalam pembentukan, Undang-undang ini tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, diperhatikan, diacu, dan dikaitkan dengan Undang-undang lainnya, yaitu : | ||||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|
|
|||||||||||
| 13. | Vendu Reglement Staatsblad 1908 Nomor 189 (Peraturan Lelang Tahun 1908). | |||||||||||
| PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 |
||||||||||||
| Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian istilah yang bersifat teknis dan baku yang dipergunakan dalam Undang-undang ini. Rumusan istilah ini diperlukan untuk mencegah adanya salah penafsiran dalam melaksanakan pasal-pasal yang bersangkutan sehingga dapat memberi kemudahan dan kelancaran, baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur dalam melaksanakan han dan kewajiban. | ||||||||||||
| Pasal 2 | ||||||||||||
| Ayat (1) | ||||||||||||
| Ketentuan ini memberi kewenangan kepada Menteri menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat. Yang dimaksud dengan Pejabat untuk penagihan pajak pusat antara lain Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Adapun yang dimaksud dengan pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat antara lain Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Masuk dan Cukai. | ||||||||||||
| Ayat 2 | ||||||||||||
| Kewenangan menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah diberikan kepada Kepala Daerah. Yang dimaksud dengan pejabat untuk penagihan pajak daerah seperti Dinas Pendapatan Daerah. adapun yang dimaksud dengan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, antara lain, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Penerangan Jalan, dan Pajak Kendaraan Bermotor. | ||||||||||||
| Ayat (3) | ||||||||||||
| Ayat ini mengatur ketentuan tentang pemberian kewenangan kepada Pejabat di bidang penagihan pajak untuk mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan sekaligus, Surat Paksa, surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, atau menerbitkan surat lain, surat permintaan bantuan kepada Kepolisian atau surat permintaan pencegahan. | ||||||||||||
| Pasal 3 | ||||||||||||
| Ayat (1) dan Ayat (2) | ||||||||||||
| Jurusita Pajak melaksanakan tugasnya merupakan pelaksanaan
eksekusi dari putusan yang sama kedudukannya dengan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, untuk dapat
diangkat sebagai Jurusita Pajak, harus memenuhi syarat-syarat tertentu
yang ditetapkan oleh Menteri, misalnya, pendikan serendah-rendahnya Sekolah
Menengah Umum atau yang sederajat serta telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan khusus Jurusita Pajak.
Dengan pertimbangan bahwa Jurusita Pajak harus ada pada setiap kantor Pejabat, baik Pejabat untuk penagihan pajak pusat maupun Pejabat untuk penagihan pajak daerah, maka kewenangan pengangkatan dan pemberhentian Jurusita Pajak diberikan kepada Pejabat dengan berpedoman pada syarat-syarat dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri. |
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Cukup jelas | ||||||||||||
| Pasal 5 | ||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
| Jurusita Pajak melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat Perintah Penyanderaan dari Pejabat sesuai dengan izin yang diberikan oleh Menteri atay Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. | ||||||||||||
| Ayat (2) | ||||||||||||
| Ketentuan ini mengatur keharusan Jurusita Pajak dalam melaksanakan kewajibannya dilengkapi dengan kartu tanda pengenal yang diterbitkan oleh Pejabat. Hal ini dimaksudkan sebagai bukti diri bagi Jurusita Pajak bahwa yang bersangkutan adalah Jurusita Pajak yang sah dan betul-betul bertugas untuk melaksanakan tindakan penagihan pajak. | ||||||||||||
| Ayat (3) dan Ayat (4) | ||||||||||||
| Ketentuan ini mengatur kewenangan Jurusita Pajak dalam
melaksanakan penyitaan untuk menemukan obyek sita yang ada di tempat usaha,
tempat kedudukan, atau tempat tinggal Penanggung Pajak dengan memperhatikan
norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya, dengan terlebih dahulu meminta
izin dari Penanggung Pajak, kewenangan ini pada hakikatnya tidak sama dengan
penggeledahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana.
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugas dapat meminta bantuan pihak lain, misalnya, dalam hal Penanggung Pajak tidak memberi izin atau menghalangi pelaksanaan penyitaan, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan. Demikian juga dalam hal penyitaan terhadap barang tidak bergerak seperti tanah, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan kepada Badan Pertanahan Nasional atau Pemerintah Daerah untuk meneliti kelengkapan dokumen berupa keterangan kepemilikan atau dokumen lainnya. Dalam hal penyitaan terhadap kapal laut dengan isi kotor tertentu dapat meminta bantuan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. |
||||||||||||
| Ayat (5) | ||||||||||||
| Pada dasarnya Jurusita Pajak melaksanakan tugas di wilayah
kerja Pejabat yang mengangkatnya, namun apabila dalam suatu kota terdapat
beberapa wilayah kerja Pejabat, misalnya, di Jakarta, maka Menteri atau
Kepala Daerah berwenang menetapkan bahwa Jurusita Pajak dapat melaksanakan
tugasnya di luar wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya.
Contoh : Jurusita Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Menteng dapat melaksana- kan penyitaan barang Penanggung Pajak yang berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pasar Minggu. |
||||||||||||