Pasal  6
Ayat (1)
Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung pajak.
Dalam hal diketahui oleh Jurusita Pajak bahwa barang milik Penanggung pajak dan disita oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan, Jurusita Pajak segera melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar barang milik Penanggung Pajak dimaksud setelah Surat paksa diberitahukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal  7
Ayat (1)
Agar tercapai efektifitas dan efisiensi penagihan pajak yang didasari oleh Surat pakasa, ketentuan ini memberi kekuatan eksekutorial serta memberi kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Surat Paksa. dengan demikian, Surat paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal  8
Huruf a
Pada dasarnya Surat Teguran, atau Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis hanya diterbitkan satu kali.
Pengertian surat lain yang sejenis meliputi surat atau bentuk lain yang fungsinya sama dengan Surat Teguran atau Surat Peringatan dalam upaya penagihan pajak sebelum Surat Paksa diterbitkan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Dalam hal-hal tertentu, misalnya, karena Penanggung Pajak mengalami kesulitan likuiditas, kepada Penanggung Pajak atas dasar permohonannya dapat diberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak melalui keputusan pejabat. Oleh karena itu, keputusan dimaksud mengikat kedua belah pihak.
Dengan demikian, apabila kemudian Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak, maka Surat Paksa dapat diterbitkan langsung tanpa Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis.
Pasal  9
Ayat (1) dan Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatur bahwa apabila terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat, misalnya kecurian, kebanjiran, kebakaran, atau gempa bumi yang menyebabkan asli Surat Paksa rusak, tidak terbaca, atau tidak dapat ditemukan lagi, Pejabat karena jabatan dapat menerbitkan Surat Paksa pengganti yang mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa.
Pasal  10
Ayat (1) dan Ayat (2)
Mengingat Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pemberitahuan kepada Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak dilaksanakan dengan cara membacakan isi Surat Paksa dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan, dan selanjutnya salinan Surat Paksa diserahkan kepada Penanggung Pajak, sedangkan asli Surat paksa disimpan di kantor Pejabat.
Ayat 3
Terhadap wajib Pajak yang meninggal dunia dan meninggalkan warisan yang telah dibayi, Surat Paksa diterbitkan dan diberitahukan kepada masing-masing ahli waris. Surat Paksa dimaksud memuat, antara lain, jumlah tunggakan utang pajak yang telah dibagi sebanding dengan besarnya warisan yang diterima oleh masing-masing ahli waris. Dalam hal ahli waris belum dewasa, surat Paksa diserahkan kepada wali atau pengampunya.
Ayat 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan pengurus, misalnya :
- untuk perseroan terbatas sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas adalah dewan direksi dan dewan komisaris;
- untuk badan usaha lainnya seperti persekutuan, firma, CV adalah direktur atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas perusahaan dimaksud;
- untuk yayasan adalah ketua dan orang yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan dimaksud.
Termasuk dalam pengertian pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan, sedangkan yang dimaksud dengan pemegang saham adalah pemegang saham mayoritas.
Hurug b
Yang dimaksud dengan pegawai tingkat pimpinan adalah pegawai yang mengepalai salah satu bagian, misalnya, bagian pembukuan, keuangan, personalia, hubungan masyarakat, atau bagian umum.
Ayat 5
Cukup jelas
Ayat 6 
Yang dimaksud dengan seorang kuasa pada ayat ini adalah orang pribadi atau badan yang menerima kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan.
Ayat 7
Apabila Jurusita Pajak tidak menjumpai seorangpun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Ayat (4), salinan Surat Paksa disampaikan kepada Penanggung Pajak melalui aparat Pemerintah Daerah setempat sekurang-kurangnyasetingkat Kepala Kelurahan atau Kepala Desa dengan membuat Berita acara, yang selanjutnya salinan Surat Paksa dimaksud akan segera diserahkan kepada Penanggung Pajak yang bersangkutan.
Ayat 8
Cukup jelas
Ayat 9
Pada dasarnya apabila Surat Paksa akan dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud harus meminta bantuan kepada Pejabat lain. Namun, apabila di suatu kota terdapat beberapa wilayah kerja Pejabat, Menteri atau Kepala Daerah berwenang menetapkan bahwa Pejabat dimaksud dapat melaksanakan Surat Paksa di luar wilayah kerjanya tanpa harus meminta bantuan Pejabat setempat.

Contoh :

Kepala Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Krembangan akan melaksanakan Surat Paksa di tempat usaha Penanggung Pajak di Pasar Genteng, Surabaya. Dalam hal ini, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Krembangan dapat langsung melaksanakan Surat Paksa di tempat usaha Penanggung Pajak tanpa harus meminta bantuan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Genteng.

Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
apabila Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa dengan berbagai alasan, misalnya, karena Wajib Pajak sedang mengajukan keberatan, salinan Surat Paksa dimaksud ditinggalkan di tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat kedudukan Penanggung Pajak dan dicatat dalam Berita acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau atau menolak menerima salinan Surat Paksa. dengan demikian, Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.
Pasal  11
Jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Penanggung Pajak melunasi utang pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Paksa yang bersangkutan.
Pasal  12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kehadiran para saksi dimaksudkan untuk meyakinakan bahwa pelaksanaan penyitaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ayat (3)
Berita Acara Pelaksanaan Sita merupakan pemberitahuan kepada Penanggung Pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang Penanggung Pajak telah berpindah dari Penanggung Pajak kepada Pejabat. Oleh karena itu, dalam setiap penyitaan, Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita secara jelas dan lengkap yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak, nama Penanggung Pajak, nama dan jenis barang yang disita, dan tempat penyitaan.
Ayat (4)
Seorang saksi dari Pemerintah Daerah setempat, sekurang-kurangnya setingkat Kepala Kelurahan atau Kepala Desa.
Ayat (5)
Dalam pelaksanaan sita yang tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, Berita Acara Pelaksanaan Sita harus memuat alasan ketidakhadiran Penanggung Pajak. Diperlukannya saksi dari Pemerintah Daerah setempat berfungsi sebagai saksi legalisator. Dengan demikian, Berita Acara Pelaksanaan Sita dimaksud tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Pada dasarnya terhadap barang yang disita harus ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita, kecuali jika terdapat barang yang disita yang sesuai sifatnya tidak dapat ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita, misalnya, uang tunai atau sebidang tanah.
Ayat (8)
Penempelan atau pemberian segel sita pada barang yang disita dimaksudkan sebagai pengumuman bahwa penyitaan telah dilaksanakan, baik dihadiri ataupun tidak dihadiri Penanggung Pajak.
 Pasal  13
Ketentuan ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 yang, antara lain, mengatur bahwa pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajakdan pelaksanaan penagihan pajak. Oleh karena itu, penyitaan tetap dapat dilaksanakan walaupun Wajib Pajak mengajukan keberatan.
Pasal  14
Ayat (1)
Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang Penangging Pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak, atau di tempat lain sekalipun penguasaannya berada di tangan pihak lain.

Pada dasarnya penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak, namun dalam keadaan tertentu penyitaan dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak tanpa melaksanakan penyitaan terhadap barang bergerak. Keadaan tertentu, misalnya, Jurusita Pajak tidak menjumpai barang bergerak yang dapat dijadikan obyek sita, atau barang bergerak yang dijumpainya tidak mempunyai nilai, atau harganya tidak tidak memadai jika dibandingkan dengan utang pajak.

Pengertian kepemilikan atas tanah meliputi, antara lain, hak milik, hak pakai, hak guna bangunan, dan hak guna usaha.

Yang dimaksud dengan penguasaan berada di tangan pihak lain, misalnya, disewakan atau dipinjamkan, sedangkan yang dimaksud dengan dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, misalnya, barang yang dihipotekkan, digadaikan, atau diagunankan.

Ayat (2)
Dalam memperkirakan nilai barang yang disita, Jurusita Pajak harus memperhatikan jumlah dan jenis barang berdasarkan harga wajar sehingga Jurusita Pajak tidak dapat melakukan penyitaan secara berlebihan. Dalam hal tertentu Jurusita Pajak dimungkinkan untuk meminta bantuan jasa penilai.
Ayat (3)
Ketentuan ini diperlukan untuk menampung kemungkinan perluasan obyek sita berupa hak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal  15
Ayat (1)
Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup dan usaha Penanggung Pajak, terhadap barang tertentu yang digunakan sehari-hari oleh Penanggung Pajak dan alat-alat yang digunakan penyandang cacat dikecualikan dari penyitaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal  16
Meskipun barang yang telah disita penmguasaannya beralih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, penyimpanannya dititipkan kepada Penanggung Pajak, misalnya, tanah dan atau bangunan. Namun, ada barang yang karena sifatnya atau karena pertimbangan tertentu dari Jurusita Pajak, penyimpanannya dapat dititipkan pada bank, atau kantor pegadaian, atau disimpan di Kantor Pejabat seperti perhiasan atau peralatan elektronik.
Pasal  17
Ayat (1)
Penyitaan atas kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di bank berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan cara pemblokiran terlebih dahulu yang pelaksanaannya mengacu pada ketentuan mengenai rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Penyitaan barang yang kepemilikannya terdaftar seperti kendaraan bermotor diberitahukan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia; tanah diberitahukan kepada Badan Pertanahan Nasional; penyitaan kapal laut dengan isi kotor tertentu diberitahukan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Pemberitahuan ini dimaksudkan agar barang sitaan dimaksud tidak dapat dipindah tangankan sebelum utang pajak beserta biaya penagihan pajak dan biaya lainnya dilunasi oleh Penanggung Pajak. Pemberitahuan dilakukan dengan penyerahan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita.
Ayat (3)
Atas penyitaan barang tidak bergerak, misalnya, tanah yang kepemilikannya beluh terdaftar di Badan Pertanahan Nasional, Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada Pemerintah Daerah setempat untuk digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Keterangan Riwayat Tanah dan untuk mencegah pemindahtangan tanah dimaksud. Penyampaian Berita Acara Pelaksanaan Sita ke Pengadilan Negeri dimaksudkan untuk didaftarkan kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri dan Pemerintah Daerah setempat selanjutnya mengumumkan penyitaan dimaksud.
Pasal  18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan agar penyitaan dapat dilaksanakan sebelum barang dikembalikan kepada Penanggung Pajak.

Dalam hal Kejaksaan atau Kepolisian lalai memberitahukan kepada Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa, sehubungan dengan akan dikembalikannya barang yang disita kepada Penanggung Pajak, kepada yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal  19
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa terhadap semua jenis barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang, tidak boleh disita lagi oleh Jurusita Pajak. Adapun yang dimaksud dengan instansi lain yang berwenang adalah instansi lain yang juga berwenang melakukan penyitaan, misalnya, Panitia Urusan Piutang Negara.
Ayat (2)
Penyerahan salinan Surat Paksa oleh Jurusita Pajak kepada Pengadilan Negeri atai instansi lain yang berwenang dimaksudkan agar Pengadilan Negeri atai instansi lain yang berwenang menentukan bahwa penyitaan atas barang dimaksud juga berlaku sebagai jaminan untuk pelunasan utang pajak yang tercantum dalam Surat Paksa.
Ayat (3)
Pengadilan Negeri setelah menerima salinan Surat Paksa selanjutnya dalam sidang berikutnya menetapkan bahwa barang yang telah disita dimaksud juga sebagai jaminan pelunasan utang pajak.

Dengan demikian, berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri dimaksud pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahuinya secara resmi.

Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Sebagai kelanjutan dari penetapan Pengadilan Negeri yang menentukan pembagian hasil penjualan barang sitaan dengan memperhatikan hak mendahulu untuk tagiahan pajak, apabila putusan dimaksud kemudian telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Pengadilan Negeri segera mengirimkan putusannya ke Kantor Lelang untuk dipergukanan sebagai dasar pembagian hasil lelang.